Rekap
Kajian Online HA Link (Ummi dan Nanda)
Hari/Tgl:
Jum'at, 9 November 2018
Materi:
Wudhu dengan Air Di Bak dan Gayung
Nara
Sumber: Ustadz Farid Nu'man
Waktu
Kajian: 19.30-21.22 WIB
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Wudhu
Dengan Air di Bak dan Gayung
▪▫▪▫▪▫▪▫
Wudhu
dengan air di bak mandi, selama air tersebut suci dan mensucikan adalah Boleh
dan SAH. Hal ini berdasarkan beberapa hadits berikut:
1. Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَغْسِلُ أَوْ كَانَ يَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ إِلَى خَمْسَةِ أَمْدَادٍ
وَيَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ
Nabi
ﷺ
membasuh, atau mandi dengan satu sha' hingga lima mud, dan berwudhu
dengan satu mud. (HR. Bukhari no. 201)
Satu
mud itu tidak banyak, Imam Al ‘Ainiy mengatakan 1,3 Rithl Iraq (bukan liter),
sebagaimana pendapat Imam Asy Syafi’iy dan ulama Hijaz. Ada yang mengatakan 2
Rithl yaitu Imam Abu Hanifah dan ulama Iraq. (‘Umdatul Qari, 4/433)
Sementara
Imam Ash Shan’aniy menjelaskan dengan lebih sederhana yaitu sepenuh dua telapak
tangan manusia berukuran sedang dengan telapak tangan yang dibentangkan
(madda), dari sinilah diambil kata mud. (Subulus Salam, 1/49)
Satu
mud ini adalah cukup, jangan dikurangi lagi. Imam Al Munawiy mengatakan:
فالسنة ان لا ينقص عن ذلك
ولا يزيد لمن بدنه كبدنه
Maka,
sunahnya adalah tidak kurang dari itu dan jangan ditambah bagi orang yang
ukuran badannya seperti badannya (Rasulullah ﷺ).
(At Taysir, 2/545)
Hadits
lainnya adalah:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ
أَنَّهُ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَتَوَضَّأُ
مِنْ بِئْرِ بُضَاعَةَ وَهِيَ بِئْرٌ يُطْرَحُ فِيهَا الْحِيَضُ وَلَحْمُ الْكِلَابِ
وَالنَّتْنُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَاءُ طَهُورٌ
لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ
Dari
Abu Sa’id Al Khudri, bahwa ditanyakan kepada Rasulullah ﷺ: “Apakah kami boleh berwudhu dari sumur
budhaa’ah, yaitu sumur yang kemasukan Al
Hiyadh, daging anjing, dan An Natnu (bau tidak sedap).” Lalu Rasulullah ﷺ
menjawab: “Air itu adalah suci, tidak ada sesuatu yang menajiskannya.” (HR.
Abu Daud No. 67, Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf
No. 1513, Imam Al Baghawi, Syarhus Sunnah, 2/61, dll. Imam Ibnu Hajar
berkata: “Hadits ini dishahihkan oleh
Imam Ahmad bin Hambal, Imam Yahya bin Ma’in, dan Imam Ibnu Hazm.” (Talkhish Al Habir, 1/125-126), Imam An
Nawawi mengatakan: “shahih.” (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 1/82)
Hadits
ini menunjukkan hukum dasar air adalah suci, dan tidak ada apa pun yang dapat
menajiskannya. Bahkan Imam Malik Rahimahullah mengatakan walau airnya sedikit,
selama sifat sucinya belum berubah, baik warna, aroma, dan rasa.
Imam
Ash Shan’aniy Rahimahullah mengatakan:
وبهذا الحديث استدل مالك على
أن الماء لا يتنجس بوقوع النجاسة- وإن كان قليلاً- ما لم تتغير أحد
أوصافه.
Dengan
hadits ini, Imam Malik berdalil bahwa sesungguhnya air tidak menjadi najis
dengan terkenanya dia dengan najis –walau air itu sedikit- selama salah satu
sifatnya belum berubah. (Subulus Salam, 1/16)
Tapi,
para ulama mengoreksi pendapat Imam Malik, bahwa hadits tersebut adalah khusus
untuk sumur Budhaa’ah yang memang berukuran besar, sebagaimana keterangan
berikut:
فتأويله إن الماء الذي تسألون
عنه وهو ماء بئر بضاعة فالجواب مطابقى لا عموم كلي كما قاله الامام مالك انتهى وإن
كان الألف واللام للجنس فالحديث مخصوص بالإتفاق كما ستقف ( لا ينجسه شيء ) لكثرته فإن
بئر بضاعة كان بئرا كثيرا الماء يكون ماؤها أضعاف قلتين لا يتغير بوقوع هذه الأشياء
والماء الكثير لا ينجسه شيء ما لم يتغير
Ta’wilnya
adalah bahwa air yang kalian tanyakan adalah tentang air sumur Budhaa’ah, maka
jawabannya adalah itu khusus, bukan untuk umum
sebagaimana pertanyaan Imam Malik. Selesai. Jika Alif dan Lam (pada kata
Al Maa’/air) menunjukkan jenis, maka hadits ini adalah spesifik (khusus)
menurut kesepakatan sebagaimana Anda
lihat (tidak ada sesuatu yang menajiskannya) karena banyaknya, sesungguhnya
sumur budhaa’ah adalah sumur yang banyak airnya, lebih dari dua qullah, maka
terkena semua hal ini tidaklah merubahnya, dan air yang banyak tidaklah menjadi najis karena sesuatu selama belum
terjadi perubahan. (Tuhfah Al Ahwadzi, 1/170. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)
Ummu
‘Umarah bercerita:
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله
عليه وسلم- تَوَضَّأَ فَأُتِىَ بِإِنَاءٍ فِيهِ مَاءٌ قَدْرُ ثُلُثَىِ الْمُدِّ.
Bahwa
Nabi ﷺ berwudhu dengan dibawakan
untuknya di bejana berisi air seukuran 2/3
mud. (HR. Abu Daud no. 94, Dishahihkan oleh Abu Zur’ah,
dan dihasankan oleh Imam An Nawawi dan Imam Al ‘Iraqiy. Lihat Shahih Abi Daud,
1/158)
Hadits
lainnya:
عَنْ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ
أَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ
لَقَدْ رَأَيْتُنِي أَغْتَسِلُ
أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ هَذَا فَإِذَا تَوْرٌ
مَوْضُوعٌ مِثْلُ الصَّاعِ أَوْ دُونَهُ فَنَشْرَعُ فِيهِ جَمِيعًا فَأُفِيضُ عَلَى
رَأْسِي بِيَدَيَّ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ وَمَا أَنْقُضُ لِي شَعْرًا
Dari
‘Ubaid bin ‘Umair, bahwa ‘Aisyah Radhiyallahu anha berkata, “ Aku menyaksikan diriku mandi bersama Rasulullah ﷺ dari ini, - yaitu sebuah bejana kecil tempat yang
berukuran satu shaa’ atau lebih kecil- kami menyelupkan tangan kami seluruhnya,
aku mencelupkan dengan tanganku pada kepalaku tiga kali dan aku tidak
menguraikan rambut.” (HR. An Nasa’i no. 416)
Maka,
dari hadits-hadits ini dapat disimpulkan bahwa wudhu dengan air seukuran bak
mandi adalah sah, bgitu pula dengan memakai gayung, yang penting tetap pada prinsip “suci dan
mensucikan”, tidak ada perubahan sifat dasar sucinya, walau volume bak itu tidak sampai dua qullah. Ada pun jika sudah
ternoda najis dan merubah salah satu sifat dasarnya maka tidak boleh wudhu
dengannya.
Imam
Ibnu Mundzir Rahimahullah mengatakan:
وأجمعوا على أن الماء القليل،
والكثيرإذا وقعت فيه نجاسة، فغيرت للماء طعما، أو لونا، أو ريحا: أنه نجس ما دام كذلك
“Para
ulama telah ijma’ bahwa air yang sedikit dan banyak, jika terkena najis lalu
berubah rasa, atau warna, atau aroma, maka dia menjadi najis selama seperti
itu.” (Al Ijma', Hal. 35)
Syaikh
Muhammad Muhajirin Amsar Rahimahullah mengatakan:
وقد اجمع العلماء على أن الماء
المتغير بأحد الاوصاف الثلاثة متنجس و إن كان قدر البحر
Para
ulama telah ijma' bahwa air yang telah berubah salah satu sifatnya yang tiga
itu, maka menjadi najis, walau air itu sebanyak lautan. (Mishbahuzh
Zhalam, 1/35)
Bagaimana
Jika Air Wudhu Terciprat Ke Bak Lagi?
Barang
kali ini juga menjadi pertanyaan. Sebab, ada air bekas yang jatuh ke dalamnya,
apakah itu mengubah statusnya? Berikut ini penjelasannya:
Hadits
1:
وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ
اَللَّهُ عَنْهُمَا; - أَنَّ اَلنَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ يَغْتَسِلُ
بِفَضْلِ مَيْمُونَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا - أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
Dari
Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma; bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
mandi dengan memakai air sisa Maimunah Radhiallahu ‘Anha.
(HR.
Muslim no. 323)
Hadits
2:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
اغْتَسَلَ بَعْضُ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَفْنَةٍ
فَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيَتَوَضَّأَ مِنْهَا أَوْ
يَغْتَسِلَ فَقَالَتْ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي كُنْتُ جُنُبًا فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْمَاءَ لَا يُجْنِبُ
Dari
Ibnu Abbas, katanya: “Sebagian istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mandi
di jafnah (bak besar), lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam datang untuk
berwudhu dari air tersebut atau dia mandi. Berkatalah isterinya kepadanya:
‘Wahai Rasulullah, saya sedang keadaan junub.’ Maka, Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam menjawab; “Sesungguhnya air tidaklah junub.” (HR.
Abu Daud No. 68, At Tirmidzi No. 65, katanya: hasan shahih)
Imam
An Nawawi Rahimahullah berkata:
وأما تطهير الرجل والمرأة
من إناء واحد فهو جائز بإجماع المسلمين لهذه الاحاديث التي في الباب وأما تطهير المرأة
بفضل الرجل فجائز بالاجماع أيضا وأما تطهير الرجل بفضلها فهو جائز عندنا وعند مالك
وأبي حنيفة وجماهير العلماء
Ada
pun seorang laki-laki (suami) dan wanita (istri) bersuci dari bejana yang sama,
maka itu boleh berdasarkan ijma’ kaum muslimin karena adanya hadits-hadits
dalam bab ini. Ada pun bersucinya wanita dengan menggunakan sisa air laki-laki
adalah boleh berdasarkan ijma’ juga. Ada pun bersucinya laki-laki dengan air
sisa wanita, maka itu boleh menurut kami (Syafi’iyah), Malik, Abu Hanifah, dan
mayoritas ulama. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 4/2)
Kenyataannya
tidak ijma', sebab Imam Ahmad bin Hambal, Imam Daud Azh Zhahiri, mengatakan hal
itu terlarang, begitu juga menurut sebagian tabi’in seperti Abdullah bin Sarjis
dan Al Hasan Al Bashri. Sedangkan Imam
Sa’d bin Al Musayyib memakruhkannya. (Ibid)
Lalu,
Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:
والمختار ما قاله الجماهير
لهذه الأحاديث الصحيحه في تطهيره صلى الله عليه و سلم مع أزواجه وكل واحد منهما يستعمل
فضل صاحبه
Pendapat
yang dipilih adalah apa yang dikatakan oleh mayoritas ulama, karena
hadits-haditsnya yang shahih menunjukkan bersucinya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersama istri-istrinya, keduanya masing-masing menggunakan sisa yang
lainnya. (Ibid, 4/3)
Pernyataan
Imam An Nawawi bahwa telah terjadi ijma’ kebolehan wanita bersuci dengan air
bekas suaminya telah dikritik ulama lain. Sebab, pada kenyataannya telah
terjadi perbedaan pendapat juga sebagaimana perbedaan pendapat tentang
laki-laki yang bersuci dengan air bekas istrinya.
Berikut
ini penjelasan Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarkafuri Rahimahullah:
قُلْت هَذَا الِاخْتِلَافُ فِي تَطْهِيرِ الرَّجُلِ بِفَضْلِ الْمَرْأَةِ وَأَمَّا
تَطْهِيرُ الْمَرْأَةِ بِفَضْلِ الرَّجُلِ فَقَالَ النَّوَوِيُّ جَائِزٌ بِالْإِجْمَاعِ
، وَتَعَقَّبَهُ الْحَافِظُ بِأَنَّ الطَّحَاوِيَّ قَدْ أَثْبَتَ فِيهِ الْخِلَافَ
Aku
berkata: inilah perbedaan pendapat tentang bersucinya laki-laki dengan air
bekas wanita. Ada pun bersucinya wanita dengan air bekas laki-laki Imam An
Nawawi mengatakan boleh menurut ijma’. Hal ini telah dikomentari oleh Al Hafizh
(Ibnu Hajar) dengan pernyataan Ath Thahawi bahwa telah pasti adanya perbedaan
pendapat di dalamnya. (Tuhfah Al Ahwadzi, 1/168)
Namun
pendapat mayoritas bahwa boleh mandi dan bersuci dengan air bekas atau sisa
istri atau suami adalah lebih kuat.
Ada
pun air Musta'mal, .. Imam Abu Thayyib Syamsul ‘Azhim Abadi Rahimahullah
menjelaskan:
وذهب جماعة من العلماء كعطاء
وسفيان الثوري والحسن البصري والزهري والنخعي وأبي ثور وجميع أهل الظاهر ومالك والشافعي
وأبي حنيفة في إحدى الروايات عن الثلاثة المتأخرين إلى طهارة الماء المستعمل للوضوء
Jamaah
para ulama seperti ‘Atha, Sufyan Ats Tsauri, Al Hasan Al Bashri, Az Zuhri, An
Nakha’i, Abu Tsaur, semua ahli zhahir (tekstualis), Malik, ASY SYAFI'IY, Abu
Hanifah pada salah satu riwayat dari tiga riwayat kalangan generasi
muta’akhirin (belakangan), mereka berpendapat bahwa sucinya air musta’mal untuk
berwudhu. (‘Aunul
Ma’bud, 1/93)
Alasannya
adalah hadits Shahih Bukhari, dari Abu Juhaifah yang menceritakan para sahabat
menggunakan air bekas wudhu nabi untuk mengusap diri mereka, juga dari Abu Musa
dan Bilal, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan Abu Musa dan
Bilal untuk meminum sisa wudhu Beliau, juga mengusap wajah mereka berdua
dengannya. (Ibid, 1/93)
Saya
dapatkan dari sumber lain bahwa Imam Asy Syafi'iy dan Imam Abu Hanifah termasuk
yang berpendapat tidak boleh dan tidak sah berwudhu dgn air musta'mal.
Pandangan
para imam, dikutip oleh Imam Ibnu Hazm Rahimahullah:
وقال مالك: يتوضأ به إن لم
يجد غيره ولا يتيمم.
وقال أبو حنيفة: لا يجوز الغسل
ولا الوضوء بماء قد توضأ به أو اغتسل به ....
وقال الشافعي: لا يجزئ الوضوء
ولا الغسل بماء قد اغتسل به أو توضأ به وهو طاهر كله، وأصفق أصحابه على أن من أدخل
يده في الإناء ليتوضأ فأخذ الماء فتمضمض واستنشق وغسل وجهه ثم أدخل يده في الإناء فقد
حرم الوضوء بذلك الماء؛ لأنه قد صار ماء مستعملا
Imam
Malik berkata: "Boleh berwudhu dengannya jika tidak ada air yang lain dan
tidak usah tayammum."
Imam
Abu Hanifah berkata: "Tidak boleh berwudhu dan mandi menggunakan air yang
telah digunakan wudhu dan mandi sebelumnya ..."
Imam
Asy Syafi'iy berkata: "Tidak sah berwudhu dgn air yang sudah dipakai untuk
wudhu dan mandi walau itu air suci semuanya."
Para
sahabatnya (Syafi'iyah) mengatakan bahwa orang yang mencelupkan tangannya ke
bejana untuk wudhu, dia ambil air untuk kumur, menghirup air ke hidung, mencuci
wajah, lalu dia memasukkan tangannya ke bejana lagi, maka haram wudhu dengan
air tersebut. Karena air tersebut menjadi musta'mal.
(Al
Muhalla, 1/183-184)
Sementara
Imam Ibnu Hazm Rahimahullah sendiri membolehkan air musta'mal dijadikan buat
wudhu dan mandi.
Imam
Ibnu Hazm Rahimahullah berkata:
والوضوء بالماء المستعمل
جائز، وكذلك الغسل به للجنابة، وسواء وجد ماء آخر غيره أو لم يوجد، وهو الماء الذي
توضأ به بعينه لفريضة أو نافلة أو اغتسل به بعينه لجنابة أو غيرها، وسواء كان المتوضئ
به رجلا أو امرأة.
Wudhu
dgn air musta'mal itu BOLEH, begitu pula mandi junub, baik ada air yang lain
atau tidak. Itu adalah air yang dipakai untuk wudhu baik shalat wajib atau
sunnah, atau untuk mandi junub atau lainnya, ini berlaku baik yg wudhu
laki-laki atau perempuan. (Al Muhalla, 1/182)
Demikian.
Wallahu a'lam
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
TANYA
JAWAB
TJ
- G2
T:
Berapakah
ukuran 1 qullah itu?
J:
Syaikh
Abdullah Al Faqih Hafizhullah mengatakan:
فإن الفقهاء -رحمهم الله-
يقدرون القلتين بخمسمائة رطل عراقي تقريباً، وتساوي القلتان باللتر مائة وستين لتراً
ونصف اللتر تقريباً.
والله أعلم.
Para
ahli fiqih mentakarkan 2 qullah itu +/- 500 rithl Iraq. Kalau diliterkan, 2
qullah itu +/-160,5 liter. Wallahu a'lam. (Fatawa Asy
Syabakah Al Islamiyyah no. 16107).
Wallahu
a'lam
T:
Air
di sungai ciliwung kan sudah sangat tercemar dengan berbagai macam polutan,
walaupun jumlahnya pasti lebih dari 2 qullah.. apakah masih bisa disebut air
suci dan mensucikan?
J:
Sudah
tidak suci, apalagi mensucikan. Sebab sudah berubah warna, rasa dan aroma. Jika
salah satu berubah apalagi tiga-tiganya. Sedangkan kali ciliwung antara coklat
dan menghitam. Ini sudah parah keadaannya
Lihat keterangan dari Imam Ibnu Mundzir, dan Syaikh Muhammad Muhajirin
Amsar pada materi di atas.
Wallahu
a'lam
T:
Assalamualaikum
wr.wb. Nah di dalam hadits-hadist di atas kita di bolehkan berwudhu pakai
gayung selama masih mensucikan. Banyak penduduk yang pakai kaleng cat 5 kilo
pakai bolongan. Jadi biar airnya ngalir dari kaleng tersebut. Apa itu sah
ustadz.
J:
Wa'alaikumussalam
wa Rahmatullah wa Barakatuh. Tidak masalah, bisa jadi itu lebih baik karena
lebih irit. Wallahu a'lam
*******
TJ
– G3
T:
Assalamualaikum.
Bagaimana cara berwudhu misalnya dalam kereta, kamar mandinya terbatas
ruangnya, dan kemungkinan di dalam banyak najisnya karena dipakai banyak orang,
kalau dalam keadaan seperti itu, wudhu yang terbaik bagaimana ya ustadz?
Terimakasih.
J:
Wa'alaikumussalam
wa Rahmatullah wa Barakatuh. Jika air tidak ada, atau ada tapi tidak cukup,
sementara kereta pun tidak berhenti lama sehingga tidak bisa wudhu di pemberhentian,
maka tayammum saja. Kalau terpaksa harus wudhu di WC, bersihkan dulu, barulah
wudhu. Wallahu a'lam
*******
TJ
- G-5
Assalamualaikum
ustadz, izin bertanya. Seandainya Air PAM di rumah mati, otomatis kita tidak
bisa wudhu dengan air dari keran, yang tersisa adalah air yang ada di bak
mandi, apakah boleh kita berwudhu dengan air yang ada di bak mandi?
J:
Wa'alaikumussalam
wa Rahmatullah wa Barakatuh. Boleh, selama masih suci dan belum berubah,
silahkan baca lagi ya.
T:
Assalammualaikum,
ijin bertanya ustadz, jika dalam perjalanan jauh dan menaiki kendaraan, apakah
sah jika berwudhu menggunakan air minum dalam botol kemasan yang isinya kurang
lebih 600 mL?
J:
Wa'alaikumussalam
wa Rahmatullah wa Barakatuh. 600ml itu 0,6 liter, itu sudah lebih dr 1 mud, sah
dan boleh. Wallahu a'lam
T:
Assalamualaikum.
Dalam musim kemarau kemarin di rumah orang tua saya lagi susah air, pas mau
wudhu cuma ada air setengah ember bekas cat besar yang dijadikan buat nampung
air. Nah kalau kita pake wudhu, sah tidak wudhunya?
J:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Tanyakan dulu asal muasal air
tersebut, apakah dari air tanah (kran), pam, tadahan Hujan, atau air bekas,
jika air bekas jangan dipakai buat wudhu. Jika itu air hujan, kran, tadahan
hujan, tidak apa-apa. Wallahu a'lam
*******
TJ
- G6
T:
Assalamualaikum
Ustadz, ijin tanya. Afwan, jika saya lihat berwudhu di Indonesia itu air
mengalir deras dari kran berarti pemborosan ya, ustadz? Lalu kira-kira bolehkah
berwudhu hanya dengan 1 gayung saja? Atau bagaimana seharusnya? Atau berapakah
ukuran 1 mud itu di Indonesia? Syukron
J:
Wa'alaikumussalam
wa Rahmatullah wa Barakatuh. Ya kalau bukanya terlalu lebar, tentu akan deras
dan itu pemborosan. Segayung saja sudah sah, segayung yang biasa orang
Indonesia pakai itu lebih satu mud. Ukuran 1 mud sudah dibahas, silahkan baca
lagi di atas.
Wallahu
a'lam
T:
Ustadz
ijin tanya lagi ya. Benarkah kita tidak boleh berwudhu di kamar mandi yang
lubang closetnya (maaf) tidak ada penutupnya? Syukron
J:
Sah
tapi makruh. Syaikh Abu Bakar bin Jabir Al Jazaairiy Rahimahullah dalam
Minhajul Muslim menyebut makruhnya wudhu di kamar mandi, karena khawatir dengan
najisnya. TAPI, jika najis-najis itu sudah disiram dan benar-benar
bersih maka tidak apa-apa wudhu di situ. Wallahu a'lam
T:
Ustadz,
ijin bertanya. Berwudhu sebelum keluar rumah, misalnya jalan-jalan ke mall,
jeda waktu setengah atau 1 jam tiba waktu sholat, masih sahkah wudhu selama
keyakinan tidak ada hal yang membatalkan atau tetap harus berwudhu kembali
ketika mau sholat? Syukron
J:
Boleh
dan sah, selama masih yakin wudhunya belum batal. Wallahu a'lam
*******
TJ
- Nanda
T:
Izin
bertanya, jadi wudhu pake air bak mandi yang kurang dari 2 kullah tetap sah?
Terus kalau air bak mandi kan kemungkinan terkena cipratan pas mandi apa masih
sah dipakai berwudhu? Maaf masih belum paham materi yang di atas.
J:
Ya
tetap sah, yang penting adalah keadaan sucinya. Ada pun dua qullah itu adalah
ukuran minimal jika kena najis maka tetap suci, jika tidak berubah. Jika
berubah, maka najis juga walau lebih dari dua qullah. Jadi, mau 2 qullah atau
lebih, kalau sudah berubah airnya setelah kena najis maka sudah tidak boleh
lagi.
Ada
pun kena cipratan, jika sedikit dan tidak mengubah sifat airnya (aroma, rasa,
dan warna), tetap suci. Tidak masalah. Wallahu a'lam
T:
Pak
ustad mau bertanya. Di rumah bak mandi dikuras 2 kali seminggu kadang suka ada
kotoran seperti lumut dan kadang kucing suka minum dari air bak apakah masih
layak untuk berwudhu?
J:
Ya,
tidak apa-apa. Lumut bukan najis, dan tidak mengubah sifat dasar air suci. Liur
Kucing pun juga suci, yang najis adalah kencing dan kotorannya.
Selengkapnya
ini..
Hukum
Liur dan Bulu Kucing, Najiskah?
Ustadz..
Kucing, binatang yang suka tiduran di sajadah kita. Jika dari luar pas kita
sholat pasti suka tiduran di sajadah sama jilat-jilat. Tidurannya pun ditengah-tengah
sajadah. Itu bagaimana ustadz? Najis apa ndak ya?? Jazakillah ustadz
(08133268xxxx)
Bismillah
wal Hamdulillah ..
Dalam
sebuah hadits disebutkan:
وَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ -
رضي الله عنه - أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ -فِي اَلْهِرَّةِ-:
- إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ, إِنَّمَا هِيَ مِنْ اَلطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ - أَخْرَجَهُ
اَلْأَرْبَعَةُ, وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ. وَابْنُ خُزَيْمَةَ
Dari
Abu Qatadah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
berkata tentang Al Hirrah (kucing): “Sesungguhnya kucing bukan najis, dia
hanyalah hewan yang biasa beredar disekeliling kalian.”
(HR. At Tirmidzi No. 92, Abu Daud No. 75, 76, An Nasa’i No. 68, Ibnu
Majah No. 367, Al Hakim dalam Al Mustadrak-nya, Kitabuth Thaharah, No. 567)
Status
hadits ini, sebagaimana dikatakan Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram, dishahihkan
oleh Imam At Tirmidzi dan Imam Ibnu Khuzaimah. Imam Al Hakim mengatakan:
Shahih. Beliau juga mengatakan hadits ini dishahihkan oleh Imam Malik dan dia
berhujjah dengan hadits ini dalam kitabnya, Al Muwaththa’. Imam Adz Dzahabi
juga menshahihkan hadits ini dalam At Talkhish. (Lihat Al Mustadrak ‘Alash
Shahihain, 1/263, No. 567. Cet. 1, 1990M-1411H. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah.
Tahqiq: Syaikh Mushthafa Abdul Qadir ‘Atha)
Syaikh
Dr. Muhammad Mushthafa Al A’zhami mengatakan: isnadnya shahih. (Shahih Ibnu
Khuzaimah, 1/54. Tahqiq: Dr. Muhammad Mushthafa Al A’zhami. Al Maktab Al
Islami, Beirut) Imam Al Baghawi
mengatakan: hasan shahih. (Syarhus Sunnah No. 286) Imam Ibnul Mulaqin
mengatakan: “Hadits ini shahih dan terkenal, diriwayatkan oleh para imam
dunia.” (Badrul Munir, 1/551)
Makna
Hadits:
1. Apakah maksud bahwa kucing adalah hewan
yang Ath Thawwaafiin – الطوافين?
Penyebutan
kucing sebagai Ath Thawwaafiin, menunjukkan kedudukannya di tengah kehidupan
manusia, termasuk umat Islam.
Imam
Ibnul Atsir Rahimahullah menjelaskan:
الطّائف : الخادمُ الذي يَخْدُمُك
برفْقٍ وعنَاية
Ath
Thaa-if adalah pelayan yang melayanimu dan menolongmu dengan lembut.
(Imam Ibnul Atsir, An Nihayah fi Gharibil
Atsar, 3/323. 1979M-1399H. Maktabah Al ‘Ilmiyah, Beirut. Lihat juga Imam
Ibnul Jauzi, Gharibul Hadits, 2/43. Cet. 1, 1985M. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah,
Beirut)
Imam
Ibnu Abdil Bar Rahimahullah menjelaskan:
ومعنى الطوافين علينا الذين
يداخلوننا ويخالطوننا ومنه قول الله عز وجل في الأطفال: {طَوَّافُونَ عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ
عَلَى بَعْضٍ} [النور: من الآية58].
Makna
dari “berputar di sekitar kita”: (mereka) adalah yang masuk dan membaur dalam
kehidupan kita, dan di antaranya yang seperti ini adalah firman Allah ‘Azza wa
Jalla tentang anak-anak: (mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan)
kepada sebahagian yang lain). (Imam Abu Umar bin Abdil
Bar, At Tamhid, 1/319. Musasah Al Qurthubah)
Imam
Al Kasymiri Rahimahullah mengatakan:
وإنما هي كمتاع البيت
Sesungguhnya
kucing itu seperti perhiasan rumah. (Imam Al Kasymiri Al
Hindi, Al ‘Urf Asy Syaadzi, 1/130. Cet. 1. Muasasah Dhuha. Tahqiq: Syaikh
Mahmud Ahmad Syakir. Ini juga merupakan ucapan Ibnu Abbas Radhiallahu
‘Anhuma, Lihat At Tamhid, 1/320)
2.
Hadits ini menunjukkan kesucian kucing, termasuk liurnya, dan ini merupakan
salah satu kasih sayang Allah Ta’ala kepada umat ini. Sebab, kebersamaan mereka
dengan manusia begitu erat, maka akan sulitlah jika mereka dikategorikan najis.
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah berkata:
يعني من الحيوانات التي تترد
كثيرا عليكم ولو كان نجسا لشق عليكم
Yakni
termasuk hewan yang banyak mondar mandir disekitar kalian, seandainya dia najis
niscaya kalian akan menjadi sulit/payah/sempit.
(Asy Syarh Al Mukhtashar ‘Ala Bulughil Maram, 2/35)
Imam
Ibnu Abdil Bar Rahimahullah mengatakan:
وفيه أن الهر ليس ينجس ما
شرب منه وأن سؤره طاهر وهذا قول مالك وأصحابه والشافعي وأصحابه والأوزاعي وأبي يوسف
القاضي والحسن بن صالح بن حي
Pada
hadits ini menunjukkan bahwa apa-apa yang diminum kucing tidaklah najis, dan
air sisanya adalah suci. Inilah pendapat Malik dan para sahabatnya, Asy Syai’i
dan para sahabatnya, Al Auza’i, Abu Yusuf Al Qadhi, Al Hasan bin Shalih bin
Hay. (At Tamhid, 1/319)
Syaikh
Abul Hasan ‘Ubaidullah Al Mubarkafuri Rahimahullah mengatakan bahwa hadits ini
merupakan dalil sucinya kucing secara zat, dan liurnya bukan najis, boleh
berwudhu dari sisa minumnya, dan tidak makruh berwudhu di air bekasnya,
sebagaimana riwayat dari ‘Aisyah. Hadits ini sebagai koreksi bagi pihak yang
menyatakan makruhnya berwudhu dengan
sisa air minum kucing, dengan makruh tahrimiyah atau tanzihiyah. (Mir’ah
Mafatih Syarh Misykah Al Mashaabih, 2/183. Cet. 3, 1404H-1984M. Al Jaami’ah As
Salafiyah)
3.
Karena air liurnya suci, maka apakah boleh berwudhu dengannya?
Dalam
hal ini ada dua pendapat secara umum:
Pertama,
boleh dan ini pendapat mayoritas ulama.
Kedua,
makruh dan ini pendapat Imam Abu Hanifah Rahimahullah dan pengikutnya.
Pendapat
mayoritas adalah pendapat yang lebih kuat, karena dikuatkan oleh dalil lainnya.
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, Beliau berkata:
وقد رأيت رسول الله صلى الله
عليه وسلم يتوضأ بفضلها
Aku
telah melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berwudhu dengan air sisa
kucing. (HR. Abu Ja’far Ath Thahawi, Bayan Musykilul Aatsar, No. 73)
Sementara,
kalangan Hanafiyah terdahulu membela madzhabnya dengan mentakwil hadits ini,
seperti yang dikatakan oleh Imam Mula Ali Al Qari Al Hanafi Rahimahullah,
katanya:
وهذا منه صلى الله عليه وسلم
لبيان الجواز ، فلا ينافي ما ذكره علماؤنا من أن سؤره مكروه يعني الأولى ألا يتوضأ
منه إلا إذا عدم غيره.
Inilah
hadits dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang menjelaskan kebolehannya,
namun ini tidak menafikan apa yang disebutkan oleh ulama kami bahwa air sisanya
adalah makruh, yaitu lebih utama adalah tidak berwudhu dari air tersebut,
kecuali jika tidak ada air lain selain itu. (Syarh Musnad Abi
Hanifah, Hal. 258)
Namun,
umumnya kalangan Hanafiyah justru mengikuti pendapat mayoritas ulama yaitu
bolehnya berwudhu dengan air sisa minumnya kucing.
Berikut
ini keterangannya:
وَفِي مَجْمَع الْبِحَار أَنَّ
أَصْحَاب أَبِي حَنِيفَة خَالَفُوهُ وَقَالُوا لَا بَأْس بِالْوُضُوءِ بِسُؤْرِ الْهِرَّة
وَاَللَّه تَعَالَى أَعْلَمُ
.
Disebutkan
dalam Majma’ Al Bihaar bahwa para sahabat (pengikut) Abu Hanifah menyelisihi
pendapatnya. Mereka mengatakan: Tidak apa-apa wudhu dengan air sisa dari kucing.
Wallahu Ta’ala A’lam. (Hasyiyah As Suyuthi was Sindi ‘ala Sunan
An Nasa’i, 1/59. Mawqi’
Al islam)
===
Selesai.
Wallahu A’lam
Farid
Nu'man Hasan
Join
Channel: bit.ly/1Tu7OaC
T:
Assalamu'alaikum
saya mau bertanya, apa hukumnya jika berwudhu (menggunakan keran) tetapi
sebelahnya tempat pembuangan kotoran? Dan misal sedang berwudhu tapi ada jeda
antara membasuh telinga dengan kaki, karena air mati/alasan yang lain.
J:
Wa'alaikumussalam
wa Rahmatullah wa Barakatuh. Ini sudah dijawab. Intinya sama dengan wudhu di
WC, sah tapi makruh, tapi asalkan sebelum wudhu sudah disiram dengan sebersih-bersihnya,
tidak apa.
Wudhu
mesti tidak boleh ada jeda, jangan sampai ada waktu yang terpisah apalagi cukup
lama, tapi hendaknya langsung, untuk kasus yang ditanyakan jika sudah ada lagi
airnya ulang saja lagi. Wallahu a'lam
T:
Ustadz,
jika ketika berwudhu menggunakan kran kemudian ketika sedang menampung air di
tangan untuk membasuh muka ke dua, air yang ditampung di tangan terkena tetesan
air bekas membasuh muka yang pertama. Ini bagaimana hukumnya, ustadz?
J:
Tidak
apa-apa, sama sekali tidak masalah, sangat sedikit tidak berpengaruh.
T:
Masih
bingung soal air kemasukan air wudhu. Bisa di jelaskan ulang ustadz? Bagaimana
hukumnya, masih sucikah airnya untuk berwudhu?
J:
Berbeda
pendapat ulama, silahkan lihat lagi pembahasannya dari Imam Ibnu Hazm.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Kita tutup dengan
membacakan hamdalah..
Alhamdulillahirabbil'aalamiin
Doa Kafaratul Majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك
أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya
Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah
melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Wassalamu'alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh
================
Website: www.hambaAllah.net
FanPage: Kajian On line-Hamba Allah
FB: Kajian On Line - Hamba Allah
Twitter: @kajianonline_HA
IG: @hambaAllah_official
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment