Kajian Online WA Hamba الله SWT
Rabu, 12 April 2017
Rekapan
Grup Bunda G5
Narasumber : Ustadz Ahabba
Tema : Kajian Islam
Editor : Rini Ismayanti
Dzat
yang dengan Kebesaran-Nya, seluruh makhluk menyanjung dan mengagungkan-Nya...
Dzat
yang dengan Keperkasaan-Nya, musuh-musuh dihinakan lagi diadzab-Nya...
Dzat
yang dengan Kasih dan Sayang-Nya, kita semua mampu mengecap manisnya Islam dan
indahnya ukhuwah di jalan-Nya, memadukan hati kita dalam kecintaan kepadaNya,
yang mempertemukan kita dalam keta'atan kepadaNya, dan menghimpunkan kita untukuk
mengokohkan janji setia dalam membela agamaNya.
AlhamduliLlah...
tsumma AlhamduliLlah...
Shalawat
dan salam semoga tercurah kepada tauladan kita, Muhammad SAW. Yang memberi arah
kepada para generasi penerus yang Rabbaniyyah bagaimana membangkitkan ummat
yang telah mati, memepersauntukan bangsa-bangsa yang tercerai berai, membimbing
manusia yang tenggelam dalam lautan sayaahwat, membangun generasi yang tertidur
lelap dan menuntukun manusia yang berada dalam kegelapan menuju kejayaan,
kemuliaan, dan kebahagiaan.
Amma
ba'd...
Ukhti
fillah sekalian. Agar ilmunya barokah, maka alangkah indahnya kita awali dengan
lafadz Basamallah
Bismillahirrahmanirrahim...
MENGUBAH
PARADIGMA POLITIK
Melalui tulisan
ini, saya hanya ingin berbagi ilmu yang telah saya pelajari. Mencoba mengajak
untuk bersama mulai membangun kecerdasan politik, memahami arti politik yang
sebenarnya, dan mengubah paradigma tentang politik itu sendiri.
“Politik itu
kotor”, begitulah kebanyakan orang menilai politik. Bukan begitu??
Bahkan banyak
umat muslim saat ini yang memiliki paradigma seperti itu, menganggap politik
adalah sesuatu yang tidak diperlukan dalam agama. Perlu kita ketahui ternyata
pemikiran “politik itu kotor” adalah sebuah mitos yang sengaja
digembar-gemborkan untuk menghancurkan mentalitas politik umat Islam, sehingga
kita umat Islam sendiri enggan untuk menjamahnya. Padahal politik adalah sarana
dakwah, alat strategis untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan umat.
Kekeliruan dalam
menilai politik bisa jadi dikarenakan tidak luasnya pemahaman kita tentang
politik itu sendiri. Dulu, saya pun tak mengerti jika bertemu kata “politik”,
yang langsung terpikirkan hanyalah partai. Dan kebanyakan orang menganggap partai
hanyalah tempat untuk memperebutkan kekuasaan semata. Namun setelah mempelajari
lebih dalam tentang apa itu politik, akhirnya saya menyadari betapa sempit
sekali pemikiran saya tentang politik.
Jadi, apa
sebenarnya politik itu?
Politik secara
bahasa artinya kebijaksanaan, siasat, atau cara bertindak. Sadar atau tidak,
dalam setiap kehidupan, kita sedang berpolitik. Ketika kita sedang lapar lalu
berusaha mendapatkan makanan dengan memasak, ketika kita sedang belajar bersama
untuk ujian, ketika sebuah tim melakukan latihan untuk perlombaan, sesungguhnya
saat itu kita sedang berpolitik, saat itu kita sedang bersiasat, bertindak,
mengatur strategi untuk bisa mendapatkan apa yang diinginkan. Artinya bahwa
sebenarnya kita semua adalah seorang politisi loh. Lebih tepatnya politisi
dalam arti luas. Karena dalam arti sempit politisi memang dimaknai banyak orang
adalah ketika seseorang mengikuti politik yang tersedia dalam institusi negara,
seperti lewat partai politik, ormas, atau LSM.
Jadi, pada
dasarnya setiap kita adalah politisi dalam arti luas. Pilihan-pilihan
salurannya bisa berbeda-beda. Bisa di partai politik, LSM, ormas, bahkan
mungkin hanya di arisan ibu-ibu, warung makan, kelompok belajar, atau Club olah
raga.
Lalu, apa
hubungan politik dengan dakwah Islam? Kenapa seorang muslim seharusnya “melek”
dengan politik?
Jika di awal
tadi saya menulis bahwa politik sebenarnya adalah sarana dakwah, alat strategis
untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan umat, maka inilah alasannya;
Dakwah adalah
menyeru kepada kebajikan, dan mencegah keburukan. Lalu politik adalah
kebijaksanaan, strategi atau cara bertindak. Dilihat dari artinya sendiri,
antara dakwah dan politik tidak dapat dipisahkan. Dalam berdakwah pastinya
dibutuhkan strategi. Untuk mengajak orang mengerjakan kebaikan, untuk
menciptakan keadilan, untuk menjadikan musuh takluk, untuk memenangkan dakwah
Islam dan membangun kembali kepemimpinan Islam itu semua membutuhkan cara,
siasat, strategi agar semua itu dapat tercapai.
Pada masa
Rasulullah pun terjadi perpolitikan. Setiap peperangan yang terjadi di masa
itu, semua dilaksanakan dengan strategi, dengan politik. Masih ingatkah kisah
perang Khandaq? Di mana pasukan musuh ketika itu berencana mengepung umat
muslim di Madinah dan akan menyerang secara tiba-tiba. Namun, rencana itu
terdengar oleh kaum muslimin, dan akhirnya Rasulullah bermusyawarah dengan para
sahabat untuk mengatur strategi. Saat itu seorang sahabat yang bernama Salman
Al-Farisi berkata “wahai Rasulullah dulu jika kami orang-orang Persia sedang dikepung
musuh, maka kami membuat parit di sekitar kami”. Ini merupakan langkah yang
bijaksana yang sebelumnya belum dikenal orang-orang Arab. Maka Rasulullah dan
para sahabat segera melaksanakan rencana tersebut untuk menggali parit
sepanjang empat puluh hasta. Itulah salah satu bentuk kebijaksanaan, strategi
yang dilakukan Rasulullah dan para sahabat. Masih banyak lagi
peperangan-peperangan dan aspek kehidupan di zaman Rasulullah yang tidak lepas
dari politik. Seperti perang mu’tah, perjanjian Hudaibiyah dan lain lain, bisa
lebih banyak lagi didapat kisah-kisahnya dengan membaca sirah nabawiyah.
Sekarang
bagaimana dengan politik partai atau kekuasaan yang saat ini banyak diragukan
dan enggan dijamah?
Perlu digaris
bawahi bahwa politik Islam adalah berpihak pada kebenaran. Memang tak semua
perpolitikan baik. Karena itu banyak ditemui hal-hal buruk mengenai politik
kekuasaan ini. Nah, jika kita sudah melihat sendiri banyak di luar sana
orang-orang yang mencari kepentingan di luar Islam untuk bisa menduduki kekuasaan,
apakah kita akan diam saja? Apakah kita bisa mengubah kebijakan-kebijakan
mereka dengan status “rakyat biasa”?
Jika memang
politik partai dan kekuasaan adalah strategi dan cara yang harus diambil untuk
mencapai kemenangan dakwah, untuk mewujudkan cita-cita umat, maka hal itu
menjadi suatu yang wajib, sebagaimana menurut kaidah ushul fiqih: “apabila
suatu kewajiban tidak dapat dilaksanakan secara sempurna tanpa adanya sesuatu
yang lain, maka pelaksanaan sesuatu itu hukumnya juga wajib”. Karena mewujudkan
cita-cita umat, menciptakan kemashlahatan umat adalah suatu kewajiban, maka
cara politik partai dan kekuasaan menjadi wajib. Tanpa kita terjun ke
pemerintahan, maka kita tidak bisa mengatur kebijakan dan hukum di negara kita
ini.
Kita bisa lihat
beberapa penjelasan beberapa Imam ulama tentang hal ini,
Menurut ibnu al
Qayyim:
“Politik adalah
aktivitas yang memang melahirkan maslahat bagi manusia dan menjauhkannya dari
kerusakan, walau pun belum diatur oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
dan wahyu Allah pun belum membicarakannya.”
“Maka, tidaklah
dikatakan, sesungguhnya politik yang adil itu bertentangan dengan yang
dibicarakan syariat, justru politik yang adil itu bersesuaian dengan syariat,
bahkan dia adalah bagian dari elemen-elemen syariat itu sendiri. Kami
menamakannya dengan politik karena mengikuti istilah yang mereka buat. Padahal
itu adalah keadilan Allah dan Rasul-Nya, yang ditampakkan tanda-tandanya
melalui politik.”
Jadi, setiap
cara apapun yang dapat melahirkan keadilan maka itu adalah bagian dari agama
dan tidak bertentangan dengannya.
Menurut Imam
Syahid Hasan Al-Banna:
“sesungguhnya
seorang muslim tidak sempurna keislamannya kecuali jika ia politisi,
pandangannya jauh ke depan terhadap persoalan umatnya, memperhatikan, dan
menginginkan kebaikan.” Dengan kata lain, Syumuliatul Islam menuntut amal
politik.
Dan pada
intinya…
Seorang muslim
harus “melek” politik. Jangan sampai terbawa mitos dan ragu terhadap politik,
karena mitos itu bisa jadi sengaja dibuat agar umat muslim ragu untuk berpolitik.
Mereka yang di luar Islam ingin membuat umat Islam tidak bekerja keras
memikirkan masyarakat bahkan dirinya sendiri, menjadikan kita orang-orang yang
menerima dan iya-iya saja terhadap kezhaliman, kepemimpinan yang tidak adil,
dan ketertindasan yang menimpa kita.
Seorang muslim
yang baik tidaklah memisahkan antara Islam dan politik. Ia tidak terdoktrin
dengan mitos “politik itu kotor”. Karena sesungguhnya setiap kita adalah da’i
dan setiap da’i adalah politisi. Kita dituntut terampil dalam mengatur
strategi, cara dan metode yang tepat dalam menyampaikan kebaikan kepada seluruh
lapisan masyarakat.
Wallahualam
bisshawab…
Mungkin hanya
sedikit pengetahuan yang saya miliki dari membaca buku, mengikuti kajian, dan
pengalaman berorganisasi selama ini. Berharap dapat menjadi awal mula membuka
wawasan kita terkait politik.
Semoga
Bermanfaat…
Sumber:
dakwatuna.com
TANYA JAWAB
Q : Ustadz mau
tanya,,, bagaimana dengan suatu kaum yang anti politik tapi mau membuat suatu
yang didalamnya memang memerlukan (politik),,,akankah bisa terlaksana cita-cita
suatu kaum ini tanpa ber(politik)?
A : Kaidah ushul
fiqih: “apabila suatu kewajiban tidak dapat dilaksanakan secara sempurna tanpa
adanya sesuatu yang lain, maka pelaksanaan sesuatu itu hukumnya juga wajib”.
merujuk kaidah
ini maka cita-citanya tidak akan bisa terlaksana. Sederhananya, tidak akan
kenyang jika kita tidak mau makan
Q : Sepertinya
hingga sekarang paradigma "politik itu kotor" sudah melekat ustdz
karena pada
kenyataannya.. Masih banyak sekali kecurangan dan korupsi yang rela berbondong
bondong menerima uang.. Bagaimana menyikapi Hal tersebut Ustdz..?
Apakah Kita
turut berdosa padahal tidak memiliki mereka ?
A : Ini adalah
hasil jika kita memahami dan membenarkan "politik itu kotor". karena
akhirnya "orang baik" akan menghindar. maka jika bukan orang baik
yang penjadi pemeran maka, orang-orang baik ini akan jadi penonton. yang
sekarang barangkali sedang kita tonton.
Tidak berdosa
jika orang yang kita pilih ternyata dikemudian hari korupsi, karena itu adalah
dosa pribadi orang tersebut. Misal juga tidak berdosa setelah menunjuk imam
dalam sholat, tetapi sang imam batal dalam sholat (kentut) tetapi tetap lajut
sholatnya.
Q : Ustadz, mau
nanya, di dalam Al Qur'an politiknya rasulullah yang saya tahu adalah dengan
musyawarah. Nah bagaimana dengan kondisi sekarang ini yang menurut saya sudah
kebablasan, musyawarah hampir tidak Ada, bahkan politik kita rasanya nyaris
berkiblat di negara kapitalis. Bagaimana dengan itu semua ustadz, dan apa yang
harus kami lakukan agar Islam tetap Jaya di Indonesia ini.
A : Maka jangan
alergi dengan kata "politik" dan harus melek politik
Q : Kemarin sempat
nonton tv. Ada statement dari calon yang itu tuh yang lagi heboh di DKI
"jangan mencampuradukkan politik dengan agama" .
Padahal ideal
nya segala urusan hidup harus diiringi nilai agama. Bagaimana menyikapi
komentar orang di sekitar kita yang berpikir bahwa "benar juga tuh politik
sama agama jangan digabung". Maksud hati mencoba meluruskan malah bisa
jadi dibully kalau salah penggunaan kata yang pas dan tidak menyinggung dengan
kata-kata yang bermaksud menggurui gitu ustadz.
#maafcurhat
A : Menyampaikannnya
juga harus pake politi (dapat di artikan dengan cara yang baik/tepat) berhubung
sedang membahas politik, jadi istilah politik dalam artian luas kita pakai
saja. Sadarkan sejangkauan tangan yang bisa kita sadarkan. dan bolehjadi
diamkan saja jika itu yang paling tepat untuk dilakukan.
Q :
Ustadz...negara kita tidak bersyariat Islam, hukumnya pun bukan hukum Islam,
walaupun penduduknya mayoritas Islam. Kalau kita bersikap apatis terhadap
perpolitikan sekarang ini, bukankah kita bisa saja dipimpin orang sekuler,
orang anti Islam bahkan orang kafir. Yang ujungnya orang2 tsb semakin
menyudutkan Islam. lalu.. bagaimana seharusnya sikap dan tindakan kita dalam
masalah ini Ustadz..?
A : Sepakat.
Sekarang yang bisa kita lakukan adalah yuk melek politik, jangan alergi dengan
kata politik.
Q : Meleknya
politik gimana ustadz, wong sekarang aja kalo pileg sama pilkada banyakan
"npwp " ( nomer piro wani piro ) alias pakai duit
A : Ini salah
satu ikhtiar kita. setelahnya pasrahkan semuanya pada Allah yang mengatur semua
kejadian.
selektif dengan
pilihan nomornya. dikasih duit ya diambil saja, dipilih atau tidak tetap harus
di berdasarkan data yang sumbernya bisa dipercaya. intinya harus pakai politik
(strategi) juga menghadapinya. tolak ukurnya, apakah bertentangan syariat atau
tidak.
wallahu a'lam
Q : Bagaimana
dengan merusak surat suara alias nyoblosin semuanya ustadz? Apakah itu termasuk
golput juga ustadz?
A : Betul.
Golput artinya tidak memilih salah satu paslon, mencoblos semua paslon dalam
satu kertas suara menyebabkan surat suara dikategorikan rusak. Keduanya
sama-sama tidak punya pengaruh terhadap terpilihnya di salah satu paslon.
Q : Jika
pemimpin itu terbukti nyata mendzolimi rakyatnya apakah kita sbagai yang
dipimpin boleh mengambil tindakan tegas untuk menghentikan kedzoliman tersebut
ustadz?
A : Boleh,
Dari Abi Sa’id
Al-Khudri –semoga Allah meridainya– ia mengatakan, aku mendengar Rasulullah
saw. bersabda, “Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka ia harus
mengubah dengan tangannya. Jika ia tidak bisa maka ia harus mengubah dengan
lidahnya. Jika ia tidak bisa maka ia harus mengubah dengan hatinya. Dan itu
adalah selemah-lemah iman.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan lainnya.)
Q : Bingung
ustazd....sekarang ini . Gimana caranya peran kami ibu-ibu ini agar bisa ikut
berpolitik yang bisa mengangkat derajat ummat islam.
A : Ada banyak
hal bisa dilakukan, berikan bekal kepada anak kita dirumah dengan pemahaman
Islam secara utuh. Ikut berpolitik tidak melulu terlibat langsung dalam
aktifitas politik praktis yg biasanya dilakukan 5 tahunan (pencoblosan).
Memahamkan kepada anak untuk tidak golput dengan mendekatan nilai-nilai ajaran
Islam. Peran ini sangat penting, jangan sampai lingkungan luar rumah lebih
berpengaruh terhadap perkembangan anak daripada lingkungan luarnya (dalam
konteks pengaruh buruk lingkungan luar)
Alhamdulillah,
kajian kita hari ini berjalan dengan lancar. Semoga ilmu yang kita dapatkan
berkah dan bermanfaat. Aamiin....
Segala
yang benar dari Allah semata, mohon maaf atas segala kekurangan. Baiklooah
langsung saja kita tutup dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyakanya dan
do'a kafaratul majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asayahadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha
Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang
haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat
kepada-Mu.”
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment