Tarhib Ramadhan

Posted by Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT on Wednesday, May 31, 2017


Image result for tarhib ramadhan

Rekapan Kajian Online G-5
Rabu, 9 Mei 2017
Asatidzah : Ustadzah Tribuwhana
Materi : Tarhib Ramadhan
Notulent : Saydah
Editor : Sapta
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

بـــســم الـلّٰـــه الرحــمــن الرحــيــم

الــسلام علــيكم ورحمة الله وبركاته

ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﺤَﻤْﺪَ ﻟِﻠَّﻪِ ﻧَﺤْﻤَﺪُﻩُ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻌِﻴْﻨُﻪُ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻩْ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻬْﺪِﻳْﻪِ ﻭَﻧَﻌُﻮﺫُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻣِﻦْ ﺷُﺮُﻭْﺭِ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻨَﺎ ﻭَﻣِﻦْ ﺳَﻴِّﺌَﺎﺕِ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟِﻨَﺎ، ﻣَﻦْ ﻳَﻬْﺪِﻩِ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓَﻼَ ﻣُﻀِﻞَّ ﻟَﻪُ ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻀْﻠِﻞْ ﻓَﻼَ ﻫَﺎﺩِﻱَ ﻟَﻪُ . ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻭَﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥَّ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﻋَﺒْﺪُﻩُ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟُﻪُ . ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻭَﺳَﻠِّﻢْ ﻭَﺑَﺎﺭِﻙْ ﻋَﻠَﻰ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻟِﻪِ ﻭَﺻَﺤْﺒِﻪِ ﻭَﻣَﻦِ ﺍﻫْﺘَﺪَﻯ ﺑِﻬُﺪَﺍﻩُ ﺇِﻟَﻰ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ .

Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan, dan petunjuk-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan keburukan amal kita. Barang siapa mendapat dari petunjuk Allah maka tidak akan ada yang menyesatkannya, dan barang siapa yang sesat maka tidak ada pemberi petunjuknya baginya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Ya Allah, semoga doa dan keselamatan tercurah pada Muhammad dan keluarganya, dan sahabat dan siapa saja yang mendapat petunjuk hingga hari kiamat.

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan rahmat-Nya-lah pada pagi hari ini kita dapat berkumpul di grup yang mulia ini untuk menimba Ilmu dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Shalawat beriring salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabiullah Muhammad Shalallahu alaihi Wasallam . Rosul yang membawa risalah Al-Islam yang akan selalu kita nanti syafaatnya di yaumul akhir kelak

الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ

Segala puji bagi Allah Sang Penguasa alam semesta. Semoga salawat serta keselamatan tercurahkan selalu kepada Nabi dan Rasul termulia. Berserta keluarga dan sahabat-sahabatnya, semuanya.

Puasa Itu Memang untuk Orang-Orang Beriman

“Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertakwa“. (Al-Baqarah: 183)

Ramadhan adalah ” الشهر كله “, bulan segala kebaikan: bulan ampunan, bulan tarbiyah (pembinaan), bulan dzikir dan doa, bulan Al-Qur’an, bulan kesabaran, bulan dakwah dan jihad. Masih banyak lagi makna-makna lain bulan Ramadhan yang memberikan tambahan kebaikan dan manfaat yang luar biasa bagi kehidupan dunia dan akhirat kaum beriman.

Seluruh kebaikan dan keutamaan itu, dalam bahasa Rasulullah, diistilahkan dengan ‘syahrun mubarak‘. Ini seperti yang tersebut dalam sebuah haditsnya, “Akan datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan mubarak. Allah mewajibkan di dalamnya berpuasa. Pada bulan itu dibukakan untuk kalian pintu-pintu surga dan ditutup pintu-pintu neraka, setan-setan dibelenggu, serta pada salah satu malamnya terdapat malam yang lebih baik daripada seribu bulan, yaitu lailatul qadar. Barangsiapa yang terhalang untuk mendapatkan kebaikan di bulan itu, maka ia telah terhalang selamanya.” (Ahmad dan Nasa’i)

Mubarak dalam konteks Ramadhan artinya ‘ziyadatul khairat‘, bertambahnya pahala yang dijanjikan oleh Allah bagi para pemburu kebaikan dan semakin sempitnya ruang dan peluang dosa dan kemaksiatan di sepanjang bulan tersebut. Sungguh satu kesempatan yang tiada duanya dalam setahun perjalanan kehidupan manusia.

Ayat di atas yang mengawali pembicaraan tentang puasa Ramadhan jika dicermati secara redaksional mengisyaratkan beberapa hal, di antaranya: pertama, hanya ayat puasa yang diawali dengan seruan ‘Hai orang-orang yang beriman’. Sungguh bukti kedekatan dan sentuhan Allah terhadap hambaNya yang beriman dengan mewajibkan mereka berpuasa, tentu tidak lain adalah untuk meningkatkan derajat mereka menuju pribadi yang bertakwa ‘La’allakum tattaqun‘.

Ibnu Mas’ud ra merumuskan sebuah kaidah dalam memahami ayat Al-Qur’an yang diawali dengan seruan ‘Hai orang-orang yang beriman’, “Jika kalian mendengar atau membaca ayat Al-Qur’an yang diawali dengan seruan ‘hai orang-orang yang beriman‘, maka perhatikanlah dengan seksama; karena setelah seruan itu tidak lain adalah sebuah kebaikan yang Allah perintahkan, atau sebuah keburukan yang Allah larang.” Keduanya, perintah dan larangan, diperuntukkan untuk kebaikan orang-orang yang beriman. Memang hanya orang yang beriman yang mampu berpuasa dengan baik dan benar.

Kedua, bentuk perintah puasa dalam ayat di atas merupakan bentuk perintah tidak langsung dengan redaksi yang pasif: ‘telah diwajibkan atas kalian berpuasa‘. Berbeda dengan perintah ibadah yang lainnya yang menggunakan perintah langsung, misalnya shalat dan zakat: ‘Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat‘. Demikian juga haji: ‘Dan sempurnakanlah haji dan umrah kalian karena Allah‘. Redaksi sedemikian ini memang untuk menguji sensitifitas orang-orang yang beriman bahwa bentuk perintah apapun dan dengan redaksi bagaimanapun pada prinsipnya merupakan sebuah perintah yang harus dijalankan dengan penuh rasa ‘iman‘ tanpa ada bantahan sedikitpun, kecuali pada tataran teknis aplikasinya.

Ketiga, motivasi utama dalam menjalankan perintah beribadah dari Allah sesungguhnya adalah atas dasar iman -lihat yang kalimat ‘Hai orang-orang yang beriman‘– bukan karena besar dan banyaknya pahala yang disediakan. Sebab, pahala itu rahasia dan hak prerogatif Allah yang tentunya sesuai dengan tingkat kesukaran dan kepayahan ibadah tersebut. Rasulullah saw. bersabda, “Pahala itu ditentukan oleh tingkat kesukaran dan kepayahan seseorang menjalankan ibadah tersebut.”

Dalam konteks ini, hadits yang seharusnya memotivasi orang yang beriman dalam berpuasa yang paling tinggi adalah karena balasan ampunan ‘maghfirah‘ yang disediakan oleh Allah swt. Bukan balasan yang sifatnya rinci seperti yang terjadi pada hadits-hadits lemah atau palsu seputar puasa, karena tidak ada yang lebih tinggi dari ampunan Allah baik dalam konteks shiyam (puasa) maupun qiyam (shalat malam) di bulan Ramadhan. Rasulullah bersabda tentang shiyam, “Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan semata-mata mengharapkan ridha Allah, maka sungguh ia telah diampuni dosa-dosanya yang terdahulu”. (Muttafaqun Alaih). Dengan redaksi yang sama, Rasulullah bersabda juga tentang qiyam di bulan Ramadhan, “Barangsiapa yang shalat malam (qiyam) di bulan Ramadhan karena iman dan semata mengharapkan ridha Allah, maka sungguh ia telah diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (Muttafaqun Alaih). Demikian juga doa yang paling banyak dibaca oleh Rasulullah di bulan puasa adalah “Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan mencintai maaf, maka maafkanlah aku.” Ampunan Allah lah yang menjadi kunci dan syarat utama seseorang dimasukkan ke dalam surga.

Yang juga menarik untuk di tadabburi adalah ibadah puasa merupakan ibadah kolektif para umat terdahulu sebelum Islam; ‘sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian‘. Hal ini menunjukkan bahwa secara historis, puasa merupakan sarana peningkatan kualitas iman seseorang di hadapan Allah yang telah berlangsung sekian lama dalam seluruh ajaran agama samawi-Nya. Puasalah yang telah mampu mempertahankan dan bahkan meningkatkan sisi kebaikan umat terdahulu yang kemudian dikekalkan syariat ini bagi umat akhir zaman. Prof. Mutawalli Sya’rawi menyimpulkan bahwa syariat puasa telah lama menjadi ‘rukun ta’abbudi‘ pondasi penghambaan kepada Allah dan merupakan instrumen utama dalam pembinaan umat terdahulu.
Dalam bahasa Rasulullah saw. seperti termaktub dalam haditsnya, “Puasa adalah benteng. Apabila salah seorang di antara kamu berpuasa pada hari tersebut, maka janganlah ia berkata kotor atau berbuat jahat. Jika ada seseorang yang mencaci atau mengajaknya berkelahi, maka hendaklah ia mengatakan (dengan sadar): ‘Aku sedang berpuasa’.” (Bukhari Muslim)

Ungkapan ‘agar kalian menjadi orang yang bertakwa‘ pada petikan terakhir ayat pertama dari ayat puasa merupakan harapan sekaligus jaminan Allah bagi ‘orang-orang yang beriman‘ dalam seluruh aspek dan dimensinya secara totalitas. Sebab, mereka akan beralih meningkat menuju level berikutnya, yaitu pribadi yang muttaqin yang tiada balasan lain bagi mereka melainkan surga Allah tanpa ‘syarat‘ karena mereka telah berhasil melalui ujian-ujian perintah dan larangan ketika mereka berada pada level mukmin.
Allah swt. berfirman tentang orang-orang yang bertakwa, “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa akan berada di dalam surga dan kenikmatan.” (Ath-Thur: 17). “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa akan berada di taman-taman surga dan di mata air-mata air.” (Adz-Dzariyat: 15). “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa akan berada di tempat yang aman, yaitu di dalam taman-taman dan mata air-mata air.” (Ad-Dukhan: 51-52)

Itulah hakikat kewajiban puasa yang tersebut pada ayat pertama dari ayatush shiyam: perintah puasa adalah ditujukan untuk orang yang beriman. Berpuasa hanya akan mampu dijalankan dengan baik dan benar oleh orang-orang yang benar-benar beriman. Motivasi menjalankan amaliah Ramadhan juga karena iman. Orang-orang beriman yang sukses akan diangkat oleh Allah menuju derajat yang paling tinggi di hadapan-Nya, yaitu muttaqin. Semoga kita termasuk yang akan mendapatkan predikat muttaqin setelah sukses menjalankan ibadah Ramadhan dengan penuh iman dan ihtisaban.

Sumber : dakwatunna.com

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
TANYA JAWAB


Tanya :  Bunda, jika disuntik menahan supaya tidak haid agar puasanya full apa diperbolehkan? jika tidak boleh, bagaimana jika puasa ramadhan sedang haji atau umroh?
Jawab : Tidak boleh untuk ibadah puasa ramadhan karena diberi waktu dilain hari untuk mengganti puasa yang ditinggalkan. Jika ibadah haji ada beberapa yang membolehkan karena waktunya tidak bisa di ganti di bulan-bulan yang lain

Tanya : Apakah orang yang meninggal dunia sebelum sempat membayar hutang puasanya dapat di bayarkan oleh  ahli warisnya? dalam hal ini orang tua yang meningga atau sebaliknya, misalnya anaknya yang meninggal?
Jawab : Walinya yang wajib mempuasakan, baik itu orangtua atau anaknya

Tanya : Ustadzah ada yang mengatakan, pada saat bulan Ramadhon para penghuni kubur terbebas dari siksa kubur. Apakah ada dalilinya (haditsnya)?
Jawab : Adzab kubur termasuk perkara ghaib. Dan masalah ghaib hanya diketahui oleh Allah dan makhluk yang bersangkutan. Yang bisa kita lakukan hanyalah meyakini apa yang disebutkan dalam dalil al-Quran dan hadis shahih. Dan kita tidak boleh berkomentar tanpa sumber yang benar. Allah meningatkan,
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al-Isra: 36)

Tanya : Apakah adzab kubur dihentikan selama ramadhan?
Jawab : Sebagian lembaga fatwa menegaskan bahwa mereka tidak pernah menjumpai adanya dalil mengenai hal ini. Diantaranya lembaga Fatwa Syabakah Islamiyah,
فإن عذاب القبر ونعيمه من الأمور التي اتفق أهل السنة على إثباتها لقيام الدليل عليها من الكتاب والسنة الصحيحة، ولم نطلع على ما يدل على أنه يرفع في رمضان

Sesungguhnya adzab kubur dan kenikmatan keberadaannya disepakati ahlus sunah. Berdasarkan dalil dari al-Quran dan sunah yang shahih. Dan kami tidak menjumpai adanya dalil yang menunjukkan bahwa adzab kubur dihentikan selama ramadhan. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 152793)

Tanya : Mengenai sholat tarawih, ada yang sholat 23, 20,11 rakaat, kira-kira hadits yang membenarkan berapa rokaat ustadzah?
Jawab : Berapa rakaat shalat tarawih para sahabat yang diimami oleh Ubay bin Kaab? Hadits tentang kisah itu yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari tidak menjelaskan hal ini. Begitu juga hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah. Hanya menyebut Rasulullah saw. shalat tarawih berjamaah bersama para sahabat selama tiga malam. Berapa rakaatnya, tidak dijelaskan. Hanya ditegaskan bahwa tidak ada perbedaan jumlah rakaat shalat malam yang dilakukan Rasulullah di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan. Jadi, hadits ini konteksnya lebih kepada shalat malam secara umum. Maka tak heran jika para ulama menjadikan hadits ini sebagai dalil untuk shalat malam secara umum. Misalnya, Iman Bukhari memasukkan hadits ini ke dalam Bab Shalat Tahajjud. Iman Malik di Bab Shalat Witir Nabi saw. (Lihat Fathul Bari 4/250 dan Muwattha’ 141).

Inilah yang kemudian memunculkan perbedaan jumlah rakaat. Ada yang menyebut 11, 13, 21, 23, 36, bahkan 39. Ada yang berpegang pada hadits ‘Aisyah dalam Fathul Bari, “Nabi tidak pernah melakuka shalat malam lebih dari 11 rakaat baik di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan.”
Sebagian berpegang pada riwayat bahwa Umar bin Khattab –seperti yang tertera di Muwattha’ Imam Malik—menyuruh Ubay bin Kaab dan Tamim Ad-Dari untuk melaksanakan shalat tarawih 11 rakaat dengan rakaat-rakaat yang panjang. Namun dalam riwayat Yazid bin Ar-Rumman dikabarkan jumlah rakaat shalat tarawih yang dilaksanakan di zaman Umar adalah 23 rakaat.
Dalam kitab Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq, Imam At-Tirmidzi menyatakan bahwa Umar, Ali, dan sahabat lainnya melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat selain witir. Pendapat ini didukung Imam At-Tsauri, Imam Ibnu Mubarak, dan Imam Asy-Syafi’i.
Di Fathul Bari ditulis bahwa di masa Umar bin Abdul Aziz, kaum muslimin shalat tarawih hingga 36 rakaat ditambah witir 3 rakaat. Imam Malik berkata bahwa hal itu telah lama dilaksanakan.

Tanya : Ustadzah, maksud tersirat dari "di bulan Ramadhan setan-setan akan dibelenggu" itu bagaimana? Apakah artinya setan tidak bisa mengganggu manusia lagi? Mohon pencerahan.
Jawab : Jika di bulan ramadhan masih ada muslim yang bermaksiat, jangan menyalahkan keadaan karena semuanya bermula dari hawa nafsunya sendiri

Tanya : Assalamu'alaikum wrwb ustadzah mau tanya, pada bulan Ramadhan ada yang namanya lailatur qadar. Apa ada ciri-ciri khusus orang yang mendapatkan Lailatul Qadar  dipenampakan lahiriah dan batiniah? pada bulan Ramadhan ada 3 fase, 10 hari pertama, 10 hari kedua, dan 10 hari ketiga. Bagaimana tips-tipsnya biar kita bisa mendapatkan ketiga-tiganya? Mohon pencerahannya, jazakillah khairan katsir.
Jawaba : Lailatul Qadar termasuk malam yang istimewa. Banyak riwayat yang menyebutkan bahwa malam itu lebih baik dari seribu bulan. Bagaimana tanda-tanda malam lailatul qadar, bisa satu tema sendiri.

Tanya : Ustadzah, saya mau tanya tentang pelaksanaan sholat witir pada setelah sholat tarawih. Pernah saya ikut sholat tarawih yang saat itu witirnya 3 roka'at dengan 1 salam, tapi pada saat sholat di tempat lain dengan jumlah rakaat yang sama (3 rakaat), tapi dengan 2 salam, jadi 2 rakaat salam dan kemudian dilanjutkan 1 rakaat salam?
Jawab : Dua-duanya benar bunda, sama seperti ketika ada yang melaksanakan sholat subuh pake doa qunut dan tidak.

Tanaya : ustadzah, tadi di katakan jika seseorang meninggal dunia sebelum sempat membayar hutang puasa, maka walinya yang menggantikan. Nah jika walinya tidak tahu kalau seseorang yang sudah meninggal dunia itu ada hutang puasa dan yang meninggal juga tidak memberitahukan bahwa ada puasanya yang tinggagl semasa hidupnya, bagaimanaa hukumnya?
Jawab : Jika ada yang tidak tahu ya tidak wajib bagi walinya untuk membayar hutang puasa tersebbut. Hikmahnya disini adalah kita harus lebih dekat interaksi kita dengan saudarasaudara kita. Wallahu a'lam

Tanya : Ustadzah mau bertanya, puasa bagi ibu menyusui bagaimana ya? Katanya ada rukhsoh untuk tidak berpuasa, benarkah ustadzah? Lalu menggantinya bagaimana? Puasa di lain hari / bayar fidyah? Atau harus dua-duanya? Syukron ustadzah
Jawab : Jika belum kuat puasa bayar fidyah dulu, setelah longgar bisa di qadha sejumlah hr yg ditinggalkan

Tanya : Berarti dua-duanya? Bayar fidyah dulu, setelah kuat lalu mengqodho? Karena ada yang hamil, menyusui, hamil, menyusui dan seterusnya, sehingga tidak sempat-sempat qodho puasa?
Jawab : Iya jika mampu, boleh bayar fidyah dulu. Jika mampu sebaiknya dilaksanakan dua-duanya

Tanya : Afwan ustadzah ada yg nitip pertanyaan, Kalau masih ada hutang qadha puasa tapi dari kemarin mencoba puasa ternyata tidak kuat karena langsung perih lambungnya, itu bagaimana ya? apakah sisa qadha puasa yang ramadhan tahun kemarin diganti dengan fidyah apa bisa? atau tetep harus puasa?
Jawab :  Masih ada waktu, apa tidak dicoba dulu puasa? Pas sahur dan buka minum obat lambung. Jika sudah berat banget kondisinya barulah bayar fidyah.

Tanya : Kalo niat puasa daud di barengi niat baut bayar ramadhan boleh kah? Saat ini aku sudah puasa daud tapi bayar juga sudah.
Jawab : Menggabungkan Niat Puasa Sunah dengan Puasa Qadha Ramadhan

By Ammi Nur Baits - Jul 22, 2016 ~ Share on Facebook
Menggabungkan Niat Puasa
Pertanyaan:

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh, Saya ingin menanyakan bolehkan puasa sunnah niatnya dibarengi dengan mengqodho puasa ramadhan? Jazakumullah khairan katsiran. Wassalam.

Jawaban: Wa alaikumus salam warrahmatullahi wabarakatuh, Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du, Ada dua pembahasan dalam masalah ini,
Pertama, hukum melaksanakan puasa sunah, bagi orang yang memiliki tanggungan puasa qadha.
Sebagian ulama melarang melakukan puasa sunah, hingga dia menyelesaikan qadhanya. Ini merupakan salah satu pendapat Imam Ahmad. Pendapat ini didasari kaidah bahwa amal wajib lebih penting dari pada amal sunah, sehingga qadha ramadhan yang statusnya wajib, harus didahulukan sebelum puasa sunah. Sementara mayoritas ulama berpendapat, bahwa orang yang memiliki tanggungan qadha puasa ramadhan, dibolehkan melaksanakan puasa sunah. Ini merupakan pendapat Hanafiyah, Syafiiyah, dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayat. Dan pendapat keduanya lebih mendekati kebenaran. Allahu a’lam.
Keterangan selengkapnya bisa anda pelajari di: Puasa Sunnah sebelum Qadha Ramadhan
Kedua, sebagian ulama memberikan pengecualian untuk puasa 6 hari di bulan syawal. Bahwa orang yang hendak puasa sunah 6 hari di bulan syawal, dia diharuskan menyelesaikan qadha puasa ramadhannya terlebih dahulu, agar dia bisa mendapatkan pahala seperti puasa selama setahun.

Kesimpulan ini berdasarkan hadis dari Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Siapa yang puasa ramadhan, kemudian dia ikuti dengan 6 hari puasa syawal, maka seperti puasa setahun.” (HR. Muslim 1164)

Pada hadis di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan janji pahala seperti puasa setahun dengan 2 syarat: (1) Menyelesaikan puasa ramadhan, dan (2) Puasa 6 hari di bulan syawal.
Keterangan selengkapnya bisa anda pelajari di: Qadha Dulu ataukah Syawal Dulu
 Mengingat puasa 6 hari di bulan syawal dikaitkan dengan selesainya puasa puasa ramadhan, maka tidak mungkin seseorang menggabungkan niat puasa syawal dengan niat puasa qadha. Sebagaimana tidak mungkin seseorang menggabungkan shalat sunah ba’diyah dengan shalat wajib yang sedang dikerjakan.

Ketiga, menggabungkan puasa sunah selain syawal dengan qadha ramadhan
Ada dua pendapat ulama dalam kasus ini.
Pendapat pertama, Tidak boleh menggabungkan niat puasa qadha dengan puasa sunah lainnya. Sebagaimana tidak boleh menggabungkan niat ketika puasa ramadhan dengan puasa sunah lainnya.

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan,
فإن من عليه صيام واجب من قضاء رمضان، أو من كفارة، أو نحو ذلك، فلا يصح له أن يجمعه مع صوم التطوع بنية واحدة، لأن كلاً من الصوم الواجب وصوم التطوع عبادة مقصودة مستقلة عن الأخرى، ولا تندرج تحتها، فلا يصح أن يجمع بينهما بنية واحدة

”Orang yang melaksanakan puasa wajib, baik qadha ramadhan, puasa kaffarah, atau puasa lainnya, tidak sah untuk digabungkan niatnya dengan puasa sunah. Karena masing-masing, baik puasa wajib maupun puasa sunah, keduanya adalah ibadah yang harus dikerjakan sendiri-sendiri. Dan puasa sunah bukan turunan dari puasa wajib. Sehingga tidak boleh digabungkan niatnya.” (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 7273)

Pendapat kedua, boleh menggabungkan niat puasa sunah dan puasa wajib, selama puasa sunah itu tidak memiliki kaitan dengan puasa wajib.

Imam Ibnu Utsaimin mengatakan,
من صام يوم عرفة ، أو يوم عاشوراء وعليه قضاء من رمضان فصيامه صحيح ، لكن لو نوى أن يصوم هذا اليوم عن قضاء رمضان حصل له الأجران : أجر يوم عرفة ، وأجر يوم عاشوراء مع أجر القضاء ، هذا بالنسبة لصوم التطوع المطلق الذي لا يرتبط برمضان

”Orang yang melakukan puasa hari arafah, atau puasa hari asyura, dan dia punya tanggungan qadha ramadhan, maka puasanya sah. Dan jika dia meniatkan puasa pada hari itu sekaligus qadha ramadhan, maka dia mendapatkan dua pahala: (1) Pahala puasa arafah, atau pahala puasa Asyura, dan (2) Pahala puasa qadha. Ini untuk puasa sunah mutlak, yang tidak ada hubungannya dengan ramadhan.” (Fatawa as-Shiyam, 438).

Dalam Fatwa Nur ’ala ad-Darbi, ketika membahas puasa qadha dan kaitannya dengan puasa sunah, Imam Ibnu Utsaimin juga menjelaskan ,

وأما إذا أراد أن يصوم هذا الواجب حين يشرع صومه من الأيام كصيام عشرة ذي الحجة وصيام عرفة وصوم عاشوراء أداء للواجب فإننا نرجو أن يثبت له أجر الواجب والنفل لعموم قول الرسول عليه الصلاة والسلام لما سئل عن صوم يوم عرفة قال (احتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله والسنة التي بعده) فأرجو أن يحقق الله له الأجرين أجر الواجب وأجر التطوع وإن كان الأفضل أن يجعل للواجب يوماً وللتطوع يوم آخر

Ketika ada orang yang hendak puasa wajib (qadha), bertepatan dengan puasa sunah, seperti puasa 10 hari pertama dzulhijjah, atau puasa arafah, atau puasa asyura, sekaligus puasa wajib, kami berharap dia mendapatkan pahala puasa wajib dan puasa sunah. Berdasarkan makna umum dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau ditanya tentang puasa arafah, ’Saya berharap kepada Allah, agar puasa ini menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.

Tanya : Assalamualaikum ustadzah, boleh bertanya titipan dari teman, dia putus sekolah maaf sudah melakukan hubungan suami istri tapi dia tidak pernah niat mandi dan juga kemarin habis lahiran dia lupa niat nifas, hanya niat bahasa Indonesia seperti niat membersihkan badan dari najis besar karena Allah Taala. Itu bagaimana ya ustadzah?
Jawaba : Segeralah bertaubat dengan melaksanakan sholat taubat dan berjanji untuk tidak mengulangi lagi. Jika di Nangroe Aceh Darussalam, orang-orang seperti itu dihukum rajam 100 kali, tapi berhubung negara kita belum berlandaskan hukum Islam dalam keseluruhan kehidupannya, maka untuk sementara taubat nashuha adalah jalan terbaik. Biar Allah Ta'ala yang memutuskan kelak apa balasannya buat orang-orang seperti itu. Wallahu a'lam

Tanya : Maksud teman saya, setelah hubungan dia lupa niat mandi sampai nifas?!
Jawab : Sebenarnya dari awal hubungannya sudah bisa dibilang haram kesemuanya. Jadi saya hanya bisa menyarankan taubatan nashuha.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Kita akhiri majlis hari ini dengan membaca :  

🔊 ucap syukur : الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِين
🔊 dan istighfar أَسْتَغفِرُ اَللّهَ الْعَظيِمْ

[In Syaaa ALlaah]  إِنْ شَاءَ الله  
kebersamaan ini bermanfaat dan barokah.

أٰمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن
[aamiin yaa Rabbal 'aalamiiiin]

و‌َالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
PENUTUP

DOA PENUTUP MAJELIS
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
Subhanaka Allahuma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik. Artinya:“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
Aamiin ya Rabb.

======================
Website: www.hambaAllah.net
FanPage : Kajian On line-Hamba Allah
FB : Kajian On Line-Hamba Allah
Twitter: @kajianonline_HA
IG: @hambaAllah_official

Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT

0 komentar:

Post a Comment

Ketik Materi yang anda cari !!