Home » , , » Kesibukan Utama Keluarga Islam

Kesibukan Utama Keluarga Islam

Posted by Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT on Saturday, November 2, 2019


Hasil gambar untuk kartun kesibukan keluarga islam
Rekap Kajian Online HA Ummi G3
Hari, Tanggal:  Selasa, 26 Februari 2019
Waktu:  18.30 WIB
Narasumber:  Ustadz Satria Hadi Lubis
Tema: Kesibukan Utama Keluarga Islam
Notulen: Bunda Tati
=========================




KESIBUKAN UTAMA KELUARGA
By. Ustadz Satria Hadi Lubis


Keluarga Bahagia adalah keluarga yang kesibukan utamanya menyelesaikan masalah besar, bukan sebaliknya. Masalah besar dalam keluarga adalah tegak atau tidaknya tauhid di dalam rumah tangga. Tegak atau tidaknya hukum Allah di dalam keluarga, sehingga sebagian besar waktu aktivitas anggota keluarga dicurahkan untuk dakwah dan ibadah, bukan untuk yg lainnya. Itulah keluarga bahagia Nabi Shallallāhu'alaihi wa sallam.

Bahkan beliau Nabi Shallallāhu'alaihi wa sallam, walau rumahnya kecil dan sederhana, dengan bangga berkata, "baiti janatii" (rumahku surgaku).
Sebaliknya saat ini, banyak keluarga yang justru sibuknya dengan masalah kecil. Mereka bahkan mudah bercerai hanya gara-gara masalah kecil yang tak ada hubungannya dengan tauhid.

Misalnya, bercerai karena masalah ekonomi, karakter, cara komunikasi, nafkah lahiriah, dll, yang kecil-kecil. Padahal syariat Islam mempermudah pernikahan dan mempersulit perceraian.

Amirul Mukminin Umar bin Khatab ra pernah marah kepada sahabatnya yang minta cerai hanya gara-gara tidak lagi mencintai pasangannya. Karena bagi Umar itu masalah kecil. Yang besar itu masalah TAUHID.

Ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam pulang dan di rumahnya tidak ada makanan, beliau dgn mudah memaafkan istrinya. Karena bagi Rasulullah yang besar itu masalah TAUHID. Ketika Nabi Yaqub as sakaratul maut, yg dikuatirkan untuk anak-anaknya bukan masalah materi, tapi masalah tauhid (lihat Al Quran ayat 133). Karena bagi Yaqub as yg besar itu masalah TAUHID.

Ciri lainnya dari keluarga yang sibuk dengan masalah kecil adalah mereka lebih sibuk mencari uang atau aktualisasi keduniaan lainnya daripada aktivitas dakwah dan ibadah. Sedih dan bahagianya keluarga bukan karena tegak atau tidaknya tauhid, tapi karena yang lainnya. Pikiran, waktu, tenaga, dan perasaan anggota keluarga habis tercurah untuk berbagai pernik dunia.

Momen-momen bahagia menurut keluarga tersebut adalah momen rekreasi dan berbangga dengan materi serta status sosial. Bukan momen ibadah dan dakwah yang mereka lakukan.
Pada saat ini kita melihat bahwa tingkat perceraian meningkat dimana-mana. Sebagai contoh, di depok pada tahun 2014 terjadi 2900 lebih perceraian. Berarti dalam sebulan terjadi sekitar 241 perceraian. Dan dalam sehari berarti terjadi kurang lebih 8 kali perceraian!

Sebagian besar perceraian di jaman sekarang ini disebabkan masalah-masalah kecil yang tidak ada hubungannya dengan Tauhid. Sebaiknya bukan karena masalah kecil seorang muslim bercerai atau bertengkar dengan pasangannya. Selain menunjukkan ketidakdewasaan emosi, tapi juga kesalahan prioritas yang membuang energi dan waktu.

Islam adalah agama yang mempermudah perkawinan dan mempersulit perceraian. Bukan seperti yang kita lihat sekarang ini. Begitu mudah orang bercerai, tapi begitu sulit orang untuk menikah.
Pantas jika keluarga-keluarga masa kini tidak berani mengklaim keluarganya sebagai "baiti jannati", tapi mungkin malah "baiti naarii " (keluargaku nerakaku). Alhasil, berkah menjadi jauh dan duka menjadi dekat.

Oleh sebab itu, mari kita menjadi suami dan isteri yang tahu skala prioritas. Tidak meributkan masalah kecil dalam rumah tangga kita. Bersedia bersabar atas kekurangan pasangan kita.
Toleransi terhadap kesalahan yang tidak prinsip. Sebab no body perfect. Selain membuat rumah tangga kita langgeng karena kita tidak meributkan masalah-masalah kecil, tapi juga mengurangi beban mental kita.
Tidak sedikit-sedikit stress atau sakit hati akibat melihat kekurangan pasangan kita. Sebab berumah tangga adalah kesabaran (yang berlipat ganda). Sebab kebahagiaan hanya didapat oleh orang yang mampu bersabar.


******* ### *******

TANYA JAWAB


1. Tanya Ustad. Jika seseorang telah bercerai, apakah kelak di akhirat permasalahan dengan mantannya selama mereka hidup bersama masih akan diperhitungkan? Misal, tidak ada nafkah, tidak ada keadilan antara istri pertama dan kedua. Terimakasih
Jawab: Iya, ini berlaku prinsip umum yakni setiap perbuatan baik dan buruk manusia akan dihisab dan diberikan ganjaran yang adil.


2. Ijin bertanya ustadz. Sebatas mana kita mengajak kebaikan dan menjalankan perintah Allah terhadap suami dan anak-anak. Kadang anak-anak kalau tidak diingatkan shalatnya lalai, atau menjalankan tapi telat-telat. Apakah sebatas mengiangatkan dan sudah gugur kewajiban atau bagaimana? Mohon penjelasannya.
Jawab: Tergantung usia anak. Jika anak belum aqil baligh maka sepenuhnya tanggung jawab orangtua, sehingga jika tidak sholat bukan hanya perlu diingatkan terus tapi juga boleh dipukul (hadits "jika sudah berumur 10 tahun dan tidak sholat maka pukullah anakmu").
Namun setelah akil baligh, ketidaktaatannya kepada Allah ditanggung dosanya sebagian oleh anak itu sendiri, walau ortu tetap berdosa. Khusus anak perempuan, setelah ia menikah ditanggung oleh suaminya. Namun anak lelaki seterusnya (walau sampai tua) tetap ada tanggung jawab ortu.


3. Ijin bertanya ustadz. Jika suami kalau dalam urusan nafkah keluarga selalu bilangnya tidak ada sehingga semua beban diberatkan kepada istri tetapi dalam urusan pribadinya sendiri misalkan urusan servis mobil suami selalu ada uang. Belum lagi dengan hal suami yang berselingkuh dengan wanita lain yang berulang kali sudah terjadi, bagaimana seharusnya sikap istri ustadz? apakah harus tetap bertahan atau lebih baik sudahan? mohon pencerahannya ustadz
Jawab: Kalau suami yang tidak taat maka ia sendiri yang menanggung, sedang isteri tidak. Karena pemimpinnya suami. Oleh sebab itu, istri cukup menasehati dengan lemah lembut dan tidak perlu bersikap keras seperti terhadap anak pra aqil baligh.
KHUSUS untuk pembangkangan suami terhadap perintah Allah yang terdapat dalam rukun Islam maka istri harus tegas, karena ini menyangkut Tauhid. Bahkan boleh menuntut cerai, misalnya ketika suami tetap tidak mau sholat walau sudah diultimatum berkali-kali oleh istri.


4. Maaf ustadz. Untuk anak lelaki seterusnya akan menjadi tanggung jawab orangtua. Bagaimana jika orantuanya meninggal dan telah dirawat saudaranya?
Jawab : Jika orangtua sudah meninggal maka beralih tanggung jawabnya kepada kakek, paman, kakak lelaki, dan seterusnya berdasarkan kedekatan nasab.


5. Ijin bertanya ustadz. Ada istilah istri bertanggung jawab atas anak dan rumah tangga, dan suami bertanggung jawab atas istri dan keluarga, apakah maksud dari suami bertanggung jawab atas istri dan keluarga. Jika dalam mendidik anak dan mengurus rumah tangga sepenuhnya dilakukan istri. Mohon pencerahannya ustadz.
Jawab : Tugas utama suami mencari nafkah dan mendidik anak. Tugas utama isteri adalah melayani suami dan mengasuh anak. Suami dianjurkan untuk membantu isteri mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Jika ia tidak punya waktu, sebaiknya menyediakan khodimat (pembantu rumah tangga) untuk membantu istri di rumah.
Jika suami tdk lagi mau mencari nafkah dgn alasan tidak syar'i (misalnya sakit) maka suami tsb berdosa. Namun jika suami sudah berusaha mati-matian mencari nafkah namun nafkah tetap kurang maka isteri boleh membantu suami mencari nafkah dengan catatan tetap mengutamakan tugas utamanya, yakni melayani suami dan mengasuh anak.


6.Ustadz izin bertanya. Dalam rumah tangga pastinya perselisihan tidak bisa kita hindarkan. Terkadang kita memang masih mementingkan egi kita masing-masing. Pertanyaannya, bagaimana jika dalam kondisi marah suami beberapa kali mengucapkan kata cerai dan kata-kata ingin memulangkan istrinya. Apakah itu sudah jatuh talak walau kata-kata tersebut di lontarkan saat marah dan emosi? Lalu apa yang harus di lakukan jika sdh terjadi demikian. Karena antara suami istri tersebut masih saling cinta dan sayang. Perlukah menikah lagi kah untuk menyatukan suami istri tersebut ?
Jawab: Jika perkataan tersebut masih dalam tataran ancaman maka belum jatuh talaq, tapi juga sudah menjadi kalimat berita maka jatuh talaq, misalnya "aku ceraikan kamu sekarang!" atau yang semacamnya.
Ulama berbeda pendapat apakah kata ceraiyg dilakukan ketika marah sah atau tidak. Namun saya berpendapat tergantung dari tingkat marahnya. Jika marahnya sangat tinggi dan mendadak maka tidak jatuh talaq karena kemungkinan ia mengatakan cerai tanpa sadar. Nikah ulang hanya terjadi jika setelah jatuh talaq lalu habis masa iddah. Jika sebelum habis masa iddah rujuk maka tidak perlu nikah ulang.



•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•

Kita tutup dengan membacakan istighfar....hamdalah..
Astaghfirullahal’adzim..... Alhamdulillahirabbil'aalamiin

Doa Kafaratul Majelis:

 سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika

“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”

Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh


★★★★★★★★★★★★★★
Badan Pengurus Harian (BPH) Pusat
Hamba اللَّهِ SWT
Blog: http://kajianonline-hambaallah.blogspot.com
FanPage : Kajian On line-Hamba Allah
FB : Kajian On Line-Hamba Allah
Twitter: @kajianonline_HA
IG: @hambaAllah_official
 


Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT

0 komentar:

Post a Comment

Ketik Materi yang anda cari !!