Home » , , » Mahabatullah: Anwa'lu Mahabbah(Jenis jenis Cinta)

Mahabatullah: Anwa'lu Mahabbah(Jenis jenis Cinta)

Posted by Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT on Wednesday, September 19, 2018


Hasil gambar untuk mahabatullah
Rekapitulasi Kajian Online HA Ummahat G-5
Hari/Tgl: Senin, 16 Juli 2018
Materi: Mahabatullah: Anwa'lu Mahabbah(Jenis jenis Cinta)
Narasumber: Ustadz Cipto
Waktu kajian : Ba'da Ashar
Editor: Sapta
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖



Mahabbatullah: Anwa’ul Mahabbah (Jenis-jenis Cinta)

Cinta terbagi menjadi dua jenis:

Pertama, al-mahabbatu at-thabi’i (cinta yang bersifat thabi’i/tabiat/naluri). Yang mendasarinya adalah asy-syahwah (keinginan); yang memang merupakan fitrah dan sunnatullah atas seluruh manusia. Allah Ta’ala menyebutkan hal ini dengan firman-Nya,

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran, 3: 14)

Berkenaan dengan semua itu, tabiat manusia -tanpa kecuali- adalah hubbut tamalluk (senang untuk memiliki); ingin punya istri yang cantik, ingin punyak anak yang lucu-lucu dan pintar, ingin punya perhiasan, ingin punya kendaraan yang bagus, ingin punya ternak dan sawah ladang. Perlombaan manusia dalam meraihnya kadangkala hanya sebatas untuk memuaskan keinginannya dan bermegah-megahan semata. Manusia mengira hal itu akan membahagiakan dirinya, padahal sebanyak apapun kesenangan hidup yang berhasil diraih, syahwat manusia tidak akan mungkin bisa terpuaskan.

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ أَنَّ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ ، وَلَنْ يَمْلأَ فَاهُ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekai tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 6439 dan Muslim no. 1048)

Manusia pun seharusnya sadar bahwa seluruh kesenangan hidup di dunia ini tidaklah kekal (al-fana). Bahkan hakikatnya semua itu adalah sarana ujian bagi manusia agar diketahui siapakah diantara mereka yang paling baik amalnya.

إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Sesungguhnya, Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (QS. Al-Kahfi, 18: 7)

Dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا، وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ
“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau (enak dan menyenangkan), dan sungguh Allah mengangkat kalian silih berganti dengan yang lain didunia ini, lantas Dia akan melihat apa yang kalian perbuat (dengan dunia itu). Oleh karena itu, hati-hatilah kalian terhadap urusan dunia dan wanita, karena awal petaka yang menimpa Bani Israil adalah dalam hal wanita.” (HR. Muslim)

Kedua, al-mahabbatu as-syar’i (cinta yang sesuai syari’at)

Yang mendasarinya adalah al-iman (iman). Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Katakanlah: ‘Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah, 9: 24)

Ayat ini memberikan arahan syar’i bahwa cinta kepada Allah Ta’ala wajib didahulukan daripada segala macam cinta tersebut di atas, karena Dialah yang memberi hidup dan kehidupan dengan segala macam karunia-Nya kepada manusia dan Dialah yang bersifat sempurna dan Maha Suci dari segala kekurangan.

Sebagian salaf mengungkapkan hal ini dengan ucapannya,

مَسَاكِيْنُ أَهْلِ الدُّنْيَا خَرَجُوا مِنْهَا وَمَا ذَاقُوا أَطْيَبَ مَا فِيهَا. قِيلَ: وَمَا أَطْيَبُ مَا فِيهَا؟ قَالَ: مَحَبَّةُ اللهِ وَمَعْرِفَتُهُ وَذِكْرُهُ
“Sesungguhnya orang-orang miskin dari ahli dunia adalah mereka yang meninggalkan dunia, namun belum merasakan apa yang terlezat di dunia.” Ditanya, “Kenikmatan apakah yang paling lezat di dunia?” Dijawab, “Kecintaan kepada Allah, mengenal-Nya dan mengingat-Nya.”[1]

Begitu juga cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam haruslah diutamakan, karena beliau itu diutus Allah Ta’ala untuk membawa petunjuk dan menjadi rahmat bagi alam semesta.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Tidak beriman salah satu dari kalian, sehingga aku ia lebih cintai daripada anaknya, orangtuanya dan seluruh manusia.” (HR. Muslim)

Jadi, al-mahabbatu as-syar’i adalah cinta yang telah dibingkai oleh keimanan dan syariat Allah Ta’ala. Sehingga kecintaan tersebut tidak hanya atas dasar dorongan thabi’i semata, tetapi cinta itu telah terbimbing oleh nilai-nilai, aturan-aturan, dan norma agama Allah Ta’ala.

Al-mahabbatu as-syar’i adalah cinta yang telah termenej dengan baik. Dengan begitulah seseorang akan merasakan manisnya iman. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللهُ وَرَسُولُهُ أحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سَوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إلاَّ لِلهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Tiga sifat yang jika ada pada diri seseorang, ia akan meraih manisnya iman: (1) Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, (2) Ia mencintai seseorang, tidaklah mencintainya melainkan karena Allah, (3) Ia membenci untuk kembali kepada kekafiran –setelah Allah menyelamatkannya darinya– sebagaimana ia benci apabila dilempar ke dalam api.” (Hadits Muttafaq ‘Alaihi)

Dengan al-mahabbatu as-syar’i ini perasaan jiwa yang muncul pada diri seseorang bukan hanya hubbut tamalluk (kecintaan untuk memiliki) sebagaimana dalam al-mahabbatu at-thabi’i; lebih mulia dari itu perasaan yang muncul adalah: al-mawaddatu wal mahabbah (kasih sayang dan cinta). Ada keakraban dan kehangatan, keramahan dan persahabatan, keintiman dan kasih sayang yang tulus; yang diikat oleh ikatan iman kepada Allah Ta’ala bukan hanya sebatas ikatan kepentingan dunia.

Abdullah bin al-Abbas bin Abdil Muththalib berkata,

وَقَدْ صَارَتْ عَامَّةُ مُؤَاخَاةِ النَّاسِ عَلَى أَمْرِ الدُّنْيَا، وَذَلِكَ لاَ يُجْدِي عَلَى أَهْلِهِ شَيْئًا
“Sungguh, kebanyakan persaudaraan manusia karena urusan dunia (bukan lagi karena Allah), dan yang seperti itu tidaklah memberi manfaat sedikit pun padanya.”[2]

Kecintaan yang didasari iman adalah cinta yang kekal (al-baqa). Di akhirat nanti, orang-orang yang saling mencintai karena Allah Ta’ala akan memperoleh kemuliaan yang agung dari Allah Ta’ala.

Dari Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu; “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

«إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ لَأُنَاسًا مَا هُمْ بِأَنْبِيَاءَ، وَلَا شُهَدَاءَ يَغْبِطُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ وَالشُّهَدَاءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، بِمَكَانِهِمْ مِنَ اللَّهِ تَعَالَى»
“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah terdapat beberapa manusia yang bukan para nabi dan orang-orang yang mati syahid. Para nabi dan orang-orang yang mati syahid merasa iri kepada mereka pada Hari Kiamat karena kedudukan mereka di sisi Allah ta’ala.”

Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah Anda akan mengabarkan kepada kami siapakah mereka?”

Beliau bersabda,

«هُمْ قَوْمٌ تَحَابُّوا بِرُوحِ اللَّهِ عَلَى غَيْرِ أَرْحَامٍ بَيْنَهُمْ، وَلَا أَمْوَالٍ يَتَعَاطَوْنَهَا، فَوَاللَّهِ إِنَّ وُجُوهَهُمْ لَنُورٌ، وَإِنَّهُمْ عَلَى نُورٍ لَا يَخَافُونَ إِذَا خَافَ النَّاسُ، وَلَا يَحْزَنُونَ إِذَا حَزِنَ النَّاسُ»
“Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai dengan ruh dari Allah tanpa ada hubungan kekerabatan di antara mereka, dan tanpa adanya harta yang saling mereka berikan. Demi Allah, sesungguhnya wajah mereka adalah cahaya, dan sesungguhnya mereka berada di atas cahaya, tidak merasa takut ketika orang-orang merasa takut, dan tidak bersedih ketika orang-orang merasa bersedih.”

Dan beliau membaca ayat ini.

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Yunus:62)” (Sunan Abu Daud: Shahih)

Wallahu A’lam.

➖➖➖➖➖➖➖➖➖

TANYA JAWAB

T: Afwan ustadz Cipto, jika cinta tidak harus memiliki berarti salah ya ustadz?
J: ngeri kalau gitu, dalam cinta sesama manusia sih boleh saja. Ini dalam koridor hubungan kemanusiaan ya bukan cinta yang mengarah kepada hubungan yang biasa muncul dalam benak manusia ketika berbicara cinta.


T: Sering mendengar mencintai saudaranya saat bertemu dan berpisah karena Allah itu bagaimana ustad?
J: ini berkenaan dengan hadist nabi. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا أَحَبَّ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُعْلِمْهُ إِيَّاهُ
Jika salah seorang dari kalian mencintai saudaranya, maka beritahukan padanya (HR. Tarmidzi)
Tetap memperhatikan adab dan akhlaq ya


T: Assalamualaikum Ustdz Izin bertanya. Bagaimana cirri-ciri cinta kepada lawan jenis yang cintanya anugerah dari ALLAH. Dan cintanya yang datangnya dari syaiton?
J: sederhananya jika karena Allah menambah kedekatan kita kepada Allah swt dan sebaliknya jika malah bermaksiat itulah yang karena syetan dosa.


T: Aku pernah menyayangi orang tapi orangtua gak setuju apa ini dosa ustadz, karena kami lewat jalan belakang meski akhirnya gak jodoh juga, aku masih merasa sayang hingga dianya meninggal juga, gimana ustadz apa ini dosa?
J: Naam mulai lepaskan ya dan move on, perhatikan lah cintamu apakah mendasar karena Allah atau karena yang lain, sederhana kok kalau semakin meningkatkan ketaatan kita kepada Allah maka inilah cinta yang harus dituruti. Namun jika sebaliknya, maka segera beristigfar dan bersyukur kita tidak terjerumus dalam kemaksyiatan, termasuk ridho orang tua.


T: Kan orangnya sudah meninggal ustadz, yang saya tanyakan apa ini dosa karena menyayangi dia dulunya, sekarang saya banyak istigfar terus karena itu.
J: Naam lebih baik mengikhlaskannya dan Move On, itu aja


T: Maaf tanya lagi dengan cerita saya tadi, apa ini bisa berakibat saya tidak dapat warisan karena perbuatan saya itu?
J: warisan memang hak anak tapi dengan catatan sebagai berikut, sebagian orang kadang terburu-buru untuk menuntut dibaginya harta warisan. Padahal si ayah yang meninggal dunia masih memiliki kewajiban lain yang mesti diprioritaskan seperti utang dan wasiat. Penjelasan berikut berisi keterangan mengenai manakah penyaluran harta peninggalan si mayit yang mesti didahulukan, tidak langsung pada pembagian waris.

Urutan prioritas penyaluran harta peninggalan si mayit adalah sebagai berikut.

Pertama: Pengurusan jenazah si mayit
Hal ini meliputi memandikan, mengkafani, memakamkan si mayit dan semacamnya tanpa berlebih-lebihan dan tidak terlalu pelit. Pengurusan jenazah ini lebih didahulukan daripada utang dan lainnya. Karena pengurusan jenazah ibarat pakaian yang menjadi kebutuhan primer bagi seseorang yang hidup dan tidak bisa dicopot dengan alasan untuk melunasi utang.

Kedua: Melunasi utang yang berkaitan dengan harta peninggalan si mayit.
Hal ini seperti utang dengan menggadaikan sebagian dari harta peninggalan.

Ketiga:  Melunasi utang yang terikat dan menjadi dzimmah (kewajiban).
Yang dimaksud adalah harta yang tidak berkaitan dengan gadaian harta peninggalan, yaitu meliputi utang yang berkaitan dengan hak Allah dan berkaitan dengan hak manusia. Utang yang berkaitan dengan hak Allah seperti zakat, kafaroh atau puasa yang belum ditunaikan. Misalnya zakat tahun saat ia meninggal dunia belum dibayarkan dari hartanya. Begitu pula puasa yang belum ditunaikan dan bisa diganti dengan memberi fidyah (memberi makan pada orang miskin sesuai dengan jumlah puasa yang ditinggalkan). Sedangkan utang yang berkaitan dengan hak sesama manusia seperti utang kepada orang lain yang belum dilunasi sampai meninggal dunia dan pembayaran upah yang tertunda.

Keempat: Menunaikan wasiat si mayit yang tidak lebih dari 1/3 harta yang tersisa.
Setelah tiga kewajiban sebelumnya, barulah ditunaikan wasiat. Pelunasan utang lebih didahulukan daripada penunaian wasiat. Di antara alasannya adalah kesepakatan para ulama yang mendahulukan utang dari wasiat. Sebagaimana disebutkan dalam hadits ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

إِنَّكُمْ تَقْرَءُونَ هَذِهِ الآيَةَ (مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ) وَأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَضَى بِالدَّيْنِ قَبْلَ الْوَصِيَّةِ

“Sesungguhnya kalian membaca ayat ini ‘sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya’[1]. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melunasi utang sebelum menunaikan wasiat” (HR. Tirmidzi no. 2094, Ibnu Majah no. 2715, dan Ahmad 1: 79. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Alasan yang lain, karena wasiat termasuk akad sosial atau pemberian cuma-cuma. Jika harta peninggalan begitu pas-pasan, maka tidak ragu lagi penunaian utang lebih didahulukan barulah wasiat karena menunaikan utang itu wajib sedangkan menunaikan wasiat hanyalah sukarela.

Sedangkan dalam ayat,
مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ

“sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya”[2], wasiat lebih didahulukan karena wasiat hampir mirip dengan harta waris yaitu diberikan secara cuma-cuma tanpa bayaran. Dan itu hanyalah tanda bahwa warisan juga termasuk kewajiban yang harus segera ditunaikan semisal utang. Tapi jika kita kembali hadits tetap menunjukkan secara tegas bahwa utang lebih dahulu diselesaikan daripada wasiat.

Dan wasiat tidak boleh lebih dari sepertiga (1/3) harta yang tersisa. Bahasan  ini akan dikaji pada kesempatan yang lain, bi idznillah.

Kelima: Membagi harta peninggalan kepada ahli waris yang berhak menerima sesuai dengan jatah yang telah ditetapkan dalam kitabullah.
Jika telah memahami hal ini, ketika si mayit memiliki 100 juta rupiah sebagai harta peninggalan, maka harus diprioritaskan untuk keempat hal di atas terlebih dahulu sebelum pembagian warisan. Semisal jika untuk pengurusan jenazah dibutuhkan 500 ribu rupiah, utang 500 ribu rupiah, utang zakat 4 juta rupiah, wasiat 5 juta kepada anak yatim, totalnya adalah 10 juta rupiah. Maka sisa 90 juta rupiah, itulah yang dibagikan kepada ahli waris yang berhak menerima. Jadi harta peninggalan si mayit tidak dibagikan langsung untuk warisan. Akan tetapi, harus diprioritaskan sesuai urutan yang dijelaskan di atas.

Baca Selengkapnya: https://rumaysho.com/2506-prioritas-dalam-penyaluran-harta-peninggalan-si-mayit.html


•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•

Kita tutup dengan membacakan hamdalah..
Alhamdulillahirabbil'aalamiin

Doa Kafaratul Majelis:

 سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika

“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”

Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh


================
Website: www.hambaAllah.net
FanPage: Kajian On line-Hamba Allah
FB: Kajian On Line - Hamba Allah
Twitter: @kajianonline_HA
IG: @hambaAllah_official


Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT

0 komentar:

Post a Comment

Ketik Materi yang anda cari !!