Rekap Kajian Online
HA Ummi G1 & G6
Hari/Tgl: Rabu, 5
September 2018
Materi: Pendidikan
Anak Ala Ibrahim
NaraSumber: Ustadz
Robin
Waktu Kajian: 12.30
- 14.40
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Bag.1
Di antara metode
pendidikan anak yang dicontohkan manusia pilihan langit diceritakan dalam
cuplikan kisah berikut:
"Maka tatkala
anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim
berkata: 'Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab: 'Hai bapakku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar'."[QS. As-Shaffat: 102]
Mimpi para Nabi as,
berdasarkan Aqidah Islam adalah bagian dari wahyu. Sehingga menjadi kewajiban
bagi para Nabi as untuk melaksanakannya.
Namun, lihatlah
bagaimana Ibrahim as mengkomunikasikan kewajiban ilahiah ini kepada anaknya;
".. Maka
pikirkanlah, apa pendapatmu? "
Sebuah dialog,
bahkan ketika kontennya adalah sesuatu yang sangat prinsip; wahyu Allah.
Inilah salah satu
metode pendidikan anak yang sangat penting. Mengajaknya dialog.
Jika Ibrahim as
masih membuka dialog dengan anaknya bahkan untuk konten yang sangat prinsipil
sekalipun, maka dialog dalam konten yang di luar itu tentu lebih digalakkan.
Maka tidak tepat,
bila orang tua memaksakan keinginannya begitu saja dalam pendidikan anak.
Misalnya;
"Pokoknya ga
boleh jajan sembarangan"
Kalimat seperti ini
hendaknya diubah menjadi;
"Nak, menurut
Bunda jajan sembarangan itu tidak sehat. Bagaimana menurutmu?"
Atau kalimat:
"Awas kalau ga
ngaji ya!"
Hendaknya diubah
menjadi:
"Nak, Allah
yang menciptakan kita sangat suka jika kita mengaji, maka bagaimana
menurutmu?"
Dst.
Dialog, memang
terkesan melelahkan dan memakan waktu lebih lama dibanding perintah satu arah.
Tapi jangan-jangan,
perintah satu arah justru menghabiskan waktu lebih lama, karena tidak
menumbuhkan pemahaman pada anak, sehingga perlu diulang-ulang terus. Apalagi
kalau perintahnya sambil marah dan memicu cek-cok mulut, malah lebih
melelahkan.
Maka pikirkanlah,
apa pendapatmu, wahai para orang tua.
Wallahu a`lam
===
Bag. 2
Ternyata, Ibrahim as
termasuk ayah yang jarang hadir dalam time line hidup anaknya; Ismail as.
Sejarah mencatat,
setelah meninggalkan Ismail yang masih bayi di gurun Mekkah, Ibrahim as kembali
ke Palestina untuk melanjutkan tugas dakwahnya.
Tidak adanya mobil,
kereta apalagi pesawat pada masa itu, membuat Ibrahim as tidak mudah untuk
bolak balik menengok perkembangan buah hatinya.
Ulama menjelaskan
bahwa Ibrahim as baru menengok Ismail lagi ketika dia sudah mulai baligh, dan
saat itulah terjadi peristiwa fenomenal penyembelihan yang kita teladani sampai
sekarang. Setelah itu, Ibrahim as kembali pada pekerjaannya di Palestina.
Total, sebagian
ulama menjelaskan, Ibrahim as hanya 4 kali ke Mekkah sepanjang time line hidup
Ismail as.
Pertanyaannya,
bagaimana bisa, kehadiran Ayah yang jarang-jarang seperti itu membentuk anak
sholih seperti Ismail? Bahkan menjadikan Ismail as sebagai founding father
peradaban arab yang menjadi pilihan Allah untuk menurunkan rahmatan lil
`alamin`?
Ulama menjawab, peran
Ibunda Hajar, yang begitu baik membersamai sang anak memang tidak bisa
dikesampingkan. Namun, di antara kunci terbesar kesholihan Ismail as adalah:
kesholihan Sang Ayah yang luar biasa.
Para ulama berdalil
dengan firman Allah swt:
إِنَّ وَلِيِّيَ اللَّهُ الَّذِي نَزَّلَ الْكِتَابَ
ۖ وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِينَ
"Sesungguhnya
waliku ialahlah Yang telah menurunkan Al Kitab (Al Quran) dan Dia menjadi wali
orang-orang yang saleh."(QS. Al-A'raf: 196)
Ketika seorang Ayah,
istiqomah dalam kesholihan saat harus meninggalkan keluarganya, maka Allah akan
menjadi Wali bagi urusan keluarganya, Wali bagi pendidikan anak-anaknya.
Inilah di antara
pendidikan anak ala Ibrahim as: kesholihan Ayah.
Sebagian ulama salaf
berkata:
إِنِّيْ
َلأَعْصِي اللَّهَ فَأَعْرِفُ ذَلِكَ فِي خُلُقِ امْرَأَتِيْ وَدَابَّتِيْ
"Sungguh,
ketika bermaksiat kepada Allah, maka aku mengetahuinya dari perilaku buruk
istriku dan hewan tungganganku."
Maksudnya adalah;
dosa-dosa mereka bahkan, telah membuat hewan tunggangan yang fitrahnya patuh
pada tuannya pun sulit dikendalikan.
Ini adalah sindiran
keras bagi para Ayah, untuk menjaga kesholihan mereka, ketika mereka sedang
tidak hadir dalam time line keluarganya.
Jagalah sholat
jamaah ketika bekerja, usahakan mengaji di sela waktu istirahat, jangan mata
keranjang mentang-mentang tidak ada istri, apalagi dugem sebagai alasan pelepas
lelah, dst.
Jagalah syariat
Allah ketika keluar rumah, maka Allah akan menjaga keluarga kita di rumah.
Maka pikirkanlah apa
pendapatmu, wahai para Ayah!
Allahul musta`an
==========
TANYA JAWAB
T: Assalaamu'alaikuum
ustadz, kalau untuk timeline beliau yang jarang mengiringi saja sungguh luar
biasa, bagaimana bagi para lelaki yang selalu ada tetapi anak menjadi was was
kalau di dekatnya? seperti saya sampai saat ini, papa saya selalu meminta saya
untuk bekerja, ketika bertanya bagaimana pendapat saya, saya jawab saya ingin
dirumah sementara waktu, tapi beliau berpikir kalau dirumah tidak menghasilkan,
dan tetap ada "rasa" keharusan dijalankan yang diminta itu dan itu
berlaku di kedua adek saya. Padahal sepemahaman saya (mohon maaf kalau keliru)
ketika saya menikah, berarti kewajiban saya adalah patuh terhadap suami lebih
dulu ya ustadz. Suami saya terkadang tidak berani menolak dari papa karena
menganggap membantah orang tua itu tidak baik. Kemudian bagaimana menyikapi hal
seperti itu? Bersikap ke papa atau menyarankan suami bagaimana bersikap kepada
beliau?
J: Coba persuasikan ke
papa bagaimana menjadi ibu rumah tangga yang produktif. Menghasilkan anak-anak
yg luar biasa, buat program-program yg baik. Manfaat ketika di rumah dan bahaya
ketika anak-anak ditinggal misalnya. Atau cari pekerjaan yang tetap bisa
menjadikan kerjan rumah tangga tdk terlantar. Jangan dibenturkan antara suami
dan papa. Tapi coba cari jalan tengah. Dakwahkan dengan baik. Buktikan secara
profesional program-program usulan kita.
T: Afwan ijin bertanya
ustadz. Jika melihat hikmah perjalanan Nabi Ibrahim Alaihissalam dan Nabi
Ismail Alaihissalam, keberadaan ayah ditiadakan dengan maksud agar Allah saja
yang secara langsung mendidik Nabi Ismail Alaihissalam, pun dengan kisah hidup
Nabi Muhammad ﷺ
yang yatim sejak kecil dipelihara Kakek beliau. Lalu bagaimana dengan anak
korban perceraian ustadz, saat ini banyak kasus perebutan hal asuh anak,
padahal anak bisa memilih orang tua mana yang nyaman bagi dia? Sedangkan para
orang tua yang bercerai sibuk memenangkan ego demi kepentingan masa depan anak.
J: Sekilas pendapat
para Ulama seperti Ibnu Qudamah, Ibu Taymiyah, Ibnu Qoyyim:
1. Jika anak-anak
belum akil (cukup bisa berfikir) yang mengasuh adalah ibunya, karena ibu lebih
menyayanginya, lebih memahaminya dan seterusnya. Dalilnya adalah hadits
Rasulullah Bahwa seorang datang kepada Rasulullah mengadukan bahwa suaminya
telah menceraikannya dan ingin mengambil anaknya maka Rasul mengatakan engkau
lebih berhak selama belum menikah (HR Abu Dawud, dan Ahmad)
2. Jika anak-anak
sudah cukup bisa berfikir (akil) maka mereka diberikan hak untuk memilih.
3. Kapan mereka
dinggap bisa berfikir, ada yang mengatakan usia tujuh tahun sudah cukup
berfikir.
4. Jika anak memilih
ayahnya maka siang malam ditempat ayahnya dan ayahnya tidak boleh
menghalang-halangi ibunya untuk menjenguknya kapanpun dia mau.
5. Dalam kondisi
dimana anak menjatuhkan pilihan bersama ibunya maka sebaiknya ia bermalam terus
ditempat ibunya dan siangnya bisa saja bersama ayahnya untuk mendapatkan hak
pendidikan.
6. Semua biaya yang
harus dikeluarkan untuk kehidupan anak-anak itu ditanggung semuanya oleh suami
7. Bagi pihak yang
mendapatkan hak asuh tidak boleh menghalang-halangi pihak yang tidak
mendapatkan hak asuh untuk bertemu anaknya kecuali dengan alasan yang dapat
dibenarkan oleh syariah, misalnya takut adanya pengaruh buruk karena
kemaksiatannya misalnya.
8. Seorang ibu yang
sejatinya mendapatkan hak asuh sewaktu anak belum akil (bisa berfikir) bisa
saja kehilangan hak asuh jika ia adalah hamba sahaya, kafir, banyak berbuat
dosa, dan menikah dengan orang lain.
9. Dalam kasus dimana
terjadi perselisihan seperti yang bapak sampaikan sebaiknya ditempuh dengan
jalan musyawarah, dan sampaikan semua hal yang kami sebutkan di atas. Tetapi
jika tidak ada jalan keluar maka lebih baik menggunakan jalur pengadilan agar
semuanya mendapatkan keputusan yang adil.
Demikianlah.
T: Assalamu'alaikum
ustadz. Apakah hukumnya jika ayah kandung tidak menafkahi anaknya (karena orang
tua bercerai sang anak tinggal dengan ibunya) dan sang ayah lebih fokus kepada
keluarganya yang baru?
J: Secara umum Ayah
wajib menafkahi anaknya walaupun sudah bercerai. Jika tidak dilakukan maka
melanggar kewajiban.
T: Apakah bisa dituntut
ustadz? Dan tanggung jawabnya kepada anaknya bagaimana ustadz?
J: Hidup bukan masalah
tuntut menuntut atuh..mau lapor polisikah? Ya, kalau mau dituntut silahkan
saja. Tapi kalau hati tidak lapang, bisa menambah beban hati kita. Merasa ada
hak kita yang tidak diberikan. Padahal rizki Allah jauh lebih besar, dan bukan
mantan suami penentu rizki anak kita.
T: Assalamualaikum
ustadz, apakah anak nikah siri yang sudah bercerai masih dinafkahi ayahnya
ustadz?
J: Kalau sirinya sah
sesuai syariat, maka hukumnya tetap, nafkah ayah terhadap anak hukumnya wajib.
T: Assalamualaikum ijin
bertanya tentang innerchild. Katanya kalau kita belum memaafkan kesalahan orangtua
dimasa lalu, maka saat kita mendidik anak kita dimasa ini tidak akan jauh
berbeda dengan orangtua mendidik kita dulu. Bagaiamana ya agar kita dapat dgan
ikhlas memaafkan kesalahan-kesalahan orangtua. Karena saat kita ingat lagi atas
perlakuan orgtua kepada kita, rasanya sakit hati sekali.
J: Ingat bahwa kita
hidup karena orangtua kita. Bisakah kita balas nyawa yang kita dapatkan atas
perantara orangtua tersebut? Tidak mungkin kan kita melahirkan orang tua? Jadi
ingatlah bahwa apa yang kita terima dari orangtua jauh lebih besar daripada
sakit hati kita atas perbuatan mereka.
T: Izin bertanya
ustadz, terkadang dalam mendidik anak peran ibu terkesan lebih banyak, padahal
si ayah juga sama, hanya karena kesibukan dengan pekerjaan jadi terkesan hanya
sedikit. Namun jika ada sikap anak, justru ayah menyalahkan ibu yang salah dalam
mendidik atau kadang ada juga yang menyalahkan nenek kakek, misalnya si anak
nàkal dan susah di ingatkan, ada orang tua yang mengatakan, itu seperti
kakeknya dulu, atau sama seperti pamannya. Bagaimana menyikapi orang tua yang
berpikiran seperti itu?
J: Jangan menunjuk
orang lain. Tunjuk diri sendiri sajalah. Lihat kekurangan pribadi. Lebih
gampang mengubah diri sendiri daripada mengubah orang lain.
T: Assalamualaikum
Ustadz. Jika ayah tidak bisa atau belum bisa atau belum dapat hidayah untuk
istiqomah dalam kesholihannya apa yang harus dlakukan seorang ibu agar anak-anak
tetap dalam fitrahnya, patuh pada kedua orangtua? Terimakasih.
J: Istghfar, doakan
ayahnya, doakan anaknya. Doakan dirinya sendiri agar Allah kuatkan dalam
istiqomah. Jaga kedekatan ibu dan anak. Jaga kedekatan suami dan istri. Kalau
istrinya terus memperbaiki diri, dengan kedekatan itu maka perbaikan diri
istri, kesholihan istri akan menular ke anak dan suaminya. Insya Allah.
T: Ustadz, bila
seorang istri merasa kurang dalam nafkah yang di beri suami, hingga membuatnya
ingin bekerja, meski suami mengizinkan tapi sebenarnya tidak ikhlas, sampai
suatu saat suami sakit-sakitan dan akhirnya wafat, karena melihat perubahan
penampilan istri yang smakin tidak membuat nyaman. Juga mengatakan pada anak, bahwa
ayah hanyalah benàlu di rumah. Berdosakah istri yang seperti itu? Merasa
bersalahnya ke suami bagaimana ustadz?
Dan kita sebagai orang yang
dekat, bagaimana cara menginggatkannya ustadz, karena menurutnya yang dia
lakukan adalah benar.
J: ibu sudah tahu
jawabannya lah. Ada merasa bersalahnya? di cerita di atas? kalau merasa
bersalah, taubat, ya semoga Allah terima. Allah Maha Penerima Taubat. Ddoakan
saja dulu. Sseseorang, melakukan suatu dosa pasti ada latar belakangnya. Mungkin
jauh dari pengajian, mungkin salah buku bacaan, mungkin lingkungan selama ini
dll. Apakah bisa kita ubah pola pikir yang sudah bertahun ada di kepalanya dengan
1-2 nasihat? Saran saya, ajak pengajian saja dulu. Ajak belajar tauhid dulu,
ajak sholat khusyu dulu, ajak ikut tahsin dulu.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Kita tutup dengan
membacakan hamdalah..
Alhamdulillahirabbil'aalamiin
Doa Kafaratul Majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك
أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya
Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah
melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Wassalamu'alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh
================
Website: www.hambaAllah.net
FanPage: Kajian On line-Hamba Allah
FB: Kajian On Line - Hamba Allah
Twitter: @kajianonline_HA
IG: @hambaAllah_official
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment