Rekap
Kajian Online HA Ummi G3
Hari, Tanggal: Selasa, 26 Februari 2019
Waktu: 18.30 WIB
Narasumber: Ustadz Satria Hadi Lubis
Tema:
Kesibukan Utama Keluarga Islam
Notulen:
Bunda Tati
=========================
KESIBUKAN UTAMA KELUARGA
By. Ustadz Satria Hadi Lubis
Keluarga
Bahagia adalah keluarga yang kesibukan utamanya menyelesaikan masalah besar, bukan sebaliknya.
Masalah besar dalam keluarga adalah tegak atau tidaknya tauhid di dalam rumah
tangga. Tegak atau tidaknya hukum Allah di dalam keluarga, sehingga sebagian
besar waktu aktivitas anggota keluarga dicurahkan untuk dakwah dan ibadah,
bukan untuk yg lainnya. Itulah keluarga bahagia Nabi Shallallāhu'alaihi wa
sallam.
Bahkan
beliau Nabi Shallallāhu'alaihi wa sallam, walau rumahnya kecil dan sederhana, dengan bangga berkata,
"baiti janatii" (rumahku surgaku).
Sebaliknya
saat ini, banyak keluarga yang justru sibuknya dengan masalah kecil. Mereka
bahkan mudah bercerai hanya gara-gara masalah kecil yang tak ada hubungannya
dengan tauhid.
Misalnya,
bercerai karena masalah ekonomi, karakter, cara komunikasi, nafkah lahiriah,
dll, yang kecil-kecil. Padahal syariat Islam mempermudah pernikahan dan
mempersulit perceraian.
Amirul
Mukminin Umar bin Khatab ra pernah marah kepada sahabatnya yang minta cerai hanya
gara-gara tidak lagi mencintai
pasangannya. Karena bagi Umar itu masalah kecil. Yang besar itu masalah TAUHID.
Ketika
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam pulang dan di rumahnya tidak ada makanan,
beliau dgn mudah memaafkan istrinya. Karena bagi Rasulullah yang besar itu
masalah TAUHID. Ketika Nabi Yaqub as sakaratul maut, yg dikuatirkan untuk
anak-anaknya bukan masalah materi, tapi masalah tauhid (lihat Al Quran ayat
133). Karena bagi Yaqub as yg besar itu masalah TAUHID.
Ciri
lainnya dari keluarga yang sibuk dengan masalah kecil adalah mereka lebih sibuk mencari uang atau aktualisasi
keduniaan lainnya daripada aktivitas dakwah dan ibadah. Sedih dan bahagianya
keluarga bukan karena tegak atau tidaknya tauhid, tapi karena yang lainnya. Pikiran,
waktu, tenaga, dan perasaan anggota keluarga habis tercurah untuk berbagai
pernik dunia.
Momen-momen
bahagia menurut keluarga tersebut adalah momen rekreasi dan berbangga dengan
materi serta status sosial. Bukan momen ibadah dan dakwah yang mereka lakukan.
Pada
saat ini kita melihat bahwa tingkat perceraian meningkat dimana-mana. Sebagai
contoh, di depok pada tahun 2014 terjadi 2900 lebih perceraian. Berarti dalam
sebulan terjadi sekitar 241 perceraian. Dan dalam sehari berarti terjadi kurang
lebih 8 kali perceraian!
Sebagian
besar perceraian di jaman sekarang ini disebabkan masalah-masalah kecil yang
tidak ada hubungannya dengan Tauhid. Sebaiknya bukan karena masalah kecil
seorang muslim bercerai atau bertengkar dengan pasangannya. Selain menunjukkan
ketidakdewasaan emosi, tapi juga kesalahan prioritas yang membuang energi dan
waktu.
Islam
adalah agama yang mempermudah perkawinan dan mempersulit perceraian. Bukan
seperti yang kita lihat sekarang ini. Begitu mudah orang bercerai, tapi begitu
sulit orang untuk menikah.
Pantas
jika keluarga-keluarga masa kini tidak berani mengklaim keluarganya sebagai
"baiti jannati", tapi mungkin malah "baiti naarii "
(keluargaku nerakaku). Alhasil, berkah menjadi jauh dan duka menjadi dekat.
Oleh
sebab itu, mari kita menjadi suami dan isteri yang tahu skala prioritas. Tidak
meributkan masalah kecil dalam rumah tangga kita. Bersedia bersabar atas
kekurangan pasangan kita.
Toleransi
terhadap kesalahan yang tidak prinsip. Sebab no body perfect. Selain membuat
rumah tangga kita langgeng karena kita tidak meributkan masalah-masalah kecil,
tapi juga mengurangi beban mental kita.
Tidak
sedikit-sedikit stress atau sakit hati akibat melihat kekurangan pasangan kita.
Sebab berumah tangga adalah kesabaran (yang berlipat ganda). Sebab kebahagiaan
hanya didapat oleh orang yang mampu bersabar.
******* ### *******
TANYA JAWAB
1. Tanya
Ustad. Jika
seseorang telah bercerai, apakah kelak di akhirat permasalahan dengan mantannya
selama mereka hidup bersama masih akan diperhitungkan? Misal, tidak ada nafkah,
tidak ada keadilan antara istri pertama dan kedua. Terimakasih
Jawab: Iya, ini berlaku prinsip umum
yakni setiap perbuatan baik dan buruk manusia akan dihisab dan diberikan
ganjaran yang adil.
2. Ijin
bertanya ustadz. Sebatas mana kita mengajak kebaikan dan menjalankan perintah Allah
terhadap suami dan anak-anak. Kadang anak-anak kalau tidak diingatkan shalatnya
lalai, atau
menjalankan tapi telat-telat. Apakah sebatas mengiangatkan dan sudah gugur kewajiban atau bagaimana? Mohon penjelasannya.
Jawab: Tergantung
usia anak. Jika anak belum aqil baligh maka sepenuhnya tanggung jawab orangtua, sehingga jika tidak
sholat bukan hanya perlu diingatkan terus tapi juga boleh dipukul (hadits
"jika sudah berumur 10 tahun dan tidak sholat maka pukullah anakmu").
Namun
setelah akil baligh, ketidaktaatannya kepada Allah ditanggung dosanya sebagian
oleh anak itu sendiri, walau ortu tetap berdosa. Khusus anak perempuan, setelah
ia menikah ditanggung oleh suaminya. Namun anak lelaki seterusnya (walau sampai
tua) tetap ada tanggung jawab ortu.
3. Ijin bertanya ustadz. Jika suami kalau dalam urusan nafkah keluarga
selalu
bilangnya tidak ada sehingga semua beban diberatkan kepada istri tetapi dalam urusan pribadinya sendiri misalkan urusan servis mobil suami selalu ada uang. Belum lagi dengan hal suami yang berselingkuh dengan wanita lain yang berulang kali sudah terjadi, bagaimana seharusnya sikap istri ustadz? apakah harus tetap bertahan atau lebih baik
sudahan? mohon
pencerahannya ustadz
Jawab: Kalau
suami yang tidak taat maka ia sendiri yang menanggung, sedang isteri tidak. Karena
pemimpinnya suami. Oleh sebab itu, istri cukup menasehati dengan lemah lembut dan tidak
perlu bersikap keras seperti terhadap anak pra aqil baligh.
KHUSUS
untuk pembangkangan suami terhadap perintah Allah yang terdapat dalam rukun
Islam maka istri harus tegas, karena ini menyangkut Tauhid. Bahkan boleh
menuntut cerai, misalnya ketika suami tetap tidak mau sholat walau sudah
diultimatum berkali-kali oleh istri.
4. Maaf ustadz. Untuk anak lelaki
seterusnya akan menjadi tanggung jawab orangtua. Bagaimana jika orantuanya
meninggal dan telah dirawat saudaranya?
Jawab : Jika orangtua sudah meninggal maka
beralih tanggung jawabnya kepada kakek, paman, kakak lelaki, dan seterusnya
berdasarkan kedekatan nasab.
5. Ijin
bertanya ustadz. Ada istilah istri bertanggung jawab atas anak dan rumah
tangga, dan suami bertanggung jawab atas istri dan keluarga, apakah maksud dari suami
bertanggung jawab atas istri dan keluarga. Jika dalam mendidik anak dan mengurus rumah tangga sepenuhnya dilakukan istri.
Mohon pencerahannya ustadz.
Jawab : Tugas
utama suami mencari nafkah dan mendidik anak. Tugas utama isteri adalah
melayani suami dan mengasuh anak. Suami dianjurkan untuk membantu isteri
mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Jika ia tidak punya waktu, sebaiknya
menyediakan khodimat (pembantu rumah tangga) untuk membantu istri di rumah.
Jika
suami tdk lagi mau mencari nafkah dgn alasan tidak syar'i (misalnya sakit) maka
suami tsb berdosa. Namun jika suami sudah berusaha mati-matian mencari nafkah
namun nafkah tetap kurang maka isteri boleh membantu suami mencari nafkah dengan catatan tetap
mengutamakan tugas utamanya, yakni melayani suami dan mengasuh anak.
6.Ustadz
izin bertanya. Dalam rumah tangga pastinya perselisihan tidak bisa kita hindarkan.
Terkadang kita memang masih mementingkan egi kita masing-masing. Pertanyaannya, bagaimana jika dalam
kondisi marah suami beberapa kali mengucapkan kata
cerai dan kata-kata ingin memulangkan istrinya. Apakah itu sudah jatuh talak walau kata-kata tersebut di lontarkan
saat marah dan emosi? Lalu apa yang harus di lakukan jika sdh terjadi demikian. Karena antara suami istri
tersebut masih saling cinta dan sayang. Perlukah menikah lagi kah untuk menyatukan suami
istri tersebut ?
Jawab: Jika
perkataan tersebut masih dalam tataran
ancaman maka belum jatuh talaq, tapi juga sudah menjadi kalimat berita maka
jatuh talaq, misalnya "aku ceraikan kamu sekarang!" atau yang semacamnya.
Ulama
berbeda pendapat apakah kata ceraiyg dilakukan ketika marah sah atau tidak.
Namun saya berpendapat tergantung dari tingkat marahnya. Jika marahnya sangat
tinggi dan mendadak maka tidak jatuh talaq karena kemungkinan ia mengatakan
cerai tanpa sadar. Nikah ulang hanya terjadi jika setelah jatuh talaq lalu habis masa
iddah. Jika sebelum habis masa iddah rujuk maka tidak perlu nikah ulang.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Kita tutup dengan
membacakan istighfar....hamdalah..
Astaghfirullahal’adzim.....
Alhamdulillahirabbil'aalamiin
Doa Kafaratul
Majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا
أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya
Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah
melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Wassalamu'alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh
★★★★★★★★★★★★★★
Badan Pengurus
Harian (BPH) Pusat
Hamba اللَّهِ SWT
Blog: http://kajianonline-hambaallah.blogspot.com
FanPage : Kajian On
line-Hamba Allah
FB : Kajian On
Line-Hamba Allah
Twitter:
@kajianonline_HA
IG:
@hambaAllah_official
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment