Kajian
Online WA Hamba الله SWT
Selasa,
31 Januari 2017
Rekapan
Grup Bunda G5
Narasumber
: Ustadz Robin
Tema : Muamalah
Editor
: Rini Ismayanti
Dzat
yang dengan Kebesaran-Nya, seluruh makhluk menyanjung dan mengagungkan-Nya...
Dzat
yang dengan Keperkasaan-Nya, musuh-musuh dihinakan lagi diadzab-Nya...
Dzat
yang dengan Kasih dan Sayang-Nya, kita semua mampu mengecap manisnya Islam dan
indahnya ukhuwah di jalan-Nya, memadukan hati kita dalam kecintaan kepadaNya,
yang mempertemukan kita dalam keta'atan kepadaNya, dan menghimpunkan kita untuk
mengokohkan janji setia dalam membela agamaNya.
AlhamduliLlah...
tsumma AlhamduliLlah...
Shalawat
dan salam semoga tercurah kepada tauladan kita, Muhammad SAW. Yang memberi arah
kepada para generasi penerus yang Rabbaniyyah bagaimana membangkitkan ummat
yang telah mati, memepersatukan bangsa-bangsa yang tercerai berai, membimbing
manusia yang tenggelam dalam lautan sayaahwat, membangun generasi yang tertidur
lelap dan menuntun manusia yang berada dalam kegelapan menuju kejayaan,
kemuliaan, dan kebahagiaan.
Amma
ba'd...
Ukhti
fillah sekalian. Agar ilmunya barokah, maka alangkah indahnya kita awali dengan
lafadz Basmallah
Bismillahirrahmanirrahim...
UTANG
BUKAN GAYA HIDUP KITA
“Wahai
guru, bagaimana kalau mengarang kitab tentang zuhud ?” ucap salah seorang murid
kepada Imam Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani. Maka beliau menjawab : “Bukankah
aku telah menulis kitab tentang jual-beli?”
Ikhwati
fillah,
Mari
renungkan sedikit dialog Imam Abu Hanifah dengan muridnya ini.
Selama
ini imajinasi zuhud kita terbuai dalam aura peribadatan kental, dalam
panjangnya solat, banyaknya puasa, wajah yang tawadhu, dan mungkin dahi yang
menghitam.
Tapi
bagaimana dengan muamalah kita? Bukankah darah dan daging yang dipakai tuk
ibadah kepadaNya terbentuk dari transaksi kerja dan usaha kita? Bahkan, rumah
dan kendaraan, yang mungkin, selalu kita niatkan untuk ibadah, juga terbayar
dari catatan aktvitas muamalah kita.
Di
zaman modern ini, salah satu bentuk muamalah yang paling sering dijumpai adalah
utang. Bahkan, utang telah menjadi bagian dari gaya hidup sebagian kita. Kita
mudahnya berutang untuk berbagai hal, mulai dari yang sangat mahal, sampai
sekedar hp atau belanjaan di supermarket melalui kartu kredit. Padahal mungkin,
Allah telah memampukan kita tuk membayarnya tunai! Tidakkah kita bersyukur?
Utang
kita lebih didasari kemauan daripada kebutuhan. Kita terbawa teori2 ekonomi
entah buatan siapa yang mengatakan mencicil lebih baik daripada membayar tunai.
Kita manggut2 dengan falsafah credit is OK, selama bank bilang OK.
Kita
dibuat lupa akan petunjuk jalan menuju kampung surga.
Padahal,
manusia paling mulia telah bersabda,
وَالَّذِى
نَفْسِى
بِيَدِهِ
لَوْ
أَنَّ
رَجُلاً
قُتِلَ
فِى
سَبِيلِ
اللَّهِ
ثُمَّ
أُحْيِىَ
ثُمَّ
قُتِلَ
مَرَّتَيْنِ
وَعَلَيْهِ
دَيْنٌ
مَا
دَخَلَ
الْجَنَّةَ
حَتَّى
يُقْضَى
عَنْهُ
دَيْنُهُ
“Demi yang jiwaku
ada ditanganNya, seandainya seorang laki-laki terbunuh di jalan Allah, kemudian
dihidupkan lagi, lalu dia terbunuh lagi dua kali, dan dia masih punya utang,
maka dia tidak akan masuk surga sampai utangnya itu dilunasi.”
(Hr.
Ahmad, dihasankan Al Albani)
Seorang
yang syahid 2 kali pun masih tertahan dari surga karena utangnya. Bagaimana
dengan kita yang satu kalipun tidak?
Perlu
ditegaskan bahwa utang itu hukumnya mubah, jika sesuai syariat. Di antara
adabnya adalah; menjauhi riba, memiliki jaminan, dan menyegerakan pelunasan.
Sudahkah kita memenuhi adab ini, khususnya yang pertama?
Utang
itu hukumnya mubah, sebagaimana manusia paling mulia berutang kepada seorang
Yahudi dengan menjaminkan zirah perangnya.
Namun,
perlulah kita cermati; adakah beliau berutang untuk rumah atau kendaraan mewah,
atau perluasan ladang usaha dunia yang menggiurkan? Bukankah diantara doa yang
matsur adalah meminta perlindungan dari utang?
Warisan
lain dari manusia pemilik syafaat juga menyebuntukan,
“Barangsiapa yang
mati sedang ia berlepas diri dari tiga hal, ia akan masuk surga; yaitu, dari
sombong, ghulul (mengambil harta rampasan sebelum di bagi) dan utang.
(HR.
Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah)
Tidakkah
kita selalu meminta surga?
Maka
berhentilah memudah-mudahkan berutang. Karena itu bukanlah gaya hidup kita.
Wallahul-musta'an
Demikian
materi pengantar, kita akan eksplor di tanya jawab, insya Allah
TANYA
JAWAB
Q
: Bagaimana dengan negara kita yang mempunyai hutang kepada negara lain,
sementara hutang itu untuk membiayai pembangunan negara kita . Apakah kita
termasuk yang makan riba dari pemerintah itu ???
A
: Utang sekala negara, jika mengandung riba, maka dosanya tidak ditanggung
rakyat.
Q
: Bagaimana hukum orang yang hutang, kemudian dia mencicil tiap bulan, tapi kemudian
belum selesai hutangnya, kemudian dia lari. Apakah harus kita tagih terus atau
gimana ustadz ?
A
: Terserah kita. kalau mampu dan mau silahkan dikejar. yang berlari dosa, yang tidak
mengejar tidak apa2. Klo kita relakan lebih baik.
Q
: Ustdz jika ada yang berhutang tapi tidak enak untuk menagihnya. Baik nya bagaimana
ya ust? Jadi membuat hubungan renggang. Yang berhutang jadi terksesan menghindar
A
: Didoakan dan diajak bicara baik-baik. Tanyakan apa masalahnya, cari bersama
penyelesaiannya. Atau, relakan lunas.
Q
: Fenomena ibu ibu Arisan,, Yang punya dagangan biasanya ibu ibu pada ngambil, dengan
angsuran 2-3 kali bayar (istilahnya Kredit) karena untuk beli kontan ga ada
dananya. Itu hukumya gimana
ustadz,
A
: Boleh jual beli kredit, tapi harga tidak boleh berubah stelah akad. Tidak
boleh ada denda walaupun telat bayar cicilan.
Q
: Jika dulu mempunyai hutang dan baru bisa dibayar sekarang tapi ybs sudah
hilang jejak. Apa boleh kita berinfak untuk niat membayar hutang tersebut?
A
: Boleh sedekah atas nama orang tersebut. Tapi nanti jika orang tsb muncul dan
meminta kembali uangnya, maka harus dikembalikan (pahala sedekah yang dulu jadi
milik ibu).
Q
: Jika orang tua meminjam uang kepada kita, kalau kita membiarkannya maksudnya
gak mematok mau sampe kapan dibayarnya, itu gapapa ustadz?
A
: Jika orang tua kita sendiri, maka relakan saja, berikan, ikhlaskan, jangan
minta dikembalikan, bahkan tambahkan uangnya. Semoga Allah menetapkan kita sebagai
anak berbakti yang berhak atas surga muliaNya.
Q
: Assalamualaikum ustadz mau tanya kalau arisan barang itu hukumnya bagaimana?
Trmksh
A
: Waalaykumussalam wrwb. Arisan hukumnya mubah, asal semua peserta dapat
dipastikan ikut sampai selesai (semua dapat), sehingga tidak ada yang
dirugikan.
Q
: Ustadz dulu aku pernah dagang ( kriditan ) awalnya sih baju lama-lama ada yang
minta emas dicicil aku bikin 12 x cicilan trus ada juga yang ga mau
bayar...lumayan masih banyak yang aku ingin tanyakan, emas bolehkah d kridit?
Ada yang ga mau bayar sampe sekarang pergi kerja jadi Tkw sebaiknya gimana
ustad sayaudah nyerah tidak menagih lagi, sekarang aku sudah berhenti tidak
kriditan lagi...trmakasih
A
: Emas perhiasan tidak boleh dikredit menurut sebagian ulama, karena hadits
larangan kredit emas sangat jelas. Pertanyaan tentang kredit benda lain sudah
dijawab di pertanyaan sebelumnya ya
Q
: Ustadz di sekitar tempat tinggal saya banyak sekali rentenir bertebaran dan
banyak ibu-ibu yang terjerat utang dengan rentenir tsb. Mereka (ibu-ibu) sering
tidak minta izin kepada suami mereka, kadang sampai hutangnya bertumpuk.
Padahal sebenarnya penghasilan suami mereka sangat cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Beberapa orang sampai hampir bercerai dengan suaminya karena
masalah hutang ini, sampai buat perjanjian untuk tidak mengulangi lagi. Apa karena
kurang pemahaman agamanya ya sehingga seperti menganggap hutang ke rentenir menjadi
hal yang biasa. Katanya hidup ga ada seninya kalo ga punya hutang
A
: Kita doakan agar mereka dapat hidayah dan pelan-pelan kita ajak mereka tuk
hadir ke majelis ilmu
Q
: Tapi zaman sekarang beli barang kebanyakan memilih cara kredit ustadz, itu gimana
?
A
: Sebaiknya dihindari. Ada utang karena kebutuhan mendesak tapi karena keinginan.
Perlu motor yang bagus, tapi harus kredit, itu namanya keinginan.
Ada
motor yang biasa aja, bahkan bekas, tapi sudah sangat cukup tuk pekerjaan sehari-hari
dan bisa dibeli cash, ini namanya sesuai kebutuhan
Q
: Tanya ustadz saya mempunyai usaha dagang dengan harga modal barang kurang lebih 400 juta, saya masih mempunyai
utang kredit mobil lebih kurang 75 jutaan. Pertanyaan saya, jika sampai masa
saya mengeluarkan zakat barang dagangan, apakah saya membayar 2,5 persen dari
400 juta, atau dari 400 juta dikurangi 75 juta (325 juta). Mohon Penjelasannya
Ustadz ,,Sukron
A
: Jika mobil yang dikredit adalah mobil untuk keperluan usaha, maka dikurangi
dulu, baru dihitung zakatnya. Zakat barang dagangan dihitung dari nilai total
barang dagangan dan keuntungan (cash berputar) pada akhir tahun masa zakat
dikali 2,5%.
Q
: Uztadz berarti kartu kredit yang ditawarkan bank juga tidak usah diikuti
ya..apalagi jadi gaya hidup...
A
: Tidak usah, khususnya kartu kredit konvensional, sudah jelas berhubungan dengan
riba. Kalaupun sangat butuh kartu kredit, pilih kartu kredit bank syariah.
Q
: Assalamu'alaikum,,Mau tanya nih ustadz , Ada kasus semåcam ini : A
pinjam uang (dalam bentuk dolar) sama B,,saat si A pinjem uang tersebut kurs
lebih rendah dibanding saat pengembalìan, sehingga setelah ditukarkan ke rupiah
si B jadi lebih untung... yang jadi pertanyaan : Apakah kelebihan uang tersebut
termasuk rìba ? ( kelebihan tersebut sebagai akibat dari naik turunnya kurs
mata uang )
A
: Waalaykumussalam wrwb. Kalau pinjamnya dolar, kembalikannya dolar. Aman. segala
keuntungan yang terjadi karena nilai tukar bukan riba, asal sama sama dolar.
Q
: Assalamu'alaikum ustadz mau tanya .. ada yang meminjam uang tapi karena
sering dan klu ngembalikan di cicil jadi uang kita ga utuh lagi. Orang tsb
minjam lagi dikasih emas untuk gadaikan
supaya dapat uang . Nanti orang tsb dengan harapan mengembalikan lagi emas tsb dengan
utuh.
1.
Apakah menggadaikan emas berdosa waupun di Bank syariah .
2.
Bagaimana yang meminjamkan emas tsb apakah ikut berdosa.
A
: Gadai emas di bank syariah termasuk khilafiyah ulama. Jika mampu, hindari
saja. Klo pinjam emas 5gr kembalikan 5gr. Sah... klo pinjam rupiah 10 jt,
kembalikan 10 jt. sah
Q
: Misal arisan 1jutaan/bln peserta 30orang, ya dapat nya 30jt sesuai no yang
keluar antrean ya, tapi semua dapat
nominal yang sama, hanya urutan dapatnya saja yang tidak passti
A
: Boleh.
Q
: Mo tanya ustadz..klo kita kreditin barang tapi yang kredit ambil uangnya dia
mo beli sendiri boleh gak..untuk harga sudah sepakat harga jual barang.
A
: Jika sudah akad, maka uang tidak boleh ditarik kembali, kecuali kedua belah
pihak ridho. wallahu a`lam
Q
: Ustdz bagaimana hukumnya berhutang untuk kebutuhan sehari-hari. Untuk makan
misalnya. Bolehkah kita menagih hutang itu ustdz? Klo ybs belum bisa bayar bagaimana
ustdz baiknya?
A
: Hukum utang adalah mubah. Kalau untuk kebutuhan dasar seperti makan itu
namanya utang yang mendesak. Klo tidak mampu bayar karena miskin, sebaiknya
direlakan sebagai sedekah, atau bisa ditagih dengan sabar.
Alhamdulillah,
kajian kita hari ini berjalan dengan lancar. Semoga ilmu yang kita dapatkan
berkah dan bermanfaat. Aamiin....
Segala
yang benar dari Allah semata, mohon maaf atas segala kekurangan. Baiklah
langsung saja kita tutup dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyakanya dan
do'a kafaratul majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asayahadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha
Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang
haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat
kepada-Mu.”
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment