Kajian Online WA Hamba الله SWT
Rabu, 20 April 2016
Rekapan Grup Bunda
Tema : Syakhsiyah Islamiyah
Editor : Rini Ismayanti
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang masih memberikan kita
nikmat iman, islam dan Al Qur'an semoga kita selalu istiqomah sebagai shohibul
qur'an dan ahlul Qur'an dan dikumpulkan sebagai keluarga Al Qur'an di JannahNya.
Shalawat beriring salam selalu kita hadiahkan kepada uswah
hasanah kita, pejuang peradaban Islam, Al Qur'an berjalan, kekasih Allah SWT
yakninya nabi besar Muhammad SAW, pada keluarga dan para sahabat nya semoga
kita mendapatkan syafaat beliau di hari akhir nanti. InsyaAllah aamiin
Bulan Ramadhan sebentar lagi tiba. Seluruh umat Islam tengah siap siaga menyambut kehadirannya. Segala daya dan upaya dikerahkan untuk menghidupkannya. Sebab di bulan itu, Allah melipatgandakan pahala bagi hamba-Nya yang mau mendekatkan diri kepada-Nya. Persiapan-persiapanpun sudah mulai dilakukan, bahkan dari 2 bulan sebelumnya, yaitu bulan Rajab dan Sya’ban.
Yang paling utama dipersiapkan adalah berniat, tentu saja, agar mampu melaksanakan semua ibadah wajib dan sunnah yang sesuai syari’at. Puasa 1 bulan penuh, serta melaksanakan sholat tarawih, juga memperbanyak membaca Al-Qur’an.
Untuk itu, kondisi tubuh harus dipersiapkan terlebih dahulu agar tidak kaget bila terjadi perubahan pola makan saat puasa mulai dilakukan. Misalnya dengan memperbanyak puasa sunnah di bulan Rajab dan Sya’ban, 2 bulan sebelum bulan Ramadhan tiba.
Adapun hadist yang menunjukkan keutamaan puasa di bulan Sya’ban adalah:
Aisyah radhiyallahu mengatakan “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam setahun tidak berpuasa sebulan penuh selain pada bulan Sya’ban, lalu dilanjutkan dengan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Abu Daud dan An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Dalam berbagai situs kesehatan, dianjurkan untuk memperkuat stamina tubuh dengan mengonsumsi makanan yang bergizi. Perbanyak sayur dan buah, minum susu serta air putih di saat berbuka dan sahur, juga mulai menghindari pola hidup tidak sehat.
Persiapan ilmu juga sangat penting agar saat menjalankan ibadah di bulan mulia itu semuanya menjadi ikhlas dan sesuai tuntunan Rasulullah SAW. Pastinya dengan ilmu yang benar, segala ibadah akan lebih mantab dilaksanakan, juga terarah.
Sambut bulan Ramadhan dengan suka cita, sebab ada kemuliaan yang besar di dalamnya sesuai hadist berikut ini:
“Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah yang telah didalamnya diwajibkan bagi kalian berpuasa. Disitu Allah SWT membuka pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka serta para syaitan diikat didalamnya. Ada sebuah malam yang lebih mulia dari seribu malam, dan barang siapa yang diharam/dihalangi untuk mendapatkan kebaikan malam itu sesungguhnya Ia telah diharamkan dari segala kebaikan.” (HR. Nasai dan Baihaqi).
Seorang muslim tidak akan mampu atau berbuat maksimal dalam berpuasa jika fisiknya sakit. Oleh karena itu mereka dituntut untuk menjaga kesehatan fisik, kebersihan rumah, masjid dan lingkungan. Rasulullah mencontohkan kepada umat agar selama berpuasa tetap memperhatikan kesehatan. Hal ini terlihat dari beberapa peristiwa di bawah ini :
• Menyikat gigi dengan siwak (HR. Bukhori dan Abu Daud).
• Berobat seperti dengan berbekam (Al-Hijamah) seperti yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim.
• Memperhatikan penampilan Dan memulai puasa dengan penampilan baik dan tidak dengan wajah yang cemberut.
Butuh persiapan seperti apa sih sebetulnya dalam menghadapi puasa ramadhan ? Beberapa tips ini bisa menjadi alternatif,agar kita bisa menghadapi bulan ramadhan dengan persiapan fisik yang lebih baik :
1. Bayar Puasa tahun lalu (jika masih ada hutang puasa belum terbayar)
2. Coba puasa sunah senin kamis (bagi yg jarang melakukan puasa sunah) agar terbiasa dengan pola puasa.
3. Ubah pola makan dengan yang biasanya “makan apa saja” dan “jam berapa saja” dengan pola makanan yang teratur.
4. Makan berlebihan tidak disarankan, jadi sebaiknya beli jajanan yang betul betul bisa dikonsumsi, mengingat banyak sekali jajanan dadakan yang akan hadir selama puasa.
5. Pilih tempat yang nyaman dan yang paling utama ber sertifikat HALAL (MUI) pada waktu buka puasa dan sahur, agar puasa nya barokah.
6. Istirahat yang cukup agar fisik tidak mudah masuk penyakit, apalagi akan terjadi perubahan cuaca dan tentunya volume pekerjaan tetap sama tidak ada rutinitas pekerjaan yang berbeda antara bulan puasa dan bulan sebelumnya.
7. Jaga silaturahmi dengan kerabat & handai taulan yang dekat maupun yang jauh, sarankan dan ingatkan mengenai pola makan dan istirahat.
8. Banyak- banyak doa dan beristigfar semoga disampaikan ke bulan ramadhan dalam kondisi yang prima.
Jika persiapan sudah siap, maka keseimbangan perlu diadakan untuk persiapan ruh yang lebih sempurna. seperti yang di tunjukkan dalam Alquran dan beberapa hadist berikut ini.
“Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang batil).” (Al-Baqarah: 185)
Pada bulan Ramadhan pula terdapat malam Lailatul Qadar. Allah berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ. وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ. لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ. تَنَزَّلُ الْمَلاَئِكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ. سَلاَمٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur’an pada malam kemuliaan. Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan hingga terbit fajar.” (Al-Qadar: 1-5)
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan keimanan dan mengharap ridha Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)”
Jadi siapkah fisik dan ruh anda menjelang ramadhan ?
Ahlan wa sahlan ya Ramadhan...
Wallahu'alam bish showab
TANYA JAWAB
M6 by Ustd. Kaspin
Q : Ustadz, mau tanya kalau tahun lalu ga puasa karena hamil,
sekarang harus mengganti puasanya atau cukup bayar fidyah? terima kasih.
A : Kalau
kuat puasa ganti puasa. Kalau takut dengan kondisi bayinya waktu dulu maka
ganti puasa+fidyah
Q : Pak ustdz setiap ramadhan tiba kenapa ya seolah-olah waktu
berubah jadi lebih pendek sepertinya. Apa ada yang salah ya ustdz? Adakah tips
nya ustdz supaya ibadah dan aktivitas rumah berjalan beriringan? Dilema ibu-ibu
yang punya anak balita. Mau banyak ibadah tapi sudah direpotkan urusan anak dan
rumah..jadi sepertinya ibadah yang nambah cuma taraweh nya saja..
A : Banyak
dzikir, sedekah, baca Quran. Kurangi gadget. Maen catur, maen congklak atau isi
tts sebaiknya di hindari apalagi ikut balap karung.
Q
: Ustd bila di bulan ramadhan sudah
berhenti nifas namun belum masa 40 hari bolehkah berpuasa?
M1 by Ustdzh Riyanti
Q : Mau bertanya Ustadzah.. bagaimana persiapan puasa bagi orang hamil...? oya jika puasa tahun kemarin belum terbayar lunas namun sudah datang bulan ramadhan berikutnya.. bagaimana cara membayar hutang puasa tahun lalu..? apakah harus membayar fidyah juga Ustadzah..? Jazakillah khoir....
Q : Mau bertanya Ustadzah.. bagaimana persiapan puasa bagi orang hamil...? oya jika puasa tahun kemarin belum terbayar lunas namun sudah datang bulan ramadhan berikutnya.. bagaimana cara membayar hutang puasa tahun lalu..? apakah harus membayar fidyah juga Ustadzah..? Jazakillah khoir....
A : Ibu hamil dan menyusui adalah dua
macam udzur dibolehkannya meninggalkan puasa. Namun, dia diwajibkan
menggantinya. Ini adalah kesepakatan (ittifaq) para fuqaha (ahli fiqih) sejak
dahulu hingga hari ini. Jika dia memiliki daya tahan tubuh yang kuat, dan tidak
khawatir terhadap kesehatan dirinya dan janinnya, maka dia boleh memilih, puasa
atau tidak. Keduanya dibenarkan, namun puasa lebih afdhal, karena tubuhnya kuat
tadi.
Hanya saja, para fuqaha berselisih (ikhtilaf), dengan apa dia
harus mengganti puasa. Qadhakah (berpuasa pada hari di luar Ramadhan)?
Atau fidyah? Perlu diketahui, Qadha merupakan mengganti puasa di hari
selain Ramadhankarena dia masih mampu untuk berpuasa di hari lain
tersebut. Seperti musafir, orang sakit yang masih punya harapan sembuh, hamil
dan menyusui, pekerja keras, orang yang perang, dipaksa/diancam untuk tidak
puasa.
Sedangkan Fidyah adalah mengganti puasa bagi orang yang sudah
tidak mampu lagi berpuasa dengan memberikan makanan pokok yang mengenyangkan
kepada orang miskin, sebanyak jumlah hari yang dia tinggalkan. Seperti sakit
menahun yang tipis kemungkinan sembuh, orang yang sangat tua, orang yang selalu
bergelut dengan pekerja keras tiap hari. Menurut Ibnu Abbas dan Ibnu Umar, ibu
hamil dan menyusui termasuk golongan ini.
Untuk Fidyah
dalilnya adalah kalimat selanjutnya, Dan wajib bagi orang-orang
yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu)
memberi makan seorang miskin.(QS. al-Baqarah (2): 184)
Perbedaan pandangan ulama dalam hal ini sangat wajar. Sebab
memang ayat tersebut tidak merinci siapa sajakah yang termasuk orang-orang yang
berat menjalankannya. Dalam hadits pun tidak ada perinciannya. Adapun tentang
Qadha secara khusus, ayat di atas menyebut musafir dan orang yang sakit.
Sedangkan ayat tentang Fidyah, tidak dirinci hanya disebut orang yang berat
menjalankannya.
Kedua, kelompok ulama yang mewajjibkan fidyah saja, tanpa qadha.
Inilah pandangan beberapa sahabat Nabi, seperti Abdullah bin Abbas, dan
Abdullah bin UmarRadhiyallahu Anhuma. Dari kalangan tabiin(murid-murid para
sahabat) adalah Said bin Jubeir, Mujahid, dan lainnya. Kalangan tabiut tabiin
(murid para tabiin) seperti al-Qasim bin Muhammad dan Ibrahim an-Nakhai.
Imam Daruquthni meriwayatkan dengan sanad yang shahih, Ibnu
Abbas pernah berkata kepada hamba sahayanya yang sedang hamil,Kau sama dengan
orang yang sulit berpuasa, maka bayarlah fidyah dan tidak usah qadha.
Nah, khusus ibu hamil dan menyusui, jika kita melihat
keseluruhan pandangan ulama yang ada, bisa kita ringkas seperti yang dikatakan
Imam Ibnu Katsir, bahwa ada empat pandangan/pendapat ulama. Berikut rinciannya,
silahkan perhatikan baik-baik:
Pertama, kelompok ulama yang mewajibkan qadha dan fidyah
sekaligus. Ini adalah pandangan Imam Ahmad dan Imam asy-Syafii. Dilakukan jika
Si Ibu mengkhawatiri keselamatan janin atau bayinya.
Ketiga, kelompok ulama yang mewajibkan qadha saja, tanpa fidyah.
Inilah pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Seperti madzhab Hanafi, Abu Ubaid,
dan Abu Tsaur. Sedangkan Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hambal ikut pendapat
ini, jika sebabnya karena mengkhawatiri keselamatan Si Ibu, atau keselamatan
Ibu dan janin (bayi) sekaligus.
Keempat, kelompok ulama yang mengatakan tidak qadha, tidak pula
fidyah.
Demikianlah berbagai perbedaan tersebut. Nah, pendapat manakah
yang sebaiknya kita ikuti? Seorang ahli fiqih abad ini, Al-'Allamah Syaikh Yusuf
al-Qaradhawy hafizhahullah, dalam kitab Taisiru Fiqh(Fiqhus Siyam) memberikan
jalan keluar dan kompromi yang bagus. Beliau berkata:
Banyak ibu-ibu hamil bertepatan bulan Ramadhan, merupakan rahmat
dari Allah bagi mereka, jika tidak dibebani kewajiban qadha, namun cukup dengan
fidyah. Di samping hal ini merupakan kebaikan untuk faqir dan miskin dan
orang-orang yang membutuhkan pertolongan materi.
Namun bagi ibu-ibu yang masa melahirkannya jarang, sebagaimana
umumnya ibu-ibu di masa kita saat ini dan di sebagian besar negara Islam,
tertutama di kota-kota, kadang-kadang hanya mengalami dua kali hamil dan dua
kali menyusui selama hidupnya. Maka, bagi mereka lebih tepat pendapat jumhur,
yakni qadha (bukan fidyah).
Jadi, beragam pendapat ini tidak diposisikan saling vis a vis
(saling berhadap-hadapan). Tetapi semuanya disesuaikan keadaan wanitanya. Jika
wanita tersebut sering hamil, tiap tahun atau dua tahun sekali, sulit baginya
melakukan qadha, maka bagi dia fidyah saja. Adapun, jika hamilnya jarang, ada
waktu jeda dia tidak hamil maka wajib baginya qadha di masa jeda itu, bukan
fidyah. Inilah pendapat yang nampaknya adil, seimbang, sesuai ruh syariat
Islam. Ini sekaligus jawaban atas pertanyaan kedua.
Demikian. Wallahu A'lam.
Q : Untuk yang pertanyaan tentang hutang puasa yang belum
terbayar, itu dulu saya pernah alami waktu pertama kali haidh Ustadzah... waktu
smp karena belum tau tips membayar hutang puasa, bayarnya mepet-mepet bulan
ramadhan berikutnya.. etrnyata awal ramadhan itu datang haidh.. jadi hutangnya
belum terbayar lunas.. klo begitu bagaimana Ustadzah..? apakah cukup dengan qadha'
saja..
A : Iya bunda di qadha saja sesuai jumlahnya
perbanyak istighar tingkatkan kualitas dan kuantitas amal sholih kita.....
Q : Kalau ga puasa karena alasan maag akut.. apa bisa di maklumi
ya
A : Bisa bund...
Sakit tidaknya kita kalo diputuskan ahlinya kita ikuti... Nanti kita qodho kalo
sudah sehat...
Alhamdulillah, kajian kita hari ini berjalan dengan lancar.
Semoga ilmu yang kita dapatkan berkah dan bermanfaat. Aamiin....
Segala yang benar dari Allah semata, mohon maaf atas segala
kekurangan. Baiklah langsung saja kita tutup dengan istighfar masing-masing
sebanyak-banyaknya dan do'a kafaratul majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta
astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa
tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon
pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment