Kajian Online WA Hamba الله SWT
Rabu, 2 Maret 2016
Narasumber : Ustadzah
Lara
Rekapan Grup Nanda M104
Tema : Kajian Islam
Editor
: Rini Ismayanti
HIGHWAY TO HEAVEN
Berbicara tentang
tempat di surga pastilah terkait dengan segala kesenangan dan kenikmatan. Semua
orang pasti sepakat ingin mendapatkan tempat di surga, namun belum tentu
sejalan dengan cara yang ditempuh untuk layak mendapat tempat di sana. Saya
menyadari perbedaan cara pandang ini bukan saja terjadi di kalangan
anak-anak, namun hingga manusia dewasa, kemudian tua.
Saya terkesan dengan
cerita salah seorang anak saya tentang teman-teman sekolahnya yang berusia
remaja, saat mereka mengomentari kebiasaan anak saya yang dianggapnya
‘primitif’. Mereka yang tinggal di belahan bumi Melbourne, merasa kasihan
dengan anak saya karena harus mematuhi berbagai aturan agama.
“why is your life
so hard, man? You can not eat this, you can not drink that. Come on,
enjoy your life! We are going to heaven too….!” (kenapa hidupmu begitu
sulit, teman? Kamu tak boleh makan ini, tak boleh minum itu. Ayolah nikmati
hidupmu. Kami juga akan masuk surga kok!)
Demikian komentar
teman-temannya sambil tertawa, seraya meyakinkan anak saya bahwa mereka semua
(yang beragama apa pun), semuanya akan sama-sama masuk surga.
Teman-temannya yang lain mengangguk-angguk setuju. Bahkan ada yang menambahi
dengan ‘referensi’ berbagai sumber, mengkaitkan dengan berbagai ilmu
pengetahuan dan memberikan analisanya.
Sepulang sekolah, anak
saya mengungkapkan rasa herannya atas pemikiran teman-temannya tersebut yang
dianggapnya justru ‘primitif’. Anak saya mengatakan bahwa teman-temannya
biasanya berpikir kritis dalam banyak hal, namun mengapa untuk memahami Konsep
kekuasaan Tuhan, urusan ibadah kepada Pencipta dan sebagainya, mereka
menganggapnya sebagai hal yang sepele sehingga menyamaratakan semua yang
mematuhi atau pun tidak mematuhi perintah agama, tak ada bedanya?
“Kenapa ya mi, kok ada
orang-orang yang tidak mau beribadah, tapi suka bergaul bebas dan senang
hiburan, bisa sangat pede akan dapat tempat di surga? “
Saya merasa tak perlu
mengomentari ‘kepedean’ teman-teman anak saya itu. Saya hanya
mengatakan pada anak saya bahwa sikap optimis ingin masuk surga memang penting,
tapi harus diiringi dengan kesungguhan kita mengikuti petunjuk jalan yang benar
agar bisa sampai ke sana. Ini artinya, jika sudah ada ‘persyaratan’ dari
Pemilik Surga”, maka kita ikuti saja aturan Sang Pemilik, jangan ‘kreatif’
membuat aturan sendiri.
“Intinya, kalau ada
orang yang bicara tentang agama tapi landasannya bukan Al Quran atau Hadits,
jangan percaya dulu, tapi harus di cek lagi. Kalau perkataannya sejalan
dengan Al-Quran, berarti oke, kalau bertentangan atau tak jelas, tinggalkan
saja. Referensi utama orang muslim kan Al-Quran, bukan surat kabar, bukan buku
teks, bukan juga berdasarkan analisa orang yang tak punya dasar ilmu agama yang
kuat. Apalagi jika orang tersebut akhlak sehari-harinya tak bagus.” Demikian
petuah singkat saya mengakhiri percakapan kami. Anak saya mengangguk mantap.
Alhamdulillah.
Pendekatan termasuk
gaya komunikasi yang saya gunakan terhadap anak-anak saya yang sudah remaja
ini, cukup berbeda dengan yang saya terapkan saat mereka kecil. Sebelum mereka
baligh, saya memfasilitasi mereka untuk banyak bertanya dan menggunakan
daya kritisnya, terutama terhadap kejadian-kejadian nyata yang ada di
sekeliling mereka. Saya bisa berkompromi dengan pendapat mereka asalkan
masih dalam batas kewajaran dan tidak bertentangan dengan ajaran agama, sebatas
pengetahuan saya. Namun dengan ‘status’ mereka yang sudah baligh dengan
berbagai hak dan kewajiban sebagai muslim yang melekat pada mereka, saya tak
banyak memberikan ‘ruang’ bagi mereka untuk kreatif ‘menebak-nebak’ dan
‘bermain-main’ dengan ayat-ayat Al-Quran. Kekritisan mereka yang muncul
sesekali pun lebih saya arahkan untuk berikhtiar agar hati lebih terbuka
menerima kebenaran. Saya menjadi sadar bahwa mendidik anak untuk tawadhu
(rendah hati) ternyata jauh lebih penting dan lebih sulit daripada mengajarkan
anak untuk ‘sekedar’ menjadi pintar dan kritis.
Sekalipun bidang ilmu
yang saya geluti sejauh ini cukup menjunjung kreativitas dimana berpikir
kritis, ‘menembus batas’/out of the box, adalah hal yang sangat diapresiasi,
saya tetap tekankan pada anak-anak saya maupun pada para mahasiswa saya (di
Indonesia) yang mayoritas muslim, untuk bersikap sangat ‘hati-hati’ untuk
menginterpretasi aturan-aturan di dalam Al-Quran.
Saya ingin seperti ibu
saya, seorang wanita yang sangat kritis dalam berpikir, namun tak berani
berargumen dalam hal agama. Beliau selalu berprasangka positif dengan
aturan-aturan dalam Al Quran. Beliau meyakini jika ada aturan tersebut yang
‘mengganjal’ di hati ataupun kurang bisa diterima dengan zaman/realitas saat
ini, tentulah itu karena keterbatasan ilmu agama kita. ‘Bagaimana mungkin
dengan kemampuan agama yang minim, kita berani untuk menganalisa sesuatu
yang ‘sangat besar’? katanya pada kami, anak-anaknya. Apa itu bahasa
Inggrisnya, yang suka ibu dengar: “The right man, in the right place!” katanya
pasti. Demikian pemikiran ibu saya yang bisa menjadi tidak kritis lagi
untuk urusan agama.
Dahulu saat kami
remaja, kami menganggap peryataan ibu sekedar sebuah ‘kepasrahan’ karena
tidak punya kesempatan menjadi seorang sarjana. Namun ketika kami dewasa, bisa
bersekolah lebih tinggi, belajar agama lebih dalam, dan bergelut dengan
dinamika kehidupan, barulah kami menyadari bahwa nasehat-nasehat ibu kami
tidaklah sederhana, tidak semudah ilmu akademik yang bisa kita terapkan dengan
modal kepandaian. Ini lebih kompleks karena harus menjauh dari kesombongan
dan mendekat pada kerendah-hatian. Inshaa Allah. Aamiin.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal-amal saleh dan merendahkan diri kepada Tuhan mereka, mereka
itu adalah penghuni-penghuni syurga; mereka kekal di dalamnya. (Huud:23)
Alhamdulillah, kajian
kita hari ini berjalan dengan lancar. Moga ilmu yang kita dapatkan berkah dan bermanfaat.
Aamiin....
Segala yang benar dari
Allah semata, mohon maaf atas segala kekurangan. Baiklah langsung saja kita
tutup dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyaknya dan do'a kafaratul
majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya
Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah
melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment