Kajian Online HA Ummi G6
Hari/Tgl: Senin, 30 April 2018
Materi: Menggapai Rumah Tangga
Samara
Nara Sumber: Ustadz Endang
Waktu Kajian: 08.00-11.19 WIB
Editor: Sapta
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Setiap Insan, Allah sudah menjadikan
ia berpasang-pasangan dan setiap pasangan pasti berkeinginan untuk memiliki
rumah tangga atau keluarga yang aman, tentram dan damai dengan kata
lain Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah.
Allah SWT juga Berfirman:
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ
أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ
اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ
“Dan Allah telah menjadikan dari
diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri
kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka
mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?
” [An Nahl:72].
Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah
adalah merupakan sebuah istilah sekaligus juga sebagai doa yang acap kali
diharapkan dan dipanjatkan oleh para muslim dalam membina keluarga atau Rumah
Tangganya. Membangun Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah tentu bukanlah sekedar
semboyan belaka dalam aturan dan ajaran islam. Hal ini justru sudah menjadi
pokok utama dalam sebuah pernikahan, serta sekaligus menggapai nikmat yang
Allah berikan bagi mereka yang mampu membina keluarganya menuju Sakinah Mawadah
Warahmah.
Karakteristik keluarga Sakinah
Mawaddah Warahmah tersebut menjadi keluarga yang penuh dengan cinta, berkah,
dan rahmat-Nya. Oleh Karena itu kali ini kajian kita akan memberikan seputar
Tips Membangun Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmahز
Berikut beberapa hal yang dapat kita
lakukan untuk mewujudkan Keluarga yang sakinah Mawaddah Warahmah
tersebut:
Karakter pertama
1. Sakinah, merupakan dimensi
Ilahiah.
Sakinah merupakan anugerah Allah
kepada Hamba-hambaNya.
هُوَ الَّذِي أَنزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا
إِيمَاناً مَّعَ
إِيمَانِهِمْ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيماً
حَكِيماً
“Dia-lah yang telah menurunkan
ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di
samping keimanan mereka.”
(QS: Al Fath [48]: 4).
Dan juga firmanNya,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ
وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang
beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan
apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya
kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS.
Al-Anfal [8]: 2).
Di kedua ayat ini jelas sekali
menunjukan Sakinah atau ketenangan adalah milik Allah azzawajalla, sehingga
untuk mendapatkan sakinah sangat di tentukan oleh kwalitas keimanan kita kepada
Allah.
Rumah tangga Sakinah adalah Rumah
tangga yang sangat memperhatikan nilai-nilai Ruhiyah. Rumah tangga yang Sakinah
adalah Rumah tangga yang memiliki Shilatu billah yang kokoh.
Ciri rumah tangga sakinah adalah:
1. Bersyukur
Kehidupan rumah tangga
atau keluarga sakinah mawaddah warahmah dapat dicapai dengan cara
kita senantiasa selalu bersyukur kepada Allah SWT, bersyukur atas segala nikmat
dan karunia-Nya. Bersyukur atas segala pemberian rezeki-Nya yang kita dapati
dalam kehidupan sehari-hari. Dan yang terpenting kita tidak lupa untuk selalu
membelanjakan rezeki-rezeki tersebut ke jalan yang benar dan diridhoi Allah
SWT. Dengan menyisihkan sebagian uang dalam bershadaqah, menyantuni anak yatim
dan fakir miskin. Sungguh Allah SWT akan selalu melimpahkan rezekiNya kepada
mereka yang senang berbagi. Dan Insyaallah, Allah akan menjadikan mereka keluarga
sakinah mawaddah wa-Rahmah.
2. Meningkatkan Kualitas Ibadah
Sebuah rumah tangga atau membina keluarga
sakinah mawaddah warahmah bisa ditempuh dengan cara meningkatkan kualitas
ibadah kita kepada Allah SWT. Dengan selalu berusaha menjalankan sunnah-sunnah
Rasulullah SAW, sholat tahajud di sepertiga malam, sholat dhuha di pagi hari
sebelum beraktivitas, sholat taubat, sholat hajat dan ibadah-ibadah sunnah lain
sebagainya. Suami-istri yang senantiasa terus meningkatkan keimanan
bersama-sama keluarga tercintanya, Inshaa-Allah akan dimudahkan segala
urusannya sehingga mampu meraih Keluarga Sakinah Mawaddah WaRahmah.
Dimensi sakinah adalah dimensi
Ilaahiyah..
Yang akan kita dapatkan ketika rumah
tangga kita adalah rumah tangga ibadah, rumah tangga ketaatan, rumah tangga
yang para penghuninya memiliki jiwa Ruuhul istijabah.
2. Dimensi kedua adalah Mawaddah.
Dimensi Ini lebih merupakan
kemampuan pasutri untuk saling memberi dan menerima dalam dimensi biologis. Seorang
suami dituntut mengetahui kebutuhan dan kesenangan istri akan kebutuhan
biologisnya dan berusaha memberikan kebutuhan itu secara maksimal yang dia
mampu. Begitupun sebaliknya istri terhadap suami.
Untuk mengetahui hal ini langkah
yang tepat adalah komunikasi, saling menyampaikan keinginan dan kesukaaan akan
mendapatkan kepuasan seksual.
Allah Azzawajalla pun menyampaikan
perkara ini dalam Qur'an.
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا
لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِين
Isteri-isterimu adalah (seperti)
tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu
itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk
dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan
menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. (Qs.2: 223)
Allah al Kholiq, pencipta manusia. Maha
mengetahui sifat manusia. Maka Allah memperkenalkan manusia akan keadaan diri
mereka, kesenangan mereka. Pemahaman akan dimensi ini sangat menentukan warna
dalam Rumah tangga. Masalah Rumah tangga biasanya muncul dari faktor ini.
3. Dimensi ketiga adalah Rahmah.
Kata ini di ambil dari sifat Allah,
Rahiim artinya Penyayang. Rumah tangga yang Rahmah adalah rumah tangga yang di
dalamnya ada kasih sayang antara pasutri dan anak-anak mereka. Ini buah dari
terwujudnya sakinah dan mawaddah.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖
TANYA JAWAB
Tanya: Afwan ustadz. Apakah memperbaiki
niat setelah bertahun-tahun menikah bisa merubah kondisi rumah tangga? Jaman
dulu menikah masih muda, umumnya karena nafsu/cinta. Dan ustadz, jika mengubah
niat menikah apa perlu "bangun nikah" atau menikah ulang dihadapan
seorang ustadz dan saksi? Afwan saya yang fakir ilmu.
Jawab: Bismillah. Tidak perlu bunda. Para
sahabat yang menikah di masa jahiliyah pun melanjutkan pernikahan mereka
setelah masuk islam. Yang di perlukan adalah komitmen baru. Untuk memulai
keluarga samara, bagaimana pun keadaan hari ini. Apapun latar belakang masa
kemarin. In syaa Allah memperbaharui
niat adalah hal paling rasional buat siapapun.
Itanya: Assalamualaikum, Ustadz, ijin
bertanya. Apakah yang dimaksud dengan istilah shilatu billah? Kemudian, yang
dimaksud dengan jiwa Ruuhul istijabah itu seperti apa, ustadz? Mohon
penjelasannya. Syukron, ustadz.
Jawab: Bismillah. Shillatubillah adalah hubungan
yang kuat dengan Allah. Ruuhul istijabah adalah jiwa yang antusias untuk menyambut
seruan-seruan Allah. Antusias menjalankan perintah-perintah Allah.
Tanya: Mau bertanya ustadz, jika dalam
menjalani kehidupan berumah tangga awalnya tanpa persetujuan orang tua, apakah
pernikahan dapat menjadi samawa, dan jika pernikahan yang terjadi itu karena
keterpaksaan agar statusnya berubah?
Jawab: Tentu saja pernikahan yang barokah
adalah pernikahan yang mendapat ridho orangtua. Kalau saat ini rumah tangga
sudah berlangsung dan sebelumnya orangtua tidak setuju, sangat mungkin rumah
tangganya tidak barokah dari sisi maknawiyah. Maka upaya yang harus dilakukan
adalah memohon keridhoan orangtua. Rayulah orangtua. Keluarga samara ideal
adalah keluarga yang awal dibangunnya dalam kebaikan.
Namun kalau sudah terjadi, segeralah
perbaiki apapun keadaannya, selama masih bisa diperbaiki. Paling penting
taqorrub ilallahnya di perkuat.
Tanya: Assalamualaikum, bertanya ustadz,
terkait dimensi mawaddah, apabila seorang istri dalam kondisi tidak baik,
misalkan sakit, sehingga tidak bisa maksimal melayani suami, kemudian suami
mencari pelampiasan dengan hal lain, film atau gambar porno misalnya, apakah
istri berdosa? Dan apa yang harus dilakukan oleh istri tersebut? Terimakasih. (Maaf
kalau vulgar ustadz).
