Rekapitulasi
Kajian Online HA Ummi G3
Hari/Tgl:
Senin, 17 September 2018
Materi:
Etika Bekerja Dalam Islam
NaraSumber:
Ustadz Asyari
Waktu
Kajian: Ba'da magrib
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
MEMBANGUN
ETOS KERJA KERJA DALAM ISLAM
*Asy’ari
Suparmin
Bekerja adalah kodrat hidup, baik kehidupan
spiritual, intelektual, fisik biologis, maupun kehidupan individual dan sosial
dalam berbagai bidang (al-Mulk: 2). Seseorang layak untuk mendapatkan predikat
yang terpuji seperti potensial, aktif, dinamis, produktif atau profesional,
semata-mata karena prestasi kerjanya. Karena itu, agar manusia benar-benar
“hidup”, dalam kehidupan ini ia memerlukan ruh (spirit). Untuk ini, Al Qur’an
diturunkan sebagai “ruhan min amrina”,
yakni spirit hidup ciptaan Allah, sekaligus sebagai “nur” (cahaya) yang
tak kunjung padam, agar aktivitas hidup manusia tidak tersesat (asy-Syura: 52).
Syarat
pokok agar setiap aktivitas kita
bernilai ibadah ada dua, yaitu sebagai berikut.
Pertama,
Ikhlas, yakni mempunyai motivasi yang benar, yaitu untuk berbuat hal yang baik
yang berguna bagi kehidupan dan dibenarkan oleh agama. Dengan proyeksi atau
tujuan akhir meraih mardhatillah (al-Baqarah:207 dan 265).
Kedua,
shawab (benar), yaitu sepenuhnya sesuai dengan tuntunan yang diajarkan oleh
agama melalui Rasulullah saw untuk pekerjaan ubudiyah (ibadah khusus), dan
tidak bertentangan dengan suatu ketentuan agama dalam hal muamalat (ibadah
umum). Ketentuan ini sesuai dengan pesan Al-Qur’an (Ali Imran: 31,
al-Hasyr:10).
Berikut
ini adalah kualitas etik kerja yang terpenting untuk dihayati.
1. Ash-Shalah (Baik dan Bermanfaat)
Islam
hanya memerintahkan atau menganjurkan pekerjaan yang baik dan bermanfaat bagi
kemanusiaan, agar setiap pekerjaan mampu memberi nilai tambah dan mengangkat
derajat manusia baik secara individu maupun kelompok. “Dan masing-masing orang
memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya.”
(al-An’am: 132)
2. Al-Itqan (Kemantapan atau
perfectness)
Kualitas
kerja yang itqan atau perfect merupakan sifat pekerjaan Tuhan (baca: Rabbani),
kemudian menjadi kualitas pekerjaan yang islami (an-Naml: 88). Rahmat Allah
telah dijanjikan bagi setiap orang yang bekerja secara itqan, yakni mencapai
standar ideal secara teknis. Untuk itu, diperlukan dukungan pengetahuan dan
skill yang optimal. Dalam konteks ini, Islam mewajibkan umatnya agar terus
menambah atau mengembangkan ilmunya dan tetap berlatih. Suatu keterampilan yang
sudah dimiliki dapat saja hilang, akibat meninggalkan latihan, padahal
manfaatnya besar untuk masyarakat. Karena itu, melepas atau menterlantarkan
ketrampilan tersebut termasuk perbuatan dosa. Konsep itqan memberikan penilaian
lebih terhadap hasil pekerjaan yang sedikit atau terbatas, tetapi berkualitas,
daripada output yang banyak, tetapi kurang bermutu (al-Baqarah: 263).
3. Al-Ihsan (Melakukan yang Terbaik atau
Lebih Baik Lagi)
Kualitas
ihsan mempunyai dua makna dan memberikan dua pesan, yaitu sebagai berikut.
Pertama,
ihsan berarti ‘yang terbaik’ dari yang dapat dilakukan.
Dengan
makna pertama ini, maka pengertian ihsan sama dengan ‘itqan’. Pesan yang
dikandungnya ialah agar setiap muslim mempunyai komitmen terhadap dirinya untuk
berbuat yang terbaik dalam segala hal yang ia kerjakan.
Kedua
ihsan mempunyai makna ‘lebih baik’ dari prestasi atau kualitas pekerjaan
sebelumnya. Makna ini memberi pesan peningkatan yang terus-menerus, seiring
dengan bertambahnya pengetahuan, pengalaman, waktu, dan sumber daya lainnya. Adalah suatu kerugian jika prestasi
kerja hari ini menurun dari hari kemarin, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah
hadits Nabi saw. Keharusan berbuat yang lebih baik juga berlaku ketika seorang
muslim membalas jasa atau kebaikan orang lain. Bahkan, idealnya ia tetap
berbuat yang lebih baik, hatta ketika membalas keburukan orang lain (Fusshilat
:34, dan an Naml: 125)
4. Al-Mujahadah (Kerja Keras dan
Optimal)
Mujahadah
dalam maknanya yang luas seperti yang didefinisikan oleh Ulama adalah
”istifragh ma fil wus’i”, yakni mengerahkan segenap daya dan kemampuan yang ada
dalam merealisasikan setiap pekerjaan yang baik. Dapat juga diartikan sebagai
mobilisasi serta optimalisasi sumber daya. Sebab, sesungguhnya Allah SWT telah
menyediakan fasilitas segala sumber daya yang diperlukan melalui hukum
‘taskhir’, yakni menundukkan seluruh isi langit dan bumi untuk manusia
(Ibrahim: 32-33). Tinggal peran manusia sendiri dalam memobilisasi serta
mendaya gunakannya secara optimal, dalam rangka melaksanakan apa yang Allah
ridhai.
Bermujahadah
atau bekerja dengan semangat jihad (ruhul jihad) menjadi kewajiban setiap
muslim dalam rangka tawakkal sebelum menyerahkan (tafwidh) hasil akhirnya pada
keputusan Allah (Ali Imran: 159, Hud: 133).
5. Tanafus dan Ta’awun (Berkompetisi dan
Tolong-menolong)
Al-Qur’an
dalam beberapa ayatnya menyerukan persaingan dalam kualitas amal solih. Pesan
persaingan ini kita dapati dalam beberapa ungkapan Qur’ani yang bersifat “amar”
atau perintah. Ada perintah “fastabiqul khairat” (maka, berlomba-lombalah kamu
sekalian dalam kebaikan) (al-Baqarah: 108). Begitu pula perintah “wasari’u ilaa
magfirain min Rabbikum wajannah” `bersegeralah lamu sekalian menuju ampunan
Rabbmu dan surga` Jalannya adalah melalui kekuatan infaq, pengendalian emosi,
pemberian maaf, berbuat kebajikan, dan bersegera bertaubat kepada Allah (Ali
Imran 133-135). Kita dapati pula dalam ungkapan “tanafus” untuk menjadi hamba
yang gemar berbuat kebajikan, sehingga berhak mendapatkan surga, tempat segala
kenikmatan (al-Muthaffifin: 22-26). Dinyatakan pula dalam konteks persaingan
dan ketaqwaan, sebab yang paling mulia dalam pandangan Allah adalah insan yang
paling taqwa (al Hujurat: 13). Semua ini menyuratkan dan menyiratkan etos persaingan
dalam kualitas kerja.
6. Mencermati Nilai Waktu
Keuntungan
atau pun kerugian manusia banyak ditentukan oleh sikapnya terhadap waktu. Sikap
imani adalah sikap yang menghargai waktu sebagai karunia Ilahi yang wajib
disyukuri. Hal ini dilakukan dengan cara mengisinya dengan amal solih,
sekaligus waktu itu pun merupakan amanat yang tidak boleh disia-siakan.
Sebaliknya, sikap ingkar adalah cenderung mengutuk waktu dan menyia-nyiakannya.
Waktu adalah sumpah Allah dalam beberapa ayat kitab suci-Nya yang mengaitkannya
dengan nasib baik atau buruk yang akan menimpa manusia, akibat tingkah lakunya
sendiri. Semua macam pekerjaan ubudiyah (ibadah vertikal) telah ditentukan
waktunya dan disesuaikan dengan kesibukan dalam hidup ini. Kemudian, terpulang
kepada manusia itu sendiri: apakah mau melaksanakannya atau tidak.
Ranjau-Ranjau
Berbahaya Dalam Dunia Kerja
Dunia
kerja adalah dunia yang terkadang dikotori oleh ambisi-ambisi negatif manusia,
ketamakan, keserakahan, keinginan menang sendiri, dsb. Karena dalam dunia
kerja, umumnya manusia memiliki tujuan utama hanya untuk mencari materi. Dan
tidak jarang untuk mencapai tujuan tersebut, segala cara digunakan. Sehingga
sering kita mendengar istilah, injak bawah, jilat atas dan sikut kiri kanan.
(Na'udzu billah min dzalik). Oleh karenanya, disamping kita perlu untuk
menghiasi diri dengan sifat-sifat yang baik dalam bekerja, kitapun harus
mewaspadai ranjau-ranjau berbahaya dalam dunia kerja serta berusaha untuk
menghindarinya semaksimal mungkin. Karena dampak negatif dari ranjau-ranjau ini
sangat besar, diantaranya dapat memusnahkan seluruh pahala amal shaleh kita.
Berikut adalah diantara beberapa sifat-sifat buruk dalam dunia kerja yang perlu
dihindari dan diwaspadai:
1.Hasad
(Dengki)
Hasad
atau dengki adalah suatu sifat, yang sering digambarkan oleh para ulama dengan
ungkapan "senang melihat orang susah, dan susah melihat orang
senang." Sifat ini sangat berbahaya, karena akan "menghilangkan"
pahala amal shaleh kita dalam bekerja.Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW
bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ
الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ أَوْ قَالَ الْعُشْبَ
رواه أبو داود
Dari
Abu Hurairah ra berkata, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Jauhilah oleh
kalian sifat hasad (iri hati), karena sesungguhnya hasad itu dapat memakan
kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar. (HR. Abu Daud)
2.Saling
bermusuhan
Tidak
jarang, ketika orang yang sama-sama memiliki ambisi dunia berkompetisi untuk
mendapatkan satu jabatan tertentu, atau ingin mendapatkan "kesan
baik" di mata atasan, atau sama-sama ingin mendapatkan proyek tertentu,
kemudian saling fitnah, saling tuduh, lalu saling bermusuhan. Jika sifat permusuhan
merasuk dalam jiwa kita, dan tidak berusaha kita hilangkan, maka akibatnya juga
sangat fatal, yaitu bahwa amal shalehnya akan "dipending" oleh Allah
SWT, hingga mereka berbaikan.Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ
يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ
شَيْئًا إِلَّا رَجُلًا كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ أَنْظِرُوا
هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ
حَتَّى يَصْطَلِحَا رواه مسلم
Dari
Abu Hurairah ra berkata,bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Pintu-pintu surga
dibuka pada hari senin dan kamis, maka pada hari itu akan diampuni dosa setiap
hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, kecuali seseorang
yang sedang bermusuhan dengan saudaranya sesama muslim, maka dikatakan kepada
para malaikat, “Tangguhkan dua orang ini sampai mereka berbaikan.” (HR. Muslim).
3.Berprasangka
Buruk
Sifat
inipun tidak kalah negatifnya. Karena ambisi tertentu atau hal tertentu,
kemudian menjadikan kita bersu'udzon atau berprasangka buruk kepada saudara
kita sesama muslim, yang bekerja dalam satu atap bersama kita, khususnya ketika
ia mendapatkan reward yang lebih baik dari kita. Sifat ini perlu dihindari
karena merupakan sifat yang dilarang oleh Allah & Rasulullah SAW, di
samping juga bahwa sifat ini merupakan pintu gerbang ke sifat negatif
lainnya.Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ
الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَنَافَسُوا
وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ
إِخْوَانًا رواه مسلم
Dari
Abu Hurairah ra berkata, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Jauhilah oleh
kalian prasangka buruk, karena sesungguhnya prasangka buruk itu adalah
sedusta-dustanya perkataan. Dan janganlah kalian mencari-cari berita kesalahan
orang lain, dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, dan
janganlah kalian saling mementingkan diri sendiri, dan janganlah kalian saling
dengki, dan janganlah kalian saling marah, dan jangan lah kalian saling
memusuhi dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersudara. (HR. Muslim)
4.Sombong
Di
sisi lain, terkadang kita yang mendapatkan presetasi sering terjebak pada satu
bentuk kearogansian yang mengakibatkan pada sifat kesombongan. Merasa paling
pintar, paling profesional, paling penting kedudukan dan posisinya di kantor,
dsb. Kita harus mewaspadai sifat ini, karena ini merupakan sifatnya syaitan
yang kemudian menjadikan mereka dilaknat oleh Allah SWT serta dijadikan makhluk
paling hina diseluruh jagad raya ini. Sifat ini pun sangat berbahaya, karena
dapat menjadikan pelakunya diharamkan masuk ke dalam surga (na'udzu billah min
dzalik). Dalam sebuah riwayat Rasulullah SAW bersabda "Tidak akan pernah
masuk ke dalam surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat satu biji sawi
sifat kesombongan" (HR. Muslim).
5.Namimah
(mengadu domba)
Indahnya
dunia terkadang membutakan mata. Keingingan mencapai sesuatu, meraih kedudukan
tinggi, memiliki gaji yang besar, tidak jarang menjerumuskan manusia untuk
saling fitnah dan adu domba. Sifat ini teramat sangat berbahaya, karena akan
merusak tatanan ukhuwah dalam dunia kerja. Di samping itu, sifat sangat
dimurkai oleh Allah serta dibenci Rasulullah SAW.Dalam sebuah hadits rasulullah
bersabda :
عَنْ حُذَيْفَةَ أَنَّهُ بَلَغَهُ
أَنَّ رَجُلًا يَنُمُّ الْحَدِيثَ فَقَالَ حُذَيْفَةُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ
Dari
Hudzaifah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersbada, “Tidak akan masuk surga
sesroang yang suka mengadu domba.” HR Bukhari Muslim)
==========
TANYA
JAWAB
T:
Jazakallah
materinya bagus ustadz. Saya izin tanya ustadz, kalau seorang istri bekerja, otomatis
ada beberapa pekerjaan rumah yang tidak bisa di kerjakan secara maksimal.
Terbatasnya waktu dan tenaga. Dosakah?
J:
Istri
bekerja hukum dasarnya mubah bersyarat diantaranya seizin suami, tentunya
pekerjaan rumah boleeh di kerjakan dengan orang lain atau pembantu seizin
suami.
T:
Ketika kita menemukan teman kerja dalam tim yang kerjanya hanya mau enaknya saja,
tidak peka dengan pekerjaannya sehingga kerjaan dia harus kami yang
mengerjakannya juga, sudah di ingatkan baik-baik tapi masih belum berubah, wajarkah kalau dalam hati kita merasa kesal? Bagaimana
J: Hukum dasar bekerja itu mubah, boleh di mana saja selama tidak
ada larangan. sebagian ulma menyatakan haram sebagian memolehkan, yang memboleh
kalau bukan coor bisnis misalnya securiy, dsb, smog Allah berikan terbaik
T:
Ijin
bertanya ustadz. Kadang karena kewaspadaan akan suatu hal, kita jadi sedikit
curiga kepada orang-orang dilingkungan, apa kecurigaan itu sudah termasuk kategori
su'uzon ustadz?
J:
Sudah
mendekati bahkan sebagian orang memasukkan kategori suudzon
T:
Kadang dalam bermasyarakat kita berbeda pendapat, hingga terjadi debat, sikap
kita didepan lawan diskusi baik-baik saja, tapi di hati masing-masing ada rasa
kebencian. Ini bagaimana menyikapinya ustadz?
J:
Islam
mengajarkan kita bersikap bijak dengan siapapun termasuk menghargai perbedaan.
hargai, dengarkan bika harus berdebat atau diskusi dengan bijak berikan dalil
atau dasar yang jelas
T:
Ustadz
saya seorang pekerja dengan anak 1 dan 1 lagi sebentar lagi akan lahir
insyaAlloh. Suami mengharuskan saya berhenti kerja setelah anak lahir. Di 1
sisi orang tua danmertua menjadi tanggungan kami. Di sisi lain penghasilan
suami saja jauh untuk mencukupi itu. Mohon pendapatnya ustadz, bagaimana saya
bisa qonaah untuk itu semua? terima kasih
J:
Barokalloh,
diskusikan dengan bijak bersama suami pengatuarn dengan bijak buat skala
priritas. tuanakan ibadah semaximal mungkin agar timbul ketenangan dan
kebhagiaan. insya Alah akan mencukupi
T:
Ijin bertanya ustadz. Afwan bagaimana dgn guru mengaji atau 'penceramah'...
bolehkah menetapkan (afwan) fee?
J:
Secara
hukum boleh, selama saling ridho, profesonal, tidak membebebani jamaah
T:
Ustadz mohon bertanya ya ustadz, dulu ketika anak-anak masih kecil, saya titip
anak-anak ke mertua, disaat pulang sekolah dan saya belum jemput, karena saya
bekerja. Saya kalo gajian selalu yang pertama saya kasih adalah mertua, mengingat
begitu baiknya pada anak-anak saya. Nah saya lupa ustadz niat saya waktu itu
tulus tidak ,atau karena imbalan mengurus anak-anak saya . Berdosakah saya
ustadz kalau saya salah niat?
J:
Ikhlaskan
saja bu, bacakan doa sebagai bakti dengan al fithah atau yang lain kalau masih
hidup bahagiakan dia dengan rizqi yang kita punya.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Kita tutup dengan
membacakan hamdalah..
Alhamdulillahirabbil'aalamiin
Doa Kafaratul Majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك
أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya
Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah
melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Wassalamu'alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh
================
Website: www.hambaAllah.net
FanPage: Kajian On line-Hamba Allah
FB: Kajian On Line - Hamba Allah
Twitter: @kajianonline_HA
IG: @hambaAllah_official
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT



0 komentar:
Post a Comment