Hari, tanggal : Jumat, 07 November 2014
Narasumber : Ustadzah Ira Wahyudiyanti
Materi : Syakhsyatul Islam – Qadiran ‘Alal
Kasbi
Notulen : Yulia
Editor : Hernizah
Bismillahirrahmanirrahim..
Assalamu'alaikum wr.
wb.
SYAKSYIATUL ISLAM / MUWASHOFAT TARBIYAH KE 6 : QADIRUN ‘ALAL KASBI
Ba'da tahmid wa sholawat
Nah ukhti sekalian kita lanjutkan kembali serial Tarbiyah kita ya :)...setelah Salimul Aqidah, Sholihul Ibadah, Matinul Khuluq,
Mutsaqoful Fikr, Qowiyul Jism, selanjutnya adalah : QADIRUN ‘ALA KASBI.
Kalau diterjemahkan dengan menggunakan lidah orang Indonesia, artinya itu
: mampu berusaha, rajin dan pantang menyerah untuk hal kebenaran yang
syar’i. Maksudnya seperti apa dan bagaimana caranya bisa seperti itu? Look and
watch this….
Hasan Al-Banna merumuskan 10 kriteria muslim yang sangat mulia jika
setiap insan memilikinya. Namun kesepuluh hal itu tidak segampang yang kita
kira. Salah satunya bisa kita lihat di kriteria ke-6 ini : qadirun ‘alal kasbi.
Supaya lebih mudah dipahami, coba kita jabarkan satu per satu seperti apa isi
di dalam qadirun ‘alal kasbi ini … cekidoot!
Mampu Berusaha
Berusaha, atau kita kenal dengan ikhtiar, sudah sangat sering kita
dengar nasihat-nasihat ketika akan mencapai suatu tujuan : ikhtiar terlebih
dahulu dibarengi dengan berdoa, lalu serahkan seluruhnya kepada-Nya, karena
Beliau Maha Mengetahui mana yang terbaik untuk umat-Nya. Misalnya, ketika
seorang pelajar akan menghadapi ujian akhir semester, kita memberi saran
kepadanya untuk selalu berusaha semaksimal dan seoptimal mungkin oleh dirinya
sendiri. Ketika seseorang sedang sakit, kita memberikan semangat untuk terus
berusaha pulih seperti semula. Nah, trus ikhtiar atau berusaha itu kalau
didefinisikan secara formal seperti apa ya? Kamus Besar Bahasa Indonesia
mendefiniskan “ikhtiar” sebagai alat, syarat untuk mencapai maksud; daya upaya;
mencari daya upaya; pilihan (pertimbangan, kehendak, pendapat, dsb).
Dalam
penggunaan istilah umum, ikhtiar dimaksudkan sebagai “usaha” untuk
menyelesaikan suatu persoalan yang telah, sedang, dan akan dihadapi. Namun pada
dasarnya ikhtiar merupakan istilah keagamaan yang baku, sehingga jika
didefinisikan dalam makna yang Islami dapat memberikan penjelasan yang jelas
dan bernilai ibadah. Sebab terkadang orang-orang banyak yang mencari segala
cara untuk lepas dari permasalahan yang dihadapinya, as soon as posible.
Tapi, sudah sesuaikah dengan yang disebut halal, benar, dan baik? Seorang
pelajar yang harus mendapatkan nilai sesuai atau di atas standar nilai minimal
berusaha dengan cara apapun agar dapat menjawab soal-soal ujian dengan benar
melalui proses menyontek, atau bahkan disertai ancaman kepada temannya untuk
memberikan contekan. Seorang pegawai kantoran yang dibelit hutang dan tetap
ingin menafkahi keluarganya melakukan berbagai usaha untuk mendapatkan nafkah
tersebut, dengan judi atau korupsi, misalnya. Masih banyak contoh lainnya yang
“mereka” anggap itu termasuk salah satu usaha, namun sebenarnya tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan dari sebuah kata “ikhtiar” tersebut. Nah, saya menemukan
web yang isinya cantik nih, kebetulan ngomongin ikhtiar juga :http://myquran.org/forum/index.php?topic=75052.0
Ikhtiar – dalam bahasa Arab – berakar dari kata khair, yang
artinya baik. Maka, segala sesuatu baru bisa dipandang sebagai ikhtiar yang
benar jika di dalamnya mengandung unsur kebaikan. Tentu saja, yang dimaksud
kebaikan adalah menurut syari’at Islam, bukan semata akal, adat, atau pendapat
umum. Dengan sendirinya, ikhtiar lebih tepat diartikan sebagai “memilih
yang baik- baik”, yakni segala sesuatu yang selaras tuntunan Allah dan
Rasul-Nya. Ikhtiar bukan sekadar usaha yang bebas dipilih dan ditentukan
sendiri, namun ia adalah bagian dari upaya sangat serius untuk memperoleh
kepastian spiritual dalam segala pikiran, perasaan, perkataan dan perbuatan.
Maka, sesungguhnya ikhtiar bukan hanya usaha, atau semata-mata upaya
untuk menyelesaikan persoalan yang tengah membelit. Ikhtiar adalah konsep Islam
dalam cara berpikir dan mengatasi permasalahan. Dalam ikhtiar terkandung pesan
taqwa, yakni bagaimana kita menuntaskan masalah dengan mempertimbangkan –
pertama-tama – apa yang baik menurut Islam, dan kemudian menjadikannya sebagai
pilihan, apapun konsekuensinya dan meskipun tidak populer atau terasa berat.
Larangan berputus asa Allah telah mencontohkan kisah Nabi Ya’qub dalam
Al-Qur’an sebagai contoh nyata pelajaran orang-orang yang ditimpa kesusahan dan
larangan berputus asa. Nabi Ya’kub yang terus berdo’a dan berharap pada
Tuhannya setiap saat agar tidak termasuk orang-orang yang berputus asa, karena
berputus asa pada kebaikan Tuhan adalah sifat-sifat orang yang kafir.
Nah, sudah cukup jelas kan? Ikhtiar itu tidak hanya sekadar usaha.
Tapi juga diperhatikan, apakah sudah sesuai dengan syari’at Islam, tidak
semata-mata hanya berdasarkan akal, adat, dan kebiasaan serta pendapat umum
saja. Mana yang akan kamu pilih antara berusaha dengan cara apapun, atau
menyerah? Bagiku, tidak dua-duanya. Masih ingat kisah Nabi Ya’qub A.S yang
sangat kecewa mendengar anak kesayangannya, Nabi Yusuf A.S dikabarkan telah
tewas dimakan serigala? Allah berpesan kepada Nabi Ya’qub untuk terus berusaha
mencari informasi teraktual mengenai anaknya tersebut, tidak hanya bersedih dan
berputus asa hingga menyebabkan beliau menjadi buta. Dalam Q.S Yusuf (12) : 87
Allah SWT berfirman, yang artinya : ”Wahai
anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya dan
jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari
rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir”. See? Allah Knows The Best.
Rajin
Seberapa rajinkah kita mencari informasi terkini tentang
perkembangan ilmu pengetahuan? Seberapa rajinkah kita membuang sampah? Seberapa
rajinkah kita menulis jadwal kegiatan kita setiap harinya? Seberapa rajinkah
kita belajar? Banyak sisi yang dapat mengarahkan kita untuk mengetahui ukuran
“rajin” seseorang, bahkan ada orang yang melihat seseorang lain sedang memegang
buku, entah itu buku milik orang tersebut atau bukan, entah telah dibaca semua
atau hanya dimintai tolong orang lain untuk menjaga buku itu saja, kita tidak
mengetahuinya, namun orang lain yang melihat ada yang berpersepsi bahwa ia
seorang yang rajin; karena membawa buku, semudah itukah menyatakan seseorang
“rajin”?.
Menurut sumber yang saya lihat, http://www.artikata.com/arti-346786-rajin.html,
rajin adalah 1. suka bekerja (belajar dsb); getol; sungguh-sungguh bekerja;
selalu berusaha giat: – lah belajar supaya naik kelas; 2. kerapkali;
terus-menerus: ia — ke masjid; me·ra·jin·kan membuat
(mengusahakan supaya) rajin: untuk ~ anak-anak dulu bekerja, Ibu guru
sering mengadakan perlombaan yang berhadiah; ~ diri mengusahakan
benar-benar, mengusahakan diri sendiri agar rajin; pe·ra·jin n 1. orang
yg bersifat rajin: para ~ itu bekerja keras meningkatkan hasil
kerjanya; 2. sesuatu yg mendorong untuk menjadi
rajin: perusahaan memberikan hadiah lebaran satu bulan gaji sbg ~
pegawai; 3. orang yg pekerjaannya (profesinya) membuat barang
kerajinan.
Masih erat kaitannya dengan ikhtiar yang kita bahas tadi, bahwa
rajin itu, dari definisi di atas, kurang lebih usaha kita untuk
bersungguh-sungguh dalam bekerja dengan kemampuan sendiri. Ibarat tali yang
hanya akan putus jika disengaja, usaha kita yang sungguh-sungguh dapat dengan
sendirinya menurut atau bahkan terhenti hanya karena perasaan putus asa dan
kecewa. Ayo scrool-up lagi cursornya, don’t ever put
“give-up” in your life dictionary.
Pantang Menyerah
Nah, ini dia yang tadi diomong-omongin! Kita kudu ikhtiar, tidak
boleh menyerah dan putus asa; kita kudu rajin (bekerja sungguh-sungguh), tidak
boleh menyerah begitu saja sebelum mengerahkan apa yang kita bisa untuk dikerjain.
Nah, pantang menyerah itu kalau kita udah kayak gimana, dan gimana
caranya avoid tuh kata menyerah?
Pernahkah kamu mencoba memasukkan benang ke dalam lubang jarum
tetapi selalu gagal dan penglihatan menjadi bias karena salah melihat dimana
letak lubang itu? Jika dianalogikan dengan kehidupan ini, kita adalah benang
tersebut. Panjangnya tak terhingga, bisa dikatakan panjangnya itu adalah masa
kita di dunia untuk melakukan banyak hal. Jika dijalani sesuai dengan apa yang
telah ditetapkan, benang itu akan lurus dan mulus, sehingga akan dengan mudah
dimasukkan ke dalam lubang jarum tersebut. Namun ketika jalan yang kita pillih
tidak tepat, benang tidak masuk ke lubang yang seharusnya, tetapi justru
mengarah ke lubang yang “bias” atau tidak nyata itu, bukan? Ada juga benang
yang sudah masuk ke dalam lubang jarum, namun di tengah-tengah perjalanan
terhenti karena kusut. Bagaimana bisa? Padahal di awal perjalanan berjalan
lancar-lancar saja, dan bagian akhirnya pun lurus seperti halnya di depan.
Bagian tengah dari benang itu telah mengikuti arah jalan yang seharusnya, namun
terkadang tidak benar. Sebagian di antara kita ada yang putus asa melihat
kusutnya benang itu, sehingga dengan segera memutuskan bagian benang yang kusut
itu. Namun sebagian lainnya akan berusaha mengulur benang itu menjadi lurus,
dan melanjutkan perjalanan benang melalui lubang jarum dengan hati-hati dan
tenang. So far, sudah bisa dimaknai kan dari pencitraan di atas,
bahwa menyerah hanya akan memutuskan usaha yang telah kita awali dengan penuh
kesungguhan dengan sia-sia. Saya
menemukan refensi bagus dari http://www.motivasi-islami.com/membangun-pribadi-pantang-menyerah/ ,
berikut beberapa di antaranya :
“Ibnu Mas’ud mengatakan, ‘Sesungguhnya jiwa manusia itu mempunyai
saat dimana ia ingin beribadah dan ada saat dimana enggan beribadah. Di antara
dua keadaan itulah manusia menjalani kehidupan ini. Dan diantara dua keadaan
itu pula nasib manusia ditentukan. Dalam
arti lain, semakin seseorang berada dalam iman yang rendah, maka besar
kemungkinan dalam kondisi ini akan mengakhiri hidupnya. Demikian sebaliknya,
jika seseorang semakin sering berada pada kondisi iman yang tinggi, maka
semakin besar peluangnya memperoleh akhir kehidupan yang baik.”
“Pribadi pantang menyerah dan tangguh ini tidak lain adalah pribadi
yang memiliki kemampuan untuk bersyukur apabila ia mendapat sesuatu yang
berkaitan dengan kebahagiaan, kesuksesan, mendapat rezeki, dll. Sebaliknya,
jika ia mendapati sesuatu yang tidak diharapkannya, entah itu berupa kesedihan,
kegagalan, mendapat bala bencana, dll, maka ia memiliki ketahanan untuk selalu
bersabar, dan pribadi seperti ini memposisikan setiap kejadian yang menimpanya
adalah atas ijin dan kehendak Allah. Ia pasrah dan selalu berusaha untuk
bangkit dengan cara mengambil pelajaran dari setiap kejadian tersebut.
Sumber :
-
10 Muwashofat Tarbiyah
-
Motivator MIQRA Indonesia
(Arda)
TANYA JAWAB
1.
Mau tanya ustadzah bagaimana
cara kita tau ikhtiar yang kita lakukan telah benar dan sesuai syariat Islam,
jujur karena saya bekerja pada orang kafir apakah usaha saya ini tepat?
Terimakasih ustadzah
Jawab:
Tidak
apa bermuamalah dengan orang kafir, selama mereka tidak menyuruh kita
menyekutukan Allah atau berbuat kemaksiatan dan melanggar larangan Allah
seperti makan minum yang haram.
2.
Mau tanya mba, bagaimana ya
bisa istiqomah dengan ikhtiar yang sedang kita jalani?
Jawab:
Alhamdulillah bagi yang sudah di karuniakan hidayah sehingga sudah berniat ibadah kemudian melakukan / melaksanakan ibadah itu, banyak orang masih dalam tahap berniat namun sulit untuk mengupayakannya terwujud/dilakukan, begitu juga dengan istiqomah itu salah satu rahmat dan nikmat dari Allah yang harus kita minta, maka dari itu pertama kita harus menjaga hidayah Allah atas ilmu tersebut.
Alhamdulillah bagi yang sudah di karuniakan hidayah sehingga sudah berniat ibadah kemudian melakukan / melaksanakan ibadah itu, banyak orang masih dalam tahap berniat namun sulit untuk mengupayakannya terwujud/dilakukan, begitu juga dengan istiqomah itu salah satu rahmat dan nikmat dari Allah yang harus kita minta, maka dari itu pertama kita harus menjaga hidayah Allah atas ilmu tersebut.
Doa
penjaga hidayah
رَبَّنَا
لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَ هَبْ لَنَا مِنْ لَّدُنْكَ
رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Wahai Tuhan kami, Janganlah Kau sesatkan hati kami setelah Engkau memberikan hidayah kepada kami dan anugrahkanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu, karena sesungguhnya Engkau Maha Pemberi anugrah.” (QS. Ali ‘Imran: 8).
Kemudian
meminta keistiqomahan pada Allah dengan doa ini: “Ya muqallibal qulub, tsabbit
qalbi ‘ala tha’atik”. Wahai Tuhan Yang
Membolak-balikkan hati, tetapkan hati ini dgn taat pada-MU.
Cara
selanjutnya :
a. Menjauhi hal-hal yang
berlebihan
Berlebihan dalam kebaikan bukan merupakan tindakan bijaksana. Apalagi berlebihan dalam keburukan. Allah memerintah manusia sesuai dengan kemampuannya.
Berlebihan dalam kebaikan bukan merupakan tindakan bijaksana. Apalagi berlebihan dalam keburukan. Allah memerintah manusia sesuai dengan kemampuannya.
Firman
Allah:
“Maka
bertaqwalah kamu kepada Allah sesuai dengan kesanggupanmu!” (At-Taghabun: 6).
Islam adalah Din tawazun (keseimbangan). Disuruhnya pemeluknya
memperhatikan akhirat, namun jangan melupakan kehidupan dunia. Seluruh anggota
tubuh dan jiwa mempunyai haknya masing-masing yang harus ditunaikan. Dalam ayat
lain Allah berfirman: “Demikianlah kami telah menjadikan kamu (umat Islam),
umat pertengahan (adil) dan pilihan. (Al-Baqarah: 143).
b. Memilih teman yang shalih
Rasulullah
bersabda: “Seseorang tergantung pada sahabatnya, maka hendaklah ia melihat
dengan siapa ia berteman.” (H.R. Abu Daud), terus bersama jamaah orang-orang
shaleh, jadi ketika lalai/futur cepat ada yang mengingatkan kita.
c.Menghibur diri dengan hal yang
mubah
Bercengkerama
dengan keluarga, mengambil secukupnya kegiatan rekreatif serta memberikan hak
badan secara cukup mampu membuat diri menjadi segar kembali untuk melanjutkan
amal yang sedang dikerjakan.
Beribadahlah dengan ihsan
hanya karena Allah, bukan karena manusia
Kesimpulan:
Walaupun kaya, tetap perlu bekerja. Tidak terlalu mengejar jabatan dalam pekerjaan/resmi. Melakukan setiap kerja dengan betul dan sebaiknya (ihsan). Menjauhi riba dalam semua lapangan. Menyimpan untuk waktu kesempitan. Menjauhi segala bentuk kemewahan apalagi pemborosan. Memastikan setiap uang yang dibelanja tidak jatuh ke tangan bukan Islam
Walaupun kaya, tetap perlu bekerja. Tidak terlalu mengejar jabatan dalam pekerjaan/resmi. Melakukan setiap kerja dengan betul dan sebaiknya (ihsan). Menjauhi riba dalam semua lapangan. Menyimpan untuk waktu kesempitan. Menjauhi segala bentuk kemewahan apalagi pemborosan. Memastikan setiap uang yang dibelanja tidak jatuh ke tangan bukan Islam
PENUTUP
Doa Kafaratul Majelis
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
وَعَلَيْكُمْ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
Doa Kafaratul Majelis
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
وَعَلَيْكُمْ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT