Home » , , , , » Bersuci Dengan Siwak (SI Pekan 1 Maret 2018)

Bersuci Dengan Siwak (SI Pekan 1 Maret 2018)

Posted by Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT on Friday, April 6, 2018


Image result for bersiwak
Rekap Kajian Online HA Ummi G1 – G6
Hari, Tgl: Rabu, 7 Maret 2018 
Materi: Syahsiyatul Islamiyah (SI)
Tema: Thaharah/Bersuci Dengan Siwak
Waktu Kajian: pukul 09.00 WIB-Selesai
Editor : sapta
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖





Materi 1

Thaharah/ Bersuci Dengan Siwak
Bab Thoharoh

Pengertian Thoharoh secara bahasa: kebersihan atau kesucian dari kotoran-kotoran, menghilangkan hadast, najis atau apa-apa yang semakna dengan keduanya.

Secara Makna/ Ma’nawiyah: membersihkan penyakit hati seperti, Sifat Ujub, sombong, hasad dan sifat riya’.

Secara Syari’at:
1.   Menghilangkan hadast (wudhu’ dan mandi besar).
2.   Membersihkan najis (istinja’ dengan air dan mencuci baju yang terkena najis).
3.   Apa-apa yang sederajat dengan menghilangkan hadast, seperti tayammum dan wudu’nya seorang yang terkena hukum darurat.
4.   Apa-apa yang sederajat dengan membersihkan najis (istinja’ dengan batu saja), namun bekas najis masih tersisa.
5.   Apa-apa yang ada kesamaan dengan menghilangkan hadast seperti:
-      mandi sunnah
-      memperbarui wudu’
-      membasuh kedua dan ketiga kalinya dan lain-lain (bukan untuk menghilangkan hadast).
6.   Apa-apa yang ada kesamaan dengan menghilangkan najis (membasuh kedua dan ketiga dalam mengilangkan najis, karena perbuatan itu belum sepenuhnya menghilangkan najis).

Hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Rosululloh SAW, bersabda:
“Allah tidak akan menerima sholat salah seorang dari kalian apabila ia berhadast sampai ia berwudhu.” (H.S.R. Muttafaqun ‘alaihi).

Bab Air
Sebelum membahas tentang tata cara bersuci kiranya perlu mengenal macam-macam air dan pembagiannya karena air adalah alat terpenting untuk bersuci. Adapun air yang shah untuk bersuci ada tujuh, yaitu:

1.   Air hujan
2.   Air salju
3.   Air embun
4.   Air laut (air asin)
5.   Air sumur
6.   Air sungai (air tawar)
7.   Air sumber

Air yang paling Afdhol menurut sebagian besar Ulama’ yaitu: Air yang terpancar dari jari-jari Nabi Muhammad SAW, kemudian air Zam-zam, air Sungai Alkaustar, air Sungai Nail dan air sungai-sungai yang lain.

Ditinjau diri segi hukumnya, air dapat dibagi menjadi 4 macam:

1.   Air Muthlak (air yang sewajarnya), yaitu air suci yang dapat mensucikan (thohir wa muthohir lighoirih), artinya air itu dapat digunakan untuk bersuci, misalnya air hujan, air sumur, air laut, air salju dan air embun.

2.   Air makruh, yaitu air yang suci dan dapat mensucikan tetapi makruh digunakannya. Seperti air yang terlalu dingin atau panas, air Maghdub dan air musyammas (air yang dipanaskan dengan sinar matahari), bila memenuhi segala persyaratan-nya, yaitu:

a.   Air digunakan masih dalam keadaan panas dari matahari.
b.   Dipergunakan orang yang hidup dan tidak berpengaruh untuk mayyit.
c.   Tempat air terbuat dari kaleng/seng atau sejenisnya.
d.   Dipergunakan di musim panas.
e.   Di negeri yang mempunyai iklim panas.    
f.    Dipergunakan untuk anggota badan dan tidak berpengaruh untuk baju dll.

Adapun dampak penggunaannya, dikhawatirkan terkena penyakit Barosh/kulit menjadi belang, karena air yang terjemur oleh terik matahari mengandung virus penyakit yang mengakibatkan belang.

3.   Air suci tetapi tidak dapat digunakan untuk bersuci ( thohir wa ghoiru muthohir lighoirih ), yaitu air yang boleh diminum tetapi tidak sah untuk bersuci.
Contohnya:
a.   Air Musta’mal, yaitu air sedikit/ kurang dari dua qullah (kira-kira 60cm x 60cm kubik), yang telah dipakai untuk bersuci walaupun tidak berubah sifatnya.
b.   Air suci yang tercampur dengan benda suci, seperti air teh, air kopi dan lain sejenisnya.

4.   Air Mutanajis yaitu air yang terkena najis.
Air mutanajis, apabila kurang dari dua qullah, maka tidak sah untuk bersuci tetapi apabila lebih dari dua kulah dan tidak berubah sifatnya (bau, rupa dan rasanya), maka sah untuk bersuci.

Macam-macam Najis dan Tata cara Mensucikan-nya:

Najis secara bahasa artinya kotoran, sedang menurut syara’ berarti yang mencegah sahnya sholat.

Najis dapat dibagi menjadi tiga bagian:

1.   Najis Mugholadhoh yaitu najis yang berat yakni yang timbul dari najis anjing dan babi.
Cara mensucikannya yaitu, lebih dahulu dihilangkan wujud benda najis itu, kemudian baru dicuci bersih dengan air sampai tujuh kali dan salah satunya dicuci dengan air yang tercampur tanah.

Rosululloh SAW, bersabda: “Sucinya tempat (perkakas)-mu apabila dijilat anjing adalah dengan mencuci tujuh kali, permulaan atau penghabisan di antara persucian itu dicuci dengan air yang bercampur dengan tanah.” (Attirmidi).

2.   Najis Mukhoffafah yaitu najis yang ringan, seperti air kencing bayi laki-laki yang umurnya kurang dari dua tahun dan belum makan apa-apa kecuali air susu ibunya.
Cara mensucikannya, cukup dengan memercikan air pada tempat atau benda yang kena najis itu sampai bersih.

Rosululloh SAW, bersabda: “Barang yang terkena air kencing anak perempuan harus dicuci, sedangkan jika terkena air kencing anak laki-laki cukup dengan memercikan air padanya.” (Abu Daud dan Nasa’i).

3.   Najis Mutawassithoh yaitu najis yang sedang, yaitu najis yang lain selain yang tersebut dalam najis ringan dan berat.
Seperti: Kotoran manusia atau binatang, air kencing, nanah darah, bangkai (selain bangkai ikan, belalang dan mayat manusia).

Najis Mutawassithoh dapat dibagi menjadi dua bagian :

a.   Najis ‘aniyah yaitu najis yang bendanya berwujud.
Cara mensucikannya dengan menghilangkan zat (bendanya) lebih dahulu hingga hilang rasa bau, dan warnanya, kemudian menyiramnya dengan air sampai bersih.
b.   Najis hukmiyah yaitu najis tidak berwujud bendanya, seperti bekas kencing, anak yang sudah kering.
Cara mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada bekas najis tersebut.

Siwak

Secara makna : Menggosok/ menekan / memijat.
Secara Syari’at : Menggosok gigi dan sekitarnya dengan benda yang kasar.

Keutamaan Siwak
Beberapa Hadist, tentang siwak.

ü  Bahwasanya Rosululloh SAW, bersabda, “Andai saja (menggunakan siwak) tidak memberatkan Ummatku, maka pasti aku wajibkan untuk memakai siwak setiap hendak melaksanakan Sholat…”
ü  Dalam riwayat yang lain, "…. Aku wajibkan Setiap kali hendak berwudhu.” (Bukhori Muslim).
ü  “Siwak itu membersihkan lisan, menyebabkan ridho’nya Alloh dan menjernihkan mata” Alhadist (Bukhori).
ü  “Sholat dua roka’at dengan menggunakan siwak, lebih baik dari pada 70 roka’at tanpa siwak.” Alhadist (Daru Quthni fil Afrad).
ü  “Keutamaan orang yang Sholat menggunakan siwak, pahala sholatnya dilipat gandakan 70 kali lipat, dibanding orang yang Sholat tidak menggunakan siwak.” Alhadist (Ahmad dan Alhakim).

Beberapa keutamaan orang yang memakai siwak:
a.   Menambah kecerdasan akal
b.   Memperkuat hafalan
c.   Menambah kefasihan
d.   Menjernihkan penglihatan
e.   Mempermudah sakaratul maut
f.    Menjauhkan musuh
g.   Melipatgandakan pahala
h.   Memperlambat penuaan
i.     Mengharumkan nafas
j.    Menghilangkan kotoran dan memutihkan gigi
k.   Memperkuat gusi dan membersihkan saluran tenggorokkan
l.     Menurunkan ridho’ Alloh
m. Mewarisi kekayaan dan kemudahan
n.   Menghilangkan rasa pening dan ketegangan urat kepala
o.   Menyehatkan pencernaan dan menguatkannya
p.   Membersihkan hati
q.   Dan paling utamanya adalah mengingatkan Syahadat disaat sakaratul Maut.

Kayu siwak yang dimaksud dalam Hadist tersebut, banyak terdapat di timur tengah, khususnya dari kota Makkah dan Madinah Almunawwarah, yang didapati dari pohon Arok, yang tidak akan pernah habis kayunya andai saja seluruh ummat Islam yang ada di bumi ini setiap hari menggunakan siwak.

Apabila sulit mendapatkan kayu arok, dapat digantikan dengan tangkai pohon kurma, pohon zaitun, atau semua kayu sejenisnya yang mempunyai aroma.

Penggunaan kayu selain kayu arok untuk siwak tetap mendapatkan pahala sunnah memakai siwak, hanya saja tidak mendapatkan khasiat tambahan sesuai keutamaan yang dimiliki kayu arok.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa kayu zaitun memiliki khasiat yang sama dengan kayu arok.

Cara memegang siwak:
Siwak di pegang pada tangan kanan, dengan posisi jari manis berada di bawah kayu siwak, sedangkan jari kelingking, tengah dan telunjuk berada di atas kayu siwak. Ibu jari berada di bawah kayu siwak bagian ujung (sikatnya).

Cara menggunakan siwak
Pegang kayu siwak seperti keterangan sebelumnya, tegak lurus ke arah gigi (bukan miring seperti memakai sikat gigi) dimulai dari sisi kanan gigi, ke kiri dan kembali lagi ke kanan sebanyak dua atau tiga kali goresan.
Mulai dari gigi atas kemudian gigi bawah, juga bagian dalam gigi atas dan gigi bawah.

Ukuran siwak disunnahkan tidak melebihi satu jengkal dan tidak kurang dari empat jari.


by/tim kurukulumHA18

Pemateri: U Riyanti, U Rini, U Trisatya Hadi, U Kaspin
➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Materi 2

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله و بعد.

Para sahabat sekalian yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, pada halaqah yang ke-13 ini, Penulis rahimahullāh melanjutkan pembahasan tentang siwak.

قال المصنف:
((فصل: والسواك مستحاب في كل حال، إلا بعد الزوال للصائم، و هو في ثلاثة مواضع أشد استحبابا: عند تغير الفم من أزم وغيره، و عند الإستيقاظ من النوم، وعند القيام الصلاة))

Para sahabat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla,

Ada beberapa point yang akan kita simpulkan dalam masalah siwak kali ini.


PERTAMA APAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN SIWAK?

Siwak adalah nama akar atau ranting dari pohon yang digunakan untuk bersiwak atau membersihkan gigi dan mulut.
Dan yang terbaik-dikatakan oleh para ulama-adalah dari pohon al-arak, namun pohon lain pun bisa digunakan dengan syarat:
Seratnya lembut
Dapat membersihkan
Tidak berjatuhan pada saat digunakan

Secara umum dikatakan, siwak adalah alat yang digunakan untuk bersiwak atau membersihkan mulut.


KEDUA HUKUM MENGGUNAKAN SIWAK

Berkata Muallif (Penulis) rahimahullāh di dalam matannya:

((والسواك مستحاب في كل حال))
((Dan bersiwak hukumnya mustahāb (sangat dianjurkan dan sunnah) dalam setiap waktu))

Ini adalah pendapat madzhab Syāfi’ī dan juga pendapat madzhab jumhūr ulama bahwa hukumnya mustahāb (sunnah) dan sangat dianjurkan.
Dan disana ada pendapat yang lain yang lemah bahwasanya mengatakan siwak hukumnya adalah wajib, ini pendapat Imām Dāwud Azh-Zhāhiri.

Para sahabat rahimakumullāh,

Bersiwak termasuk sunnah yang sangat disukai dan sering dilakukan oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam. Bahkan tatkala menjelang wafat Beliau, Beliau masih memiliki keinginan untuk bersiwak sehingga mengisyaratkan kepada ‘Āisyah bahwasanya Beliau ingin bersiwak.

Oleh karena itu, hendaknya setiap muslim menghidupkan sunnah ini dan tidak melecehkan atau menghina orang-orang yang menghidupkan sunnah ini, yaitu yang mereka bersiwak disetiap waktunya.

Dan hendaknya bagi orang yang bersiwakpun untuk menjaga adab-adab di dalam menggunakan siwaknya.

Rasulullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda mengenai keutamaan siwak :
السِّوَاكُ مطهرة لِلْفَمِ وَ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ
“Bahwasanya siwak itu adalah kebersihan bagi mulut dan mendatangkan keridhaan dari Rabb.” (Hadits shahīh, diriwayatkan oleh Imām Ahmad)

Dalam hadits yang lain, Rasulullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam juga mengatakan:
لَوْلا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوْءٍ
“Seandainya tidak memberatkan umatku maka niscaya sudah aku perintahkan mereka untuk bersiwak pada saat setiap akan berwudhū'”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat Bukhāri dan Muslim didalam hadits yang lain:
عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
“Pada saat setiap akan melaksanakan shalat.”

Ini menunjukkan bagaimana Rasulullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam sangat menekankan pentingnya untuk bersiwak dan membersihkan mulut dari kotoran dan bau.

Kenapa? Karena kata Rasulullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, seandainya tidak memberatkan maka Beliau akan wajibkan.


KETIGA HUKUM BERSIWAK BAGI ORANG YANG BERPUASA

Didalam matan, mushannif mengatakan:   ((إلا بعد الزوال للصائم))
((Siwak itu adalah mustahāb (sunnah) kecuali setelah tergelincirnya matahari bagi orang yang berpuasa))

Tergelincirnya matahari maksudnya adalah pada saat masuk waktu dzuhur.

Ini adalah pendapat Syāfi’īyyah dan Hanbali bahwa orang yang berpuasa apabila masuk waktu dzuhur maka makruh bagi mereka untuk bersiwak bagi mereka dengan dalil Hadits Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam :

لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Bau mulutnya orang yang berpuasa adalah lebih baik disisi Allāh daripada bau minyak wangi yang terbuat dari misk.” (HR. Bukhāri dan Muslim)

Dan kata mereka, bau mulut itu terjadi mulai siang dan sore. Dan ini adalah pujian dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla terhadap orang yang berpuasa dan keutamaan mereka (orang yang berpuasa).

Maka tidak selayaknya dihilangkan bau tersebut karena bau tersebut memiliki keutamaan, sebagaimana disebutkan dalam hadits.
Sebagaimana para syuhadā, mereka dikuburkan dengan darah-darah mereka tanpa dibersihkan terlebih dahulu.
Kenapa? Karena darah-darah tersebut memiliki keutamaan di sisi Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Ini adalah sisi pendalilan mereka.

Namun, yang dirajihkan (dikuatkan) oleh Syaikh ‘Utsaimin rahimahullāh bahwasanya hukumnya adalah sunnah baik pagi maupun sore atau kapan saja. Dan tidak ada dalil yang kuat (jelas) yang menunjukkan tentang makruhnya bersiwak setelah tergelincirnya matahari bagi orang yang berpuasa.


KEEMPAT WAKTU-WAKTU YANG DIANJURKAN UNTUK BERSIWAK

Bersiwak dianjurkan pada setiap waktu, sebagaimana sudah kita sebutkan di awal pembahasan. Namun disana ada waktu-waktu yang amat sangat dianjurkan karena pada waktu-waktu tersebut mulut seseorang menjadi bau.

Berkata mushannif didalam matannya:   ((و هو في ثلاثة مواضع أشد استحبابا))
((Bersiwak itu pada 3 keadaan dimana dia amat sangat dianjurkan))

Pertama:    عند تغير الفم من أزم وغيره
((Pada saat mulut berubah menjadi bau disebabkan azmin* atau disebabkan sebab-sebab yang lainnya))
Azmin adalah seorang yang diam cukup lama atau tidak makan dalam waktu yang cukup lama sehingga menyebabkan mulutnya bau, maka pada saat ini amat sangat dianjurkan untuk bersiwak.

Kedua:    ((و عند الإستيقاظ من النوم))
((Pada saat bangun dari tidur))
Sebagaimana kita tahu, kebanyakan orang pada saat bangun tidur maka mulutnya menjadi bau. Maka pada saat ini amat sangat dianjurkan untuk bersiwak atau membersihkan mulutnya.

Pada point dan ini adalah aplikasi dari hadits Rasulullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bahwasanya siwak adalah :

السِّوَاكُ مطهرة لِلْفَمِ
“Sebagai pembersih dari mulut seseorang.”

Ketiga:   ((وعند القيام الصلاة))
((Pada saat seseorang hendak melaksanakan shalat))
Maka amat sangat dianjurkan untuk bersiwak.
Begitu juga pada ibadah yang lainnya seperti berwudhū’ sebagaimana disebutkan dalam hadits Bukhāri dan Muslim. Juga ibadah membaca Al-Qurān dan ibadah-ibadah yang lainnya.

Hendaknya setiap muslim bersiwak dan membersihkan mulutnya agar mulutnya tidak menjadi bau, karena bau mulut seseorang itu akan mengganggu orang lain dan yang ada di sebelahnya.

Dan ketahuilah, segala sesuatu yang mengganggu oranglain maka dia juga mengganggu para malaikat.

Dalam sebuah hadits, Rasulullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda :

فَإِنَّ الْمَلائِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ بنو آدمَ
“Karena sesungguhnya para malaikat itu dia terganggu dengan apa-apa yang membuat anak Ādam (manusia) terganggu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini tatkala ada seseorang yang masuk ke dalam masjid yang mana dia mulutnya bau bawang, maka Rasulullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan bahwa malaikat terganggu dengan apa-apa yang terganggu olehnya anak Adam.


KELIMA SIKAT GIGI YANG BANYAK DIGUNAKAN, APAKAH DIA MEMILIKI KEUTAMAAN YANG SAMA ATAU MASUK PADA KEUTAMAAN SIWAK?

Disini ulama bersepakat bahwa yang terbaik digunakan untuk bersiwak adalah akar dari pohon al-arak karena dia memiliki zat-zat yang sangat bermanfaat dan juga menghilangkan bau yang tidak sedap. Dan akar tersebut, dia bisa mengeluarkan bau yang sedap bagi orang yang memakainya.

Akan tetapi, dikatakan oleh para ulama bahwasanya semua yang dapat menghilangkan kotoran dan bau dari mulut, maka dia termasuk ke dalam keutamaan bersiwak.

Demikian yang bisa disampaikan.

والله أعلم بالصواب
وصلى الله على نبينا محمد
Pemateri: U Tribuhwana
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖


Materi 3

Di Mulut Kita Ada Adab-Adab

Anjuran Bersiwak

Islam agama yang mencintai kebersihan. Di antaranya adalah menjaga kebersihan mulut dengan bersiwak. Hal ini bisa kita lihat dari beberapa riwayat berikut ini:

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي أَوْ عَلَى النَّاسِ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ صَلاَة
Seandainya tidak memberatkan umatku atau manusia, niscaya aku perintahkan mereka bersiwak pada setiap shalat. 1)

Ini menunjukkan bersiwak sangat dianjurkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sampai-sampai Beliau ingin memerintahkan dilakukan setiap shalat, tapi Beliau khawatir memberatkan umatnya, maka hal itu tidak diperintahkan menjadi wajib.

 Imam Ibnu Rajab Rahimahullah menjelaskan dalam kitab Fathul Bari-nya:

دليل على أن السواك ليس بفرض كالوضوء للصلاة، وبذلك قال جمهور العلماء، خلافاً لمن شذ منهم من الظاهرية.
Ini menjadi dalil bahwa bersiwak bukanlah kewajiban seperti wudhu untuk shalat, inilah pendapat mayoritas ulama, berbeda dengan pendapat  janggal yang menyelisihi mereka dari golongan zhahiriyah (tekstualist). 2)

Sementara Imam Ibnu Hajar Rahimahullah mengutip dari Imam Asy Syafi’i Rahimahullah sebagai berikut:

فيه دليل على أن السواك ليس بواجب لأنه لو كان واجبا لأمرهم شق عليهم به
Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa bersiwak bukan kewajiban, karena seandainya wajib maka pastilah akan diperintahkan kepada mereka dan mereka akan mengalami kesulitan. 3)

Imam Ibnu Baththal Rahimahullah mengatakan:

والعلماء كلهم يندبون إليه، وليس بواجب عندهم، ولو كان واجبًا عليهم لأمرهم به، يشق عليهم أو لم يشق
Seluruh ulama menyunahkan bersiwak, menurut mereka bukan kewajiban, seandainya wajib niscaya hal itu akan diperintahkan baik hal itu memberatkan atau ringan. 4)

Apa yang dikatakan Imam Ibnu Baththal nampaknya masih bisa didiskusikan, atau lebih tepatnya adalah pendapat mayoritas, bukan seluruh ulama. Al Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan bahwa dikisahkan  oleh Imam Al Ghazali dan diikuti oleh Imam Al Mawardi, dari Ishaq bin Rahawaih  bahwa menurutnya bersiwak adalah wajib setiap shalat, jika tidak bersiwak maka batal shalatnya. Ada riwayat dari Daud Azh Zhahiri bahwa bersiwak ketika hendak shalat adalah wajib tetapi bukan syarat sahnya shalat. 5)

Perlu diketahui, Imam Ibnu Rajab (w. 795H) dan Imam Ibnu Hajar (w. 852H) membuat karya yang judulnya sama yaitu  Fathul Bari Syarh Shahih Al Bukhari, yaitu kitab yang memberikan penjelasan atas kitab Shahih Al Bukhari. Tetapi mereka membuatnya tidak bersamaan.

Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ
Siwak itu mensucikan mulut dan membuat Rabb ridha. 6)

Ada pun bersiwak ketika shaum (puasa) terjadi perbedaan pendapat antara yang membolehkan dan memakruhkan.
Pihak yang membolehkan seperti ‘Aisyah (Al Mushannaf Ibni Abi Syaibah No. 9152), Ibnu ‘Abbas (Al Mushannaf Ibni Abi Syaibah No. 9153), Abu Hurairah (Al Mushannaf Ibni Abi Syaibah No. 9163), Imam Hasan Al Bashri (Al Mushannaf Abdirrazzaq Ash Shan’ani No. 7489), Imam Ibnu Sirin (Al Mushannaf Ibni Abi Syaibah No. 917),  Imam Sa’id bin Al Musayyib (Al Mushannaf Ibni Abi Syaibah No. 9165), Imam Malik (Al Muwaththa’ No. 60, disusun oleh Fuad Abdul Baqi), Imam Asy Syafi’i, dan lainnya.

Pihak yang memakruhkan adalah Al Hakam (Al Mushannaf Ibni Abi Syaibah No. 9175),  Mujahid (Al Mushannaf Ibni Abi Syaibah No. 9161, Beliau memakruhkan bersiwak setelah zhuhur), Maimun bin Mihran, Abu Maisarah (Al Mushannaf Ibni Abi Syaibah No. 9176), dan lainnya.

Namun, pendapat yang lebih dikuatkan para muhaqqiq  adalah boleh, berdasarkan riwayat  Imam Bukhari berikut ini. Dari Amr bin Rabi’ah Radhiallahu ‘Anhu katanya:

رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «يَسْتَاكُ وَهُوَ صَائِمٌ» مَا لاَ أُحْصِي أَوْ أَعُدُّ

Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersiwak dan dia sedang puasa, dan aku tidak bisa menghitung Beliau bersiwak. 7)

Keterangan ini menunjukkan bahwa bersiwak ketika shaum adalah boleh karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga melakukan, bahkan saking seringnya Beliau melakukan itu, sampai-sampai Amr bin Rabi’ah tidak bisa menghitung  berapa banyaknya Beliau bersiwak di waktu shaum.

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:

ويستحب للصائم أن يتسوك أثناء الصيام، ولا فرق بين أول النهار وآخره. قال الترمذي: " ولم ير الشافعي بالسواك، أول النهار وآخره بأسا ". وكان النبي صلى الله عليه وسلم يتسوك، وهو صائم.
Disunahkan bersiwak bagi orang yang berpuasa ketika ia berpuasa, tak ada perbedaan antara di awal siang dan akhirnya. Berkata At Tirmidzi: “Imam Asy Syafi’i menganggap tidak mengapa bersiwak pada awal siang dan akhirnya.” Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersiwak, padahal dia sedang puasa. 8)

Imam Al Bukhari membuat judul Bab dalam kitab Jami’ush Shahih-nya:

بَاب سِوَاكِ الرَّطْبِ وَالْيَابِسِ لِلصَّائِمِ
“Siwak dengan yang kayu basah dan yang kering bagi orang Berpuasa”

Imam Ibnu Hajar berkata dalam Al Fath:

وَأَشَارَ بِهَذِهِ التَّرْجَمَةِ إِلَى الرَّدِّ عَلَى مَنْ كَرِهَ لِلصَّائِمِ الِاسْتِيَاكَ بِالسِّوَاكِ الرَّطْبِ كَالْمَالِكِيَّةِ وَالشَّعْبِيِّ ، وَقَدْ تَقَدَّمَ قَبْلُ بِبَابِ قِيَاسِ اِبْنِ سِيرِينَ السِّوَاكَ الرَّطْبَ عَلَى الْمَاء الَّذِي يُتَمَضْمَضُ بِهِ

“Keterangan ini mengisyaratkan bantahan atas pihak yang memakruhkan bersiwak bagi orang yang berpuasa, yakni bersiwak dengan  kayu  basah, seperti kalangan Malikiyah dan Asy Sya’bi, dan telah dikemukakan sebelumnya tentang qiyas-nya Ibnu Sirin, bahwa bersiwak dengan kayu yang basah itu seperti air yang dengannya kita berkumur-kumur (yakni boleh, pen).” 9)

Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarkafuri Rahimahullah berkata:

( إِلَّا أَنَّ بَعْضَ أَهْلِ الْعِلْمِ كَرِهُوا السِّوَاكَ لِلصَّائِمِ بِالْعُودِ الرَّطْبِ ) كَالْمَالِكِيَّةِ وَالشَّعْبِيِّ فَإِنَّهُمْ كَرِهُوا لِلصَّائِمِ الِاسْتِيَاكَ بِالسِّوَاكِ الرَّطْبِ لِمَا فِيهِ مِنْ الطَّعْمِ ، وَأَجَابَ عَنْ ذَلِكَ اِبْنُ سِيرِينَ جَوَابًا حَسَنًا ، قَالَ الْبُخَارِيُّ فِي صَحِيحِهِ : قَالَ اِبْنُ سِيرِينَ : لَا بَأْسَ بِالسِّوَاكِ الرَّطْبِ ، قِيلَ لَهُ طَعْمٌ ، قَالَ وَالْمَاءُ لَهُ طَعْمٌ وَأَنْتَ تُمَضْمِضُ بِهِ اِنْتَهَى . وَقَالَ اِبْنُ عُمَرَ : لَا بَأْسَ أَنْ يَسْتَاكَ الصَّائِمُ بِالسِّوَاكِ الرَّطْبِ وَالْيَابِسِ رَوَاهُ اِبْنُ أَبِي شَيْبَةَ ، قُلْت هَذَا هُوَ الْأَحَقُّ

(Sesungguhnya sebagian ahli ilmu ada yang memakruhkan bersiwak bagi orang yang berpuasa dengan menggunakan dahan kayu yang basah) seperti kalangan Malikiyah dan Imam Asy Sya’bi, mereka memakruhkan orang berpuasa bersiwak dengan dahan kayu basah karena itu bagian dari makanan. Ibnu Sirin telah menyanggah itu dengan jawaban yang baik. Al Bukhari berkata dalam Shahihnya: “Berkata Ibnu Sirin: Tidak mengapa bersiwak dengan kayu basah, dikatakan “ bahwa itu adalah makanan”, Dia (Ibnu Sirin) menjawab: Air baginya juga makanan, dan engkau berkumur kumur dengannya (air).” Selesai. Ibnu Umar berkata: “Tidak mengapa bersiwak bagi yang berpuasa baik dengan kayu basah atau kering,” diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah. Aku (pengarang Tuhfah Al Ahwadzi) berkata: Inilah yang lebih benar.” 10)

Dengan demikian tidak mengapa bahkan sunah kita bersiwak ketika berpuasa, baik, pagi, siang, atau sore secara mutlak sebagaimana yang dikatakan dalam Tuhfah Al Ahwadzi:

وَبِجَمِيعِ الْأَحَادِيثِ الَّتِي رُوِيَتْ فِي مَعْنَاهُ وَفِي فَضْلِ السِّوَاكِ فَإِنَّهَا بِإِطْلَاقِهَا تَقْتَضِي إِبَاحَةَ السِّوَاكِ فِي كُلِّ وَقْتٍ وَعَلَى كُلِّ حَالٍ وَهُوَ الْأَصَحُّ وَالْأَقْوَى

“Dan dengan semua hadits-hadits yang diriwayatkan tentang ini dan keutamaan bersiwak, bahwa keutamaannya adalah mutlak, dan kebolehannya itu pada setiap waktu, setiap keadaan, dan itu lebih shahih dan lebih kuat.” 11)

Lalu kemudian, bagaimana jika bersiwak tetapi bukan dengan siwak?

Yaitu dengan pasta gigi dan sikatnya seperti zaman sekarang, apakah hal itu masih disebut bersiwak?

Untuk menjawab ini kita lihat Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:

والاختيار في السواك أن يكون بعود من أراك ويجوز بسائر العيدان وبكل ما ينظف كالخرقة الخشنة والأشنان وغير ذلك

Dalam bersiwak bisa dipilih kayu arak, boleh juga semua belukar, dan semua hal yang bisa membersihkan seperti lap kasar, dan selainnya. 12)

 Imam As Suyuthi Rahimahullah menjelaskan:

وَهُوَ كُلّ آلَة يُتَطَهَّر بِهَا شُبِّهَ السِّوَاك بِهَا ؛ لِأَنَّهُ يُنَظِّف الْفَم ، وَالطَّهَارَة النَّظَافَة
Itu adalah semua alat yang dapat mensucikan dan serupa dengan siwak, karena benda itu bisa membersihkan mulut, dan mensucikannya. 13)

Jadi, menurut penjelasan Imam An Nawawi dan Imam As Suyuthi, benda apa pun selama dapat membersihkan, mensucikan, dan tidak menciderai, maka dia boleh buat bersiwak. Sehingga, zaman ini dengan pasta gigi juga sudah mewakili. Sesuai kaidah: mukhtalifah fisy syakli, muttahidah fil aghrad (berbeda bentuk tetapi tujuannya tetap sama).

Wallahu A'lam

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

[1] HR. Bukhari No. 887, Muslim No. 252, dan ini adalah lafaznya Bukhari
[2] Imam Ibnu Rajab, Fathul Bari, 8/122
[3] Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 2/375
[4] Imam Ibnu Baththal, Syarh Shahih Bukhari, 1/364
[5] Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 2/376
[6] HR. Bukhari  dalam Kitabush Shaum bab Siwak Ar Rathbi wal Yaabisi Lish Shaa-im, Ahmad No. 7, 24203,  Ibnu Majah No. 289, An Nasa’i No. 5
[7] HR. Bukhari  dalam Kitabush Shaum bab Siwak Ar Rathbi wal Yaabisi Lish Shaa-im
[8] Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/459
[9] Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 4/158
[10] Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarkafuri, Tuhfah Al Ahwadzi, 3/345
[11] Ibid
[12] Imam An Nawawi, At Tibyan, Hal. 72
[13] Hasyiah As Suyuthi ‘Alas Sunan An Nasa’i, 1/11


Pemateri:  U Farid Nu'man Hasan
==========================


TANYA JAWAB


TJ G-6 (U Riyanti)
Tanya: Mau tanya ustadzah. Kalau kita menggunakan odol yang menggunakan bahan dasar siwak. Apakah kita bisa mendapatkan keutamaan menggunakan siwak?
Jawab: Bismillah. Insyaallah masih bisa. Walaupun paling utama memang kayu siwak secara langsung.

Tanya: Jika sikat gigi memiliki keterbatasan waktu penggunaannya, lain hal dengan siwak dari akar kayu ya ustadzah? Mohon penjelasan cara penggunaan akar siwak, ustadzah bagi yang belum pernah memakainya.
Jawab: Sudah ada di artikel tersebut. Mohon lihat di paragraf "penggunaan siwak".

Tanya: Ijin tanya ustadzah. Jika sedang berpuasa apa boleh tetap bersiwak?
Jawab: Insyaallah boleh. Tapi memang harus ekstra hati-hati agar tidak ada air yang terminum. Namun ada pula, beberapa ulama memakruhkannya.

Tanya: Assalamualaikum ustadzah. Mau bertanya, di atas ada point tentang air makruh. Bagaimana dengan penggunaan air yang terlalu dingin di daerah pegunungan yang dipakai untuk mandi dan sebagainya. Jika itu termasuk air yang makruh bagaimana agar hal itu menjadi air yang mutlak dapat di gunakan?
Jawab: Bila itu sudah menjadi kondisi alam secara natural. Air dingin di daerah dingin dihukumi air mutlak yang boleh dipakai untuk bersuci.

Tanya: Afwan bunda. Soalnya kalau di musim penghujan cepet berjamur. Sayang kalau dibuang.
Jawab: Nah, saya pribadi biasanya pake pasta gigi yang bersiwak. Bukan kayunya.

Tanya: Ustadzah, yang pernah saya tahu cara bersiwak arah dari kanan ke kiri, seperti melingkar membentuk angka 8 tidur.
Jawab: Yaa bunda. Memang ada beberapa versi. Silakan menggunakan cara yang paling nyaman saja.

https://khasiatmanfaat.com/tata-cara-menggunakan-siwak/  (Ini jg bisa digunakan untuk referensi.)

--------------------------

TJ G 3 (U Rini)

Tanya: Ijin bertanya ustadzah. Saya punya alergi yang kalau pagi-pagi suka meler dan bersin-bersin. Apakah (maaf) ingus termasuk najis dan bagaimana  ketika shalat melernya, apa hrs diulangi shalatnya? Mohon penjelasannya ustadzah.
Jawab: bukan termasuk benda najis salah satunya adalah ingus. Ingus adalah air lendir yang keluar dari lubang hidung. Biasanya orang yang sedang pilek atau sakit influenza, hidungnya akan mengeluarkan ingus, atau tersumbat dengan ingus di dalam hidungnya.Para ulama mengatakan bahwa hukum ingus sama dengan dahak dan ludah, yaitu termasuk benda kotor tapi tidak najis. Hal ini berdasarkan hadist Nabi shalallahu alaihi wasalam, Rasulullah SAW menyeka dahak ketika shalat dengan ujung selendang beliau. (HR. Bukhari)
Allahua'lam.


Tanya: Assalamualaikum, kalau misalnya kita di perjalanan pas hujan-hujan gitu kita terkena cipratan dari air hujan yg menggenang di jalan, lalu pakaian kita kena basah, apa sah jika laksanakan sholat karena posisi di tengah jalan? Makasih.
Jawab: Wa'alaykumussalam. Hujan termasuk air suci dan mensucikan.


Tanya: Tapi kalau dijalan airnya kita tidak tahu air cipratan dati tanah bekas hujan sudah terkena najis atau tidak ustadzah?
Jawab: Ketidaktahuan kita tidak mendatangkan dosa. Yakinkan diri karena keraguan datang dari setan.


Tanya: Izin bertanya pada saat perjalanan sudah wakut sholat lewat masjid tapi sebelumnya ragu dengan pakaian kita karena ada kecipratan najis akhirnya tidak jadi sholat di masjid tapi di jamak ketika sampai rumah apakah sah sholat kita ketika dirumah padahal di jalan kita bisa sholat karena ragu jadi tidak sholat
Jawab: Tugas manusia adalah ikhtiar maksimal. Jika memang sudah diketahui dengan pasti bahwa itu najis maka kita harus mengetahui bagaimana cara menghilangkan najisnya. Jika bisa dengan dibasuh, maka yang terbaik yang harus dilakukan adalah melaksanakan shalat. Karena untuk menjamak sholat ada ketentuannya. Allahua'lam


Tanya: Ustadzah, adakah penjelasan lebih, mengapa najis dari pipis anak laki-laki dan perempuan dibedakan?
Jawab: Terkait penjelasan tentang perbedaan kencing bayi laki laki dan perempuan, dalam Islam dibedakan menurut jenis najisnya. Air kencing bayi laki-laki termasuk najis ringan oleh karenanya cukup dibasuh maka sudah kembali suci, sementara air kencing bayi perempuan termasuk najis sedang yang mensucikannya harus dengan mencuci terlebih dahulu.
Yang dinamakan najis tentunya lebih banyak kotoran yang tersembunyi, hal ini dibuktikan dengan adanya penelitian terkait jumlah kuman air kencing bayi perempuan lebih banyak dibandingkan dengan bayi laki laki, saluran kencing perempuan lebih pendek, di samping itu sekresi kelenjar prostat yang dimiliki laki-laki berperan membunuh kuman.
Allahua'lam


Tanya: Bunda mau tanya tentang khitan wanita boleh kah? Hukumnya sunnah ya bunda?
Jawab:  terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang khitan bagi wanita. Namun yang jelas khitan merupakan bagian syariat bagi wanita, terlepas hukumnya wajib ataupun sunnah. Barangsiapa yang melaksanakannya tentu lebih utama. Khitan bagi laki-laki tujuannya untuk membersihkan sisa air kencing yang najis pada kulup kemaluan, sedangkan suci dari najis merupakan syarat sahnya shalat. Sedangkan khitan bagi wanita tujuannya untuk mengecilkan syahwatnya, yang ini hanyalah untuk mencari sebuah kesempurnaan dan bukan sebuah kewajiban. (Syarhul Mumti’I/134). Allahua'lam


Tanya: Ustadzah mau bertanya. Apabila sudah ada tanda-tanda plek mau melahirkan, apakah masih bisa sholat? warna kemerah merahan, tapi belum pecah ketuban ustadzah, syukron.
Jawab: Secara syariat ada 2 kondisi seorang wanita diperbolehkan meninggalkan kewajiban beribadah yaitu disaat haid dan nifas . Dinamakan nifas adalah saat keluarnya darah pasca melahirkan. Jadi, jika sebelum melahirkan keluar flek, sebaiknya tetap dibersihkan dan melaksanakan kewajiban beribadah seperti biasanya. Allahua' lam

====================


TJ G-1 (u Trisatya Hadi)

Tanya: Afwan jika ustadz mengetahui toko yang jual siwak di daerah Bandung?
Jawab: On line banyak, klo toko offline di took-toko buku islam, took-toko herbal.


Tanya: Ustadz, jika kita berwudhu setelah selesai mandi tanpa pakai apapun apakah diperbolehkan?
Jawab: Dibolehkan, tidak ada dalil khusus yang melarang.


Tanya: Oya ustadz, kalau di materi maksudnya air makruh yang ada dikaleng atau seng itu karena air berubah warna dan rasa kah sehingga tergolong makruh?
Jawab: Bisa berubah, bisa karena suhu berubah kaleng/seng itu penghantar panas.


Tanya: Ustad mau tanya kalau kita berwudhu dengan air dari wastafel dan basuh kaki dengan dinaikkan ke wastafel apa sah wudhu kita?
Jawab: sah, gunakan dalam keadaan darurat saja. Jangan dilakukan jika ada peringatan tertulis jangan wudhu di wastafel, karena bisa jadi wastafelnya ringkih gampang jebol.


Tanya: Ustadz kalau dengan mantu laki-laki tidak batal wudhu kan? Kadang berjamaah mantu kasih salam tangan, lantas saya lanjut sholat sunah, boleh kan?
Jawab: mazhab syafi'i, batal bunda, Imam Syafi'i, seperti ditulis Ibnu Rusyd berpendapat, bahwa siapa yang menyentuh lawan jenisnya tanpa alat, baik menimbulkan berahi atau tidak, maka batal wudhunya. Di sisi lain, ada riwayat lain menyatakan bahwa dalam hal wudhu, Imam Syafi'i mempersamakan istri dengan semua mahram.
Pendapat kedua adalah persentuhan antara suami istri baik disertai atau tidak dengan syahwat tidak membatalkan wudhu. Pendapat ini dianut Imam Hanifah. Menurutnya, hanya persetubuhan yang membatalkan wudhu.
Pendapat ketiga dari mazhab Malik dan Hanbali yang menyatakan batalnya wudhu akibat persentuhan yang mengakibatkan birahi, baik terhadap suami istri ataupun selainnya. Ibnu Qudamah lebih menekankan hukum asalnya tidak membatalkan, namun jika keluar madzi dan mani maka wudhunya batal.

=============

TJ G-4 (U Kaspin)

Tanya: Afwan ustadz saya mau bertanya, jika ada anak kecil dirumah bagaimana menghindari najis yang tidak bisa dihindari, semisal bak sembarang atau memakai sendal dari luar. Bersepeda di rumah dan lain-lain. Terimakasih ustadz.
Jawab: kalau tidak tau tidak apa-apa


Tanya: bah maaf masih paham cara memegang siwak, ada kah gambar nya? Jazakallah khoir
Jawab: pakai sikat gigi dan odol juga boleh


Tanya: Abah mau tanya, jika kita mau mandi wajib tapi dalam keadaan sakit, airnya memakai air hangat. Apa dibolehkan dalam bersuci memakai air hangat?
Jawab: Arini yg baik, Boleh. Suhu air tidak masalah. Yang mempengaruhi adalah rupa, rasa dan bau. Misalnya aer kopi, tidak boleh di pake mandi bersuci meskipun boleh diminum, dan boleh mandi. Airnya suci tapi tidak mensucikan.
Atau mandi madu, boleh tapi tidak mensucikan. Jadi harus di bilas lagi dengan air biasa boleh hangat boleh adem. Namun ingat. Warning. Jangan mandi pakai air yg masih mendidih. Bahaya.


Tanya: Kalau odol yang mengandung bahan siwak bisa dapat pahala seperti kalau memalai siwak ya Bah? Soalnya ada pasta gigi yang katanya dari bahan siwak, wallahu'alam.
Jawab: Pahala InsyaAllah dapat dari menjaga kebersihan gigi. Pahala siwak? Wallahualam


Tanya: Untuk penggunaan kayu siwak itu apakah sekali pakai atau berapa kali kah abah?
Jawab: Beberapa kali sampai habis.


Tanya: Setelah pakai kayu siwak sebaiknya kumur-kumur pakai air atau bagaimana ustadz?
Jawab: Iya. Kalau kumur kumur pakai air. Jangan pakai debu. Namun boleh tidak kumur-kumur juga asal jangan ngiler


Tanya: Ustadz, kalau air hujan yang langsung turun dari langit apa bisa ditampung dulu di ember?
Jawab: Tergantung embernya. Bocor apa tidak? Kalau bocor ya ga bisa nampung


Tanya: Kalau misalnya air sumur yang di pakai mandi itu berbau karena kontur tanah atau karena satu dan lain hal itu bagaimana hukumnya? Sedangkan itu adalah sumber air yang ada abah? Syukron
Jawab: Kalau bau tanah ga papa, karena aslinya begitu. Kalau baunya berubah jadi bau naga, kemungkinan ada najis disitu

=============


TJ G-2 (U Tribuahwa)

Tanya: Bunda mau tanya kalau misal pakai cairan kumur termasuk siwak??
Jawab: Bukan


Tanya: afwan ustadzah, jika sikat gigi memiliki keterbatasan waktu penggunaan lain hal dengan siwak dari akar kayu ya ustadzah? mohon penjelasan cara penggunaan akar siwak ustadzah bagi yang belum pernah memakainya?!
Jawab: Biasanya ada petunjuknya di bungkusnya


Tanya: afwan ustadzah, berarti dalam kondisi puasa bersiwak boleh/tidak makruh ya usttadzah?
jawab: Boleh asal tidak ditelan bekas kayunya


Tanya: Afwan ustadz, apakah bersiwak itu artinya sikat gigi ustadz? Sama tidak bersiwak dizaman rosul dengan bersikat gigi pada zaman sekarang?
jawab: Jaman sekarang bersiwak sama dengan sikat gigi. Tapi bersiwak yang sebenarnya adalah dengan akar siwak.


Tanya: soalnya ustadzah biasanya kalau lembab gini siwak mudah berjamur, sayang aja kalau dibuang.
jawab: Setelah dipecah, disimpan dibungkus ditaruh dikulkas

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖


TJ G-5 (U Farid Nu’man)

Tanya: afwan ustadz, jika penggunaan pasta gigi yang mengandung siwak apakah mendapat pahala yang sama seperti memakai siwak? afwan bukan promosi sebuah pasta gigi ustadz.
Jawab: Niatkan membersihkan gigi atau mulut bagian dari menjaga kesehatan yang Allah berikan, dengan alat apa pun yang suci, halal, dan tidak berbahaya, Insya Allah akan bernilai ibadah. Wallahu a'lam


Tanya: Afwan, bertanya diluar topik. Bagaimana tata cara merawat siwak, karena kadang kala ada siwak yang terlalu kering ketika dipakai, dan kadang ada yang berjamur?
Jawab: Cara perawatan terbaik adalah dengan memakainya, lalu mencucinya. Benda apa pun kalau tidak dipakai dan terbuka, akan lapuk. Wallahu a'lam


Tanya: Assalammùalaikum. Afwan ijin bertanya ustadz. Apa benar bisa bersih ya kalò pake siwak? Afwan saya belom pernah pake siwak. Misal di rasa kurang bersih apa boleh sikat gigi lagi? Jazakallah khoir sebelumnya ustadz.
Jawab: Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Ini masalah kebiasaan saja, bagi yang sudah terbiasa tentu dia bisa bersih dengan siwak. Bagi yang belum biasa mungkin dia hanya mampu membersihkan bagian luar saja, tidak masalah setelah itu diclosing dengan sikat dan odol biasa. Wallahu a'lam


Tanya: Bila seorang istri meninggal dunia. Dan sang suami menikah lagi. kepada siapakah seorang istri yang meninggal tadi meminta pertanggung jawaban atas amalnya pas di hari akhir nanti? Adakah dalilnya terdapat dalam surat apa atau dari hadist?
Jawab: Saat dia wafat, dan dia belum pernah bercerai dengan suaminya, tetaplah suaminya sebagai penanggung jawab dirinya, walau suami nikah lagi. Bahkan yang "ribet" adalah suami, sebab dia harus menjadi penanggungjawab banyak wanita dan anak-anak.

Hal ini sesuai keumuman hadits Nabi :

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya." (HR. Bukhari no. 893)
Wallahu a'lam


Tanya: Dosakah kita atau akan di hisabkah kita kalau kita ngikuti kajian di wa yang terdiri dari beberapa grup. Dan kita belum sempet membaca atau mengamalkannya?
Jawab: Tergantung keadaan, ilmu yang tidak diamalkan biasanya ada beberapa kemungkinan:
1.   Tahu hukum dan ilmunya dan mampu melakukan. Misal tahu hukum haji, dan mampu melakukan. Maka jika dia tidak melakukan maka dia berdosa.
2.   Tahu dan tidak mampu melakukan. Dia tahu hukum dan tata cara haji tapi belum melakukann Krn tidak mampu, maka ini dimaafkan.
3.   Tahu dan tidak mau melakukan. Dia tahu, dia mampu, tapi TIDAK MAU melakukan maka ini berdosa.
Wallahu a'lam

========================

Kita tutup dengan membacakan hamdalah..
Alhamdulillahirabbil'aalamiin

Doa Kafaratul Majelis :

 سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika

“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”

Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh


================
Website: www.hambaAllah.net
FanPage : Kajian On line-Hamba Allah
FB : Kajian On Line-Hamba Allah
Twitter: @kajianonline_HA
IG: @hambaAllah_official

Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT

0 komentar:

Post a Comment

Ketik Materi yang anda cari !!