Rekap Kajian Online Hamba Allah Ummi G 3
Rabu , 10 Mei 2017
Tema : Tarhib Ramadhan
Narsum : Ustadz Doli
Editor : Sapta
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang masih memberikan kita nikmat iman, islam dan Al Qur'an semoga kita selalu istiqomah sebagai shohibul qur'an dan ahlul Qur'an dan dikumpulkan sebagai keluarga Al Qur'an di JannahNya.
Shalawat beriring salam selalu kita hadiahkan kepada uswah hasanah kita, pejuang peradaban Islam, Al Qur'an berjalan, kekasih Allah SWT yakninya nabi besar Muhammad SAW, pada keluarga dan para sahabat nya semoga kita mendapatkan syafaat beliau di hari akhir nanti. InsyaAllah aamiin
MENYAMBUT RAMADHAN
A. Sya’ban, Bulan Persiapan Ramadhan
Bulan Sya’ban adalah bulan yang terletak di antara Syahrul-Haram, yaitu Rajab dan Syahrul-Mubarak, yaitu Ramadhan. Karena posisi di antara dua bulan yang mulia, manusia sering lalai untuk melakukan amal shalih di bulan Sya’ban. Untuk itulah, Rasulullah saw melakukan banyak amal shalih, khususnya puasa sunnah di bulan Sya’ban. Bahkan banyaknya puasa sunnah Rasulullah saw di bulan Sya’ban melebihi puasa sunnah Rasulullah saw di bulan-bulan lainnya. Usamah bin Zaid ra bertanya : “Wahai Rasulullah, kenapa aku tidak pernah melihat anda berpuasa sunah dalam satu bulan tertentu yang lebih banyak dari bulan Sya’ban?”
Rasulullah saw menjawab:
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفِلُ النَّاسُ عَنْهُ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَال إِلى رَبِّ العَالمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عملي وَأَنَا صَائِمٌ
“Ia adalah bulan di saat manusia banyak yang lalai (dari beramal shalih), antara Rajab dan Ramadhan. Ia adalah bulan di saat amal-amal dibawa naik kepada Allah Rabb semesta alam, maka aku senang apabila amal-amalku diangkat kepada Allah saat aku mengerjakan puasa sunah” (HR. Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Khuzaimah. Ibnu Khuzaimah menshahihkan hadits ini).
Di bulan Ramadhan kita dianjurkan untuk memperbanyak amalan sunah seperti membaca Al-Qur’an, berdzikir, beristighfar, shalat tahajud dan witir, shalat dhuha, dan sedekah. Untuk mampu melakukan hal itu semua dengan ringan dan istiqamah, kita perlu banyak berlatih. Di sinilah bulan Sya’ban menempati posisi yang sangat urgen sebagai waktu yang tepat untuk berlatih membiasakan diri beramal sunah secara tertib dan kontinu. Dengan latihan tersebut, di bulan Ramadhan kita akan terbiasa dan merasa ringan untuk mengerjakannya. Dengan demikian, tanaman iman dan amal shalih akan membuahkan takwa yang sebenarnya.
Abu Bakar Al-Warraq Al-Balkhi berkata:
شهر رجب شهر للزرع وشعبان شهر السقي للزرع ورمضان شهر حصاد الزرع )لطائف المعارف فيما للمواسم من وظائف)
“Bulan Rajab adalah bulan menanam. Bulan Sya’ban adalah bulan menyirami tanaman. Dan bulan Ramadhan adalah bulan memanen hasil tanaman.” (Latha’iful-Ma’arif hal. 130).
Barangsiapa tidak menanam benih amal shalih di bulan Rajab dan tidak menyirami tanaman tersebut di bulan Sya’ban, bagaimana mungkin ia akan memanen buah takwa di bulan Ramadhan? Di bulan yang kebanyakan manusia lalai dari melakukan amal-amal kebajikan ini, sudah selayaknya bila kita tidak ikut-ikutan lalai. Bersegera menuju ampunan Allah dan melaksanakan perintah-perintah-Nya adalah hal yang harus segera kita lakukan sebelum bulan suci Ramadhan benar-benar datang.
Imam Abu Bakr Az-Zur’i rahimahullah memaparkan dua perkara yang wajib kita waspadai. Salah satunya adalah [اَلتَّهَاوُنُ بِالْأَمْرِ إِذَا حَضَرَ وَقْتُهُ] , yaitu kewajiban telah datang tetapi kita tidak siap untuk menjalankannya. Ketidaksiapan tersebut salah satu bentuk meremehkan perintah. Akibatnya pun sangat besar, yaitu kelemahan untuk menjalankan kewajiban tersebut dan terhalang dari ridha-Nya (Badai’ul Fawaid 3/699).
B. Bentuk-Bentuk Persiapan
Untuk itu, khususnya di bulan Sya’ban, marilah kita mempersiapkan diri untuk memasuki bulan Ramadhan, antara lain :
1. Persiapan Ruhiyah (Al-I'dad Ar-Ruuhui)
Persiapan ruhiyah dilakukan dengan menghayati keutamaan bulan Ramadhan, besarnya pahala beramal di dalamnya dan limpahan maghfirah dari Allah SWT. Dengan menghayati masalah ini, akan memunculkan rasa rindu yang sangat dalam untuk segera bertemu dengan bulan Ramadhan.
Persiapan ruhiyah juga dilakukan dengan berlatih meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah, seperti memperbanyak membaca Al-Qur'an, puasa sunnah, dzikir, do'a dan lain-lain. Rasulullah saw, mencontohkan kepada umatnya dengan memperbanyak puasa di bulan Sya'ban, sebagaimana yang diriwayatkan 'Aisyah ra. berkata:
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ: وَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِي شَعْبَانَ
” Saya tidak melihat Rasulullah saw menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya'ban” (HR Muslim).
Persiapan ruhiyah juga dilakukan dengan meninggalkan dosa, maksiat dan perbuatan sia-sia. Karena semua perbuatan itu akan menghalangi diri kita untuk mendapatkan hidayah dan menutup hati dari kebaikan. Serta menjadikan kita merasa berat untuk menjalankan amal shalih.
2. Persiapan Fikriyah (Al-I'dad Al-Fikri)
Persiapan fikriyah atau pikiran dilakukan dengan mendalami ilmu, khususnya ilmu yang terkait dengan ibadah Ramadhan. Banyak orang yang berpuasa tidak menghasilan kecuali lapar dan dahaga. Hal ini dilakukan karena puasanya tidak dilandasi dengan ilmu yang cukup. Seorang yang beramal tanpa ilmu, maka tidak menghasilkan kecuali kesia-siaan belaka. Juga jangan sampai puasa yang kita jalani di bulan Ramadhan menjadi sia-sia belaka, sebagaimana sabda Rasulullah saw :
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath-Thabrani).
Kita bisa mendapatkan banyak referensi buku-buku yang mengupas tentang seputar Ramadhan atau masalah seputar bahasan puasa ditulis para ulama-ulama klasik misalnya dalam Fathul Bari ditulis oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Kitab Zaadul-Ma'ad ditulis oleh Ibnul-Qoyyim, dan lain-lain.
Begitu juga kita bisa dapatkan buku-buku karya Ulama kontemporer sekarang ini seperti buku Fiqh Puasa ditulis oleh Syaikh Yusuf Al-Qardhawi, Durusun Ramadhaniyyah ditulis oleh Syaikh Salman bin Fahd Al-Audah, Sifat Puasa Nabi ditulis oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilali & Syaikh Ali Hasan, Pedoman Puasa ditulis oleh Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash- Shiddieqy, atau di Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq Bab Puasa, dan sebagainya.
Bisa juga dengan mengikuti kajian fiqh Ramadhan yang diselenggarakan di masjid-masjid atau majelis ilmu yang lain.
3. Persiapan Fisik (Al-I'dad Al-Jasadi)
Seorang muslim tidak akan mampu atau berbuat maksimal dalam berpuasa jika fisiknya sakit. Oleh karena itu mereka dituntut untuk menjaga kesehatan fisik, kebersihan rumah, masjid dan lingkungan. Kesehatan fisik diwujudkan dengan menjaga pola makan, keteraturan dalam hidup, berolah-raga dan menjaga kesucian. Dan jika sakit, segera dideteksi penyakitnya dan memberinya obat yang proporsional untuk penyembuhannya. Menjaga kebersihan dan kesucian rumah, tempat ibadah dan lingkungan juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari mewujudkan fisik yang sehat.
Jika di bulan Sya’ban kita telah melatih itu semua, dan istiqomah dalam menjalankannya, maka insya Allah fisik kita sudah siap untuk menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan dengan kondisi tetap bugar dari awal hingga akhir.
4. Persiapan Harta (Al-I'dad Al-Maali)
Sarana penunjang yang lain yang harus disiapkan adalah materi yang halal untuk bekal ibadah di bulan Ramadhan. Idealnya seorang muslim telah menabung selama 11 bulan sebagai bekal untuk menjalankan ibadah Ramadhan. Sehingga ketika datang Ramadhan, dia dapat beribadah secara khusyu' dan tidak berlebihan atau ngoyo dalam mencari harta atau kegiatan lain yang mengganggu kekhusu'an ibadah Ramadhan, sekaligus untuk memperbanyak ibadah sosial. Bisa mengeluarkan shadaqah, memebri buka kepada yang berpuasa, membayar zakat fithrah dan mampu menjalankan ibadah i’tikaf secara penuh tanpa diresahkan dengan perniagaan.
Persiapan seperti itulah yang dilakukan oleh para pedagang Arab, yaitu memulai berdagang selama berbulan-bulan, kemudian libur berdagang tepat pada bulan Ramadhan.
5. Persiapan Kegiatan (Al-I’daad An-Nasyaath)
Selama bulan Ramadhan tentu saja seorang Muslim ingin memanfaatkannya dengan mengisi berbagai kegiatan. Selain kegiatan rutin yang selama ini sudah dijalankan, seperti bekerja mencari nafkah, shalat lima waktu, shalat dhuha dan lain-lain. Juga kegiatan lain yang memberi nilai tambah pahala dan yang identik dengan kegiatan Ramadhan. Seperti sahur, berbuka, shalat tarawih, shalat witir, tadarus dan i’tikaf.
Ada pula kegiatan Ramadhan yang menjadi tekad seorang Muslim untuk meningkatkan kapasitasnya seperti mengkhatamkan Al Qur’an beberapa kali, tahsin, tahfidz, mengikuti beberapa kajian dan lain-lain.
Tentu saja semua kegiatan itu harus sudah dipersiapkan sejak dini sebelum memasuki bulan Ramadhan. Baik itu planning pembagian waktu, lokasi kegiatan, sarana-prasarana dan lain-lain. Jika sejak bulan Sya’ban sudah disiapkan, tentu saja saat memasuki bulan Ramadhan kita tidak terlalu berlarian dalam berkemas dan tidak berbenturan dalam berbagai acara. Apalagi jika diperparah dengan sarana-prasarana yang belum disiapkan, maka kegiatan Ramadhan kita bisa berantakan.
C. Larangan Berpuasa di Akhir Bulan Sya’ban
Walaupun di bulan Sya’ban dianjurkan memperbanyak puasa sunnah, tetapi Rasulullah saw melarang mendahului puasa Ramadhan dengan sehari atau dua hari sebelumnya, dalam sabdanya :
لَا يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الْيَوْمَ
“Janganlah salah seorang kalian mendahulukan Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali bagi seseorang yang sedang menjalankan puasa kebiasaannya, maka puasalah pada hari itu.” (HR. Bukhari).
Syaikh ‘Abdullah bin Shaalih Al-Fawzaan hafidzhahullah menerangkan, "Hadits ini sebagai dalil yang menunjukkan larangan berpuasa sebelum ditetapkannya awal bulan Ramadhan. Yaitu dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya dalam rangka menjaga diri supaya tidak luput dari awal Ramadhan.
Sementara seperti Ar-Ruyani (dalam Kitab Al-Majmu, 6/399-400, dan Fathul Bari, 4/129) menilai makruh jika berpuasa di atas tanggal 15 Sya’ban, berdasarkan sabda Rasulullah saw :
إِذَا كَانَ النِّصْفُ مِنْ شَعْبَانَ فَأَمْسِكُوا عَنْ الصَّوْمِ حَتَّى يَكُونَ رَمَضَانُ
Jika sudah pada separuh bulan Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa hingga masuk bulan Ramadhan (HR. Abu Daud, dishahihkan Nashiruddin Al-Albani).
Ulama kalangan madzhab Syafii telah mengamalkan hadits-hadits ini, lalu mereka berkata, tidak dibolehkan berpuasa setelah pertengahan bulan Sya’ban kecuali bagi orang yang terbiasa berpuasa atau ingin melanjutkan puasa sebelum pertangahan (Sya’ban).
==============
TANYA JAWAB
Tanya : Assalamualaikum, ustadz untuk anjuran puasa di bulan syaban baik nya tanggal berapa ya? Makasih ustadz.
Jawab : bisa senin kamis, bisa puasa daud, bisa ayyaumul bidh, bisa juga puasa sunnah mutlak, diluar yaumul syak yang terlarang
Tanya : Ustadz, kalau misalkan masih ada qodo apakah masih boleh puasa setelah pertengahan bulan sya'ban?
Jawab : boleh mengakhirkan qadha, namun sebaiknya puasa berikutnya segera di qadha, karena kita tak tahu kapan ajal akan menjemput.
Tanya : Ustadz mau bertanya tentang nisfu syaban, apakah ada anjurannya, ini lagi marak di sosmed ustadz, dengan amalan-amalannya, mohon penjelasannya ustadz ,terimakasih ustadz.
Jawab : Ada riwayat keistimewaan dalam nisfu syaban,namun tak ada ibadah khsusus tak ada doa khusus.
Tanya : ustadz, kalau wanita haid kadang 1 hari bersih, berikutnya ada lagi, yang hari berikutnya kita mandi, dan setelah sehari shalat atau puasa besoknya suka ada lagi darah haid, yang lebih afdol yang mana, apa kita menunggu sampai batas betul-betul bersih, atau ibadah jadi tersendat sehari puasa besok tidak berikutnya puasa lagi? Mohon penjelasannya, jazakallah khoir ustadz.
Jawab : kalau masih masa haid, maka menunggu, melihat dari kebiasaan waktu haid 3 bulan terakhir. Kalau belum bersih belum boleh mandi, sampai benar kapas itu putih.
Tanya : Ustadz, saya haid sudah tidak teratur, kadang sampai lebih dari limabelas hari. Saat seperti itu, kewajiban saya puasa dan shalat juga ya ustadz, karena saya biasanya diluar bulan ramadhan, jika keluar haid, saya tidak menjalani puasa baik qadha maupun sunah tetapi tetap shalat wajib.
Jawab : itu harus cek ke bidan ke dokter itu darah haid atau istihadhah, tapi menurut jumhur kalau sudah 15 hari mandi dan puasa. itu batas, jadi masuk istihadhah
Tanya : Apakah boleh dalam iktikaf diisi sholat sunnah berjamaah seperti tarawih?
Jawab : Qiyamul Lail berjamaah dibolehkan, bahkan di makkah dan madinah, juga di masjid-masjid di riyadh dilakukan utamanya di 10 malam terakhir.
Tanya : Mau tanya ustadz, untuk nisfu sya'ban ada beberapa yang menyuruh membaca surah Yasin 3x, dan bilang saat malam nisfu sya'ban itu untuk tutupan amal & pembukaan catatan amal baru. Apakah itu ada dasarnya? Mohon penjelasannya..
Jawab : hadits keutamaan nisfu syaban ada, namun tidak ada ibadah khusus di malam itu.
coba perhatikan ini 👇
👇
إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ ، فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
“Sesungguhnya Allah memeriksa pada setiap malam Nisfhu Sya’ban. Lalu Dia mengampuni seluruh makhluk-Nya, kecuali orang musyrik atau orang yang sedang bertengkar (dengan saudaranya).” Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah (1390). Dalam Zawa’id Ibnu Majah, riwayat ini dinyatakan dha’if karena adanya perawi yang dianggap lemah.
Namun hadits ini juga diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir dari shahabat Mu’az bin Jabal (215). Ibnu Hibban juga mencantumkan dalam shahihnya (5665), begitu pula Imam Ahmad mencantumkan dalam Musnadnya (6642). Al-Arna’uth dalam ta’liq (komentar)nya pada dua kitab terakhir tentang hadits tersebut, berkata, “Shahih dengan adanya syawahid (riwayat-riwayat semakna lainnya yang mendukung).”
Al-Albani memasukkan hadits ini dalam kelompok hadits-hadits shahih dalam kitabnya Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah (1144), juga dalam kitabnya Shahih Targhib wa Tarhib (1026).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Adapun malam Nishfu Sya’ban, di dalamnya terdapat keutamaan.” (Mukhtashar Fatawa Mishriyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 291)
Karena itu, ada sebagian ulama salaf dari kalangan tabi’in di negeri Syam, seperti Khalid bin Ma’dan dan Luqman bin Amir yang menghidupkan malam ini dengan berkumpul di masjid-masjid untuk melakukan ibadah tertentu. Dari merekalah kemudian kaum muslimin membudayakan berkumpul di masjid-masjid pada malam Nisfhu Sya’ban dengan melakukan ibadah tertentu untuk berdoa dan berzikir. Ishaq bin Rahawaih menyetujui hal ini dengan berkata, “Ini bukan bid’ah”
Akan tetapi, sebagian ulama Syam lainnya, di antaranya Al-Auza’i yang dikenal sebagai Imam ulama Syam, tidak menyukai perbuatan berkumpul di masjid-masjid untuk shalat dan berdoa bersama pada malam ini, namun mereka membenarkan seseorang yang shalat khusus pada malam itu secara pribadi (tidak bersama-sama).
Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Rajab Al-Hambali, begitu juga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Lebih keras dari itu adalah pandangan mayoritas ulama Hijaz, sepeti Atha, Ibnu Mulaikah, juga ulama Madinah dan pengikut Mazhab Maliki, mereka menganggapnya sebagai perbuatan bid’ah.
(Lihat: Latha’iful Ma’arif, Ibnu Rajab Al-Hambali, hal. 151, Mukhtashar Fatawa Al-Mishriyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 292)
Namun, jika seseorang qiyamullail pada malam itu sebagaimana qiyamullail disunnahkan pada umumnya malam, atau berpuasa di siang harinya karena termasuk puasa Ayyamul Bidh (pertengahan bulan) yang disunnahkan, maka hal tersebut jelas tidak mengapa.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Kita akhiri majlis hari ini dengan membaca :
🔊 ucap syukur : الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِين
🔊 dan istighfar أَسْتَغفِرُ اَللّهَ الْعَظيِمْ
[In Syaaa ALlaah] إِنْ شَاءَ الله
kebersamaan ini bermanfaat dan barokah.
أٰمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن
[aamiin yaa Rabbal 'aalamiiiin]
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
PENUTUP
DOA PENUTUP MAJELIS
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
Subhanaka Allahuma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik. Artinya:“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
Aamiin ya Rabb.
======================
Website: www.hambaAllah.net
FanPage : Kajian On line-Hamba Allah
FB : Kajian On Line-Hamba Allah
Twitter: @kajianonline_HA
IG: @hambaAllah_official
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment