Rekap
Kajian Online HA Ummi G1 – G6
Hari,
Tgl: Rabu, 7 Maret 2018
Materi:
Syahsiyatul Islamiyah (SI)
Tema:
Thaharah/Bersuci Dengan Siwak
Waktu
Kajian: pukul 09.00 WIB-Selesai
Editor : sapta
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Materi
1
Thaharah/
Bersuci Dengan Siwak
Bab
Thoharoh
Pengertian
Thoharoh secara bahasa: kebersihan atau kesucian dari kotoran-kotoran,
menghilangkan hadast, najis atau apa-apa yang semakna dengan keduanya.
Secara
Makna/ Ma’nawiyah: membersihkan penyakit hati seperti, Sifat Ujub, sombong,
hasad dan sifat riya’.
Secara
Syari’at:
1.
Menghilangkan
hadast (wudhu’ dan mandi besar).
2.
Membersihkan najis
(istinja’ dengan air dan mencuci baju yang terkena najis).
3.
Apa-apa yang
sederajat dengan menghilangkan hadast, seperti tayammum dan wudu’nya seorang
yang terkena hukum darurat.
4.
Apa-apa yang
sederajat dengan membersihkan najis (istinja’ dengan batu saja), namun bekas
najis masih tersisa.
5.
Apa-apa yang ada
kesamaan dengan menghilangkan hadast seperti:
-
mandi sunnah
-
memperbarui wudu’
-
membasuh kedua dan
ketiga kalinya dan lain-lain (bukan untuk menghilangkan hadast).
6.
Apa-apa yang ada
kesamaan dengan menghilangkan najis (membasuh kedua dan ketiga dalam
mengilangkan najis, karena perbuatan itu belum sepenuhnya menghilangkan najis).
Hadist
yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Rosululloh SAW, bersabda:
“Allah
tidak akan menerima sholat salah seorang dari kalian apabila ia berhadast
sampai ia berwudhu.” (H.S.R. Muttafaqun ‘alaihi).
Bab
Air
Sebelum
membahas tentang tata cara bersuci kiranya perlu mengenal macam-macam air dan
pembagiannya karena air adalah alat terpenting untuk bersuci. Adapun air yang
shah untuk bersuci ada tujuh, yaitu:
1.
Air hujan
2.
Air salju
3.
Air embun
4.
Air laut (air asin)
5.
Air sumur
6.
Air sungai (air
tawar)
7.
Air sumber
Air
yang paling Afdhol menurut sebagian besar Ulama’ yaitu: Air yang terpancar dari
jari-jari Nabi Muhammad SAW, kemudian air Zam-zam, air Sungai Alkaustar, air
Sungai Nail dan air sungai-sungai yang lain.
Ditinjau
diri segi hukumnya, air dapat dibagi menjadi 4 macam:
1.
Air Muthlak (air yang
sewajarnya), yaitu air suci yang dapat mensucikan (thohir wa muthohir
lighoirih), artinya air itu dapat digunakan untuk bersuci, misalnya air hujan,
air sumur, air laut, air salju dan air embun.
2.
Air makruh, yaitu
air yang suci dan dapat mensucikan tetapi makruh digunakannya. Seperti air yang
terlalu dingin atau panas, air Maghdub dan air musyammas (air yang dipanaskan
dengan sinar matahari), bila memenuhi segala persyaratan-nya, yaitu:
a.
Air digunakan masih
dalam keadaan panas dari matahari.
b.
Dipergunakan orang
yang hidup dan tidak berpengaruh untuk mayyit.
c.
Tempat air terbuat
dari kaleng/seng atau sejenisnya.
d.
Dipergunakan di
musim panas.
e.
Di negeri yang
mempunyai iklim panas.
f.
Dipergunakan untuk
anggota badan dan tidak berpengaruh untuk baju dll.
Adapun
dampak penggunaannya, dikhawatirkan terkena penyakit Barosh/kulit menjadi
belang, karena air yang terjemur oleh terik matahari mengandung virus penyakit
yang mengakibatkan belang.
3.
Air suci tetapi
tidak dapat digunakan untuk bersuci ( thohir wa ghoiru muthohir lighoirih ),
yaitu air yang boleh diminum tetapi tidak sah untuk bersuci.
Contohnya:
a.
Air Musta’mal,
yaitu air sedikit/ kurang dari dua qullah (kira-kira 60cm x 60cm kubik), yang
telah dipakai untuk bersuci walaupun tidak berubah sifatnya.
b.
Air suci yang
tercampur dengan benda suci, seperti air teh, air kopi dan lain sejenisnya.
4.
Air Mutanajis yaitu
air yang terkena najis.
Air
mutanajis, apabila kurang dari dua qullah, maka tidak sah untuk bersuci tetapi
apabila lebih dari dua kulah dan tidak berubah sifatnya (bau, rupa dan
rasanya), maka sah untuk bersuci.
Macam-macam
Najis dan Tata cara Mensucikan-nya:
Najis
secara bahasa artinya kotoran, sedang menurut syara’ berarti yang mencegah
sahnya sholat.
Najis
dapat dibagi menjadi tiga bagian:
1.
Najis Mugholadhoh
yaitu najis yang berat yakni yang timbul dari najis anjing dan babi.
Cara
mensucikannya yaitu, lebih dahulu dihilangkan wujud benda najis itu, kemudian
baru dicuci bersih dengan air sampai tujuh kali dan salah satunya dicuci dengan
air yang tercampur tanah.
Rosululloh
SAW, bersabda: “Sucinya tempat (perkakas)-mu apabila dijilat anjing adalah
dengan mencuci tujuh kali, permulaan atau penghabisan di antara persucian itu
dicuci dengan air yang bercampur dengan tanah.” (Attirmidi).
2.
Najis Mukhoffafah
yaitu najis yang ringan, seperti air kencing bayi laki-laki yang umurnya kurang
dari dua tahun dan belum makan apa-apa kecuali air susu ibunya.
Cara
mensucikannya, cukup dengan memercikan air pada tempat atau benda yang kena
najis itu sampai bersih.
Rosululloh
SAW, bersabda: “Barang yang terkena air kencing anak perempuan harus dicuci,
sedangkan jika terkena air kencing anak laki-laki cukup dengan memercikan air
padanya.” (Abu Daud dan Nasa’i).
3.
Najis Mutawassithoh
yaitu najis yang sedang, yaitu najis yang lain selain yang tersebut dalam najis
ringan dan berat.
Seperti:
Kotoran manusia atau binatang, air kencing, nanah darah, bangkai (selain
bangkai ikan, belalang dan mayat manusia).
Najis
Mutawassithoh dapat dibagi menjadi dua bagian :
a.
Najis ‘aniyah yaitu
najis yang bendanya berwujud.
Cara mensucikannya dengan menghilangkan zat (bendanya)
lebih dahulu hingga hilang rasa bau, dan warnanya, kemudian menyiramnya dengan
air sampai bersih.
b.
Najis hukmiyah
yaitu najis tidak berwujud bendanya, seperti bekas kencing, anak yang sudah
kering.
Cara mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada
bekas najis tersebut.
Siwak
Secara
makna : Menggosok/ menekan / memijat.
Secara
Syari’at : Menggosok gigi dan sekitarnya dengan benda yang kasar.
Keutamaan
Siwak
Beberapa
Hadist, tentang siwak.
ü Bahwasanya
Rosululloh SAW, bersabda, “Andai saja (menggunakan siwak) tidak memberatkan
Ummatku, maka pasti aku wajibkan untuk memakai siwak setiap hendak melaksanakan
Sholat…”
ü Dalam
riwayat yang lain, "…. Aku wajibkan Setiap kali hendak berwudhu.” (Bukhori
Muslim).
ü “Siwak
itu membersihkan lisan, menyebabkan ridho’nya Alloh dan menjernihkan mata”
Alhadist (Bukhori).
ü “Sholat
dua roka’at dengan menggunakan siwak, lebih baik dari pada 70 roka’at tanpa
siwak.” Alhadist (Daru Quthni fil Afrad).
ü “Keutamaan
orang yang Sholat menggunakan siwak, pahala sholatnya dilipat gandakan 70 kali
lipat, dibanding orang yang Sholat tidak menggunakan siwak.” Alhadist (Ahmad
dan Alhakim).
Beberapa
keutamaan orang yang memakai siwak:
a.
Menambah kecerdasan
akal
b.
Memperkuat hafalan
c.
Menambah kefasihan
d.
Menjernihkan
penglihatan
e.
Mempermudah
sakaratul maut
f.
Menjauhkan musuh
g.
Melipatgandakan
pahala
h.
Memperlambat
penuaan
i.
Mengharumkan nafas
j.
Menghilangkan
kotoran dan memutihkan gigi
k.
Memperkuat gusi dan
membersihkan saluran tenggorokkan
l.
Menurunkan ridho’
Alloh
m. Mewarisi
kekayaan dan kemudahan
n.
Menghilangkan rasa
pening dan ketegangan urat kepala
o.
Menyehatkan
pencernaan dan menguatkannya
p.
Membersihkan hati
q.
Dan paling utamanya
adalah mengingatkan Syahadat disaat sakaratul Maut.
Kayu
siwak yang dimaksud dalam Hadist tersebut, banyak terdapat di timur tengah,
khususnya dari kota Makkah dan Madinah Almunawwarah, yang didapati dari pohon
Arok, yang tidak akan pernah habis kayunya andai saja seluruh ummat Islam yang
ada di bumi ini setiap hari menggunakan siwak.
Apabila
sulit mendapatkan kayu arok, dapat digantikan dengan tangkai pohon kurma, pohon
zaitun, atau semua kayu sejenisnya yang mempunyai aroma.
Penggunaan
kayu selain kayu arok untuk siwak tetap mendapatkan pahala sunnah memakai
siwak, hanya saja tidak mendapatkan khasiat tambahan sesuai keutamaan yang
dimiliki kayu arok.
Ada
pendapat yang mengatakan bahwa kayu zaitun memiliki khasiat yang sama dengan
kayu arok.
Cara
memegang siwak:
Siwak
di pegang pada tangan kanan, dengan posisi jari manis berada di bawah kayu
siwak, sedangkan jari kelingking, tengah dan telunjuk berada di atas kayu
siwak. Ibu jari berada di bawah kayu siwak bagian ujung (sikatnya).
Cara
menggunakan siwak
Pegang
kayu siwak seperti keterangan sebelumnya, tegak lurus ke arah gigi (bukan
miring seperti memakai sikat gigi) dimulai dari sisi kanan gigi, ke kiri dan
kembali lagi ke kanan sebanyak dua atau tiga kali goresan.
Mulai
dari gigi atas kemudian gigi bawah, juga bagian dalam gigi atas dan gigi bawah.
Ukuran
siwak disunnahkan tidak melebihi satu jengkal dan tidak kurang dari empat jari.
by/tim
kurukulumHA18
Pemateri:
U Riyanti, U Rini, U Trisatya Hadi, U Kaspin
➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Materi
2
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام
على رسول الله و بعد.
Para
sahabat sekalian yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, pada halaqah
yang ke-13 ini, Penulis rahimahullāh melanjutkan pembahasan tentang siwak.
قال المصنف:
((فصل: والسواك مستحاب
في كل حال، إلا بعد الزوال للصائم، و هو في ثلاثة مواضع أشد استحبابا: عند تغير الفم
من أزم وغيره، و عند الإستيقاظ من النوم، وعند القيام الصلاة))
Para
sahabat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla,
Ada
beberapa point yang akan kita simpulkan dalam masalah siwak kali ini.
PERTAMA
APAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN SIWAK?
Siwak
adalah nama akar atau ranting dari pohon yang digunakan untuk bersiwak atau
membersihkan gigi dan mulut.
Dan
yang terbaik-dikatakan oleh para ulama-adalah dari pohon al-arak, namun pohon
lain pun bisa digunakan dengan syarat:
⑴ Seratnya lembut
⑵
Dapat membersihkan
⑶
Tidak berjatuhan pada saat digunakan
Secara
umum dikatakan, siwak adalah alat yang digunakan untuk bersiwak atau
membersihkan mulut.
KEDUA
HUKUM MENGGUNAKAN SIWAK
Berkata
Muallif (Penulis) rahimahullāh di dalam matannya:
((والسواك مستحاب في
كل حال))
((Dan
bersiwak hukumnya mustahāb (sangat dianjurkan dan sunnah) dalam setiap waktu))
Ini
adalah pendapat madzhab Syāfi’ī dan juga pendapat madzhab jumhūr ulama bahwa
hukumnya mustahāb (sunnah) dan sangat dianjurkan.
Dan
disana ada pendapat yang lain yang lemah bahwasanya mengatakan siwak hukumnya
adalah wajib, ini pendapat Imām Dāwud Azh-Zhāhiri.
Para
sahabat rahimakumullāh,
Bersiwak
termasuk sunnah yang sangat disukai dan sering dilakukan oleh Nabi shallallāhu
‘alayhi wa sallam. Bahkan tatkala menjelang wafat Beliau, Beliau masih memiliki
keinginan untuk bersiwak sehingga mengisyaratkan kepada ‘Āisyah bahwasanya
Beliau ingin bersiwak.
Oleh
karena itu, hendaknya setiap muslim menghidupkan sunnah ini dan tidak melecehkan
atau menghina orang-orang yang menghidupkan sunnah ini, yaitu yang mereka
bersiwak disetiap waktunya.
Dan
hendaknya bagi orang yang bersiwakpun untuk menjaga adab-adab di dalam
menggunakan siwaknya.
Rasulullāh
shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda mengenai keutamaan siwak :
السِّوَاكُ مطهرة لِلْفَمِ
وَ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ
“Bahwasanya
siwak itu adalah kebersihan bagi mulut dan mendatangkan keridhaan dari Rabb.”
(Hadits shahīh, diriwayatkan oleh Imām Ahmad)
Dalam
hadits yang lain, Rasulullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam juga mengatakan:
لَوْلا أَنْ أَشُقَّ عَلَى
أُمَّتِي لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوْءٍ
“Seandainya
tidak memberatkan umatku maka niscaya sudah aku perintahkan mereka untuk
bersiwak pada saat setiap akan berwudhū'”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam
riwayat Bukhāri dan Muslim didalam hadits yang lain:
عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
“Pada
saat setiap akan melaksanakan shalat.”
Ini
menunjukkan bagaimana Rasulullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam sangat
menekankan pentingnya untuk bersiwak dan membersihkan mulut dari kotoran dan
bau.
Kenapa?
Karena kata Rasulullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, seandainya tidak
memberatkan maka Beliau akan wajibkan.
KETIGA
HUKUM BERSIWAK BAGI ORANG YANG BERPUASA
Didalam
matan, mushannif mengatakan: ((إلا بعد الزوال للصائم))
((Siwak
itu adalah mustahāb (sunnah) kecuali setelah tergelincirnya matahari bagi orang
yang berpuasa))
Tergelincirnya
matahari maksudnya adalah pada saat masuk waktu dzuhur.
Ini
adalah pendapat Syāfi’īyyah dan Hanbali bahwa orang yang berpuasa apabila masuk
waktu dzuhur maka makruh bagi mereka untuk bersiwak bagi mereka dengan dalil
Hadits Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam :
لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ
أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Bau
mulutnya orang yang berpuasa adalah lebih baik disisi Allāh daripada bau minyak
wangi yang terbuat dari misk.” (HR. Bukhāri dan Muslim)
Dan
kata mereka, bau mulut itu terjadi mulai siang dan sore. Dan ini adalah pujian
dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla terhadap orang yang berpuasa dan keutamaan
mereka (orang yang berpuasa).
Maka
tidak selayaknya dihilangkan bau tersebut karena bau tersebut memiliki
keutamaan, sebagaimana disebutkan dalam hadits.
Sebagaimana
para syuhadā, mereka dikuburkan dengan darah-darah mereka tanpa dibersihkan terlebih
dahulu.
Kenapa?
Karena darah-darah tersebut memiliki keutamaan di sisi Allāh Subhānahu wa
Ta’āla.
Ini
adalah sisi pendalilan mereka.
Namun,
yang dirajihkan (dikuatkan) oleh Syaikh ‘Utsaimin rahimahullāh bahwasanya
hukumnya adalah sunnah baik pagi maupun sore atau kapan saja. Dan tidak ada
dalil yang kuat (jelas) yang menunjukkan tentang makruhnya bersiwak setelah
tergelincirnya matahari bagi orang yang berpuasa.
KEEMPAT
WAKTU-WAKTU YANG DIANJURKAN UNTUK BERSIWAK
Bersiwak
dianjurkan pada setiap waktu, sebagaimana sudah kita sebutkan di awal
pembahasan. Namun disana ada waktu-waktu yang amat sangat dianjurkan karena
pada waktu-waktu tersebut mulut seseorang menjadi bau.
Berkata
mushannif didalam matannya: ((و هو في ثلاثة مواضع أشد استحبابا))
((Bersiwak
itu pada 3 keadaan dimana dia amat sangat dianjurkan))
⑴
Pertama: عند تغير الفم من أزم وغيره
((Pada
saat mulut berubah menjadi bau disebabkan azmin* atau disebabkan sebab-sebab
yang lainnya))
Azmin
adalah seorang yang diam cukup lama atau tidak makan dalam waktu yang cukup
lama sehingga menyebabkan mulutnya bau, maka pada saat ini amat sangat
dianjurkan untuk bersiwak.
⑵
Kedua: ((و عند الإستيقاظ من النوم))
((Pada
saat bangun dari tidur))
Sebagaimana
kita tahu, kebanyakan orang pada saat bangun tidur maka mulutnya menjadi bau.
Maka pada saat ini amat sangat dianjurkan untuk bersiwak atau membersihkan
mulutnya.
Pada
point ⑴
dan ⑵
ini adalah aplikasi dari hadits Rasulullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam
bahwasanya siwak adalah :
السِّوَاكُ مطهرة لِلْفَمِ
“Sebagai
pembersih dari mulut seseorang.”
⑶
Ketiga: ((وعند القيام الصلاة))
((Pada
saat seseorang hendak melaksanakan shalat))
Maka
amat sangat dianjurkan untuk bersiwak.
Begitu
juga pada ibadah yang lainnya seperti berwudhū’ sebagaimana disebutkan dalam
hadits Bukhāri dan Muslim. Juga ibadah membaca Al-Qurān dan ibadah-ibadah yang
lainnya.
Hendaknya
setiap muslim bersiwak dan membersihkan mulutnya agar mulutnya tidak menjadi
bau, karena bau mulut seseorang itu akan mengganggu orang lain dan yang ada di
sebelahnya.
Dan
ketahuilah, segala sesuatu yang mengganggu oranglain maka dia juga mengganggu
para malaikat.
Dalam
sebuah hadits, Rasulullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda :
فَإِنَّ الْمَلائِكَةَ تَتَأَذَّى
مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ بنو آدمَ
“Karena
sesungguhnya para malaikat itu dia terganggu dengan apa-apa yang membuat anak
Ādam (manusia) terganggu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits
ini tatkala ada seseorang yang masuk ke dalam masjid yang mana dia mulutnya bau
bawang, maka Rasulullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan bahwa malaikat
terganggu dengan apa-apa yang terganggu olehnya anak Adam.
KELIMA
SIKAT GIGI YANG BANYAK DIGUNAKAN, APAKAH DIA MEMILIKI KEUTAMAAN YANG SAMA ATAU
MASUK PADA KEUTAMAAN SIWAK?
Disini
ulama bersepakat bahwa yang terbaik digunakan untuk bersiwak adalah akar dari
pohon al-arak karena dia memiliki zat-zat yang sangat bermanfaat dan juga
menghilangkan bau yang tidak sedap. Dan akar tersebut, dia bisa mengeluarkan
bau yang sedap bagi orang yang memakainya.
Akan
tetapi, dikatakan oleh para ulama bahwasanya semua yang dapat menghilangkan
kotoran dan bau dari mulut, maka dia termasuk ke dalam keutamaan bersiwak.
Demikian
yang bisa disampaikan.
والله أعلم بالصواب
وصلى الله على نبينا محمد
Pemateri:
U Tribuhwana
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Materi
3
Di
Mulut Kita Ada Adab-Adab
▶
Anjuran Bersiwak
Islam
agama yang mencintai kebersihan. Di antaranya adalah menjaga kebersihan mulut
dengan bersiwak. Hal ini bisa kita lihat dari beberapa riwayat berikut ini:
Dari
Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى
أُمَّتِي أَوْ عَلَى النَّاسِ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ صَلاَة
Seandainya
tidak memberatkan umatku atau manusia, niscaya aku perintahkan mereka bersiwak
pada setiap shalat. 1)
Ini
menunjukkan bersiwak sangat dianjurkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
sampai-sampai Beliau ingin memerintahkan dilakukan setiap shalat, tapi Beliau
khawatir memberatkan umatnya, maka hal itu tidak diperintahkan menjadi wajib.
Imam Ibnu Rajab Rahimahullah menjelaskan dalam
kitab Fathul Bari-nya:
دليل على أن السواك ليس بفرض
كالوضوء للصلاة، وبذلك قال جمهور العلماء، خلافاً لمن شذ منهم من الظاهرية.
Ini
menjadi dalil bahwa bersiwak bukanlah kewajiban seperti wudhu untuk shalat,
inilah pendapat mayoritas ulama, berbeda dengan pendapat janggal yang menyelisihi mereka dari golongan
zhahiriyah (tekstualist). 2)
Sementara
Imam Ibnu Hajar Rahimahullah mengutip dari Imam Asy Syafi’i Rahimahullah
sebagai berikut:
فيه دليل على أن السواك ليس
بواجب لأنه لو كان واجبا لأمرهم شق عليهم به
Dalam
hadits ini terdapat dalil bahwa bersiwak bukan kewajiban, karena seandainya
wajib maka pastilah akan diperintahkan kepada mereka dan mereka akan mengalami
kesulitan. 3)
Imam
Ibnu Baththal Rahimahullah mengatakan:
والعلماء كلهم يندبون إليه،
وليس بواجب عندهم، ولو كان واجبًا عليهم لأمرهم به، يشق عليهم أو لم يشق
Seluruh
ulama menyunahkan bersiwak, menurut mereka bukan kewajiban, seandainya wajib
niscaya hal itu akan diperintahkan baik hal itu memberatkan atau ringan.
4)
Apa
yang dikatakan Imam Ibnu Baththal nampaknya masih bisa didiskusikan, atau lebih
tepatnya adalah pendapat mayoritas, bukan seluruh ulama. Al Hafizh Ibnu Hajar
menyebutkan bahwa dikisahkan oleh Imam
Al Ghazali dan diikuti oleh Imam Al Mawardi, dari Ishaq bin Rahawaih bahwa menurutnya bersiwak adalah wajib setiap
shalat, jika tidak bersiwak maka batal shalatnya. Ada riwayat dari Daud Azh
Zhahiri bahwa bersiwak ketika hendak shalat adalah wajib tetapi bukan syarat
sahnya shalat. 5)
Perlu
diketahui, Imam Ibnu Rajab (w. 795H) dan Imam Ibnu Hajar (w. 852H) membuat
karya yang judulnya sama yaitu Fathul
Bari Syarh Shahih Al Bukhari, yaitu kitab yang memberikan penjelasan atas kitab
Shahih Al Bukhari. Tetapi mereka membuatnya tidak bersamaan.
Dari
‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ
مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ
Siwak
itu mensucikan mulut dan membuat Rabb ridha. 6)
Ada
pun bersiwak ketika shaum (puasa) terjadi perbedaan pendapat antara yang
membolehkan dan memakruhkan.
Pihak
yang membolehkan seperti ‘Aisyah (Al Mushannaf Ibni Abi Syaibah No. 9152), Ibnu
‘Abbas (Al Mushannaf Ibni Abi Syaibah No. 9153), Abu Hurairah (Al Mushannaf
Ibni Abi Syaibah No. 9163), Imam Hasan Al Bashri (Al Mushannaf Abdirrazzaq Ash
Shan’ani No. 7489), Imam Ibnu Sirin (Al Mushannaf Ibni Abi Syaibah No.
917), Imam Sa’id bin Al Musayyib (Al
Mushannaf Ibni Abi Syaibah No. 9165), Imam Malik (Al Muwaththa’ No. 60, disusun
oleh Fuad Abdul Baqi), Imam Asy Syafi’i, dan lainnya.
Pihak
yang memakruhkan adalah Al Hakam (Al Mushannaf Ibni Abi Syaibah No. 9175), Mujahid (Al Mushannaf Ibni Abi Syaibah No.
9161, Beliau memakruhkan bersiwak setelah zhuhur), Maimun bin Mihran, Abu
Maisarah (Al Mushannaf Ibni Abi Syaibah No. 9176), dan lainnya.
Namun,
pendapat yang lebih dikuatkan para muhaqqiq
adalah boleh, berdasarkan riwayat
Imam Bukhari berikut ini. Dari Amr bin Rabi’ah Radhiallahu ‘Anhu
katanya:
رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «يَسْتَاكُ وَهُوَ صَائِمٌ» مَا لاَ أُحْصِي أَوْ أَعُدُّ
Aku
melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersiwak dan dia sedang puasa,
dan aku tidak bisa menghitung Beliau bersiwak.
7)
Keterangan
ini menunjukkan bahwa bersiwak ketika shaum adalah boleh karena Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga melakukan, bahkan saking seringnya Beliau
melakukan itu, sampai-sampai Amr bin Rabi’ah tidak bisa menghitung berapa banyaknya Beliau bersiwak di waktu shaum.
Syaikh
Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:
ويستحب للصائم أن يتسوك أثناء
الصيام، ولا فرق بين أول النهار وآخره. قال الترمذي: " ولم ير الشافعي بالسواك،
أول النهار وآخره بأسا ". وكان النبي صلى الله عليه وسلم يتسوك، وهو صائم.
Disunahkan
bersiwak bagi orang yang berpuasa ketika ia berpuasa, tak ada perbedaan antara
di awal siang dan akhirnya. Berkata At Tirmidzi: “Imam Asy Syafi’i menganggap
tidak mengapa bersiwak pada awal siang dan akhirnya.” Dan Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersiwak, padahal dia sedang puasa.
8)
Imam
Al Bukhari membuat judul Bab dalam kitab Jami’ush Shahih-nya:
بَاب سِوَاكِ الرَّطْبِ وَالْيَابِسِ
لِلصَّائِمِ
“Siwak
dengan yang kayu basah dan yang kering bagi orang Berpuasa”
Imam
Ibnu Hajar berkata dalam Al Fath:
وَأَشَارَ بِهَذِهِ التَّرْجَمَةِ
إِلَى الرَّدِّ عَلَى مَنْ كَرِهَ لِلصَّائِمِ الِاسْتِيَاكَ بِالسِّوَاكِ الرَّطْبِ
كَالْمَالِكِيَّةِ وَالشَّعْبِيِّ ، وَقَدْ تَقَدَّمَ قَبْلُ بِبَابِ قِيَاسِ اِبْنِ
سِيرِينَ السِّوَاكَ الرَّطْبَ عَلَى الْمَاء الَّذِي يُتَمَضْمَضُ بِهِ
“Keterangan
ini mengisyaratkan bantahan atas pihak yang memakruhkan bersiwak bagi orang yang
berpuasa, yakni bersiwak dengan
kayu basah, seperti kalangan
Malikiyah dan Asy Sya’bi, dan telah dikemukakan sebelumnya tentang qiyas-nya
Ibnu Sirin, bahwa bersiwak dengan kayu yang basah itu seperti air yang
dengannya kita berkumur-kumur (yakni boleh, pen).” 9)
Syaikh
Abul ‘Ala Al Mubarkafuri Rahimahullah berkata:
( إِلَّا أَنَّ بَعْضَ
أَهْلِ الْعِلْمِ كَرِهُوا السِّوَاكَ لِلصَّائِمِ بِالْعُودِ الرَّطْبِ ) كَالْمَالِكِيَّةِ
وَالشَّعْبِيِّ فَإِنَّهُمْ كَرِهُوا لِلصَّائِمِ الِاسْتِيَاكَ بِالسِّوَاكِ الرَّطْبِ
لِمَا فِيهِ مِنْ الطَّعْمِ ، وَأَجَابَ عَنْ ذَلِكَ اِبْنُ سِيرِينَ جَوَابًا حَسَنًا
، قَالَ الْبُخَارِيُّ فِي صَحِيحِهِ : قَالَ اِبْنُ سِيرِينَ : لَا بَأْسَ بِالسِّوَاكِ
الرَّطْبِ ، قِيلَ لَهُ طَعْمٌ ، قَالَ وَالْمَاءُ لَهُ طَعْمٌ وَأَنْتَ تُمَضْمِضُ
بِهِ اِنْتَهَى . وَقَالَ اِبْنُ عُمَرَ : لَا بَأْسَ أَنْ يَسْتَاكَ الصَّائِمُ بِالسِّوَاكِ
الرَّطْبِ وَالْيَابِسِ رَوَاهُ اِبْنُ أَبِي شَيْبَةَ ، قُلْت هَذَا هُوَ الْأَحَقُّ
(Sesungguhnya
sebagian ahli ilmu ada yang memakruhkan bersiwak bagi orang yang berpuasa
dengan menggunakan dahan kayu yang basah) seperti kalangan Malikiyah dan Imam
Asy Sya’bi, mereka memakruhkan orang berpuasa bersiwak dengan dahan kayu basah
karena itu bagian dari makanan. Ibnu Sirin telah menyanggah itu dengan jawaban
yang baik. Al Bukhari berkata dalam Shahihnya: “Berkata Ibnu Sirin: Tidak mengapa
bersiwak dengan kayu basah, dikatakan “ bahwa itu adalah makanan”, Dia (Ibnu
Sirin) menjawab: Air baginya juga makanan, dan engkau berkumur kumur dengannya
(air).” Selesai. Ibnu Umar berkata: “Tidak mengapa bersiwak bagi yang berpuasa
baik dengan kayu basah atau kering,” diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah. Aku
(pengarang Tuhfah Al Ahwadzi) berkata: Inilah yang lebih benar.”
10)
Dengan
demikian tidak mengapa bahkan sunah kita bersiwak ketika berpuasa, baik, pagi,
siang, atau sore secara mutlak sebagaimana yang dikatakan dalam Tuhfah Al
Ahwadzi:
وَبِجَمِيعِ الْأَحَادِيثِ
الَّتِي رُوِيَتْ فِي مَعْنَاهُ وَفِي فَضْلِ السِّوَاكِ فَإِنَّهَا بِإِطْلَاقِهَا
تَقْتَضِي إِبَاحَةَ السِّوَاكِ فِي كُلِّ وَقْتٍ وَعَلَى كُلِّ حَالٍ وَهُوَ الْأَصَحُّ
وَالْأَقْوَى
“Dan
dengan semua hadits-hadits yang diriwayatkan tentang ini dan keutamaan
bersiwak, bahwa keutamaannya adalah mutlak, dan kebolehannya itu pada setiap
waktu, setiap keadaan, dan itu lebih shahih dan lebih kuat.”
11)
Lalu
kemudian, bagaimana jika bersiwak tetapi bukan dengan siwak?
Yaitu
dengan pasta gigi dan sikatnya seperti zaman sekarang, apakah hal itu masih
disebut bersiwak?
Untuk
menjawab ini kita lihat Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:
والاختيار في السواك أن يكون
بعود من أراك ويجوز بسائر العيدان وبكل ما ينظف كالخرقة الخشنة والأشنان وغير ذلك
Dalam
bersiwak bisa dipilih kayu arak, boleh juga semua belukar, dan semua hal yang
bisa membersihkan seperti lap kasar, dan selainnya.
12)
Imam As Suyuthi Rahimahullah menjelaskan:
وَهُوَ كُلّ آلَة يُتَطَهَّر
بِهَا شُبِّهَ السِّوَاك بِهَا ؛ لِأَنَّهُ يُنَظِّف الْفَم ، وَالطَّهَارَة النَّظَافَة
Itu
adalah semua alat yang dapat mensucikan dan serupa dengan siwak, karena benda
itu bisa membersihkan mulut, dan mensucikannya.
13)
Jadi,
menurut penjelasan Imam An Nawawi dan Imam As Suyuthi, benda apa pun selama
dapat membersihkan, mensucikan, dan tidak menciderai, maka dia boleh buat
bersiwak. Sehingga, zaman ini dengan pasta gigi juga sudah mewakili. Sesuai
kaidah: mukhtalifah fisy syakli, muttahidah fil aghrad (berbeda bentuk tetapi
tujuannya tetap sama).
Wallahu
A'lam
🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
[1]
HR. Bukhari No. 887, Muslim No. 252, dan ini adalah lafaznya Bukhari
[2]
Imam Ibnu Rajab, Fathul Bari, 8/122
[3]
Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 2/375
[4]
Imam Ibnu Baththal, Syarh Shahih Bukhari, 1/364
[5]
Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 2/376
[6]
HR. Bukhari dalam Kitabush Shaum bab
Siwak Ar Rathbi wal Yaabisi Lish Shaa-im, Ahmad No. 7, 24203, Ibnu Majah No. 289, An Nasa’i No. 5
[7]
HR. Bukhari dalam Kitabush Shaum bab
Siwak Ar Rathbi wal Yaabisi Lish Shaa-im
[8]
Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/459
[9]
Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 4/158
[10]
Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarkafuri, Tuhfah Al Ahwadzi, 3/345
[11]
Ibid
[12]
Imam An Nawawi, At Tibyan, Hal. 72
[13]
Hasyiah As Suyuthi ‘Alas Sunan An Nasa’i, 1/11
Pemateri: U Farid Nu'man Hasan
==========================
TANYA
JAWAB
TJ
G-6 (U Riyanti)
Tanya:
Mau tanya ustadzah. Kalau kita menggunakan odol yang menggunakan bahan dasar
siwak. Apakah kita bisa mendapatkan keutamaan menggunakan siwak?
Jawab: Bismillah.
Insyaallah masih bisa. Walaupun paling utama memang kayu siwak secara langsung.
Tanya:
Jika sikat gigi memiliki keterbatasan waktu penggunaannya, lain hal dengan
siwak dari akar kayu ya ustadzah? Mohon penjelasan cara penggunaan akar siwak,
ustadzah bagi yang belum pernah memakainya.
Jawab: Sudah
ada di artikel tersebut. Mohon lihat di paragraf "penggunaan siwak".
Tanya:
Ijin tanya ustadzah. Jika sedang berpuasa apa boleh tetap bersiwak?
Jawab: Insyaallah
boleh. Tapi memang harus ekstra hati-hati agar tidak ada air yang terminum. Namun
ada pula, beberapa ulama memakruhkannya.
Tanya:
Assalamualaikum ustadzah. Mau bertanya, di atas ada point tentang air makruh.
Bagaimana dengan penggunaan air yang terlalu dingin di daerah pegunungan yang
dipakai untuk mandi dan sebagainya. Jika itu termasuk air yang makruh bagaimana
agar hal itu menjadi air yang mutlak dapat di gunakan?
Jawab: Bila
itu sudah menjadi kondisi alam secara natural. Air dingin di daerah dingin
dihukumi air mutlak yang boleh dipakai untuk bersuci.
Tanya:
Afwan bunda. Soalnya kalau di musim penghujan cepet berjamur. Sayang kalau
dibuang.
Jawab: Nah,
saya pribadi biasanya pake pasta gigi yang bersiwak. Bukan kayunya.
Tanya:
Ustadzah, yang pernah saya tahu cara bersiwak arah dari kanan ke kiri, seperti
melingkar membentuk angka 8 tidur.
Jawab: Yaa
bunda. Memang ada beberapa versi. Silakan menggunakan cara yang paling nyaman
saja.
https://khasiatmanfaat.com/tata-cara-menggunakan-siwak/ (Ini jg bisa digunakan
untuk referensi.)
--------------------------
TJ
G 3 (U Rini)
Tanya:
Ijin bertanya ustadzah. Saya punya alergi yang kalau pagi-pagi suka
meler dan bersin-bersin. Apakah (maaf) ingus termasuk najis dan bagaimana ketika shalat melernya, apa hrs diulangi
shalatnya? Mohon penjelasannya ustadzah.
Jawab: bukan
termasuk benda najis salah satunya adalah ingus. Ingus adalah air lendir yang
keluar dari lubang hidung. Biasanya orang yang sedang pilek atau sakit
influenza, hidungnya akan mengeluarkan ingus, atau tersumbat dengan ingus di
dalam hidungnya.Para ulama mengatakan bahwa hukum ingus sama dengan dahak dan
ludah, yaitu termasuk benda kotor tapi tidak najis. Hal ini berdasarkan hadist
Nabi shalallahu alaihi wasalam, Rasulullah SAW menyeka dahak ketika shalat
dengan ujung selendang beliau. (HR. Bukhari)
Allahua'lam.
Tanya:
Assalamualaikum, kalau misalnya kita di perjalanan pas hujan-hujan gitu kita
terkena cipratan dari air hujan yg menggenang di jalan, lalu pakaian kita kena
basah, apa sah jika laksanakan sholat karena posisi di tengah
jalan? Makasih.
Jawab: Wa'alaykumussalam.
Hujan termasuk air suci dan mensucikan.
Tanya:
Tapi kalau dijalan airnya kita tidak tahu air cipratan dati tanah bekas hujan
sudah terkena najis atau tidak ustadzah?
Jawab: Ketidaktahuan
kita tidak mendatangkan dosa. Yakinkan diri karena keraguan datang dari setan.
Tanya:
Izin bertanya pada saat perjalanan sudah wakut sholat lewat masjid tapi sebelumnya
ragu dengan pakaian kita karena ada kecipratan najis akhirnya tidak jadi sholat
di masjid tapi di jamak ketika sampai rumah apakah sah sholat kita
ketika dirumah padahal di jalan kita bisa sholat karena ragu jadi tidak sholat
Jawab: Tugas
manusia adalah ikhtiar maksimal. Jika memang sudah diketahui dengan pasti bahwa
itu najis maka kita harus mengetahui bagaimana cara menghilangkan najisnya.
Jika bisa dengan dibasuh, maka yang terbaik yang harus dilakukan adalah
melaksanakan shalat. Karena untuk menjamak sholat ada ketentuannya. Allahua'lam
Tanya:
Ustadzah, adakah penjelasan lebih, mengapa najis dari pipis anak laki-laki
dan perempuan dibedakan?
Jawab: Terkait
penjelasan tentang perbedaan kencing bayi laki laki dan perempuan, dalam Islam
dibedakan menurut jenis najisnya. Air kencing bayi laki-laki termasuk najis
ringan oleh karenanya cukup dibasuh maka sudah kembali suci, sementara air
kencing bayi perempuan termasuk najis sedang yang mensucikannya harus dengan
mencuci terlebih dahulu.
Yang
dinamakan najis tentunya lebih banyak kotoran yang tersembunyi, hal ini dibuktikan
dengan adanya penelitian terkait jumlah kuman air kencing bayi perempuan lebih
banyak dibandingkan dengan bayi laki laki, saluran kencing perempuan lebih
pendek, di samping itu sekresi kelenjar prostat yang dimiliki laki-laki
berperan membunuh kuman.
Allahua'lam
Tanya:
Bunda mau tanya tentang khitan wanita boleh kah? Hukumnya sunnah ya
bunda?
Jawab: terdapat perbedaan pendapat di kalangan para
ulama tentang khitan bagi wanita. Namun yang jelas khitan merupakan bagian
syariat bagi wanita, terlepas hukumnya wajib ataupun sunnah. Barangsiapa yang
melaksanakannya tentu lebih utama. Khitan bagi laki-laki tujuannya untuk
membersihkan sisa air kencing yang najis pada kulup kemaluan, sedangkan suci
dari najis merupakan syarat sahnya shalat. Sedangkan khitan bagi wanita
tujuannya untuk mengecilkan syahwatnya, yang ini hanyalah untuk mencari sebuah
kesempurnaan dan bukan sebuah kewajiban. (Syarhul Mumti’I/134). Allahua'lam
Tanya:
Ustadzah mau bertanya. Apabila sudah ada tanda-tanda plek mau melahirkan,
apakah masih bisa sholat? warna kemerah merahan, tapi belum pecah ketuban
ustadzah, syukron.
Jawab: Secara
syariat ada 2 kondisi seorang wanita diperbolehkan meninggalkan kewajiban
beribadah yaitu disaat haid dan nifas . Dinamakan nifas adalah saat keluarnya
darah pasca melahirkan. Jadi, jika sebelum melahirkan keluar flek, sebaiknya
tetap dibersihkan dan melaksanakan kewajiban beribadah seperti biasanya. Allahua'
lam
====================
TJ
G-1 (u Trisatya Hadi)
Tanya:
Afwan jika ustadz mengetahui toko yang jual siwak di daerah Bandung?
Jawab: On
line banyak, klo toko offline di took-toko buku islam, took-toko herbal.
Tanya:
Ustadz,
jika kita berwudhu setelah selesai mandi tanpa pakai apapun apakah
diperbolehkan?
Jawab: Dibolehkan,
tidak ada dalil khusus yang melarang.
Tanya: Oya
ustadz, kalau di materi maksudnya air makruh yang ada dikaleng atau seng itu
karena air berubah warna dan rasa kah sehingga tergolong makruh?
Jawab: Bisa
berubah, bisa karena suhu berubah kaleng/seng itu penghantar panas.
Tanya:
Ustad
mau tanya kalau kita berwudhu dengan air dari wastafel dan basuh kaki dengan
dinaikkan ke wastafel apa sah wudhu kita?
Jawab:
sah,
gunakan dalam keadaan darurat saja. Jangan dilakukan jika ada peringatan
tertulis jangan wudhu di wastafel, karena bisa jadi wastafelnya ringkih gampang
jebol.
Tanya:
Ustadz kalau dengan mantu laki-laki tidak batal wudhu kan? Kadang berjamaah
mantu kasih salam tangan, lantas saya lanjut sholat sunah, boleh kan?
Jawab: mazhab
syafi'i, batal bunda, Imam Syafi'i, seperti ditulis Ibnu Rusyd berpendapat,
bahwa siapa yang menyentuh lawan jenisnya tanpa alat, baik menimbulkan berahi
atau tidak, maka batal wudhunya. Di sisi lain, ada riwayat lain menyatakan
bahwa dalam hal wudhu, Imam Syafi'i mempersamakan istri dengan semua mahram.
Pendapat
kedua adalah persentuhan antara suami istri baik disertai atau tidak dengan
syahwat tidak membatalkan wudhu. Pendapat ini dianut Imam Hanifah. Menurutnya,
hanya persetubuhan yang membatalkan wudhu.
Pendapat
ketiga dari mazhab Malik dan Hanbali yang menyatakan batalnya wudhu akibat
persentuhan yang mengakibatkan birahi, baik terhadap suami istri ataupun
selainnya. Ibnu Qudamah lebih menekankan hukum asalnya tidak membatalkan, namun
jika keluar madzi dan mani maka wudhunya batal.
=============
TJ
G-4 (U Kaspin)
Tanya:
Afwan
ustadz saya mau bertanya, jika ada anak kecil dirumah bagaimana menghindari
najis yang tidak bisa dihindari, semisal bak sembarang atau memakai sendal dari
luar. Bersepeda di rumah dan lain-lain. Terimakasih ustadz.
Jawab: kalau
tidak tau tidak apa-apa
Tanya:
bah maaf masih paham cara memegang siwak, ada kah gambar nya? Jazakallah khoir
Jawab: pakai
sikat gigi dan odol juga boleh
Tanya:
Abah mau tanya, jika kita mau mandi wajib tapi dalam keadaan sakit, airnya
memakai air hangat. Apa dibolehkan dalam bersuci memakai air hangat?
Jawab: Arini
yg baik, Boleh. Suhu air tidak masalah. Yang mempengaruhi adalah rupa, rasa dan
bau. Misalnya aer kopi, tidak boleh di pake mandi bersuci meskipun boleh
diminum, dan boleh mandi. Airnya suci tapi tidak mensucikan.
Atau
mandi madu, boleh tapi tidak mensucikan. Jadi harus di bilas lagi dengan air
biasa boleh hangat boleh adem. Namun ingat. Warning. Jangan mandi pakai air yg
masih mendidih. Bahaya.
Tanya:
Kalau
odol yang mengandung bahan siwak bisa dapat pahala seperti kalau memalai siwak
ya Bah? Soalnya ada pasta gigi yang katanya dari bahan siwak, wallahu'alam.
Jawab: Pahala
InsyaAllah dapat dari menjaga kebersihan gigi. Pahala siwak? Wallahualam
Tanya:
Untuk penggunaan kayu siwak itu apakah sekali pakai atau berapa kali kah abah?
Jawab: Beberapa
kali sampai habis.
Tanya: Setelah
pakai kayu siwak sebaiknya kumur-kumur pakai air atau bagaimana ustadz?
Jawab: Iya.
Kalau kumur kumur pakai air. Jangan pakai debu. Namun boleh tidak kumur-kumur
juga asal jangan ngiler
Tanya:
Ustadz,
kalau air hujan yang langsung turun dari langit apa bisa ditampung dulu di
ember?
Jawab: Tergantung
embernya. Bocor apa tidak? Kalau bocor ya ga bisa nampung
Tanya: Kalau
misalnya air sumur yang di pakai mandi itu berbau karena kontur tanah atau karena
satu dan lain hal itu bagaimana hukumnya? Sedangkan itu adalah sumber air yang
ada abah? Syukron
Jawab: Kalau
bau tanah ga papa, karena aslinya begitu. Kalau baunya berubah jadi bau naga, kemungkinan
ada najis disitu
=============
TJ
G-2 (U Tribuahwa)
Tanya:
Bunda mau tanya kalau misal pakai cairan kumur termasuk siwak??
Jawab:
Bukan
Tanya: afwan ustadzah, jika sikat gigi memiliki keterbatasan waktu
penggunaan lain hal dengan siwak dari akar kayu ya ustadzah? mohon penjelasan
cara penggunaan akar siwak ustadzah bagi yang belum pernah memakainya?!
Jawab:
Biasanya
ada petunjuknya di bungkusnya
Tanya: afwan ustadzah, berarti dalam kondisi puasa bersiwak
boleh/tidak makruh ya usttadzah?
jawab:
Boleh
asal tidak ditelan bekas kayunya
Tanya: Afwan ustadz, apakah bersiwak itu artinya sikat gigi
ustadz? Sama tidak bersiwak dizaman rosul dengan bersikat gigi pada zaman sekarang?
jawab:
Jaman
sekarang bersiwak sama dengan sikat gigi. Tapi bersiwak yang sebenarnya adalah
dengan akar siwak.
Tanya: soalnya ustadzah biasanya kalau lembab gini siwak mudah berjamur,
sayang aja kalau dibuang.
jawab:
Setelah
dipecah, disimpan dibungkus ditaruh dikulkas
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
TJ G-5 (U Farid Nu’man)
Tanya:
afwan ustadz, jika penggunaan pasta gigi yang mengandung siwak apakah mendapat
pahala yang sama seperti memakai siwak? afwan bukan promosi sebuah pasta gigi
ustadz.
Jawab: Niatkan membersihkan gigi atau mulut bagian dari menjaga kesehatan yang
Allah berikan, dengan alat apa pun yang suci, halal, dan tidak berbahaya, Insya
Allah akan bernilai ibadah. Wallahu a'lam
Tanya:
Afwan, bertanya diluar topik. Bagaimana tata cara merawat siwak, karena kadang
kala ada siwak yang terlalu kering ketika dipakai, dan kadang ada yang berjamur?
Jawab: Cara perawatan terbaik adalah dengan memakainya, lalu mencucinya.
Benda apa pun kalau tidak dipakai dan terbuka, akan lapuk. Wallahu a'lam
Tanya:
Assalammùalaikum. Afwan ijin bertanya ustadz. Apa benar bisa bersih ya kalò
pake siwak? Afwan saya belom pernah pake siwak. Misal di rasa kurang bersih apa
boleh sikat gigi lagi? Jazakallah khoir sebelumnya ustadz.
Jawab: Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Ini masalah kebiasaan
saja, bagi yang sudah terbiasa tentu dia bisa bersih dengan siwak. Bagi yang belum
biasa mungkin dia hanya mampu membersihkan bagian luar saja, tidak masalah
setelah itu diclosing dengan sikat dan odol biasa. Wallahu a'lam
Tanya:
Bila seorang istri meninggal dunia. Dan sang suami menikah lagi. kepada
siapakah seorang istri yang meninggal tadi meminta pertanggung jawaban atas
amalnya pas di hari akhir nanti? Adakah dalilnya terdapat dalam surat apa atau
dari hadist?
Jawab: Saat dia wafat, dan dia belum pernah bercerai dengan suaminya,
tetaplah suaminya sebagai penanggung jawab dirinya, walau suami nikah lagi. Bahkan
yang "ribet" adalah suami, sebab dia harus menjadi penanggungjawab
banyak wanita dan anak-anak.
Hal ini sesuai keumuman hadits Nabi ﷺ:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ
مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ
رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap
pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah
pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami
adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya." (HR. Bukhari no. 893)
Wallahu a'lam
Tanya:
Dosakah kita atau akan di hisabkah kita kalau kita ngikuti kajian di wa yang
terdiri dari beberapa grup. Dan kita belum sempet membaca atau mengamalkannya?
Jawab: Tergantung keadaan, ilmu yang tidak diamalkan biasanya ada beberapa
kemungkinan:
1.
Tahu hukum dan ilmunya dan mampu melakukan. Misal tahu hukum haji, dan
mampu melakukan. Maka jika dia tidak melakukan maka dia berdosa.
2.
Tahu dan tidak mampu melakukan. Dia tahu hukum dan tata cara haji tapi
belum melakukann Krn tidak mampu, maka ini dimaafkan.
3.
Tahu dan tidak mau melakukan. Dia tahu, dia mampu, tapi TIDAK MAU melakukan
maka ini berdosa.
Wallahu a'lam
========================
Kita tutup dengan membacakan hamdalah..
Alhamdulillahirabbil'aalamiin
Doa Kafaratul Majelis :
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت
أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu
allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan
memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan
diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Wassalamu'alaikum warahmatullaahi
wabarakaatuh
================
Website: www.hambaAllah.net
FanPage : Kajian On line-Hamba Allah
FB : Kajian On Line-Hamba Allah
Twitter: @kajianonline_HA
IG: @hambaAllah_official
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment