Kajian Link Online HA Ummi G1-G6
Hari/Tgl: Rabu, 2 Mei 2018
Materi: Menyiapkan Diri Menyambut
Ramadhan
Nara Sumber: Ustadz Trisatya Hadi
Waktu Kajian: 16.00 - 19.00
Editor:
Sapta
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
www.dakwatuna.com – Tak terasa kita telah memasuki
bulan Sya’ban. Sebentar lagi kita akan kedatangan bulan Ramadhan. Setelah
sekian lama berpisah, kini Ramadhan kembali akan hadir di tengah-tengah kita.
Bagi seorang muslim, tentu kedatangan bulan Ramadhan akan disambut dengan rasa
gembira dan penuh syukur, karena Ramadhan merupakan bulan maghfirah, rahmat dan
menuai pahala serta sarana menjadi orang yang muttaqin.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya
kita melakukan persiapan diri untuk menyambut kedatangan bulan Ramadhan, agar
Ramadhan kali ini benar-benar memiliki nilai yang tinggi dan dapat mengantarkan
kita menjadi orang yang bertaqwa.
Tentu saja persiapan diri yang
dimaksud di sini bukanlah dengan memborong berbagai macam makanan dan minuman
lezat di pasar untuk persiapan makan sahur dan balas dendam ketika berbuka
puasa. Juga bukan dengan mengikuti berbagai program acara televisi yang lebih
banyak merusak dan melalaikan manusia dari mengingat Allah Swt dari pada
manfaat yang diharapkan, itupun kalau ada manfaatnya. Bukan pula pergi ke
pantai menjelang Ramadhan untuk rekreasi, makan-makan dan bermain-main.
Jadi, bagaimana sebenarnya cara kita
menyambut Ramadhan? Apa yang mesti kita persiapkan dalam hal ini? Maka tulisan
ini mencoba memberi jawaban dari pertanyaan tersebut. Menurut penulis, banyak
hal yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan menyambut kedatangan Ramadhan,
yaitu:
Pertama, berdoa kepada Allah Swt,
sebagaimana yang dicontohkan para ulama salafusshalih. Mereka berdoa kepada
Allah Swt dengan sungguh-sungguh agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan sejak
enam bulan sebelumnya dan selama enam bulan berikutnya mereka berdoa agar
puasanya diterima Allah Swt, karena berjumpa dengan bulan ini merupakan nikmat
yang besar bagi orang-orang yang dianugerahi taufik oleh Allah Swt. Mu’alla bin
al-Fadhl berkata, “Dulunya para salaf berdoa kepada Allah Ta’ala (selama) enam
bulan agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan, kemudian mereka
berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan berikutnya agar Dia menerima (amal-amal
shaleh) yang mereka kerjakan” (Lathaif Al-Ma’aarif: 174)
Di antara doa mereka itu adalah: ”Ya
Allah, serahkanlah aku kepada Ramadhan dan serahkan Ramadhan kepadaku dan
Engkau menerimanya kepadaku dengan kerelaan”.
Dan doa yang populer: ”Ya Allah, berkatilah kami di bulan Rajab dan
Sya’ban, serta sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan”.
Kedua, menuntaskan puasa tahun lalu.
Sudah seharusnya kita mengqadha puasa sesegera mungkin sebelum datang Ramadhan
berikutnya. Namun kalau seseorang mempunyai kesibukan atau halangan tertentu
untuk mengqadhanya seperti seorang ibu yang sibuk menyusui anaknya, maka
hendaklah ia menuntaskan hutang puasa tahun lalu pada bulan Sya’ban.
Sebagaimana Aisyah r.a tidak bisa mengqadha
puasanya kecuali pada bulan Sya’ban. Menunda qadha puasa dengan sengaja tanpa
ada uzur syar’i sampai masuk Ramadhan
berikutnya adalah dosa, maka kewajibannya adalah tetap mengqadha, dan ditambah
kewajiban membayar fidyah menurut sebagian ulama.
Ketiga, persiapan keilmuan (memahami fikih
puasa). Mu’adz bin Jabal r.a berkata: ”Hendaklah kalian memperhatikan ilmu,
karena mencari ilmu karena Allah adalah ibadah”. Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah
mengomentari atsar diatas, ”Orang yang berilmu mengetahui tingkatan-tingkatan
ibadah, perusak-perusak amal, dan hal-hal yang menyempurnakannya dan apa-apa
yang menguranginya”.
Oleh karena itu, suatu amal
perbuatan tanpa dilandasi ilmu, maka kerusakannya lebih banyak daripada
kebaikannya. Maka dalam hal ini, hanya dengan ilmu kita dapat mengetahui cara berpuasa
yang benar sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw. Begitu juga ilmu sangat
diperlukan dalam melaksanakan ibadah
lainnya seperti wudhu, shalat, haji dan sebagainya. Maka, menjelang Ramadhan
ini sudah sepatutnya kita untuk membaca buku fiqhus shiyam (fikih puasa) dan
ibadah lain yang berkaitan dengan Ramadhan seperti shalat tarawih, i’tikaf dan
membaca al-Quran.
Keempat, persiapan jiwa dan spiritual.
Persiapan yang dimaksud di sini adalah mempersiapkan diri lahir dan batin untuk
melaksanakan ibadah puasa dan ibadah-ibadah agung lainnya di bulan Ramadhan
dengan sebaik-sebaiknya, yaitu dengan hati yang ikhlas dan praktek ibadah yang
sesuai dengan petunjuk dan sunnah Rasulullah Saw.
Persiapan jiwa dan spiritual
merupakan hal yang penting untuk diperhatikan dalam upaya untuk memetik manfaat
sepenuhnya dari ibadah puasa. Penyucian jiwa (Tazkiayatun nafs) dengan berbagai
amal ibadah dapat melahirkan keikhlasan, kesabaran, ketawakkalan, dan
amalan-amalan hati lainnya yang akan menuntun seseorang kepada jenjang ibadah
yang berkualitas. Salah satu cara untuk mempersiapkan jiwa dan spritual untuk
menyambut Ramadhan adalah dengan jalan melatih dan memperbanyak ibadah di bulan
sebelumnya, minimal di bulan Sya’ban ini seperti memperbanyak puasa Sunnat.
Memperbanyak puasa pada bulan
Sya’ban merupakan sunnah Rasul saw. Aisyah ra, ia berkata, “Aku belum pernah
melihat Nabi saw berpuasa sebulan penuh kecuali bulan Ramadhan, dan aku belum
pernah melihat Nabi saw berpuasa sebanyak yang ia lakukan di bulan Sya’ban.
(HR. Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat lain, dari Usamah bin Zaid r.a ia
berkata, aku bertanya, “Wahai Rasulullah, aku belum pernah melihatmu berpuasa
pada bulan-bulan lain yang sesering pada bulan Sya’ban”. Beliau bersabda, “Itu
adalah bulan yang diabaikan oleh orang-orang, yaitu antara bulan Ra’jab dengan
Ramadhan. Padahal pada bulan itu amal-amal diangkat dan dihadapkan kepada Rabb
semesta alam, maka aku ingin amalku diangkat ketika aku sedang berpuasa.” (HR.
Nasa’i dan Abu Daud serta dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
Adapun pengkhususan puasa dan shalat
sunat seperti shalat tasbih pada malam nisfu sya’ban (pertengahan Sya’ban)
dengan menyangka bahwa ia memiliki keutamaan, maka hal itu tidak ada dalil
shahih yang mensyariatkannya. Menurut para ulama besar, dalil yang dijadikan
sandaran mengenai keutamaan nisfu sya’ban adalah hadits dhaif (lemah) yang
tidak bisa dijadikan hujjah dalam persoalan ibadah, bahkan maudhu’ (palsu).
Oleh Sebab itu, Imam Ibnu Al-Jauzi memasukkan hadits-hadits mengenai keutamaan
nishfu Sya’ban ke dalam kitabnya Al-Maudhu’at (hadits-hadits palsu).
Al-Mubarakfuri berkata, “Saya tidak
mendapatkan hadits marfu’ yang shahih tentang puasa pada pertengahan bulan
Sya’ban. Adapun hadits keutamaan nisfu Sya’ban yang diriwayatkan oleh Ibnu
Majah saya telah mengetahui bahwa hadits ini adalah hadits sangat lemah”
(Tuhfah Al-Ahwazi: 3/444).
Syaikh Shalih bin Fauzan berkata,
“Adapun hadits-hadits yang terdapat dalam masalah ini, semuanya adalah hadits
palsu sebagaimana dikemukakan oleh para ulama. Akan tetapi bagi orang yang
memiliki kebiasaan berpuasa pada ayyamul bidh (tanggal 14, 15, 16), maka ia
boleh melakukan puasa pada bulan Sya’ban seperti bulan-bulan lainnya tanpa
mengkhususkan hari itu saja.”
Syaikh Sayyid Sabiq berkata,
“Mengkhususkan puasa pada hari nisfu Sya’ban dengan menyangka bahwa hari-hari
tersbut memiliki keutamaan dari pada hari lainnya, tidak memiliki dalil yang
shahih” (Fiqh As-Sunnah: 1/416).
Kelima, persiapan dana (finansial).
Sebaiknya aktivitas ibadah di bulan Ramadhan harus lebih mewarnai hari-hari
ketimbang aktivitas mencari nafkah atau yang lainnya. Pada bulan ini setiap
muslim dianjurkan memperbanyak amal shalih seperti infaq, shadaqah dan ifthar
(memberi bukaan). Karena itu, sebaiknya dibuat sebuah agenda maliah (keuangan)
yang mengalokasikan dana untuk shadaqah, infaq serta memberi ifhtar selama
bulan ini. Moment Ramadhan merupakan moment yang paling tepat dan utama untuk
menyalurkan ibadah maliah kita. Ibnu Abbas r.a berkata, ”Nabi Saw adalah orang
yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan pada bulan Ramadhan.” (H.R
Bukhari dan Muslim). Termasuk dalam persiapan maliah adalah mempersiapkan dana
agar dapat beri’tikaf dengan tanpa memikirkan beban ekonomi untuk keluarga.
Keenam, persiapan fisik yaitu menjaga
kesehatan. Persiapan fisik agar tetap sehat dan kuat di bulan Ramadhan sangat
penting. Kesehatan merupakan modal utama dalam beribadah. Orang yang sehat
dapat melakukan ibadah dengan baik. Namun sebaliknya bila seseorang sakit, maka
ibadahnya terganggu. Rasul saw bersabda, “Pergunakanlah kesempatan yang lima
sebelum datang yang lima; masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum
masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu, masa luangmu sebelum masa
sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al-Hakim) Maka,
untuk meyambut Ramadhan kita harus menjaga kesehatan dan stamina dengan cara
menjaga pola makan yang sehat dan bergizi, dan istirahat cukup.
Ketujuh, menyelenggarakan tarhib Ramadhan.
Disamping persiapan secara individual, kita juga hendaknya melakukan persiapan
secara kolektif, seperti melakukan tarhib Ramadhan yaitu mengumpulkan kaum
muslimin di masjid atau di tempat lain untuk diberi pengarahan mengenai puasa
Ramadhan, adab-adab, syarat dan rukunnya, hal-hal yang membatalkannya atau amal
ibadah lainnya.
Menjelang bulan Ramadhan tiba, Rasul
saw memberikan pengarahan mengenai puasa kepada para shahabat. Beliau juga
memberi kabar gembira akan kedatangan bulan Ramadhan dengan menjelaskan
berbagai keutamaannya. Abu Hurairah ra berkata, “menjelang kedatangan bulan
Ramadhan, Rasulullah saw bersabda, “Telah datang kepada kamu syahrun mubarak
(bulan yang diberkahi). Diwajibkan kamu berpuasa padanya. Pada bulan tersebut
pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, syaithan-syaithan
dibelunggu. Padanya juga terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu
bulan, barangsiapa yang terhalang kebaikan pada malam itu, maka ia telah
terhalang dari kebaikan tersebut.” (HR. Ahmad, An-Nasa’i dan Al-Baihaqi).
Selain itu, banyak lagi hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaan
Ramadhan. Hal ini dilakukan oleh Rasulullah saw untuk memberi motivasi dan
semangat kepada para sahabat dan umat Islam setelah mereka dalam beribadah di
bulan Ramadhan.
Semoga kita dapat mempersiapkan diri
untuk beribadah dengan optimal dan dipertemukan dengan Ramadhan serta dapat
meraih berbagai keutamaannya. Kita berharap kepada Allah Swt agar ibadah kita
diterima, tentu dengan ikhlas dan sesuai Sunnah Rasul saw. Aamiin
Sumber tulisan: Muhammad Yusran
Hadi, Lc, MA
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
TANYA - JAWAB
TJ - G1
Tanya: Afwan ustadz ijin bertanya; ingin
selalu kita bisa bersedekah di bulan ramadhan, memberi makanan di masjid bagi
orang-orang musafir, namun ada saja kebutuhan yang harus dipenuhi buat sekolah
anak-anak. Bagaimana caranya belajar bersedekah dibulan Ramadhan ustadz secara
ikhlas ya ustadz; padahal janji Allah pasti akan menggantinya? Sudah berupaya
menabung buat sedekah khusus di bulan suci tapi tetep saja terpakai.
Jawab: Memang perlu dipersiapkan, dengan
mulai menyisihkan setiap penghasilan min 2,5%. Itu dulu di disiplinkan. Siapkan
kotak celengan dengan kunci kalau perlu, jika berat sisihkan 1000 - 2000 saja
setiap hari. Jikalau ini disiapkan min
1-2 bulan sebelum ramadan. In sya Allah kita bisa berinfak lebih dibulan
ramadan. Memang tingkat keyakinan setiap orang berbeda dalam mensikapi
"Allah pasti mengganti", karena bergantung dengan tingkat keimanan,
kesolihan, dan ketakwaan kita. Sehingga latihan lah terus sambil tetap
memperbaiki keyakinan kita kpd Allah. Wallahua'lam.
Tanya: Ijin bertanya ustadz, bagaimana
membuat suasana yang asyik dan menyenangkan untuk anak-anak agar mereka lebih
semangat dalam menyambut ramadhan?
Jawab: Ramadan ceria, ini juga harus disiapkan, antara lain:
a. perindah rumah, bisa dengan
dibersihkan ditata dengan bentuk yang berbeda, atau jika ada keluangan di cat
kembali.
b. siapkan poster-poster, atau tulisan
yang indah "sambut Ramadan” dirumah, dikamar, diruang tamu, dimanapun.
c. ajak rihlah keluarga dan
sampaikan ilmu puasa dengan bahasa yang mudah dimengerti anak.
d. ikut bersama kegiatan masjid atau
mushala dalam menyambut ramadan (tarhin)
e. ngumpul di rumah, diskusi
keluarga, nonton film tentang puasa.
f. dan ingatkan selalu untuk selalu
berdoa berharap disampaikan di bulan ramadan.
Tanya: Ijin bertanya ustadz, bagaimana cara
puasa seorang pekerja kasar seperti kuli bangunan dan buruh tani. Jika mereka
puasa maka tidak kuat bekerja. Jika tidak bekerja dari mana mereka bisa
mendapatkan uang untuk menafkahi keluarganya?
Jawab: Ya memang inilah salah satu yang
harus disiapkan. Jika sanggup karena ada tabungan sebelumnya saat ramadan jangan
bekerja seperti itu, karena membuang besarnya pahala ramadan, bahkan jika tidak
darurat syar'i bisa berdosa. Karena ramadan sekali setahun yang belum tentu
kita mendapatkan tahun depan.
Sebetulnya jika pekerjaan itu sudah
rutin yang dia lakukan, kalau ada keimanan dan kemauan yang kuat, bisa kok
berpuasa saat ramadan, dan banyak pekerja kasar atau buruh yang tetap puasa, istirahat
yang cukup, sama sahur yang tepat, banyak minum saat berbuka, in sya Allah kuat.
----------
TJ - G2
Tanya: afwan ustadz tentang i'tikaf, jika
seorang pegawai yang terikat dengan peraturan bagaimana kita bisa melakukan
keinginan beri'tikaf? padahal umur pun tidak menjamin tahun depan berjumpa
dengan Ramadhan kembali?
Jawab: It'kaf itu berdiam di masjid untuk
beribadah bisa seharian bisa sebagian, jikalau masuk ramadan sunnah rasul 10 hari
terakhir berdiam di masjid. Itulah mengapa harus disiapkan. Kalau pegawai
negeri atau daerah ada cuti tahunan yang ia tabung bisa terakumulasi yang bisa
pakai. Sedangkan swasta jika bisa demikian silahkan. Tapi jika tidak bisa,
niatkan selalu untuk i'tikaf saat di masjid kantor, saat hari libur dibulan
ramadan.
----------
TJ - G3
Tanya: Ijin bertanya ustadz, seorang wanita
lebih utama sholat dirumah, bagaimana dengan anak-anak perempuan yang belum
baligh, mereka sangat antusias dengan tarawih bersama di mesjid, dan apakah
sholat tarawih bisa dilakukan tengah malam sebagai pengganti tahajud, mohon
penjelasannya.
Jawab: Sholat tarawih hanya ada saat
ramadan, dikerjakan pada malam hari setelah isya, ini termasuk sholat
qiamulail. Setelah tidur bangun sebelum shubuh sholat ini disebut sholat
tahajud, keduanya boleh dan sangat dianjurkan dilaksanakan saat ramadhan. Sholat
qiamulail ditutup dengan witir sekali. Kalau sudah saat tarawih, witir tidak
dilaksanakan lagi saat tahajud.
----------
TJ - G4
Tanya: Ustadz mau bertanya. Saya pernah
dapat postingan Doa sepanjang Ramadhan khusus perhari. Hari ke 1 doanya beda
sampai hari ke 30. Kalau dilihat isinya bagus tapi saya khawatir yang tidak
paham memaknainya itu doa wajib dibaca. Bagaimana sebaiknya ustadz?
Jawab: Doa ya harus tahu artinya, minimal
maksudnya/maknanya. Silahkan saja berdoa, disunnahkan doa sesuai quran dan
hadits lebih menenangkan.
Tanya: Bagaimana caranya menjaga ruh ibadah
ketika ditetapkan target dibln ramadhan? Seringnya karena pakai target jadi
ruhnya berasa kurang. Apakah ada dalil yang sebenarnya?
Jawab: Semangat karena ini bunda,
1- Amalan puasa
Dari Abu Hurairah, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى
سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى
وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ
فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ
عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Setiap amalan kebaikan yang
dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang
semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang
akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan
karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu
kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya.
Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau
minyak kasturi.”
(HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah
mengatakan, “Sebagaimana pahala amalan puasa akan berlipat-lipat dibanding
amalan lainnya, maka puasa di bulan Ramadhan lebih berlipat pahalanya dibanding
puasa di bulan lainnya. Ini semua bisa terjadi karena mulianya bulan Ramadhan
dan puasa yang dilakukan adalah puasa yang diwajibkan oleh Allah pada
hamba-Nya. Allah pun menjadikan puasa di bulan Ramadhan sebagai bagian dari
rukun Islam, tiang penegak Islam.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 271)
2- Amalan di malam Lailatul Qadar
Lailatul qadar akan dilipatgandakan
pahala sebagaimana disebutkan dalam ayat,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari
seribu bulan.” (QS.
Al-Qadr: 3). Maksudnya adalah ibadah di malam Lailatul Qadar lebih baik dari
ibadah di seribu bulan lamanya.
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir
As-Sa’di rahimahullah menyatakan, “Amalan yang dilakukan di malam Lailatul
Qadar lebih baik daripada amalan yang dilakukan di seribu bulan yang tidak
terdapat Lailatul Qadar. Itulah yang membuat akal dan pikiran menjadi
tercengang. Sungguh menakjubkan, Allah memberi karunia pada umat yang lemah
bisa beribadah dengan nilai seperti itu. Amalan di malam tersebut sama dan
melebihi ibadah pada seribu bulan. Lihatlah, umur manusia seakan-akan dibuat
begitu lama hingga delapan puluh tahunan.” (Tafsir As-Sa’di, hlm. 977)
Wallahua'lam.
----------
TJ - G5
Tanya: Assalamualaikum Warohmatullahi
wabaraakatuh ustadz. Izin bertanya, ada seorang ibu puasa tahun ini hamil muda,
puasa tahun depannya menyusui, nah pertanyaannya, bagaimana mana caranya
membayar puasa yang tertinggal? Apakah dengan
cukup dengan fidiyah atau bayar fidiyah juga dan bayar puasa juga? Mohon
pencerahannya. Jazakallah khairan katsir ustadz.
Jawab:
1. Untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang
Mengkhawatirkan Keadaan Dirinya Saja Bila Berpuasa Bagi ibu, untuk keadaan ini
maka wajib untuk mengqadha (tanpa fidyah) di hari yang lain ketika telah
sanggup berpuasa.
2. Untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang
Mengkhawatirkan Keadaan Dirinya dan Buah Hati Bila Berpuasa
Sebagaimana keadaan pertama, sang
ibu dalam keadaan ini wajib mengqadha (saja) sebanyak hari-hari puasa yang
ditinggalkan ketika sang ibu telah sanggup melaksanakannya. Imam Nawawi rahimahullah
mengatakan, “Para sahabat kami (ulama Syafi’iyah) mengatakan, ‘Orang yang hamil
dan menyusui, apabila keduanya khawatir dengan puasanya dapat membahayakan
dirinya, maka dia berbuka dan mengqadha. Tidak ada fidyah karena dia seperti
orang yang sakit dan semua ini tidak ada perselisihan (di antara Syafi’iyyah).
Apabila orang yang hamil dan menyusui khawatir dengan puasanya akan
membahayakan dirinya dan anaknya, maka sedemikian pula (hendaklah) dia berbuka
dan mengqadha, tanpa ada perselisihan (di antara Syafi’iyyah).'” (al-Majmu’:
6/177, dinukil dari majalah Al Furqon)
3 .Untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang
Mengkhawatirkan Keadaan si Buah Hati saja.
Dalam keadaan ini, sebenarnya sang
ibu mampu untuk berpuasa. Oleh karena itulah, kekhawatiran bahwa jika sang ibu
berpuasa akan membahayakan si buah hati bukan berdasarkan perkiraan yang lemah,
namun telah ada dugaan kuat akan membahayakan atau telah terbukti berdasarkan
percobaan bahwa puasa sang ibu akan membahayakan. Patokan lainnya bisa
berdasarkan diagnosa dokter terpercaya – bahwa puasa bisa membahayakan anaknya
seperti kurang akal atau sakit.
Untuk kondisi ketiga ini, ulama
berbeda pendapat:
Dalil ulama yang mewajibkan sang ibu
untuk membayar qadha.
Dalil yang digunakan adalah sama
sebagaimana kondisi pertama dan kedua, yakni sang wanita hamil atau menyusui
ini disamakan statusnya sebagaimana orang sakit.
Dalil ulama yang mewajibkan sang Ibu
untuk membayar fidyah saja.
Dalill yang digunakan adalah sama
sebagaimana dalil para ulama yang mewajibkan qadha dan fidyah, yaitu perkataan
Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, “Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap
anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” ( HR. Abu
Dawud)
dan perkataan Ibnu ‘Umar
radhiallahu’anhu ketika ditanya tentang seorang wanita hamil yang
mengkhawatirkan anaknya, maka beliau berkata, “Berbuka dan gantinya memberi
makan satu mud gandum setiap harinya kepada seorang miskin.” (al-Baihaqi dalam
Sunan dari jalan Imam Syafi’i, sanadnya shahih)
Dalil ulama yang mewajibkan sang Ibu
untuk mengqadha dengan disertai membayar fidyah
Dalill yang digunakan adalah sama
sebagaimana dalil para ulama yang mewajibkan qadha dan fidyah, yaitu perkataan
Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, “Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap
anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” (HR. Abu
Dawud)
*Dalil sang ibu wajib mengqadha
adalah sebagaimana dalil pada kondisi pertama dan kedua, yaitu wajibnya bagi
orang yang tidak berpuasa untuk mengqadha di hari lain ketika telah memiliki
kemampuan. Para ulama berpendapat tetap wajibnya mengqadha puasa ini karena
tidak ada dalam syari’at yang menggugurkan qadha bagi orang yang mampu
mengerjakannya.
Sedangkan dalil pembayaran fidyah
adalah para ibu pada kondisi ketiga ini termasuk dalam keumuman ayat berikut,
“…Dan wajib bagi orang-orang yang
berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu)
memberi makan seorang miskin…”
(QS. Al-Baqarah [2]:184)
Wallahua'lam
----------
TJ - G6
Tanya: Assalammu'alaykum ustadz, apakah
solat tarawih bagi seorang akhwat, lebih baik di rumah atau di masjid?
Jawab: Lebih baik di rumah, tapi dibolehkan
di masjid sebagai syiar menyemarakan ramadan tentunya harus ada mahromnya
(suami, saudara wanita, tetangga wanita, dan seterusnya)
Tanya: Izin tanya ustadz. Assalamu'alaikum.
Bagaimana dengan puasa puasa yang dulu yang lama lama yang belum terbayarkan
dan kita sudah lupa hitungannya ustadz?
Gimana cara membayarnya? Syukran
Jawab: Perbanyak istighfar, jika kita betul-betul
lupa. Orang yang lupa dalam ibadah, dia diperintahkan untuk mengambil yang
lebih meyakinkan, jumlah hari yang lebih besar keyakinannya, lebih baik lebih
dari pada kurang. Jika ragu antara 35 hari atau 40 hari maka ambil yang 40
hari. Kaidah dasar mengenai hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam terkait orang yang lupa bilangan rakaat ketika shalat,
إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلْيُلْقِ الشَّكَّ،
وَلْيَبْنِ عَلَى الْيَقِينِ
“Apabila kalian ragu dalam shalat,
hendaknya dia buang keraguannya dan dia ambil yang lebih meyakinkan….” (HR. Abu Daud 1024 dan dishahihkan
Al-Albani).
Imam Ibnu Qudamah mengatakan,
إذا كَثرَت الْفوائتُ عليهِ يتشاغلُ بالقضَاء… فَإِنْ
لَمْ يَعْلَمْ قَدْرَ مَا عَلَيْهِ فَإِنَّهُ يُعِيدُ حَتَّى يَتَيَقَّنَ بَرَاءَةَ
ذِمَّتِهِ
“Apabila tanggungan puasa sangat
banyak, dia harus terus-menerus melakukan qadha….jika dia tidak tahu berapa
jumlah hari yang menjadi kewajiban puasanya, maka dia harus mengulang-ulang
qadha puasa, sampai dia yakin telah menggugurkan seluruh tanggungannya.”
Kemudian Ibnu Qudamah menyebutkan
riwayat keterangan dari Imam Ahmad, tentang orang yang menyia-nyiakan
shalatnya,
يُعِيدُ حَتَّى لَا يَشُكَّ أَنَّهُ قَدْ جَاءَ بِمَا
قَدْ ضَيَّعَ. وَيَقْتَصِرُ عَلَى قَضَاءِ الْفَرَائِضِ, وَلَا يُصَلِّي بَيْنَهَا
نَوَافِلَ, وَلَا سُنَنَهَا
Dia ulangi sampai tidak ragu lagi
bahwa dia telah melakukan apa yang telah dia lalaikan. Dia hanya melakukan yang
wajib saja, dan tidak melakukan shalat rawatib maupun shalat sunah. (Al-Mughni, 1/439)
Wallahua'lam.
Tanya: Assalamu'alaykum ustadz, izin
bertanya. Mengenai memperbanyak puasa sunnah dibulan sya'ban seperti yang
dilakukan Rasulullah, jika puasa senin kamis dan ayyaumil bidh saja kita
lakukan enggak akan sampai dua mingguan jumlahnya. Jika kita ingin puasa lagi dengan
niat puasa apa ustadz? karena puasa khusus sya'ban tidak ada dalilnya.
Jawab: Cukup puasa senin kamis, ayamulbidh,
kalo sudah biasa ya puasa daud bunda.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Kita tutup dengan
membacakan hamdalah..
Alhamdulillahirabbil'aalamiin
Doa Kafaratul Majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك
أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya
Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah
melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Wassalamu'alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh
================
Website: www.hambaAllah.net
FanPage: Kajian On line-Hamba Allah
FB: Kajian On Line - Hamba Allah
Twitter: @kajianonline_HA
IG: @hambaAllah_official
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment