PARENTING ALA RASUL

Posted by Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT on Monday, March 27, 2017

Kajian Online WA  Hamba الله SWT

Senin, 27 Maret 2017
Rekapan Grup Nanda 2
Narasumber : Ustadzah Bunda Azzam
Tema : Parenting
Editor : Rini Ismayanti



Dzat yang dengan Kebesaran-Nya, seluruh makhluk menyanjung dan mengagungakan-Nya...
Dzat yang dengan Keperkasaan-Nya, musuh-musuh dihinakan lagi diadzab-Nya...
Dzat yang dengan Kasih dan Sayang-Nya, kita semua mampu mengecap manisnya Islam dan indahanyaa ukhuwah di jalan-Nya, memadukan hati kita dalam kecintaan kepadaNya, yang mempertemukan kita dalam keta'atan kepadaNya, dan menghimpunkan kita untuk mengokohkan janji setia dalam membela agamaNya.

AlhamduliLlah... tsumma AlhamduliLlah...

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada tauladan kita, Muhammad SAW. Yang memberi arah kepada para generasi penerus yang Rabbaniyyah bagaimana membangakitkan ummat yang telah mati, memepersatukan bangsa-bangsa yang tercerai berai, membimbing manusia yang tenggelam dalam lautan syahwat, membangun generasi yang tertidur lelap dan menuntun manusia yang berada dalam kegelapan menuju kejayaan, kemuliaan, dan kebahagiaan.

Amma ba'd...
Ukhti fillah sekalian. Agar ilmunya barokah, maka alangakah indahanyaa kita awali dengan lafadz Basmallah

Bismillahirrahmanirrahim...           

PARENTING ALA RASUL

Dalam suatu majelis, Rasulullah Saw. mengingatkan para sahabatnya,

“Hormatilah anak-anakmu dan didikloah mereka. Allah Swt. memberi rahmat kepada seseorang yang membantu anakanya sehingga sang anak dapat berbakti kepadanya.”

Salah seorang sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana cara membantu anakku sehingga ia dapat berbakti kepadaku?”

Nabi menjawab, “Menerima usahanya walaupun kecil, memaafkan kekeliruannya, tidak membebaninya dengan beban yang berat, dan tidak pula memakinya dengan makian yang melukai hatinya.”
(H.R. Abu Daud)

Bakti anak..

Entah kenapa, lidahku selalu kelu membicarakannya.

Ada banyak sekali tulisan dan kajian yang membahas penting dan wajibnya seorang anak untuk berbakti pada orang tuanya.

Tetapi pernahkah berhenti sebentar untuk bertanya, 'Bagaimana membuat anak ringan hatinya untuk berbakti pada Ayah Ibunya?'

*

"...Dengan menerima usahanya walaupun kecil.."

Bagian ini menampar nampar kita yang terbiasa memberi atensi "sekedarnya", ketika anak memanggil manggil antusias saat berusaha menunjukkan hasil karyanya..

Atau tentang perkataan kita yang merendahkan kemampuannya, "Ah kamu Kak, begitu aja masa gak bisa?"

Lalu membuat jiwanya mendadak kerdil, merasa tak pernah cukup berharga di mata orang tuanya..

atau tentang hari hari dimana perhatian kita terpecah, sok serius mendengarkan cerita anak tapi hp tak pernah lepas dari tangan..

**

"..Memaafkan kekeliruannya.."

Redaksi ini mencubit kita yang sulit sekali sabar menanti progress kemampuan anak anak kita.

Anak anak yang sedang belajar makan mandiri, lalu tak sengaja menumpahkan kuah sayur saat ia berinisiatif mengambil laukanya sendiri.

Kita fokus pada tumpahannya. Kita hardik mereka dengan kalimat yang menjatuhkan. Kita lupa, bahwa ada niat baik dan inisiatif anak yang mengawali itu semua..

Juga tentang anak yang berusaha mencoba lakukan beberapa hal, tetapi lalu ia gagal.

Lalu kita sibuk mengevaluasinya, memberi kritik sana sini tanpa henti. Kita fokus pada hasil yang ia dapatkan, luput mengapresiasi gigihnya usaha yang sudah ia lakukan..

*

"..Tidak membebaninya dengan beban yang berat.."

Adalah tentang kita -orang tua- yang seringakali salah menakar kemampuan anak.

Mungakin ini tentang anak anak di rumah kita..

Tentang balita yang baru saja menjadi Kakak, yang lalu kita harapkan ia otomatis mampu tampil dewasa, tak cari perhatian, dan bisa diminta bantu mengurusi adikanya.

Padahal balita kita sama seperti adik bayinya, masih butuh atensi penuh ayah ibunya. Dia belum mengerti peran kakak, apalagi kewajiban yang menyertainya.

Kewajiban?

Ah.. bukankah berapapun jumlah anak yang kita tambah, sejatinya semua itu adalah tanggung jawab kita, dan bukan kakak kakakanya?

**

"..Tidak pula memakinya dengan makian yang melukai hatinya.."

Adakah ini tentang kita?

Yang ketika kita kurang meluangakan waktu, anak pun mencari perhatian lewat beberapa perilaku. Lalu kita kesal, memberinya beberapa sebutan yang mengecilkan dirinya, mengerdilkan jiwanya, melukai hati kecilnya..

Juga tentang kita yang enggan bertabayun dengan anak sendiri. Terlalu tinggi hati untuk sekedar mencari kloarifikasi kenapa anak melakukan itu dan ini. Lalu terburu memberi justifikasi, bahwa yang anak lakukan adalah salah.. salah.. dan salah..

**

"Allah merahmati ia yang membantu anakanya agar dapat berbakti kepadanya..," begitu Rasulullah berkata.

Karena bakti ini urusan hati. Perkara kedekatan emosi. Ini tentang intimasi..

Sebesar apapun kekayaan anak kita nanti. Setinggi apapun karirnya. Kalau hatinya gak bertaut dengan hati kita, sulit diharapkan baktinya muncul secara sukarela..

Tetapi anak anak yang disayangi dengan tulus tanpa pamrih. Akan memiliki energi yang sama untuk berbakti kepada orang tua mereka.

Bakti yang tanpa perlu disuruh. Tanpa butuh diminta. Sebab hati mereka sudah dipenuhi dengan cinta pada Ayah Ibunya..

Bakti anak bukan sesuatu yang terberi. Tapi dibeli.

Dengan kesungguhan mendidik, dengan memberi yang terbaik, dengan cinta tak bersyarat, dengan mengasihi tulus tanpa putus..

Anak yang lekat hatinya dengan Ayah Ibunya, akan selalu hadir hingga masa tua kita tiba.

Dan mereka akan perlakukan kita, persis.. sebagaimana kita perlakukan mereka di masa kecilnya..

Jayaning Hartami

TANYA JAWAB

Q : Bagaimana jika orang tua menganggap kalau mereka telah memberikan dan mendidik yang terbaik untuk anakanya, namun ternyata itu cara yang salah dan malah membuat anak nya menjadi tertekan. Bagaimana dengan kondisi seperti itu bund? Apa yang bisa sampai kan ke orang tua itu tadi
A : Pendidikan seperti apa yang buat tertekan itu contohnya? Kita harus memahami setiap jaman beda generasi.
Contoh
Jaman bunda dulu, bapak bunda sangat streng dengan yang namanya sholat, ngaji dan pergaulan. Bunda boleh main puas tapi waktu nya adzan harus pulang. Abis ashar harus ke langgar/musholla untuk ngaji, dan gak ada ceritanya main sama temen cowok/laki. Itu berlaku dari SD sampek SMA.
Kebayang gak rasa tertekan dan merasa pendidikan orang tua kok kolot banget. Sementara temen-temen bunda dengan mama dan papanya bisa cerita apapun tanpa ada yang perlu disembunyikan.
Dulu ketika belum jadi orang tua benar-benar merasa sedih seakan orang tua itu gak banget, gak gaul dll. Tapi seiring waktu, ketika bunda mulai kenal kajian rutin memahami betapa berat nya tugas seorang qawwam yang harus menjadikan dirinya jembatan buat anak istrinya masuk ke dalam jannah itu sungguh tak mudah.
Dari situ bunda baru menyadari kenapa sikap ayah begitu keras menjaga 6 anak perempuannya. So...tak ada pola asuh yang sempurna, karena orang tua smpurna pun pernah mengalami trial by error dalam proses menemukan pola asuh yang pas untuk keluarganya

Q : Bagaimana jika sudah terlanjur tidak terbentuk kedekatan emosional itu tadi sampai si anak dewasa? Maka bagaimana cara anak berbakti dengan hatinya?
A : Seorang tetap harus menyadari bahwa ia terlahir bukan dari batu. Ada perjuangan dan taruhan nyawa ibu, ada ayah yang berjuang mencari nafkah. Jika bonding belum terbentuk teruslah asah hati dengan terus banyak mengabdi. Bukan kah sering memberi hadiah bisa mendekatkan hati? Berikan hadiah sekiranya orang tua butuhkan. Mohon sama Allah untuk mengabdi pada beliau, bukankah ada artikel yang bahas pintu syurga itu ada pada orang tua kita?

Q : Bagaimanakah sebaikanya pola asuh pada anak laki-laki yang kelak akan menjadi Qawwam bagi keluarganya? Namun disisi lain Ia juga akan tetap menjadi insan yang lembut kepada orang tuanya terutama ibundanya? Mohon bimbingannya Bunda... jazaakillah khoir..
A : Bukan kah rasul juga laki-laki dan seorang umar yang syetan aja takut mau lewat jln klo ada umar mau lewat, tapi umar begitu sabar mendengar istrinya ngomel, beliau diam dan membantu mengurus keluarga?
Mendidik anak laki-laki dengan nilai islam itu luar biasa. Mereka akan tampil menjadi pemimpin sejati mental baja jiwa ksatria. Tapi hatinya akan lembut pada saudara wanita dan ibunya. Pun istri dan anak wanitanya.
Contoh nya saat bunda kecengklak di betis kiri, buat jalan masyaAllah sakit luar biasa gak bisa berdiri klo gak di berdiriin.
Anak bunda 3. Laki semua. Saat itu mereka liburan pondok. Ketika adzan terdengar mereka buru2 ke masjid trus pulang segera. Izzddn pegang tangan kann bunda fzn yang kiri. Mereka berdiriin bunda pelan. Turun tangga fzn turun duluan izzddn jaga di belakang bunda. Dianterin wudhu ke toilet. Pintunya gak boleh di kunci. Tapi mereka pegangi dari luar. Selesai wudhu bunda di papah naik. Fzn tahan tubuh bunda karena izzddn menggelar sajadah. Mukena di pasangin. Sholat di tungguin, selesai sholat bunda di papah ke tempat tidur, trus ditanya " ibu pengen mkan apa? Aku beliin sekarang..."
Itu sekedar contoh saja. Bahwa jika nilai islam dibiasakan pada anak maka dia akan menerapkannya. Tentunya dia akan melihat contoh...bagaimana sikap kita sebagai orang tua pada neneknya dari pihak ibu dan bapak nya. Klo kita tulus pada mertua dan orang tua maka anak kita akan melakukan hal yang sama kelak pada kita.

Alhamdulillah, kajian kita hari ini berjalan dengan lancar. Semoga ilmu yang kita dapatkan berkah dan bermanfaat. Aamiin....

Segala yang benar dari Allah semata, mohon maaf atas segala kekurangan. Baiklooah langsung saja kita tutup dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyakanya dan do'a kafaratul majelis:


سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika

“Maha Suci Engakau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”



Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Post a Comment

Ketik Materi yang anda cari !!