Kajian Online Hamba الله SWT
Jum’at, 19 Desember 2014
Narasumber : Ustadz Umar
Hidayat, M.Ag.
Rekapan Grup Nanda 121-122 (Peny/Baita)
Tema : Kajian Islam
Editor
: Rini Ismayanti
RILEKS-LAH
AGAR KORBAN TIDAK SEMAKIN BERTAMBAH
"Kadang
akhirnya kita tersandung jiwa sendiri. Meski terlambat menyadarinya. Menuntut
orang lain agar sesuai hasrat diri, meski nurani kita menolaknya. Pada saat
seperti ini kejujuran mahal harganya. Maka ada baiknya sejenak mengambil jeda
untuk 'sekedar' merilekskan diri penting adanya, agar korban tidak semakin
bertambah." (Disepengujung malam di sudut Jogja.)
Suadaraku
perindu surga.
Entah
sudah seberapa usia kita gunakan bersama sahabat seperjuangan di jalan dakwah
ini. Kapan berarkhirnya tak ada yang tahu, kecuali Allah. Segenap suasana
bertemu kadang berpadu; bahagia, sedih, berat atau ringan, canda atau tangis,
penat atau sesantai, bahkan mungkin berdarah-darah. Diantara kita tak ada yang
mampu menjamin terus bahagia atau dirundung gulana. Begitupun siapa yang berani
menjamin kita selalu bersama.
Begitupun
di jalan dakwah ini. Di pejalanan dakwah ini setelah sebegitu jauh jarak yang
kita tempuh, ada yang merasa penat, letih, 'bete' atau bosan. Padahal
perjalanan ini masih bergitu jauh, bahkan mungkin melintasi umur dan zaman
kita. Siapakah yang menjamin kita tetap di barisan ini? tak ada diantara kita
yang tahu.
Atau
saat sepanjang hari kita bergelut dengan peluh, menjalani ritual dan rutinitas
harian, dengan segala aroma dan permasalahannya. Dengan segenap jiwa dan laku di
dalamnya. Dinamis memang, tapi sejujurnya kita sering mengalami keletihan. Kita
sering 'merasa kuat' menjalaninya. Padahal rasa bosan, jenuh, bete, berkeluh,
atau sekedar menghela nafas yang menandai kelemahan kita,lantaran tidak
cocoknya rasa atas realitas. Tak berdaya memprotesnya. Kepala serasa tertimpa
gunung, berat. Pusing. Terasa kepala berputar lebih cepat dari bumi yang
terinjak.
Suadaraku
perindu surga.
Tak
salah bila suatu ketika Ibnu Umar ditanya, "Apakah sahabat Rasulullah itu
tertawa?" Ibnu Umar mengatakan, "Ya mereka tertawa, tapi keimanan
dalam hati mereka laksana gunung." Mereka sesekali tersenyum, tertawa
bahkan bergurau seperlunya. Tak ada sedikitpun meniatkannya, tapi sekedar
melepas penat merengangkan ketegangan. atau sekedar menjaga suasana jiwa agar
tetap senang dan bahagia. tapi sama sekali tidak memperturutkannya hingga
mengurangi kadar keimanannya. Seperti diingatkan dalam sebuah hadis :
“janganlah kamu banyak tertawa karena banyak tertawa itu bisa mematikan
hati" (HR.tirmidzi,hadist hasan)
Bahkan
nabi pernah memberikan ancaman khusus tentang hal ini
“celakalah
orang yang berbicara dusta dengan maksud agar orang-orang tertawa karenanya,
celakalah ia..celakalah ia.." (HR.Abu dawud)
Betapa
mudahnya sayaetan menggelincirkan hati kita, terlebih tatkala gurauan mencapai
puncak semangatnya, atau lawan bicaranya meladeninya...kebiasaan ini sulit
diubah kecuali jika masing2 tak segan untuk mengeremnya...dan mengucap
istighfar...
Selagi
canda yang kita lakukan mengandung manfaat, tidak melanggar sayaari’at, sesuai
dengan orang dan moment yang tepat, juga dengan takaran yang proporsional, maka
bercanda itu bisa mendatangkan kebaikan.
Sa’ada
bin abi waqash berkata, ”iritlah dalam bercanda, karena terlalu banyak bercanda
bisa menjatuhkan wibawa..."
Adakalanya
butuh bercanda, adakalnya juga serius..tapi juga santai...tentunya mari belajar
bercanda sebagaimana bercandanya Rosululloh dan para salaf..apalagi seseorang
yang menjadi sorotan banyak orang, maka dengan banyak bercanda yang diluar sayaarat2
diatas, akan mengurangi tepat sasaran terutama dalam dakwah... Kalaupun
bercanda,,bercandalah dengan candaan kata-kata yang baik atau lebih baik dari
realita yang ada...
Sedang
Rasulullah-pun pernah bercanda. Seperti diriwayatkan dari anas radhiyallahu
anhu, bahwasannya ada seorang lelaki datang kepada rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam dan berkata "'wahai rasulullah, bawalah aku ?' maka
rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata 'kami akan membawamu di atas
anak onta'. laki-laki itu lalu berkata 'apa yang bisa aku lakukan dengan anak
onta ?' lalu rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata 'bukankah onta
yang melahirkan anak onta ?' (h.r. abu dawud, tirmidzi)
Kali
lain Seorang perempuan tua bertanya pada Rasulullah: “Ya Utusan Allah, apakah
perempuan tua seperti aku layak masuk surga?” Rasulullah menjawab: “Ya Ummi,
sesungguhnya di surga tidak ada perempuan tua”.
Perempuan
itu menangis mengingat nasibnya, Kemudian Rasulullah mengutip salah satu firman
Allah di surat Al Waaqi’ah ayat 35-37 “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka
(bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis
perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya”. (Riwayat At Tirmidzi, hadits hasan)
Sedang
para asatidz juga sering melontarkan kata 'melucu' meski kadang tidak
membuahkan tawa. Tapi itulah cara, bukan tujuan. Tersebab ini hanya menjadi
cara maka kepandaian mengelola diri menjadi kuncinya agar tidak terjadi isayaraf
(berlebihan). Atau malah tujuan yang terlepaskan. Bukankah tujuan rileks sejenak
untuk mengisntal jiwa, untuk mengumpulkan tenaga yang terlepas, untuk
menguatkan imunitas kembali? bukan meruntuhkan jiwa atau iman kita.
Suadaraku
perindu surga.
Adapun
bercanda yang perlu kita hati-hati dan hindari adalah :
1.
Bercanda/ bermain-main dengan sayaari’at Allah. Orang-orang bermain-main atau
mengejek sayaari’at Allah atau Al Qur’an atau Rasulullah serta sunnah, maka
sesungguhnya dia kafir kepada Allah ; “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka
(tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan
menjawab,”Sesungguhnya kami hanyalah bersendau gurau dan bermain-main saja.”
Katakanlah apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu selalu
berolok-olok?” Tidak usah kamu meminta maaf, karena engkau telah kafir sesudah
beriman…” (Qs. At Taubah: 65-66).
Ayat
ini turun berkaitan dengan seorang laki-laki yang mengolok-olok dan berdusta
dengan mengatakan bahwa Rosulullah dan shahabatnya adalah orang yang paling
buncit perutnya, pengecut dan dusta lisannya. Padahal laki-laki ini hanya
bermaksud untuk bercanda saja. Namun bercanda dengan mengolok-olok atau
mengejek sayaari’at agama dilarang bahkan dapat menjatuhkan pelakunya pada
kekafiran.
2.
Berdusta saat bercanda. Ada orang yang meremehkan dosa dusta dalam hal bercanda
dengan alasan "kan cuman guyon" atau sekedar mencairkan suasana.
sabda Rasulullah, “Aku menjamin sebuah taman di tepi surga bagi orang yang
meninggalkan debat meskipun ia berada di pihak yang benar, sebuah istana di
bagian tengah Surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun ia bercanda,
dan istana di bagian atas surga bagi seorang yag baik akhlaknya.” (HR. Abu
Daud) dalam hadis lain “Sesungguhnya aku juga bercanda, dan aku tidak
mengatakan kecuali yang benar.” (HR. At-Thabrani dalam Al-Kabir)
3.
Menakuti-nakuti seorang muslim untuk bercanda. “Janganlah salah seorang dari
kalian mengambil barang milik saudaranya baik bercanda ataupun
bersungguh-sungguh, barangsiapa mengambil tongkat saudaranya hendaklah ia
mengembalikan.” (HR. Abu Daud).
4.
Melecehkan kelompok tertentu. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang
ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan
merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan
jangan suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang
mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan yang buruk sesudah
iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang
zhalim” (Qs. Al-Hujuraat: 11)
5.
Menuduh manusia dan berdusta atas mereka. Misalnya seorang bercanda dengan
sahabatnya lalu ia mencela, menuduhnya atau mensifatinya dengan perbuatan keji.
Seperti seseorang berkata kepada temannya, “Hai anak zina.” Tuduhan ini bisa
menyebabkan jatuhnya hukum, karena menuduh ibu dari anak tersebut telah
melakukan zina. Sebagai manusia biasa, kadang kala rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam juga bercanda dan bersenda gurau untuk mengambil hati dan
membuat mereka gembira. namun canda beliau tidak berlebihan, tetap ada
batasannya. bila tertawa, beliau tidak melampaui batas tetapi hanya tersenyum.
begitu pula, meski dalam keadaan bercanda beliau tidak berkata kecuali yang
benar. berikut ini beberapa contohnya : Anas radhiyallahu anhu berkata
"rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah memanggilnya dengan
sebutan 'wahai pemilik dua telinga'." (h.r. ahmad, abu dawud)
Suadaraku
perindu surga.
Seperti
kata ali ra, "Gembirakanlah hatimu, carilah hal-hal yang indah yang
memberi hikmah, karena sesungguhnya ia jenuh seperti badan yang merasakan
jenuh."
Kebutuhan
akan rileks juga tidak sekedar untuk mencukupi hajat pribadi kita. Kita hidup
bersanding dengan banyak orang, dengan teman, tetangga, keluarga, bahkan dengan
orang yang tidak suka dengan kita sekalipun. Apa yang kita lakukan di jalan
dakwah ini pun tidak bisa berlepas dari kehidupan kita seharian. Orang di luar
kita juga memiliki hak atas keberadaan kita. Maka betapa dholim diri kita bila
ketika orang lain mengambil hak atas eksistensi kita, sementara kondisi kita
sedang tidak 'mood' menghadapi mereka. Bermuka masam. Sumpek. Tidak 'in feel'
atau kita merasa keberatan menghadapinya. Misalnya untuk sekedar berbalas SMS
saja tidak bisa.
Sering
pula terjadi suami sumpek lantaran masalah yang seambreg di kantor, tapi ke
bawa sampai di rumah. Akhirnya orang rumah yang ikut jadi korban. Sangat
mungkin terjadi lantaran kesibukan dan banyaknya persoalan dakwah, sampai di
rumah sudah ngga bisa ditanya lagi oleh anak dan istrinya. sebabnya banyak tapi
korbanya juga bisa semakin banyak. limbungnya kondisi pribadi, labil, sangat
rentan orang lain bahkan orang-orang yang sangat kita cintai bisa menjadi
korban dari kita.
Mungkin
jika kondisi seperti ini hanya terjadi pada satu dua orang saja, tidak terlalu
berpengaruh bagi perjalanan dakwah ini. Tapi jika kondisi ini menimpa pada
sebagian banyak ustadz atau aktifis dakwah, bahkan menjadi gelombang yang masif
apa jadinya? pastilah semakin banyak korban yang berjatuhan karena ulah atau
kondisi kita. Maka sejatinya mengambil jeda untuk rileks akan mengukuhkan
seseorang dan dakwah ini, sehingga mencegah terjadinya korban yang bertambah.
Rileks-lah
Agar Korban Tidak Semakin Bertambah. Semoga Bermanfaat.
Baik
demikian materi yang saya share sore ini, mudah-mudahan ada manfaatnya.
TANYA
JAWAB
Q
: Ustd, maksud Hadist Abu darda, "menggunakan sedikit yang bathil untuk
menjadikanku lebih semangat dalam menegakkan keberan" itu apa? Atau mubah yang
dimaksud Al-Baghawi?
A
: Jadi menurut ibnu taimiyah yang dimksd bathil dalam syarahnya memenuhi hasrat
fitrah manusia itu termasuk perkara yang bathil dalam pandangan ibnu taimiyah. Karena
beliau adalah orang yang zuhud. Dan sangat berhati dengan perkara itu. Padahal
sesungguhnya memenuhi fitrah itu hkm boleh atau mubah.
Q
: Afwan, sklian mau tnya, zuhud itu arti nya apa ya ustad?
A
: Zuhud itu orang yang sangat berhati-hati terhadap dunia, meletakan dunia di
tangannya bukan d hatinya. Orang yang tidak melulu berorientasi dunia dalam
hidupnya. Orang yang sangat menjaga akhiratnya.
Q
: Contoh bathilnya seperti apa Ustd?
A
: 'bathil' di sini harus di pahami dalam konteks perkataan ibnu taymiah yang mengisahkan perkataan abu
darda.
Bentuknya
bisa beragam untuk menikmati rileksasi. Bersantai dengan keluarga. Jalan-jalan.
bersenda guarau. Sesekali melawak. atau ada yang menyendiri. Masing-masing kita
membutuhkannya. Hanya caranya yang berbeda. Ini adalah kebutuhan fitrah
manusia. Lazim adanya. Kebutuhan manusiawi yang harus terpenuhi. Meskipun ada
ulama yang sangat hati-hati sehingga menghukuminya dengan perkara yang mubah.
Seperti diungkapkan abu Darda
mengolongkan rehat sebagai perkara yang 'bathil'; "Sungguhnya aku
menggunakan sedikit yang 'bathil' untuk menjadikanku lebih semangat dalam
menegakkan kebenaran." (lihat Ibnu Taymiyah dalam Fatawa Ibnu Taymiyah,
28/369).
Ada
baiknya perkataan Al-Baghawi dalam Sayaarh Sunah ketika menjelaskan perkataan
Abu Darda tentang perkara 'bathil' itu ; "Jika seseorang menggunakan
sesuatu yang mubah untuk melakukan kebenaran, hal itu termasuk amal
sholih."
Jadi
bukan bathil dalam arti dosa atau maksiat. Tapi karena sangat hati-hati terhadap
masalah dunia, takut memenuhi hasrat fitrahnya membuat ia jauh dari Allah. (Jadi
bathil dalam perspektif kaum zuhud). Dan kita mengambil pelajaran dari kata itu
agar kita juga berhati-hati tidak terjebak pada rileksasi sebagai tujuan.
Q
: Ustd mau tanya. Dalam konteks materi kan disebutkan klau rileks yang bisa dilakukan
adalah berpaling sebentar untuk sekedar jalan-jalan, bercanda, dll yang intinya
masih tetap pada jalan dakwah. Nah kalau rileks nya, kluar/gak berkecimpung dulu
di jalan dakwah, beberapa minggu atau bulan gabung lagi, itu bagaimana?
A
: Maksudnya cuti dr dakwah.....? Nah....itu tandanya butuh rileksasi mba.... Karena
RILEKSASI adalah kebutuhan fitrah manusia. maka merileksasikan diri dengan
hal-hal yang baik adalah termasuk memlihara fitrah itu sendiri. Mungkin bukan
menjauh dari dakwah, Rasulullah uzlah (mengambil tempat tersendiri merenung,
bermunajat pada Allah) di gua Hiro bukan untuk abisaen dari dakwah ini; justru menjeda sejenak untuk memikirkan ummat
dan kembali berdakwah. Jadi kembalikan pada niatnya. semua bisa diatur dan
dinikmati sepanjang kita memiliki keluasan jiwa. Bukankah terlalu mahal jika
hanya karena belum bisa merileks-kan diri, harus cuti atau mundur dari dakwah
ini..... Apa yang terjadi jika Allah menjemput kita sementara posisi kita lagi di
luar arena dakwah......
Q
: Ust. Bagaimana jika kita merasakan bosen, jenuh, dkk. Lalu kita memasang muka
seribu topeng (pura-pura bahagia) di hadapan orang lain. Hal speerti ni
mendustakan diri sendiri & orang lain ga sii ustadz?? *dalam hati mah
greget.
A
: Ya itulah masalahnya. Mau sampai kapan pake topeng terus? Bukankah kebohongan
tidak bisa dibayar dengan kebohongan? Karenanya kuncinya mengelola jiwa. Bagian
dr cara mengelola jiwa salah satunya adl rileksasi itu. Banyak cara dan
masing-masing kita bisa berbeda tuk rileksasi sekedar tuk refresh jiwa kita.
Kita akhiri kajian hari ini dengan lafadz Hamdallah dan do'a
kifaratul majelis.
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika asayahadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika.
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika asayahadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika.
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan
memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan
diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Wassalamu'alaykum warahmatullah..
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment