Kajian
Online WA Hamba الله SWT
Senin, 20 Oktober 2017
Rekapan
Grup Nanda 2
Narasumber
: Ustadzah Pristia
Tema : Kajian Umum
Editor
: Rini Ismayanti
Dzat
yang dengan Kebesaran-Nya, seluruh makhluk menyanjung dan mengagungakan-Nya...
Dzat
yang dengan Keperkasaan-Nya, musuh-musuh dihinakan lagi diadzab-Nya...
Dzat
yang dengan Kasih dan Sayang-Nya, kita semua mampu mengecap manisnya Islam dan
indahanyaa ukhuwah di jalan-Nya, memadukan hati kita dalam kecintaan kepadaNya,
yang mempertemukan kita dalam keta'atan kepadaNya, dan menghimpunkan kita untuk
mengokohkan janji setia dalam membela agamaNya.
AlhamduliLlah...
tsumma AlhamduliLlah...
Shalawat
dan salam semoga tercurah kepada tauladan kita, Muhammad SAW. Yang memberi arah
kepada para generasi penerus yang Rabbaniyyah bagaimana membangakitkan ummat
yang telah mati, memepersatukan bangsa-bangsa yang tercerai berai, membimbing
manusia yang tenggelam dlm lautan syahwat, membangun generasi yang tertidur
lelap dan menuntun manusia yang berada dalam kegelapan menuju kejayaan,
kemuliaan, dan kebahagiaan.
Amma
ba'd...
Ukhti
fillah sekalian. Agar ilmunya barokah, maka alangakah indahanyaa kita awali dengan
lafadz Basmallah
Bismillahirrahmanirrahim...
KEUTAMAAN MERANTAU DALAM MENUNTUT ILMU
Yahya bin
Ma’in berkata bahwa salah satu golongan yang tidak akan mendapat kecerdasan
adalah golongan yang hanya menulis ilmu di daerahnya sendiri tanpa
berpetualang, hijrah, ataupun merantau ke daerah lain untuk mencari Hadits
(ilmu).
Seringkali
kita merasa cukup dengan sumber ilmu dan guru-guru yang ada di daerah sendiri.
Padahal rasa kecukupan itu bisa menjadi bumerang dan hal buruk jika tidak
diantisipasi. Hal buruk yang dimaksud adalah minimnya pengalaman dan
pengetahuan. Dengan merantau kita akan mendapatkan ilmu dari berbagai sudut
pandang, lebih menghargai ilmu, dan lebih toleran dengan perbedaan furu’iyyah.
Lihatlah
bagaimana orang-orang yang hanya menuntut ilmu di daerahnya sendiri, lebih kaku
dan sulit menerima perbedaan. Lebih fundamental dan kuat dalam memegang prinsip
yang mendarah daging di daerahnya. Padahal boleh jadi prinsip-prinsip itu tidak
semuanya baik dan tidak semua pandangan baru dari luar daerah itu buruk.
Dalam
ilmu, kita haram merasa cukup. Islam, lewat lisan Nabi Muhammad shalallahu
‘alaihi wa salam memerintahkan kita untuk tidak berpuas diri dalam ilmu dan
kita wajib terus menerus mencari ilmu, sebagaimana Hadits,
“tuntutlah
ilmu sejak dari kandungan hingga ke liang lahat”
Artinya,
mencari ilmu adalah pekerjaan sepanjang usia. Renungkanlah kisah Jabir bin
Abdullah yang melakukan perjalanan ke Syam dengan jarak satu bulan perjalanan
hanya untuk satu Hadits dari Abdullah bin Unais. Lihatlah, betapa kedudukan
Abdullah bin Jubair tidak membuatnya merasa sombong dengan ilmunya. Perhatikan
bagaimana ilmu mengangkat derajat pemiliknya. Jabir bin Abdullah merupakan
salah satu sahabat yang utama dalam Hadits, namun begitu tawadhunya hingga
bersusah payah dalam perjalanan menuju Syam menemui Abdullah bin Unais untuk
satu buah Hadits.
Merantau
untuk ilmu adalah hal yang sangat utama. Hal ini dicontohkan oleh para Nabi,
Sahabat, dan generasi setelahnya. Tidak ada manusia yang meragukan kedudukan
mulia Nabi Musa as, hingga diberi gelar Kalamullah. Jika dibandingkan kedudukan
Nabi Musa as, Nabi Khidir as bukanlah apa-apa. Namun untuk ilmu, Nabi Musa as
dengan tawadhunya melakukan perjalanan jauh hanya untuk ilmu. Jika manusia
sehebat, semulia, dan setingkat Nabi Musa as saja merantau untuk ilmu, kenapa
kita merasa cukup dengan ilmu di daerah kita? Astaghfirullah.. Alangkah
takaburnya kita dalam ilmu.
Imam
Ahmad bin Hanbal ditanya mengenai orang yang ingin mencari ilmu, apakah dengan
mengikuti orang berilmu atau dengan merantau. Imam Ahmad menjawab bahwa yang
utama adalah merantau atau melakukan perjalanan guna mencari ilmu sehingga ia
bisa mengetahui ilmu orang-orang (dari daerah lain) dan belajar darinya.
Abu
Ishaq Al-Ghazi mengatakan bahwa orang yang hanya menuntut ilmu di daerahnya
sendiri semisal orang buta yang tidak butuh pelita. Karena ketidaktahuannya
bahwa ilmu itu luas maka ia merasa tidak butuh dengan ilmu dari luar daerahnya.
Ilmu adalah pelita, jangan batasi ilmu dengan berdiam diri. Merantaulah,
mengasingkan diri, rihlah, bepergian ke tempat yang jauh, carilah ilmu seluas-luasnya.
Siapkan
tekad, berbekallah untuk perjalananmu. Jangan ragu dengan ilmu. Abu Dzar
Al-Ghifari hanya meminum air zam-zam selama 30 hari hanya untuk mendengarkan
satu kalimat dari Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam. Syaikh Abdul Qadir
Al-Jailani tidak memakan apa pun selama berhari-hari untuk ilmu.
Kesusahan-kesusahan yang dialami para ulama mengangkat derajat mereka.
Begitulah, sebaik-baik bekal adalah takwa. Dengan takwa para ulama mencari
ilmu, dengan ilmu mereka menjadi mulia dan kisahnya diceritakan sampai
sekarang.
Jika
kita mencermati sejarah para ulama, maka kita akan mengetahui bahwa ilmu dicari
dalam perjalanan jauh, bukan hanya berdiam diri di daerah sendiri. Imam Syafi’i
hijrah dari Gaza ke Madinah untuk menemui Imam Malik bin Anas. Imam Bukhari,
imam Muslim, Imam Ahmad bin Hanbal, dll merantau meski hanya untuk satu huruf.
Apakah perjalanan mereka sia-sia? Tentu tidak. mereka sadar bahwa ilmu itu
didatangi, bukan sebaliknya.
Kita
adalah air, jika berdiam diri maka kotoran tidak akan terbersihkan, dengan
merantau kita menghilangkan kotoran syubhat dalam ilmu kita. Merantau
dicontohkan oleh seluruh ulama, tidak ada keburukan dalam merantau untuk ilmu.
Merantaulah, karena merantau adalah kesempurnaan belajar.[1] (dakwatuna.com/hdn)
[1]
Diambil dan diedit dari buku Kisah Para Ulama dalam Menuntut Ilmu, karya Syaikh
Abdul Fatah Abu Ghuddah (terjemahan, judul asli shafahat min shabr al-ulama ala
syada’id al-ilmu wa at-tahshil)
TANYA JAWAB
Q : Apakah merantau selalu dalam
lingkup yang luas seperti dari satu daerah ke daerah yang lain?
A : Iya berpindah atau hijrah dari tempat
asal kita.
Q : Ustadzah mau nanya..saya pernah dengar hadits untuk seorang wanita bukankah dilarang bepergian atau menetap disuatu
tempat tanpa mahram..bgaimana cara kita sebagai muslimah ingin merantau? Dan klo ortu tidak mengizinkan merantau bgaimana?
A : Yang penting merantaunya bersama
sesama muhrim. Bisa wanita muslim yang lain atau
teman muslim
Alhamdulillah,
kajian kita hari ini berjalan dengan lancar. Semoga ilmu yang kita dapatkan
berkah dan bermanfaat. Aamiin....
Segala
yang benar dari Allah semata, mohon maaf atas segala kekurangan. Baikloah
langsung saja kita tutup dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyakanya dan
do'a kafaratul majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha
Suci Engakau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan
yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat
kepada-Mu.”
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment