Adab dan Akhlak Birrul Walidain

Posted by Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT on Sunday, February 7, 2021

 •┈┈•❦•┈┈•❅❀❦❀❅•┈┈•❦•┈┈•

*REKAP KAJIAN UMUM ONLINE HAMBA اللَّهِ*

*Hari, Tanggal : Selasa, 29 September 2020*

*Waktu : 08.00-11.00 WIB*

*Narsum : Ustadzah Bunda Azzam*

*Materi : Adab dan Akhlak Birrul Walidain*

*Moderator : Yayuk*

*Notulen : Rina*

★★★★★★★★★★★★★★★★


ADAB & AKHLAK ANAK SAAT BERBIRRUL WALIDAIN


بسم الله الرحمن الرحيم

الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لا نَبِيَّ بَعْدَهُ

Ada banyak kewajiban seorang anak atas kedua orang tuanya. Orang tua yang bernama ibu mengandungnya 9 bulan lamanya, melahirkannya, menimangnya dan menyapihnya hingga usia 2 tahun. Seorang ayah yang dengan kesungguhannya mencari nafkah yang halal, tak peduli seberapa lelah ia harus korbankan waktu, tenaga, pikiran bahkan dirinya demi memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

Seorang anak yang sholih/hah tidak akan menutup mata atas semua jerih payah kedua orang tuanya. Ia akan terus berusaha membalas budi meski tak akan pernah bisa membalas semua pengorbanan kedua orang tuanya. Sebagaimana yang dibahas dalam tulisan di bawah ini

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ». قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ »

“Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh terhina.” Ada yang bertanya, “Siapa, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda,(Sungguh hina) seorang yang mendapati kedua orang tuanya yang masih hidup atau salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk surga.”(HR. Muslim)

Dari Abdullah bin ’Umar, ia berkata,

رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ وَ سَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ

“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” (Adabul Mufrod no. 2. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan jika sampai pada sahabat, namun shahih jika sampai pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam)

Satu tarikan nafas saat melahirkan kita sungguh sulit dibalas apalagi jasa beliau yang lainnya. Ternyata jasa dan budi baik orang tua sulit untuk dibalas.

Dari Abu Hurairah dari “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda,

لاَ يَجْزِى وَلَدٌ وَالِدًا إِلاَّ أَنْ يَجِدَهُ مَمْلُوكًا فَيَشْتَرِيَهُ فَيُعْتِقَهُ

“Seorang anak tidak dapat membalas budi kedua orang tuanya kecuali jika dia menemukannya dalam keadaan diperbudak, lalu dia membelinya kemudian membebaskannya.” (HR. Muslim no. 1510)

Dari Abi Burdah, ia melihat melihat Ibnu Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang itu bersenandung,

إِنِّي لَهَا بَعِيْرُهَا الْمُـذِلَّلُ - إِنْ أُذْعِرْتُ رِكَابُهَا[1] لَمْ أُذْعَرُ

Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh. Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.

ثُمَّ قَالَ : ياَ ابْنَ عُمَرَ أَتَرَانِى جَزَيْتُهَا ؟ قَالَ : لاَ وَلاَ بِزَفْرَةٍ وَاحِدَةٍ[2] ، ثُمَّ طَافَ ابْنُ عُمَرَ فَأَتَى الْمَقَامَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ قَالَ : يَا بْنَ أَبِى مُوْسَى إِنَّ كُلَّ رَكْعَتَيْنِ تُكَفِّرَانِ مَا أَمَامَهُمَا .

Orang itu lalu berkata, “Wahai Ibnu Umar apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Belum, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan.” Beliau lalu thawaf dan shalat dua raka’at pada maqam Ibrahim lalu berkata, “Wahai Ibnu Abi Musa (Abu Burdah), sesungguhnya setiap dua raka’at akan menghapuskan berbagai dosa yang diperbuat sesudahnya.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 11, shahih secara sanad)


Lihat saja begitu besar ternyata jasa orang tua kita, terutama ibu. Satu tarikan nafas saat melahirkan kita saja tidak bisa kita balas. Belum lagi usaha keras beliau saat menyusui kita. Seringnya nangis tengah malam karena tangisan kita. Ia sering menangis karena kenakalan kita saat kecil. Saat kita sakit, ia pun sering meneteskan air mata karena tak bisa melihat anaknya menderita. Apalagi perjuangannya beliau mendidik kita sehingga menjadi sukses saat ini. Namun apa balas kita? Kita hanya bisa jadi anak durhaka dan enggan berbakti.

Perhatikan perkataan Imam Nawawi dalam mendefinisikan durhaka pada orang tua.

‘Uququl walidain atau durhaka pada orang tua mencakup segala tindakan menyakiti orang tua.

Tidak termasuk durhaka jika kita mendahulukan kewajiban pada Allah. Juga tidak termasuk durhaka jika kita tidak taat dalam maksiat.

Taat pada orang tua itu wajib dalam segala hal selain pada perkara maksiat. Menyelisihi perintah keduanya termasuk durhaka. (Lihat Syarh Shahih Muslim karya Imam Nawawi, 2: 77, terbitan Dar Ibnu Hazm)

Jadi cakupan durhaka itu luas sekali. Menyakiti perasaannya termasuk durhaka. Menerima telepon dengan kasar pun sudah termasuk durhaka. Berkata kasar, muka cemberut pun sudah termasuk durhaka. Apalagi sampai memaki dan mengejek orang tua, ini jelas durhakanya.

Jika demikian, bagaimana kita membalas budi baik orang tua? Dari ‘Abdullah bin ‘Umar dan Jabir bin Abdillah Al Anshary, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا تُكَافِئُونَهُ فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ

“Siapa saja yang berbuat baik pada kalian, maka balaslah. Jika kalian tidak bisa membalas kebaikannya, maka do’akanlah kebaikan untuknya sampai engkau merasa telah membalas budinya.” (HR. Abu Daud no. 1672 dan Tirmidzi no. 203, shahih menurut Syaikh Al Albani).


Ada beberapa dalil yang mewajibkan seorang anak harus berbirrul walidain & keutamaan berbakti pada kedua orang tua. Diantaranya:

*A.* Imam Sa'id bin Musayib berkata, 

“Seseorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya tidak akan mati (dalam keadaan) buruk (su'ul khotimah).” (Tarikh Ibnu Ma'in: 2/328)

يقول التابعي الجليل سعيد بن المسيب -رحمه الله-, ”البارّ بوالديه لا يموتُ ميتة السوء.“ (تاريخ ابن معين: 2/328)

(Faedah ilmiah dari al-Ustadz Usamah Mahri di WhatsApp مجموعة طريق السلف)


Ada beberapa hal terkait berbakti pada orang tua diantaranya:

1. Mentaati Mereka Selama Tidak Mendurhakai Allah

Sa’ad bin Abi Waqas – semoga Allah merahmatinya –  menerapkan bagaiman konteks Birrul Walidain mempertahankan keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Saat ibunya mengetahui bahwa Sa’ad memeluk agama Islam, ibunya mempengaruhi dia agar keluar dari Islam sedangkan Sa’ad terkenal sebagai anak muda yang sangat berbakti kepada orang tuanya. Ibunya sampai mengancam kalau Sa’ad tidak keluar dari Islam maka ia tidak akan makan dan minum sampai mati. Dengan kata-kata yang lembut Sa’ad merayu ibunya “ Jangan kau lakukan hal itu wahai Ibunda, tetapi saya tidak akan meninggalkan agama ini walau apapun gantinya atau risikonya”.

Sehubungan dengan peristiwa itu, Allah menurunkan ayat: 

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya…” (QS. Luqman: 15)

Tidak bosan-bosannya Sa’ad menjenguk ibunya dan tetap berbuat baik kepadanya serta menegaskan hal yang sama dengan lemah lembut sampai suatu ketika ibunya menyerah dan menghentikan mogok makannya.

2. Menyediakan Makanan Untuk Mereka

Dari Anas bin Nadzr al-Asyja’i, beliau bercerita, suatu malam ibu dari sahabat Ibnu Mas’ud meminta air minum kepada anaknya. Setelah Ibnu Mas’ud datang membawa air minum, ternyata si Ibu sudah tidur. Akhirnya Ibnu Mas’ud berdiri di dekat kepala ibunya sambil memegang bekas berisi air tersebut hingga pagi.

3. Memberikan Harta Kepada Orang Tua Menurut Jumlah Yang mereka Inginkan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang laki-laki ketika ia berkata: “Ayahku ingin mengambil hartaku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kamu dan hartamu milik ayahmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)

Oleh sebab itu, hendaknya seseorang jangan bersikap bakhil (kikir) terhadap orang yang menyebabkan keberadaan dirinya, memeliharanya ketika kecil dan lemah, serta telah berbuat baik kepadanya, dan sikap yang sudah dilakukan terhadap orang tua baik.

4. Membuat Keduanya Ridha Dengan Berbuat Baik Kepada Orang-orang yang Dicintai Mereka

Hendaknya seseorang membuat kedua orang tua ridha dengan berbuat baik kepada para saudara, karib kerabat, teman-teman, dan selain mereka. Yakni, dengan memuliakan mereka, menyambung tali silaturrahim dengan mereka, menunaikan janji-janji (orang tua) kepada mereka, termasuk semangat orang tua untuk berbagi.

5. Memenuhi Sumpah Kedua Orang Tua

Apabila kedua orang tua bersumpah kepada anaknya untuk suatu perkara tertentu yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak untuk memenuhi sumpah keduanya karena itu termasuk hak mereka.

Semoga Allah berkahi dan karuniakan rizki yang berlimpah dengan sebab berbakti pada orang tua dan memudahkan mereka melakukan kebaikan. Aamiin. (Copas ustadzah Indra Asih)


*B.* Asy Syeikh Al Utsaimin rohimahullah:

 [فمن بر والديه بره أولاده، و من عق والديه عقه أولاده و الجزاء من جنس العمل]

Barangsiapa yang berbakti kepada orang tuanya maka anaknya akan berbakti kepadanya kelak.

Dan barangsiapa yang durhaka kepada orang tuanya maka kelak anaknya akan durhaka kepadanya. Dan balasan itu sesuai dengan amalan seseorang.


Sumber: Huquq Da'at Ilaihil Fithroh 16

Barakallahu fiikum jamii'an. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh


###############

TANYA JAWAB


*1.* Kalau sama orang tua tiri, apa kita berbaktinya harus sama seperti orang tua kandung?

*Jawab: Orang tua sambung/tiri itu artinya beliau sudah menikah dengan orang tua kandung kita. Tetap ada adab-adab yang harus dilakukan seorang anak. Meski tidak menutup kemungkinan ada "gap" bahwa beliau tidak melahirkan kita, kalau dia menjadi istri dari ayah. Atau berfikir tidak ada darah beliau dalam tubuh kita. Jika dia laki-laki yang menikah dengan ibu kandung kita.

Namun jika orang tua tiri sudah berjibaku ikut mengayomi kita secara fisik dan mental, adalah wajar jika kita tetap memiliki akhlak yang baik pada beliau. Kita tidak pernah tahu bukan doa siapakah yang akan dikabulkan oleh Allah, saat kita memohon restu.


*2.* Yang dimaksud sumpah kedua orang tua itu apa ya, Ustadzah. Apakah nazar orangtua juga termasuk diantaranya...?

*Jawab: Betul....sumpah ortu itu termasuk nadzar orang tua, jika belum terlaksana maka anaknya yang harus menunaikannya. Itu kenapa penting bagi kita sebagai orang tua saat ini, atau posisi sebagai anak bagi orang tua kita, untuk berkomunikasi tentang hal yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. 

Contoh, kalau bunda saat ini sering ketitipan amplop ziswaf. Maka setiap kali terima titipan-titipan itu, bunda ambil uangnya kemudian dikasih kertas bertuliskan status uang itu dari siapa, untuk apa dan dikaretin. Disimpan di dompet khusus titipan2. Misalnya *titipan infaq mama sharen untuk anak yatim 500 ribu 19/9/20*

Bunda bilang ke anak-anak bunda suatu saat jika ibu berpulang tolong cek uang-uang di amplop titipan-titipan. Berikan sesuai dengan tulisan yang bunda buat di kertas itu. Karena ada titipan yang untuk wakaf, dan untuk para janda sepuh. Ada juga yang untuk dakwah.

Sehingga anak-anak bunda tidak menyalahi amanah-amanah itu. Begitu juga ketika orang tua kita punya nadzar pengen wakaf, tapi keburu wafat. Maka tunaikan niat beliau itu dengan wakaf atas nama beliau.


*3.* Bunda Azzam, Saya mau menanyakan: Kalau mertua laki tiri, apakah kita boleh buka jilbab ya, di depan mertua laki tiri?

*Jawab: Jika bapak tiri itu sudah mencampuri ibu kandungnya/berjima' maka si ayah menjadi mahrom bagi si anak wanita. Tapi jika si ibunya belum digauli oleh ayah tiri maka ayah tiri belum menjadi mahrom. Jadi boleh lepas jilbab, kalau si ayah tiri sudah menggauli ibunya. Hanya saja yang boleh tampak saja ya yang boleh kelihatan. Aurat besar tetap terlarang.

*Jika ayah tiri belum menggauli ibunya*, kemudian dia menceraikan ibunya. Maka boleh si mantan ayah tiri menikahi anak tirinya. Dengan syarat *si ayah tiri belum menggauli ibu kandung si anak tiri*

ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻨْﻜِﺤُﻮﺍ ﻣَﺎ ﻧَﻜَﺢَ ﺁﺑَﺎﺅُﻛُﻢْ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀِ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﺎ ﻗَﺪْ ﺳَﻠَﻒَۚ ﺇِﻧَّﻪُ ﻛَﺎﻥَ ﻓَﺎﺣِﺸَﺔً ﻭَﻣَﻘْﺘًﺎ ﻭَﺳَﺎﺀَ ﺳَﺒِﻴﻠًﺎ﴿٢٢﴾ ﺣُﺮِّﻣَﺖْ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺃُﻣَّﻬَﺎﺗُﻜُﻢْ ﻭَﺑَﻨَﺎﺗُﻜُﻢْ ﻭَﺃَﺧَﻮَﺍﺗُﻜُﻢْ ﻭَﻋَﻤَّﺎﺗُﻜُﻢْ ﻭَﺧَﺎﻟَﺎﺗُﻜُﻢْ ﻭَﺑَﻨَﺎﺕُ ﺍﻟْﺄَﺥِ ﻭَﺑَﻨَﺎﺕُ ﺍﻟْﺄُﺧْﺖِ ﻭَﺃُﻣَّﻬَﺎﺗُﻜُﻢُ ﺍﻟﻠَّﺎﺗِﻲ ﺃَﺭْﺿَﻌْﻨَﻜُﻢْ ﻭَﺃَﺧَﻮَﺍﺗُﻜُﻢْ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺮَّﺿَﺎﻋَﺔِ ﻭَﺃُﻣَّﻬَﺎﺕُ ﻧِﺴَﺎﺋِﻜُﻢْ ﻭَﺭَﺑَﺎﺋِﺒُﻜُﻢُ ﺍﻟﻠَّﺎﺗِﻲ ﻓِﻲ ﺣُﺠُﻮﺭِﻛُﻢْ ﻣِﻦْ ﻧِﺴَﺎﺋِﻜُﻢُ ﺍﻟﻠَّﺎﺗِﻲ ﺩَﺧَﻠْﺘُﻢْ ﺑِﻬِﻦَّ ﻓَﺈِﻥْ ﻟَﻢْ ﺗَﻜُﻮﻧُﻮﺍ ﺩَﺧَﻠْﺘُﻢْ ﺑِﻬِﻦَّ ﻓَﻠَﺎ ﺟُﻨَﺎﺡَ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﻭَﺣَﻠَﺎﺋِﻞُ ﺃَﺑْﻨَﺎﺋِﻜُﻢُ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻣِﻦْ ﺃَﺻْﻠَﺎﺑِﻜُﻢْ ﻭَﺃَﻥْ ﺗَﺠْﻤَﻌُﻮﺍ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟْﺄُﺧْﺘَﻴْﻦِ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﺎ ﻗَﺪْ ﺳَﻠَﻒَۗ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻛَﺎﻥَ ﻏَﻔُﻮﺭًﺍ ﺭَﺣِﻴﻤًﺎ﴿٢٣﴾ ﻭَﺍﻟْﻤُﺤْﺼَﻨَﺎﺕُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀِ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﺎ ﻣَﻠَﻜَﺖْ ﺃَﻳْﻤَﺎﻧُﻜُﻢْۖ ﻛِﺘَﺎﺏَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْۚ ﻭَﺃُﺣِﻞَّ ﻟَﻜُﻢْ ﻣَﺎ ﻭَﺭَﺍﺀَ ﺫَٰﻟِﻜُﻢْ ﺃَﻥْ ﺗَﺒْﺘَﻐُﻮﺍ ﺑِﺄَﻣْﻮَﺍﻟِﻜُﻢْ ﻣُﺤْﺼِﻨِﻴﻦَ ﻏَﻴْﺮَ ﻣُﺴَﺎﻓِﺤِﻴﻦَۚ ﻓَﻤَﺎ ﺍﺳْﺘَﻤْﺘَﻌْﺘُﻢْ ﺑِﻪِ ﻣِﻨْﻬُﻦَّ ﻓَﺂﺗُﻮﻫُﻦَّ ﺃُﺟُﻮﺭَﻫُﻦَّ ﻓَﺮِﻳﻀَﺔًۚ ﻭَﻟَﺎ ﺟُﻨَﺎﺡَ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﻓِﻴﻤَﺎ ﺗَﺮَﺍﺿَﻴْﺘُﻢْ ﺑِﻪِ ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِ ﺍﻟْﻔَﺮِﻳﻀَﺔِۚ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻛَﺎﻥَ ﻋَﻠِﻴﻤًﺎ ﺣَﻜِﻴﻤًﺎ

Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruknya jalan (yang ditempuh). 

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; 

Anak-anakmu yang perempuan; 

Saudara-saudaramu yang perempuan; 

Saudara-saudara bapakmu yang perempuan;

Saudara-saudara ibumu yang perempuan; 

Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; 

Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; 

ibu-ibumu yang menyusui kamu; 

Saudara perempuan sepersusuan; 

Ibu-ibu isterimu (mertua); 

*Anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isteri kamu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya;* 

(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); 

Dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapanNya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campur) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

(An Nisa': 22-24)


*4.* Izin bertanya bunda. Terkait memberikan harta kepada kedua orang tua. Sebagai anak perempuan, yang tidak bekerja dan hanya mendapatkan uang dari suami. Dan itupun cukup untuk kebutuhan sehari-hari. 

4.1. Apakah kita berdosa dan termasuk pelit kalau tidak memberi orang tua?

*Jawab: Memberikan perhatian pada orang tua itu tidak mesti harus uang dan hadiah-hadiah yang wah dan punya nilai tinggi. Ada banyak caranya. Jika kita dekat rumahnya, sesekali bikinin masakan yang beliau suka, berikah hasil karya anak-anak pada kakek dan neneknya, jika kita punya tanaman buah di halaman, sisihkan yang terbaik buat beliau. Tak selamanya orang tua berharap balasan dari anak. Melihat keluarga anak mantu cucu cukup, tidak bergejolak itu adalah kebahagiaan tersendiri bagi beliau. Buktikan bakti kita sebagai anak dengan mendidik anak-anak kita paham agama. Sehingga kelak menjadi tabungan amal terindah buat orang tua kita dan mertua kita.

4.2. Apakah benar kewajiban menafkahi orang tua terpikul pada anak laki-laki?

*Jawab: Betul, islam mendelegasiksn yang menanggung hidup kedua orang tua, dan saudara perempuan adalah laki-laki. Itu kenapa dalam Islam waris itu 2 :1. Karena anak laki-laki kelak akan menanggung kedua orang tua, istrinya, kakak dan adik perempuannya.

4.3. Karena kalau Saya memberi pada orang tua, selalu beliau tolak, bukan kewajiban anak perempuan, begitu alasan beliau. Dan diancam kalau dikirim lagi akan dibalikin.

*Jawab: MasyaAllah...betapa beliau adalah orang tua yang ngerti agama. Tapi sesekali bisa dibelikan apa buat sekedar surprise


*5.* Ijin bertanya, Ustadzah. Jika ada orangtua sering menyakiti hati suami karena tidak kaya, dan suka ngomongin di belakangnya.. bagaimana sikap istri sebaiknya ..?

*Jawab: Astaghfirullah...kita mohonkan ampun pada Allah, semoga beliau bersegera bertaubat atas sikapnya yang kurang ahsan terhadap mantu. Jika ini terjadi cobalah mengambil hati bapak/ibu dengan hal lain bukan dari materi. Misal lebih tawadhu pada bliau, lebih respek dan empati saat orang tua butuh pertolongan, lebih santun saat bicara dan bersikap, dan tunjukkan bahwa kita boleh kurang di materi tapi anak-anak kita bikin bangga kakek neneknya karena hafalannya banywk, rajin ke masjid, menjadi juara ini dll. Sehingga ada sisi lain yang orang tua lihat ada kelebihan di sana. Tinggal kita support suami untuk tidak membenci orang tua kita, atau sebaliknya.


*6.* Assalamualaikum, bunda, mau tanya. Kondisi Saya dan suami bekerja, ada anak umur 3.5 tahun, dulu ada saudara yang merawat, karena saudara hamil akhirnya anak ikut neneknya karena mau dicarikan yang menemani siang hari tidak boleh sama ibu Saya, hukumnya gimana ya, bun?

*Jawab: MasyaAllah...selama ibu kandung/mertua tidak keberatan malah senang ngasuh cucu sebagai hiburan, ngilangin stres, dan menjadi kegiatan yang bikin orang tua enggak terbengong-bengong maka tidak mnjd masalah. Kita berdosa kalau saat anak sakit, rewel aja, minta gendong mulu, kita tetep kerja dan yang terbebani adalah orang tua kita. Beliau sudah sepuh, harus gendong, ngasuh, rehat enggak bisa karena si anak rewel aja biasanya bisa disuruh bobo. 

Hal-hal krusial kayak gini yang potensi menjadikan kita berdosa pada orang tua/mertua yang mengasuh cucu. Kemudian pertimbangkn juga, kalau nyari pengasuh anak pasti bayar dong bulanan? Sekian juta misalnya. Te rus kalau dengan orang tua? Gratiskah? Bukan berarti kemudian ortu minta bayaran. Tapi adab sebagai anak. Ahsan sisihkan uang untuk beliau. Misalnya jika gaji pengasuh 1 juta kalau 12 bulan 12 juta kan?

Orang tua bisa kita berikan hadiah umroh. Emas untuk investasi atau malah 12 juta wakafkan atas nama orang tua, sebagai tabungan amal kelak di akhirat. Karena wakaf itu pahalanya ngalir sampai yang diwakafkan itu tak lagi bisa digunakan


*7.* Izin bertanya lagi, Bunda. Saya pernah nonton video, seorang bapak yang mengambil uang anaknya tanpa sepengetahuan anaknya karena tidak punya uang dan anaknya pelit. Tapi di video itu disebutkan kalau bapak itu tidak mencuri. Uang anak adalah uang orang tuanya untuk selama-lamanya. Apakah benar itu, Ustadzah? Pernah kejadian di zaman Rasulullah?

*Jawab: IBROH. 

Penanya : Wahai syaikh ibuku tinggal menumpang bersamaku di rumahku. Dan terjadi masalah antara beliau dengan istriku ...

Syaikh : Ulangi pertanyaanmu !

Penanya... : Ibuku tinggal menumpang bersamaku di rumahku...

Syaikh : Ulangi pertanyaanmu !

Penanya : Ibuku tinggal menumpang bersamaku di rumahku ...

Syaikh : Ulangi lagi pertanyaanmu !

Penanya : Ibuku tinggal menumpang bersamaku ...

Syaikh : Ulangi lagi pertanyaanmu !!!

Penanya : Wahai syaikh tolong biarkan aku menyelesaikan dulu pertanyaanku jangan anda potong ...

Syaikh : Pertanyaanmu salah, yang benar engkaulah yang hidup menumpang pada ibumu, meski rumah itu milikmu, atas namamu.

Penanya : Iya syaikh, kalau demikian selesai sudah permasalahannya.

Pelajaran : 

*_Jangan durhaka wahai anak, jangan durhaka wahai menantu ! Harta anak adalah harta orang tuanya. _*

Dari ‘Amr bin Syu’aib dari bapaknya, dari kakeknya, ia berkata bahwa ada seseorang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki harta dan anak. Namun orang tuaku membutuhkan hartaku. Rasulullah kemudian menjawab,

أَنْتَ وَمَالُكَ لِوَالِدِكَ إِنَّ أَوْلاَدَكُمْ مِنْ أَطْيَبِ كَسْبِكُمْ فَكُلُوا مِنْ كَسْبِ أَوْلاَدِكُمْ

“Engkau dan hartamu milik orang tuamu. Sesungguhnya anak-anakmu adalah sebaik-baik hasil usahamu. Makanlah dari hasil usaha anak-anakmu.” (HR. Abu Daud, no. 3530; Ahmad, 2: 214. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa hadits ini shahih lighairihi, sanad haditsnya hasan)


*8.* Assalamualaikum, Bun. Teman Saya ada kasus, beliau baru punya anak dan suaminya baru 3 bulan bekerja setelah 1 tahun nganggur. Yang jadi masalah ibunya minta uang 20 juta untuk renovasi dan suami teman bilang belum punya uang. Ibunya jawab pinjem saja ke saudara, istrinya dongkol karena baru saja suaminya nafkahin eh udah diusik sama mertuanya.

Pertanyaan bun, apakah boleh si istri bilang ke suami kalau untuk renovasinya nanti dulu dan enggak usah hutang ke sodaranya, minta uang lebih untuk jatah bulanan. Karena selama setahun yang kebutuhan sehari-hari pakai uang istri..

*Jawab: Nafkah yang dikeluarkan istri menjadi sedekah yang besar pada keluarga. Jadi jangan diungkit-ungkit biar enggak hilang pahalanya. 

Jika ibu mertua minta uang 20 juta. Kalau secara riil, berapa biaya besarin anak laki-laki sampai ia menikah sama kita? Cukupkah 20 juta? Mungkin 1 M malah. Karena setetes asi ibu tak akan bisa dibayar dengan apapun, termasuk saat bliau bertaruh nyawa menghadirkan suami kita ke dunia. Tolong pikirkan ini dulu.

Jika memang kondisinya belum memungknkan menolong coba jelaskan duduk perkaranya. Kondisi keluarga lagi kayak mana, kalau pun pinjam bagaimana kalau minta dibayar cepat?

Jika suami bukan anak tunggal cobalah gandeng renteng dengan kakak adik suami diajak rembuk, siapa yang lebih longgar untuk bisa  wujudkan keinginan ibu.


*9.* Assalamu'alaikum wrwb. Ustadzah, mau tanya andai kita sayang orang, tapi orang tua enggak setuju. Akhirnya kita enggak jadi hubungan, tapi kadang masih ketemu. Apakah ini berdosa? Ini kejadian sudah berapa tahun yang lalu, sekarang semuanya sudah almarhumah. Bagaimana menurut ustadzah, kakak bilang ini dosa besar.

*Jawab: Saat orang tua masih hidup kita enggak dengerin perintah. Memang itu dosa, apalagi ketemuan tanpa mahrom. Semoga enggak pegang-pegangan dan hal-hal yang mendekati zina tak dilakukan ya. Sekarang orang tua sudah wafat, maka jalan satu-satunya bertaubat pada Allah. Nanti bunda post ya tentang taubatan nashuha. Semoga Allah mengampuni segala khilaf di masa lalu kita. Aamin.


*10.* Mau tanya Bun, banyak artikel di IG bahagiakan Istrimu dulu baru bahagiakan Orang tuamu, salah dung ya, Bun pernyataan tersebut.

*Jawab: Itu yang nulis bukan ustadz mesti. Kalau berdasarkan syariat, jika anak laki-laki itu tahu bagaimana memuliakan ibunya, menjaga perasaannya, tahu banget apa yang ibunya suka, dan paham apa yang bikin ibunya marah. Maka kelak ia akan tumbuh menjadi laki-laki yang memuliakan istri dan anak wanitanya. Jadi kalau mau berhujjah jangan ke IG ya. Cari ke grup kajian-kajiab, gimana Islam mengajarkan. Medsos itu siapapun boleh post. Orang kafir pura-pura nulis mirip-mirip dalil bisa kan? Kan kita enggak kenal dia siapa? Kecuali ada postingan gambar dengan tulisan dalil sambil ada ditulis riwayat dari bukhori muslim hadist no sekian-sekian...


*11.* Bagaimana kalau dulu sudah terlanjur pernah berbicara kasar kepada ibu? Saat pandemi seperti sekarang, ibu sakit tapi enggak bisa pulang dulu. Apakah mencukupi keperluannya, beli obat, ke dokter dan telpon saja sudah cukup?

*Jawab: Kalau sudah terlanjur berkata kasar itu dosa besar, maka harus segera minta maaf, minta ridhonya ibu, mohon ampun, karena dalilnya Allah mengampuni dosa-dosa hambanya selama dosa itu tidak berkaitan dengan hamba lainnya, artinya antar sesama manusia harus diselesaikan dulu, baru mohon ampun sama Allah.

Kondisi saat ini pandemi. Justru berbahaya jika kondisi orang tua yang lagi sakit tertentu kita kunjungi, apalagi kita berada di red zone atau black zone malah. Bisa jadi kita sebenarnya OTG. Dan potensi penularan bisa terjadi. Pahamkan keluarga yang mendampingi ibu. Support kebutuhan ibu apa aja, video call dan telpon bisa jadi alternatif.


*12.* Izin bertanya. Bagaimana sikap yang harus diambil ketika orang tua selalu melihat materi.. Seperti menginginkan anak bekerja di tempat yang memiliki gaji bagus.. Serta sikap orang tua yang mengedepankan materi seperti memaksakan kehendak (melakukan hutang) untuk mencapai materi yang diinginkan? Karena di lingkungan saya banyak orang tua seperti itu. Bagaimana sikap yang harus diambil?

*Jawab: Sikap-sikap seperti ini karena jauhnya agama dari kehidupan orang tua adalah tugas anak untuk pelan-pelan menyadarkan rumah tangga hakekat hidup di dunia. Dan adalah wajar jika orang tua ingin anaknya punya jabatan dan uang yang bagus. Karena itu manusiawi. Tinggal bagaimana caranya bisa dapat uang banyak dan jabatan tinggi itu. Kalau disuruh nyogok, ngutang ke bank riba, nyikut temen, pansos (panjat sosial eh jadi kayak artis) apapun asal kesohor walau harus tekor, ini terlarang.

Jangan untuk dunia kita korbankan akhirat yang abadi. Itu kenapa tugas anak itu memberikan pemahaman yang bener tentang tujuan hidup. Katakan kalau kita melakukan sesuatu itu bertentangan dengan syariat bisa jadi kita tenar, tajir melintir tapi enggak berkah sama sekali. Apa itu harta yang berkah? Yakni harta yang menyebabkan kita makin dekat pada Allah, ibadah makin bagus, hati makin tentram.


*13.* Ada quote, istrimu adalah sumber rezekimu, jangan takut duitmu habis jika diberikan pada istrimu, percayalah duitmu akan terus bertambah. Bagaimana menurut, Bunda? Apakah artinya suami harus imbang dalam memberi nafkah untuk ibu dan istrinya? Yang saya rasakan malah, kalau kita memberi ke orang tua, ada saja rezeki yang datang.

*Jawab: Tidak perlu quote itu diperdebatkan. Skala prioritas saja. Anak yang sholih itu bakal tahu kapan saatnya ibu akan diistimewakan, dan kapan saatnya istri menjadi no 1.

Capek kalai harus ngiri terus. Sekali-kali nganan, biar enggak nabrak ya.


*Tambahan:*

_Syarat-syarat Taubat Nasuha_

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

➡ Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحاً

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nasuha (yang semurni-murninya).” [At-Tahrim: 8]

➡Al-Imam Ibnu Katsir menukil penjelasan ulama rahimahumullaah,

التَّوْبَةُ النَّصُوحُ هُوَ أَنْ يُقلعَ عَنِ الذَّنْبِ فِي الْحَاضِرِ، ويندمَ عَلَى مَا سَلَفَ مِنْهُ فِي الْمَاضِي، ويعزِم عَلَى أَلَّا يَفْعَلَ فِي الْمُسْتَقْبَلِ. ثُمَّ إِنْ كَانَ الْحَقُّ لِآدَمِيٍّ رَدَّهُ إِلَيْهِ بِطَرِيقِهِ.

“Taubat nasuha (yang semurni-murninya) adalah;

1) Orang yang meninggalkan dosa secepatnya

2) Menyesali dosanya yang telah berlalu

3) Dan bertekad tidak akan mengulanginya di masa datang.

4) Kemudian jika dosa itu adalah mengambil hak orang lain, maka hendaklah ia mengembalikannya dengan cara yang baik

[Tafsir Ibnu Katsir, 8/169]


Syarat taubat yang lainnya adalah;

5) Hendaklah bertaubat dengan ikhlas karena Allah ta’ala

6) Segera bertaubat sebelum tertutup pintu taubat, yaitu saat ajal menjemput atau terbitnya matahari dari arah barat

[Lihat Syarhu Riyadhis Shaalihin, Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah, 1/86-92]

 Abu Fatih Hawaary

*Luasnya Ampunan Allah*

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : قَالَ اللهُ تَعَالَى : يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَاكَانَ مِنْكَ وَلاَ أُبَالِي، يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوْبُكَ عَنَانَ السَّماَءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ، يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطاَياَ ثُمَّ لَقِيْتَنِي لاَ تُشْرِكْ بِي شَيْئاً لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

[رواه الترمذي وقال حديث حسن صحيح ]

Dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: Allah ta’ala berfirman: Wahai anak Adam, sesungguhnya Engkau berdoa kepada-Ku dan memohon kepada-Ku, maka akan aku ampuni engkau, Aku tidak peduli (berapapun banyaknya dan besarnya dosamu). Wahai anak Adam seandainya dosa-dosamu (sebanyak) awan di langit kemudian engkau minta ampun kepada-Ku niscaya akan Aku ampuni engkau. Wahai anak Adam sesungguhnya jika engkau datang kepadaku dengan kesalahan sepenuh bumi kemudian engkau menemuiku dengan tidak menyekutukan Aku sedikitpun maka akan Aku temui engkau dengan sepenuh itu pula ampunan“. (Riwayat Turmuzi dan dia berkata: haditsnya hasan shahih).


Pelajaran yang terdapat dalam hadits:

1- Berdoa diperintahkan dan dijanjikan untuk dikabulkan.

2- Maaf Allah dan ampunannya lebih luas dan lebih besar dari dosa seorang hamba jika dia minta ampun dan bertaubat.

3- Berbaik sangka kepada Allah ta’ala, Dialah semata Yang Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat dan istighfar.

4- Tauhid adalah pokok ampunan dan sebab satu-satunya untuk meraihnya.

5- Membuka pintu harapan bagi ahli maksiat untuk segera bertaubat dan menyesal betapapun banyak dosanya.


Tema-tema hadits yang berkaitan dengan Al-Quran:

1. Kemurahan Allah ta’aala

وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ

Dan katakanlah, "Ya Tuhanku, berilah ampun dan berilah rahmat, dan Engkau adalah Pemberi rahmat yang paling baik.” (Al Mu’minun: 118)

2. Tidak putus asa untuk bertaubat

أَفَلا يَتُوبُونَ إِلَى اللَّهِ وَيَسْتَغْفِرُونَهُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Maka mengapa mereka tidak bertobat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Al Maidah : 74).


★★★★★★★★★★★★★★★★

Badan Pengurus Harian (BPH) Pusat 

Hamba اللَّهِ SWT

Blog: http://kajianonline-hambaallah.blogspot.com

FanPage : Kajian On line-Hamba Allah

FB : Kajian On Line-Hamba Allah

Twitter: @kajianonline_HA

IG: @hambaAllah_official

Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Post a Comment

Ketik Materi yang anda cari !!