Jawab: Saling kasih sayang harus terwujud
dalam rumah tangga samara itu prinsipnya. Disemua keadaan dan situasi. Saat-saat
tertentu memang ada ujiannya. Umpamanya gairah suami sedang memuncak dan istri
dalam kondisi sakit. Sebaiknya dalam kondisi ini suami mampu sekuat tenaga
menahan diri. Tapi umumnya pria kurang mampu menahan keinginan apabila sedang
bergairah. Kalau memang mungkin melayani suami dalam bentuk jimak. Boleh saja
memuaskan suami dalam bentuk yang lain. Baik dilakukan oleh istri atau istri
passive, suami yang aktive. In syaa Allah tidaklah mengapa, karena hukumnya
sama dengan memuaskan suami dalam keadaan haidh. Baginda Rasul menyampaikan
bahwa tidak terhalang memuaskan suami dalam keadaan haidh asal tidak terjadi
jimak.
Tanya: Boleh ya ustadz kalau istri meminta
suami untuk menahan diri dan bersabar sampai kondisi istri membaik. Karena si
istri merasa bersalah menyebabkan suami melakukan hal tersebut?
Jawab: Boleh saja. Namun umpamanya suami
tidak tahan, suami masih boleh memuaskan dirinya asal tetap bersama istri. In
syaa Allah ini khidmat utama dan ibadah kepada Allah yang besar.
Tanya: Assalamu'alaykum Ustadz, izin
bertanya. Ketika sebuah rumah tangga yang sudah di bangun sekian lama dan di
dalam keluarga tersebut juga sangat kuat ditanam nilai ibadahnya, tetapi di
tengah jalan sang suami menikah lagi secara diam-diam, dan ketika si istri
pertama tahu kemudian tidak mengizinkan dan tidak meridhoi pernikahan tersebut,
apakah si istri pertama berdosa, ustadz karena sudah berani melarang suami
menjalankan hukum Alloh sesuai Al Qur'an? Dan apakah si wanita kedua juga
berdosa, Ustadz telah menikahi suami orang tanpa meminta izin ke istri yang
pertama? Mohon maaf jika pertanyaannya sedikit melenceng.
Jawab: Bab taadud atau poligami adalah bab
Yang Allah atur. Bicara poligami adalah bicara kualitas iman. Poligami tidak
cukup diterima semata-mata karena faktor ilmu, sosial, budaya. Karena ini masuk
pada bab iman kepada Taqdiir.
Pada dasarnya istri pertama tidak
punya hak mengizinkan atau tidak mengizinkan poligami. Kecuali ada perjanjian
akan hal itu sebelum menikah yang disepakati. Suami tidaklah berdosa kalau
menikah tidak minta idzin kepada istri pertama. Dan istri kalau sampai menolak
poligami karena alasan menolak syariat poligami itu sudah masuk kufur kepada ayat-ayat
Allah.
Namun apabila menolaknya karena
keberatan kepada suami karena ditimbang masih lemah secara ekonomi, maka itu
silahkan saja di komunikasikan. Adapun wanita yang dinikahi oleh seorang pria
beristri tidak berdosa menerima pernikahan itu walau tanpa izin istri pertama
suaminya. Rasulullah dan para sahabat melakukan hal ini. Namun para istri
beliau dan para istri sahabat adalah manusia-manusia teladan dalam hal iman
kepada Allah. Adapun kita, keimanan kita kepada Allah masih sangat jauh dengan
keimanan mereka. Wallahu a'lam.
Tanya: Nanya lagi ya ustadz. Bagaimana
jika pasangan terlalu pendiam, tidak banyak bicara, bicara hanya seperlunya
saja, terkesan istri lebih cerewet, padahal istri sudah berusaha mencari waktu
untuk bicara dengan pasangan. Hal ini pun berakibat anak tidak dekat dengan
keluarga. Suami terkesan pasif, sedangkan istri aktif. Bagaimana menghadapi
situasi demikian?
Jawab: Itu sudah karakter ya. Butuh proses
untuk berubah dari pendiam menjadi aktif bicara. Atau bahkan tidak akan
berubah. Tidak masalah suami kita pendiam. Syarat bahagia bukan cakap bicara
atau pendiam semata. Istri banyak bicara juga tidak buruk bahkan bagus kalau
suaminya pendiam. Soal hubungan dengan keluarga yang kurang akrab karena
diamnya suami dapat difasilitasi oleh istri. In syaa Allah suami pendiam dan
istri yang banyak bicara akan baik-baik saja. Ambil porsi yang proporsional
dalam peran masing-masing. Walau pendiam tapi sholih, bertanggungjawab,
memuaskan istri lahir bathin. Itu sudah cukup. Wallahu a'lam.
Tanya: Assalamualaikum ustadz, seorang
istri dalam menjalankan kewajibannya mengurus suami, apakah boleh dia membandingkan
kelakuan suaminya?
Jawab: Sama apa atau sama siapa dibandingkannya?
Pada dasarnya suami adalah kebaikan besar buat istrinya. Apapun keadaannya
sampai ada masalah yang timbul karena faktor-faktor tadi. Selama istri merasa
cukup terpuaskan walau mungkin ada kurang sedikit-sedikit itu ujian yang harus
di sikapi dengan sabar, istri tidak pantas dan tidak boleh membandingkan
keadaan suami dengan laki-laki lain. Karena itu penyebab rusaknya RT.
Maksudnya, sampai mendatangkan
bahaya buat istri, misalnya impotensi sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya
menafkahi bathin istri. Inipun bukan alasan untuk membandingkan dengan yang
lain. Membandingkan suami sama dengan membuka aib suami.
Tanya: Ustadz, semisal ada masalah
keuangan, kita harus menyediakan uang sekian dalam waktu 2 bulan. Jika kita
merasa tenang saja, tidak panik padahal sumbernya masih belum kelihatan. Apakah
sumber ketenangan itu dari ketaqwaan atau dari malas berfikir?
Jawab: Beda tipis antara rasa tenang akibat
malas dan rasa tenang dari buah taqwa. Yang pasti, jaminan Allah bagi orang
bertaqwa adalah diberikan jalan keluar dari setiap masalah dan mendapat rizki
dari arah yang tidak diduga-duga. Maka tidak ada cara mengejar kebahagiaan
selain dengan Taqwa. Berusahalah terus untuk bertaqwa, selebihnya semua urusan kita Allah yang
jamin, Allah yang urus, Allah yang atur. Kita tenang saja.
Tanya: Ustadz, apa hukumnya bagi suami
yang poligami diam-diam dan selama dia poligami tidak pernah menafkahi bathin
istrinya?
Jawab: Hukum suami yang poligami diam-diam
atau ramai-ramai sama saja, sah selama terpenuhi syarat sahnya nikah. Adapun
suami yang tidak menafkahi istrinya dengan kepuasan biologis maka ia berdosa. Istri
bisa bersabar menghadapi hal itu dan pahalanya besar sekali. Boleh juga
menuntut suami. Bahkan kalau dirasa sudah tidak mungkin terbahagiakan, islam
memberi jalan keluar dengan cara terbaik.
Tanya: Poligami diam-diam jatuhnya bikin
jadi bohong ya, ustadz?
Jawab: Tidak bisa di hindari. Akan ada
suatu kondisi suami akan bohong kalau tetap ingin menutup pernikahannya yang
lain. Kecuali secara terbuka berani menyampaikan bahwa dia sudah menikah lagi.
Untuk terhindar dari bohong.
*****
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Bunda fillah yang berbahagia....
Kalau tidak ada pertanyaaan lagi
saya tutup dengan kesimpulan bahwa RUMAH TANGGA SAMARA sesungguhnya bukan rumah
tangga yang imajinatif tapi benar-benar bisa terwujud selama
variabel-variabelnya difahami.
1. Hubungan dengan Allah dalam hal
sakinah yang Allah turunkan, sebagai jaza dari ibadah yang kita lakukan kepada
Allah.
2. Mawaddah akan terwujud jika
pasutri saling mengenal satu sama lain baik hobby maupun kebutuhannya dan
bersemangat untuk bisa memenuhi kebutuhan pasangan. Ini lebih kepada faktor
biologis.
3. Rahmah. Buah sakinah dan mawaddah
akan mewujudkan rahmah.
Suasana rumah tangga yang diliputi
ketenangan. Rasa cinta, yang penuh gairah antara pasutri dan saling memuaskan
akan melahirkan rahmah di antara mereka. Selamat berusaha mewujudkan RT SAMARA.
Semoga senantiasa berada dalam naungan inayah, hidayah, maghfirah Allah
Azzawajalla. Aamiiin.
Saya akhiri kajian ini dengan, Barakallahu
aquulu qouli hadzaa fastaghfiruhuu innahu Huw alghofuuruurrahiim. Assalaamualaykum.. Warahmatullahi Wabarokaatuhu.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Kita tutup dengan
membacakan hamdalah..
Alhamdulillahirabbil'aalamiin
Doa Kafaratul Majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك
أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya
Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah
melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Wassalamu'alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh
================
Website: www.hambaAllah.net
FanPage: Kajian On line-Hamba Allah
FB: Kajian On Line - Hamba Allah
Twitter: @kajianonline_HA
IG: @hambaAllah_official
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment