Kajian Online WA
Hamba الله SWT
Jumat, 19 Januari 2018
Rekap Kajian Grup Bunda G3
Narasumber : Ustadz
Undang
Tema : Kajian Umum
Editor : Rini Ismayanti
Dzat yang dengan Kebesaran-Nya, seluruh makhluk menyanjung dan
mengagungkan-Nya...
Dzat yang dengan Keperkasaan-Nya, musuh-musuh dihinakan lagi
diadzab-Nya...
Dzat yang dengan Kasih dan Sayang-Nya, kita semua mampu mengecap
manisnya Islam dan indahnya ukhuwah di jalan-Nya, memadukan hati kita dalam
kecintaan kepadaNya, yang mempertemukan kita dalam keta'atan kepadaNya, dan
menghimpunkan kita untuk mengokohkan janji setia dalam membela agamaNya.
AlhamduliLlah... tsumma AlhamduliLlah...
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada tauladan kita, Muhammad
SAW. Yang memberi arah kepada para generasi penerus yang Rabbaniyyah bagaimana
membangakitkan ummat yang telah mati, mempersatukan bangsa-bangsa yang tercerai
berai, membimbing manusia yang tenggelam dalam lautan syahwat, membangun
generasi yang tertidur lelap dan menuntun manusia yang berada dalam kegelapan
menuju kejayaan, kemuliaan, dan kebahagiaan.
Amma ba'd...
Ukhti fillah sekalian. Agar ilmunya barokah, maka alangkah indahnya
kita awali dengan lafadz Basmallah
Bismillahirrahmanirrahim...
ISTIQOMAH MENJALANKAN SUNNAH ROSULULLAH
Mengamalkan sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam
merupakan keniscayaan bagi setiap muslim.
Allah menegaskan hal ini dalam firman-Nya,
لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا ٢١
“Sungguh, telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah suri teladan
yang baik, yaitu bagi barang siapa yang mengharap (pertemuan dengan) Allah dan
Hari Akhir, serta banyak mengingat Allah.”
(al-Ahzab: 21)
As-Sunnah bermakna:
– Jalan dan bimbingan Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam, sehingga as-Sunnah meliputi agama Islam secara keseluruhan.
– Amalan yang mandub/mustahab (dianjurkan/disukai).
Dalam pembahasan kali ini
mengamalkan sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam meliputi dua makna tersebut.
Seorang muslim yang senantiasa menjaga pengamalan sunnah-sunnah
Nabi dalam kesehariannya, sebagaimana ia menjaga makanan dan minuman yang
merupakan kebutuhan fisiknya, bahkan penjagaannya terhadap sunnah lebih besar,
dia akan memetik manfaat yang sangat besar.
Al-Imam Ibnu Qudamah rahimahullah
(w. 620 H)
mengatakan,
“Dalam mengikuti sunnah terdapat faedah (antara lain): mendapat
barakah mencocoki syariat, meraih ridha Allah subhanahu wa ta’ala,
diangkatnya derajatnya, mendapatkan kelapangan hati dan ketenangan badan,
membuat setan benci, dan menempuh shiratal mustaqim.”
mengamalkan sunnah-sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi
wassalam akan membuahkan faedah
Di antaranya:
Dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٣١
“Katakanlah (kepada mereka, wahai Muhammad), ‘Jika kalian
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Nabi Muhammad), niscaya Allah
mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.’ Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.”
(Ali ‘Imran: 31)
Pada ayat di atas, Allah menegaskan balasan bagi barang siapa yang
mau mengikuti sunnah Nabishalallahu ‘alaihi wassalam,
dengan firman-Nya,
“niscaya Allah mencintai kalian.”
Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda
bahwa Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حتَّى أُحِبَّهُ
“Barang siapa memusuhi salah seorang wali-Ku, sungguh Aku umumkan
peperangan padanya. Tidaklah hamba-Ku bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada-Ku
dengan suatu (ibadah) yang lebih Aku cintai daripada ibadah/amalan yang Aku
wajibkan atasnya. Senantiasa hamba-Ku bertaqarrub kepada-Ku dengan
ibadah/amalan nafilah hingga Aku mencintainya.”
(HR. al-Bukhari no. 6502, dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Hadits di atas menerangkan bahwa ibadah-ibadah
nafilah merupakan salah satu sebab memperoleh kecintaan dari Allah.
Diterangkan oleh al-Hafizh
Ibnu Hajar rahimahullah (w. 852 H)
bahwa yang dimaksud adalah ibadah-ibadah nafilah yang
terkandung dalam ibadah-ibadah fardhu, melingkupinya, dan melengkapinya
hadits di atas adalah apabila seseorang melaksanakan ibadah-ibadah
fardhu dan senantiasa melaksanakan ibadah-ibadah nafilah, baik berupa
shalat dan puasa sunnah maupun ibadah lainnya, hal ini lebih bisa
mengantarkannya untuk mendapatkan kecintaan dariAllah subhanahu wa ta’ala.
(Lihat Fathul Bari pada hadits no. 6502)
Melaksanakan kewajiban dengan sempurna adalah sesuatu yang
sulit dicapai.
Karena kelemahan yang ada pada seorang hamba, ada saja kekurangan
pada pelaksanaan kewajibannya.
Misalnya, kurang khusyuk dalam shalat fardhu; puasanya terkotori
oleh ghibah,namimah, dan dosa-dosa lainnya; ibadah hajinya masih tercemari
oleh fisq (kefasikan) dan jidal dan masih banyak lagi.
Hal-hal tersebut mengurangi nilai dan pahala ibadah seorang hamba.
Namun, Allah subhanahu wa ta’ala sangat luas rahmat dan
karunia-Nya. Allah menjadikan ibadah-ibadah nafilah (ibadah sunnah)
sebagai penutup berbagai kekurangan tersebut.
Disebutkan dalam hadits,
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمُ الصَّلاةُ، قَالَ: يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلَائِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ: انْظُرُوا فِي صَلَاةِ عَبْدِي، أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا؟ فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً، وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا، قَالَ: انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ؟ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ، قَالَ: أَتِمُّوا لِعَبْدِي فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ، ثُمَّ تُؤْخَذُ الْأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ
Sesungguhnya, amalan manusia yang pertama kali dihisab (dihitung)
pada hari kiamat adalah ibadah shalat. Allah k berfirman kepada para
malaikat dan Allah Mahatahu, “Periksalah shalat hamba-Ku, apakah dia
menyempurnakan shalatnya ataukah ada kekurangan padanya.” Apabila
shalatnya sempurna, ditulis sempurna untuknya. Namun, apabila ada kekurangan,
Allah berfirman, “Periksalah apakah hamba-Ku mempunyai
amalan tathawwu’ (nafilah).
”Apabila dia mempunyai amalan tathawwu’, Allah
berfirman, “Sempurnakanlah amal fardhu hamba-Ku dengan
amal tathawwu’nya.” Selanjutnya, amalan-amalan (fardhu) lainnya pun
diperlakukan demikan.(HR. Abu Dawud no. 863, dari Abu Hurairahradhiyallahu
‘anhu)
Ada keutamaan yang sangat besar bagi orang yang berpegang
pada as-Sunnah, terutama pada masa orang-orang berpaling darinya, dan
orang-orang yang berpegang padanya justru dicela.
Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda
"Sesungguhnya di belakang kalian akan ada hari-hari
kesabaran. Kesabaran pada hari-hari tersebut laksana memegang bara api. Orang
yang beramal (dengan as-Sunnah) pada hari-hari tersebut (mendapat pahala)
sebanding dengan pahala lima puluh orang yang beramal seperti amal
kalian.”
‘Abdullah bin al-Mubarak mengatakan bahwa dalam riwayat selain
‘Utbah ada tambahan, “Ada yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, pahala 50 orang
dari kami (sahabat) ataukah 50 orang dari mereka?’ Nabi menjawab, ‘Bahkan
50 orang dari kalian (sahabat)’.”
(HR. at-Tirmidzi no. 3058, dari Abu Tsa’labah
al-Khusyani radhiyallahu ‘anhu)
“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari kesabaran. Pada
hari-hari tersebut, orang yang berpegang teguh pada agama yang
kalian berada di atasnya mendapatkan
pahala lima puluh orang dari kalian.”
Para sahabat bertanya,
“Wahai Nabiyullah, bukannya lima puluh orang dari
mereka?”
Rasulullah menjawab,
“Bukan, melainkan dari kalian (yakni para sahabat).”
(HR. al-Marwazi dalam as-Sunnah hlm. 9, dari ‘Utbah
bin Ghazwan radhiyallahu ‘anhu. Lihat ash-Shahihah no. 494)
“Dahulu para ulama kita mengatakan, ‘Berpegang teguh pada
as-Sunnah merupakan keselamatan’.”
(HR. ad-Darimi no. 97)
Maksudnya, keselamatan dari segala kesesatan dan kemungkaran. Yang
terbesar adalah keselamatan dari kebid’ahan yang merupakan jembatan menuju
kekufuran!
As-Sunnah itu sebagaimana dikatakan oleh al-Imam
Malik rahimahullah (w. 179 H),
“As-Sunnah itu laksana kapal Nabi Nuh. Barang siapa
menaikinya, selamat; barangsiapa tertinggal darinya, celaka!”
Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
“Barang siapa mencontohkan dalam Islam contoh yang baik, kemudian
diamalkan juga setelah itu (yakni diikuti oleh orang lain), ditulis baginya pahala
seperti pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka
sedikit pun.”
(HR. Muslim no. 1017, dari Jarir bin ‘Abdillah a)
Bersatu di atas prinsip mengamalkan as-Sunnah akan
mencegah terjadinya perselisihan yang mengantarkan kepada permusuhan dan
kebencian. Oleh karena itu,ahlus sunnah sangat jauh dari perpecahan.
Sebaliknya, di kalangan ahlul bid’ah, yang sangat tampak adalah perpecahan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah (w. 728 H)
mengatakan, “Bid’ah itu senantiasa diiringi perpecahan, sebagaimana as-Sunnah
senantiasa diiringi persatuan.” (al-Istiqamah I/42)
Ibrahim bin Yazid at-Taimi rahimahullah
(w. 92 H)
pernah berdoa
اللَّهُمَّ اعْصِمْنِي بِدِيْنِكَ وَبِسُنَّةِ نَبِيِّكَ مِنَ اْلاِخْتِلاَفِ فيِ الْحَقِّ، وَمِنَ اتِّبَاعِ الْهَوَى، وَمِنْ سُبُلِ الضَّلاَلَةِ، وَمِنْ شُبُهَاتِ الْأُمُورِ، وَمِنَ الزَّيْغِ وَالْخُصُومَاتِ
“Ya Allah, lindungilah aku dengan agama-Mu dan sunnah Nabi-Mu dari
perselisihan dalam al-haq, dari mengikuti hawa nafsu, dan dari jalan-jalan
kesesatan, perkara-perkara syubhat, penyimpangan, dan perdebatan.”
(Lihat al-I’tisham I/143 dan Jami’ Bayan al-‘Ilmi
wa Fadhlih no. 2333)
جزاكم الله خير جزاء شكرا وعفوا منكم...
فا استبقوا الخيرات...
والسلام عليكم ورحمة الله و بر كاته
TANYA JAWAB
Q : Untuk wanita memakai niqob itu termasuk sunnah atau bukan?
A : Batasan Aurat Wanita
Tentang batasan aurat bagi seorang wanita ini, Sayyid Sabiq
mengatakan bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat yang wajib ditutup kecuali
muka dan kedua telapak tangan, sebagaimana firman Allah swt :
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
Artinya : “Janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur : 31) maksudnya janganlah mereka
memperlihatkan tempat-tempat perhiasan, melainkan kedua telapak tangan,
sebagaimana yang diterangkan dalam sebuah hadits dari ibnu Abbas, Ibnu umar dan
Aisyah.
Dari Aisyah ra bahwasanya Nabi saw bersabda,”Allah tidak menerima
sholat perempuan yang telah mencapai usia baligh, kecuali dengan memakai
telekung.” (HR. Bukhori, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah kecuali
Nasai. Sementara Ibnu Khuzaimah dan Hakim menyatakan sebagai hadits shahih,
sedangkan Tirmidzi menyatakannya sebagai hadits hasan)
Adapun yang dimaksud dengan wajah adalah mulai dari ujung
tumbuhnya rambut sampai kebagian bawah dari dagu dan selebar antara dua daun
telinga dengan tidak menampakkan rambut, tenggorokan, telinga dan tidak juga
leher.
Seorang wanita muslimah diharuskan menggunakan pakaian yang
menutupi seluruh tubuhnya serta mengenakan kerudung yang menutupi kepala, leher
dan dadanya kecuali wajah dan telapak tangannya. Yang dimaksud dengan wajah
adalah mulai dari ujung tempat tumbuhnya rambut sampai ke bagian bawah dari
dagu dan selebar antara dua daun telinga, sebagaimana dalil-dalil berikut
:firman Allah swt :
يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ
Artinya : “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka” (QS. Al Ahzab : 59)
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
Artinya : “Dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali
yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung
kedadanya.” (QS. An Nuur : 31)
Jadi mengenakan cadar (niqab) bukanlah merupakan suatu kewajiban
akan tetapi terhadap seorang wanita yang berwajah cantik dan dikhawatirkan
dapat mengundang fitnah orang yang melihatnya maka hendaklah dia mengenakan
cadar (niqab).
Wallahu a'lam
Q : Bolehkah sholat malam dan sholat witir berjamaah antara suami,
istri, anak-anaknya ??
A : Berbahagialah suami, istri dan anak 2 yang dimudahkan bangun
malam dan melaksanakan shalat, keluarga tersebut telah membangun budaya dalam
rumah tangganya sebagaimana Rasulullah dan keluarganya. Diriwayatkan dari Abu
Hurairah, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Allah merahmati seorang suami
yang bangun di malam hari lalu shalat dan ia membangunkan istrinya kemudian
istrinya shalat. Bila menolak maka ia perciki wajah istrinya dengan air. Allah
merahmati seorang istri yang bangun di malam hari lalu shalat dan ia
membangunkan suaminya kemudian shalat. Bila suaminya menolak ia perciki
wajahnya dengan air.“ ( HR Ahmad, Abu Daud, al-Nasa’i, dan Ibnu Majah ).
Allah berfirman, “Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang
tahajudlah kamu sebagai ibadah tambahan. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu
ke tempat yang terpuji.“ ( QS-al-Isra` [17] : 79 ).
Rasulullah menegaskan dalam hadisnya, dari Abu Hurairah berkata
Rasulullah bersabda, “Sebaik-baiknya puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa di
bulan Muharram dan sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat
malam.“ ( HR Muslim ). Pada umumnya, shalat sunah dilakukan dengan dua rakaat,
begitu juga dengan shalat tahajud.
Rasulullah mengajarkan, sebaiknya shalat malam ( tahajud ) itu dilakukan
dengan dua rakaat dua rakaat dan ditutup dengan shalat witir. Diriwayatkan dari
Ibnu Umar, seorang laki-laki bertanya kepada Rasul tentang shalat malam, Rasul
menjawab, “Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat. Jika salah seorang dari
kalian khawatir akan masuk waktu Subuh, hendaklah dia shalat satu rakaat
sebagai witir ( penutup ) bagi shalat yang telah dilaksanakan sebelumnya.“ (
HR. Bukhari dan Muslim ).
Sebaik-baik shalat sunah jika dikerjakan di rumah dan
sendiri-sendiri, demikian pula dengan shalat tahajud. Rasul sering melakukannya
sendirian, akan tetapi beliau tidak melarang jika ada sahabat atau orang lain
yang ingin melakukannya berjamaah bersama beliau.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Saya tidur di rumah
Maimunah ( istri Nabi ) dan Nabi sedang di sana malam itu. Kemudian beliau
berwudhu dan mendirikan shalat, maka saya berdiri di sebelah kirinya, kemudian
Rasulullah memegangku dan menempatkan aku di sebelah kanannya. Beliau shalat
sebanyak 13 rakaat, lalu tidur sampai mengembuskan udara dari mulutnya, dan
Nabi jika tidur biasa mengembuskan udara dari mulutnya. Kemudian datang
muadzin, maka Nabi keluar dan melaksanakan shalat tanpa berwudhu lagi.“ ( HR
Bukhari dan Muslim ).
Ada riwayat lain yang menganjurkan suami atau istri untuk
membangunkan pasangannya dan melakukan shalat malam bersama. “Barang siapa yang
bangun malam dan membangunkan istrinya kemudian mereka berdua melaksanakan
shalat dua rakaat secara bersama, maka mereka berdua akan digolongkan ke dalam
lelaki-lelaki dan wanita-wanita yang banyak berzikir kepada Allah.“ (HR. Ibnu
Majah, al-Nasa’i, al-Baihaqi, dan al-Hakim).
Berdasarkan riwayat di atas, tidak ada dalil yang menetapkan mana
yang lebih utama, melakukan shalat malam dengan berjamaah atau sendiri-sendiri.
Jika shalat sendirian lebih khusyuk karena bebas memanjangkan bacaan dan setiap
gerakan shalat diperbolehkan. Namun, jika istri meminta agar dapat melakukannya
dengan berjamaah dan itu menambah kekhusyukan, silakan lakukan dengan
berjamaah.
Lebih-lebih jika hal itu dapat menambah ketakwaan dan memperkuat
tali mawaddah dan rahmah dalam keluarga serta memberikan dampak perubahan
akhlak yang mulia berupa menjauhi perbuatan keji dan mungkar maka shalatlah
berjamaah.
Wallahu a’lam bish shawab
Q : Pak ustadz, ijin bertanya, ada yang bercerita, jika Rasul
berkata, semua ibadah yang tidak sesuai dengan Rasul lakukan maka akan
tertolak.. ini bagaimana maksudnya?
A : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami,
maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718)
Alhamdulillah, kajian kita hari
ini berjalan dengan lancar. Semoga ilmu yang kita dapatkan berkah dan
bermanfaat. Aamiin....
Segala yang benar dari Allah
semata, mohon maaf atas segala kekurangan. Baikalauah langsung saja kita tutup
dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyakanya dan do'a kafaratul majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika
asayahadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engakau ya Allah,
dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah
melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment