Kajian
Online WA Hamba الله SWT
Senin,
20 Februari 2017
Rekapan
Grup Nanda 1
Narasumber
: Ustadzah Lilah
Tema : Fiqh
Editor
: Rini Ismayanti
Dzat
yang dengan Kebesaran-Nya, seluruh makhluk menyanjung dan mengagungakan-Nya...
Dzat
yang dengan Keperkasaan-Nya, musuh-musuh dihinakan lagi diadzab-Nya...
Dzat
yang dengan Kasih dan Sayang-Nya, kita semua mampu mengecap manisnya Islam dan
indahanyaa ukhuwah di jalan-Nya, memadukan hati kita dalam kecintaan kepadaNya,
yang mempertemukan kita dalam keta'atan kepadaNya, dan menghimpunkan kita untuk
mengokohkan janji setia dalam membela agamaNya.
AlhamduliLlah...
tsumma AlhamduliLlah...
Shalawat
dan salam semoga tercurah kepada tauladan kita, Muhammad SAW. Yang memberi arah
kepada para generasi penerus yang Rabbaniyyah bagaimana membangakitkan ummat
yang telah mati, memepersatukan bangsa-bangsa yang tercerai berai, membimbing
manusia yang tenggelam dlm lautan syahwat, membangun generasi yang tertidur
lelap dan menuntun manusia yang berada dalam kegelapan menuju kejayaan,
kemuliaan, dan kebahagiaan.
Amma
ba'd...
Ukhti
fillah sekalian. Agar ilmunya barokah, maka alangakah indahanyaa kita awali dengan
lafadz Basmallah
Bismillahirrahmanirrahim...
KECANTIKAN
WANITA
Di kesempatan
kali ini, sesuai amanah pengurus saya diminta membahas kajian fiqh tentang kecantikan
wanita.
Setiap wanita
pasti tak lepas dari keinginan untuk
selalu terlihat cantik. Namun apakah makna dari cantik itu sebenarnya?
Kebanyakan dari wanita memaknai cantik
itu seperti bintang iklan sabun mandi atau artis di televisi dan rata-rata wanita
tidak mengetahui makna cantik sebenarnya menurut Al Qur’an dan Islam. Mari
bersama kita mengetahui apa itu cantik menurut Al Qur’an dan Islam.
Menurut buku
Ensiklopedi kata-kata Al Qur’an AL Karim yang di keluarkan oleh Dewan Bahasa
Arab, kecantikan di maknai dengan keanggunan, kehalusan dan keelokan. Ada juga
yang mengartikan kecantikan dalam kasat mata yaitu hal yang indah yang dapat
membuat seseorang menjadi suka dan mencintai. Kecantikan tidak hanya di berikan
kepada manusia saja tetapi kepada segala sesuatu di alam raya ini dari ciptaan
ALLAH yang indah termasuk di dalamnya hewan dan tumbuhan. Bukan pada alam
semesta dan isinya saja kecantikan dapat diberikan tapi juga kepada sifat
manusia,akhlak dan tabiatnya serta tutur katanya yang indah. Nah,bagaimana
kecantikan dalam pandangan islam?
Islam adalah
agama yang menyeru pada kecantikan dan keindahan. Dimana kecantikan itu berupa
kecantikan maknawi yaitu kecantikan berupa jiwa, akhlak, sifat dan sikap.
Karena itu dapat kita lihat di dalam Al Qur’an Al Karim kecantikan wajah atau
penampilan fisik pria ataupun wanita jarang disebut kecuali hanya dua kali
saja. Pada penyebutan pertama ALLAH memperingatkan Rasulullah untuk tidak
tertipu pada kecantikan fisik orang-orang munafik karena penampilan seseorang
tidak mencerminkan siapa dirinya.
Seperti dalam
firman ALLAH AZZA WA JALLA:
”Dan apabila kamu melihat mereka,tubuh-tubuh
mereka membuatmu kagum. Dan jika mereka berkata-kata, kamu mendengarkan mereka.
Mereka seakan-akan kayu yang tersandar.”
(QS.Al Munafiqun:4)
Penyebutan
yang kedua pada firman ALLAH:
”Tidak halal bagimu menikahi wanita-wanita
sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang
lain), meskipun kecantikan mereka menarik hatimu, kecuali wanita-wanita (hamba
sahaya) yang kamu miliki. Dan ALLAH Maha mengawasi segala sesuatu.” (QS.Al
Ahzab:52)
Maksud dari
”kecantikan mereka” adalah keindahan dan kecantikan rupa dan fisik wanita.
Kecantikan
hiasan haruslah di dahului dengan kecantikan ”Khairaat” agar kita wanita tahu
bahwa seorang wanita yang baik adalah wanita yang memiliki kecantikan sifat dan
akhlak lebih baik dari pada wanita yang memiliki kecantikan fisik dan rupa
semata. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa dalam Al Qur’an ALLAH tidak
memberikan patokan khusus pada kecantikan fisik dan rupa bagi wanita ataupun
pria.
Seperti pada
Hadits Rasulullah berikut ini:
”Sesungguhnya ALLAH tidak melihat kepada
bentuk rupa dan harta kalian, tapi ia melihat hati dan amal kalian.”
(HR.Muslim,Ahmad dan Ibnu Majah)
Dalam Hadits
lain Rasulullah mengatakan bahwa wanita shalehah adalah sebaik-baik perhiasan
dunia.
Dari Amr ibnu ra : ”Dunia adalah perhiasan dan
sebaik-baik perhisannya adalah wanita shalehah.” (HR.Muslim,Ibnu Majah dan An
Nasai)
Jadi
kecantikan dalam Al Qur’an dan Islam bukan di lihat pada kecantikan fisik dan
rupa semata tapi lebih pada kecantikan sifat, tabiat, kebaikan hati dan akhlak
seorang wanita. Wanita tidak perlu takut tidak cantik karena setiap wanita itu
cantik dan indah apabila mempunyai akhlak yang indah pula,buat apa rupa dan
fisik kita cantik tapi hati tidak cantik karena kecantikan fisik dan rupa akan
hilang seiring waktu dan usia berlalu. Kecantikan akhlak dan kebaikan hati
tidak akan pernah hilang walau di makan waktu dan usia dia akan tetap abadi.
Berhias, satu
kata ini biasanya amatlah identik dengan wanita. Bagaimana tidak, wanita
identik dengan kata cantik. Guna mendapatkan predikat cantik inilah, seorang
wanita pun berhias. Namun tahukah, bahwa Islam telah mengajarkan pada kita
bagaimana cara berhias yang syar’i bagi seorang wanita? Sungguh Islam adalah
agama yang sempurna. Islam tidak sepenuhnya melarang seorang wanita ‘tuk berhias,
justru ia mengajarkan cara berhias yang baik tanpa harus merugikan, apalagi
merendahkan martabat wanita itu sendiri. Sesungguhnya Allah ta‘ala berfirman:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Hai anak Adam,
pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) masjid. Makan dan minumlah,
tapi janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berlebih-lebihan” (QS. Al-A‘raaf, 7: 31).
Dari ayat di
atas, tampaklah bahwa kebolehan untuk berhias ada pada laki-laki dan wanita.
Namun ada sisi perbedaan pada hukum sesuatu yang digunakan untuk berhias dan
keadaan berhias antara kedua kaum tersebut. Dalam bahasan ini, kita hanya
mendiskusikan tentang kaidah berhias bagi wanita.
Larangan Tabarruj
Adapun kaidah
pertama yang harus diperhatikan bagi wanita yang hendak berhias adalah
hendaknya ia menghindari perbuatan tabarruj. Tabarruj secara bahasa diambil
dari kata al-burj (bintang, sesuatu yang terang, dan tampak). Di antara
maknanya adalah berlebihan dalam menampakkan perhiasan dan kecantikan, seperti:
kepala, wajah, leher, dada, lengan, betis, dan anggota tubuh lainnya, atau
menampakkan perhiasan tambahan.
Imam asy-Syaukani berkata, “At-Tabarruj adalah
dengan seorang wanita menampakkan sebagian dari perhiasan dan kecantikannya
yang (seharusnya) wajib untuk ditutupinya, yang mana dapat memancing syahwat
(hasrat) laki-laki” (Fathul Qadiir karya asy- Syaukani).
Allah ta‘ala
berfirman (yang artinya),
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى
“Dan hendaklah
kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti
orang-orang jahiliyah yang dahulu …” (QS. Al-Ahzaab, 33: 33).
Syaikh ‘Abdur
Rahman as-Sa‘di ketika menafsirkan ayat di atas, beliau berkata, “Arti ayat
ini: janganlah kalian (wahai para wanita) sering keluar rumah dengan berhias
atau memakai wewangian, sebagaimana kebiasaan wanita-wanita jahiliyah yang
dahulu, mereka tidak memiliki pengetahuan (agama) dan iman. Semua ini dalam
rangka mencegah keburukan (bagi kaum wanita) dan sebab-sebabnya” (Taisiirul
Kariimir Rahmaan karya Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa‘di).
Memperhatikan
Masalah Aurat
Kaidah kedua
yang hendaknya diperhatikan adl seorang wanita yang berhias hendaknya ia paham
mana anggota tubuhnya yang termasuk aurat dan mana yang bukan. Aurat sendiri
adalah celah dan cela pada sesuatu, atau setiap hal yang butuh ditutup, atau
setiap apa yang dirasa memalukan apabila nampak, atau apa yang ditutupi oleh
manusia karena malu, atau ia juga berarti kemaluan itu sendiri (al-Mu‘jamul
Wasith).
Lalu, mana
saja anggota tubuh wanita yang termasuk aurat? Pada asalnya secara umum wanita
itu adalah aurat, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang artinya,
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
“Wanita itu
aurat, apabila ia keluar (dari rumahnya) setan senantiasa mengintainya” (HR
Tirmidzi, dinilai shahih oleh al-Albani).
Namun terdapat
perincian terkait aurat wanita ketika ia di hadapan laki-laki yang bukan
mahramnya, di hadapan wanita lain, atau di hadapan mahramnya.
Adapun aurat
wanita di hadapan laki-laki yang bukan mahram adalah seluruh tubuhnya. Hal ini
sudah merupakan ijma‘ (kesepakatan) para ulama. Hanya saja terdapat perbedaan
pendapat diantara ulama terkait apakah wajah dan kedua telapak tangan termasuk
aurat jika di hadapan laki-laki non mahram. Sedangkan aurat wanita di hadapan
wanita lain adalah anggota-anggota tubuh yang biasa diberi perhiasan. Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ
“Tidak boleh
seorang pria melihat aurat pria lainnya, dan tidak boleh seorang wanita melihat
aurat wanita lainnya” (Hadits shahih Riwayat Muslim, dari Abu Sa‘id al-Khudriy
radhiyallaahu ‘anhu).
Syaikh
al-Albani mengatakan, “Sedangkan perempuan muslimah di hadapan sesama perempuan
muslimah maka perempuan adalah aurat kecuali bagian tubuhnya yang biasa diberi
perhiasan. Yaitu kepala, telinga, leher, bagian atas dada yang biasa diberi
kalung, hasta dengan sedikit lengan atas yang biasa diberi hiasan lengan,
telapak kaki, dan bagian bawah betis yang biasa diberi gelang kaki. Sedangkan
bagian tubuh yang lain adalah aurat, tidak boleh bagi seorang muslimah demikian
pula mahram dari seorang perempuan untuk melihat bagian-bagian tubuh selain di
atas dan tidak boleh bagi perempuan tersebut untuk menampakkannya.”
Adapun tentang
batasan aurat seorang wanita di hadapan mahramnya, secara garis besar ada dua
pendapat ulama yang masyhur (populer) tentang batasan ini. Pertama, pendapat
yang mengatakan bahwa aurat wanita di hadapan laki-laki mahramnya adalah antara
pusar hingga lutut. Sedangkan pendapat kedua mengatakan, bahwa aurat wanita di
hadapan laki-laki mahramnya adalah sama dengan aurat wanita di hadapan wanita
lain, yakni semua bagian tubuh kecuali yang biasa diberi perhiasan.
Dalilnya
adalah firman Allah ta‘ala yang artinya,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ
“Katakanlah
kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa
nampak padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan
janganlah mereka menampakka perhiasannya, kecuali kepada suami mereka atau ayah
mereka atau ayah suami mereka atau putra-putra mereka atau putra-putra suami
mereka atau saudara-saudara lelaki mereka atau putra-putra saudara perempuan
mereka,atau wanita-wanita mereka, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.’” (QS. An-Nuur, 24: 31).
Adapun untuk
aurat wanita (istri) di hadapan suaminya, maka ulama sepakat bahwa tidak ada
aurat antara seorang istri dan suami. Dalilnya adalah firman Allah ta‘ala
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (٢٩)إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (٣٠
“Dan orang-orang
yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau
budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak
tercela.” (QS. Al-Ma‘aarij, 70: 29-30)
Ayat tersebut
menunjukkan bahwa seorang suami dihalalkan untuk melakukan sesuatu yang lebih
dari sekedar memandangi perhiasan istrinya, yaitu menyentuh dan mendatangi
istrinya. Jika seorang suami dihalalkan untuk menikmati perhiasan dan keindahan
istrinya, maka apalagi hanya sekedar melihat dan menyentuh tubuh istrinya.
Memperhatikan cara
berhias yang Dilarang
Maka jika
sudah tak ada lagi aurat antara suami dan istri, hendaknya seorang wanita
(istri) berhias semenarik mungkin di hadapan suaminya. Seorang istri hendaknya
berhias untuk suaminya dalam batasan-batasan yang disyari‘atkan. Karena setiap
kali si istri berhias untuk tampil indah di hadapan suaminya, jelas hal itu
akan lebih mengundang kecintaan suaminya kepadanya dan akan lebih merekatkan
hubungan antara keduanya. Hal ini termasuk diantara tujuan syari‘at. Bukankah
salah satu ciri istri yang baik adalah yang menyenangkan ketika dipandang?
Adapun
bentuk-bentuk berhiasnya bisa dengan bermacam-macam. Mulai dari menjaga
kebersihan badan, menyisir rambut, mengenakan wewangian, mengenakan baju yang
menarik, mencukur bulu kemaluan, dll. Namun yang hendaknya dicamkan seorang
istri adalah hendaknya ia berhias dengan sesuatu yang hukumnya mubah (bukan
dari bahan yang haram) dan tidak memudharatkan. Tidak diperbolehkan pula untuk
berhias dengan cara yang dilarang oleh Islam, yaitu:
Menyambung rambut
(al-washl)
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah melaknat penyambung rambut dan
orang yang minta disambung rambutnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Menato tubuh
(al-wasim), mencukur alis (an-namsh), dan mengikir gigi (at-taflij)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah melaknat orang yang menato dan
wanita yang minta ditato, wanita yang menyambung rambutnya (dengan rambut
palsu), yang mencukur alis dan yang minta dicukur, serta wanita yang
meregangkan (mengikir) giginya untuk kecantikan, yang merubah ciptaan Allah.”
(Riwayat Bukhari dan Muslim).
Mengenakan wewangian
bukan untuk suaminya (ketika keluar rumah)
Baginda nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap wanita yang menggunakan
wewangian, kemudian ia keluar dan melewati sekelompok manusia agar mereka dapat
mencium bau harumnya, maka ia adalah seorang pezina, dan setiap mata itu adalah
pezina.” (Riwayat Ahmad, an-Nasa’i, dan al-Hakim dari jalan Abu Musa al-Asy‘ari
radhiyallahu ‘anhu).
Memanjangkan kuku
Nabi kita
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yang termasuk fitrah manusia itu ada
lima (yaitu): khitan, mencukur bulu kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku,
dan mencabut bulu ketiak.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Berhias menyerupai
kaum lelaki
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupakan diri seperti
wanita dan melaknat wanita yang menyerupakan diri seperti laki-laki.” (Riwayat
Bukhari). Hadits ini dinilai shahih oleh at-Tirmidzi.
Sungguh Allah
ta‘ala yang mensyari‘atkan hukum-hukum dalam Islam lebih mengetahui segala
sesuatu yang mendatangkan kebaikan bagi para hamba-Nya dan Dia-lah yang
mensyari‘atkan bagi mereka hukum-hukum agama yang sangat sesuai dengan kondisi
mereka di setiap zaman dan tempat. Maka, sudah sepantasnya bagi kita wanita
muslimah untuk taat lagi tunduk kepada syari‘at Allah, termasuk di dalamnya
aturan untuk berhias.
TANYA JAWAB
Q : Assalamualaikum ustadzah gimanaa hukumnya berias saat mau menikah ?? Jazakillah
A : Boleh sepanjang pengantin wanita
tidak dipajang
Q : Berarti pengantin wanita ga boleh
ada di pelaminan ya ustadzah?
A : Boleh asal dipisah dari kaum
laki-laki
Q : Memakai pakaian yang warnanya
cerah-cerah itu apakah termasuk bertabaruj? dan termasuk dalam hal yang
dilarang? Terus pernah denger juga katanya sebaiknya muslimah itu memakai
pakaian berwarna gelap, apakah ada rujukan hadist atau apa saja yang dapat dijadikan
pegangan untuk masalah warna pakaian yang digunakan ini?
A : Ada dasarnya tidak ada hadits
yang melarang wanita memakai warna warni saat berpakaian. Yang harus diingat
adalah jangan sampai pakaian kita mengundang "syahwat" lawan jenis.
Q : Apakah ktika khitbah sang calon
tidak boleh di pertemukan / diperlihatkan kepada keluarga atau tamu yang hadir?
A : Boleh kepada keluarga
Q : Bunda, klo ada suami yang suka
ketika istrinya tampil cantik dihadapan umum gimana? Misal suami istri mau
pergi, tapi yang nyuruh dandan malah suaminya. Biar istrinya terlihat cantik di
depan teman-temannya gitu. Itu gimana bund?
A : Cantik tidak selalu identik
dengan warna warni berlebihan di wajah.
Q : Bunda mau bertanya,,,hukum wanita
yang sudah menikah kalo dia memajang foto selfienya dengan dia make up yang
tebal sedangkan dia memakai jilbab,,itu hukumnya apa ya bunda??kan kasihan
suaminya bunda..jazakillah. Memasang foto di sini seperti di poto profil bbm
bunda
A : Sama saja dengan tabarruj yang
hukumnya dilarang dalam Islam
Alhamdulillah,
kajian kita hari ini berjalan dengan lancar. Semoga ilmu yang kita dapatkan
berkah dan bermanfaat. Aamiin....
Segala
yang benar dari Allah semata, mohon maaf atas segala kekurangan. Baikloah
langsung saja kita tutup dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyakanya dan
do'a kafaratul majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha
Suci Engakau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan
yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat
kepada-Mu.”
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment