Kajian
Online WA Hamba الله SWT
Rabu, 7 Februari 2018
Rekapan
Grup Nanda
Narasumber
: Ustadz Doli
Tema : Kajian Umum
Dzat
yang dengan Kebesaran-Nya, seluruh makhluk menyanjung dan mengagungakan-Nya...
Dzat
yang dengan Keperkasaan-Nya, musuh-musuh dihinakan lagi diadzab-Nya...
Dzat
yang dengan Kasih dan Sayang-Nya, kita semua mampu mengecap manisnya Islam dan
indahanyaa ukhuwah di jalan-Nya, memadukan hati kita dalam kecintaan kepadaNya,
yang mempertemukan kita dalam keta'atan kepadaNya, dan menghimpunkan kita untuk
mengokohkan janji setia dalam membela agamaNya.
AlhamduliLlah...
tsumma AlhamduliLlah...
Shalawat
dan salam semoga tercurah kepada tauladan kita, Muhammad SAW. Yang memberi arah
kepada para generasi penerus yang Rabbaniyyah bagaimana membangakitkan ummat
yang telah mati, memepersatukan bangsa-bangsa yang tercerai berai, membimbing
manusia yang tenggelam dlm lautan syahwat, membangun generasi yang tertidur
lelap dan menuntun manusia yang berada dalam kegelapan menuju kejayaan,
kemuliaan, dan kebahagiaan.
Amma
ba'd...
Ukhti
fillah sekalian. Agar ilmunya barokah, maka alangakah indahanyaa kita awali dengan
lafadz Basmallah
Bismillahirrahmanirrahim...
Mengenal
Politik Islam
Fajar
Romadhon.
Ilmu
atau teori politik Islam bersumber dan diderivasi dari Alquran. Mungkin ini
dianggap klaim berlebihan, tetapi sebenarnya tidak juga. Sebab politik
menyangkut banyak bidang kehidupan, sedangkan ayat-ayat dalam Alquran banyak
membicarakan masalah kehidupan sosial termasuk politik. Meski ayat-ayat itu
baru berupa semisal konsep, namun jika dipahami dengan penalaran yang cerdas
akan ditemukan prinsip luhur berpolitik. Konsep-konsep semisal dalam ayat-ayat
itu berkaitan antara satu dengan yang lain dan membentuk struktur konsep yang
sistemik. Sebagai contoh konsep khalifah di bumi (QS. Al-Baqarah: 30, QS.
An-Nur: 55, QS. An-Naml: 62, QS. As-Shad: 26, QS. Al-An’am: 165), berkaitan
erat dengan konsep hukum dan keadilan (QS. An-Nisa: 58, 105, 135, QS.
Al-Maidah: 6) dan juga kepemimpinan (QS. Ali-Imran: 118, QS. An-Nisa: 49, QS.
Asy-Syu’ara: 15-152). Masalah kepemimpinan berkaitan dengan masalah musyawarah
(QS. Ali-Imran: 159, QS. As-Suraa’: 38). Prinsip persatuan dan persaudaraan
(QS. Ali-Imran: 103, QS. Al-Hujurat: 10) berkaitan dengan prinsip persamaan
(QS. An-Nisa: 1), tolong-menolong, membela yang lemah (QS. Al-Maidah: 2, QS.
At-Taubah: 11, QS. Al-Balad: 12-16), perdamaian dan peperangan (QS. An-Nisa:
89-90, QS. Al-Anfal: 61) dan lain sebagainya yang sangat komplek, sekompleks kehidupan
manusia itu sendiri (Hamid Fahmy Zarkasyi, ISLAMIA, Identitas dan Problem
Politik Islam, Vol. V, 2009: 5-6).
فَقَدْ آتَيْنَا آلَ إِبْرَاهِيمَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَآتَيْنَاهُمْ مُلْكًا عَظِيمًا (٥٤)
Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim,
dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar” (QS. An-Nisa: 54).
الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الأرْضِ أَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الأمُورِ (٤١)
Artinya: “(yaitu)
orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya
mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan
mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan” (QS. Al-Hajj: 41).
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا (٥٨)
Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat” (QS. An-Nisa: 58).
Makna
kerajaan, kedudukan, hukum, dan keadilan sebagaimana telah tertulis dalam
ayat-ayat di atas adalah makna-makna yang mewakili makna politik. Menurut
Muhammad Elvandi, politik yang berarti pengelolaan urusan manusia sangat
memadai untuk kalimat-kalimat tersebut, juga untuk makna-makna serupa yang
sangat banyak di dalam Alquran. Betul bahwa istilah politik
atau as-siyasah tidak tercantum di dalam Alquran, tetapi
prinsip-prinsip politik sangat ditekankan di dalamnya sebagai pegangan manusia
dalam berinteraksi di tengah masyarakat luas.
Jika dalam
Alquran terdapat esensi politik walau tidak ada sama sekali istilah politik
atau as-siyasah maka dalam Hadits, politik dalam konteks pengeloaan
manusia terdapat dalam Hadits riwayat Imam Bukhari dari Abu Hurairah r.a.:
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الأَنْبِيَاءُ
Artinya:
“… (Zaman dahulu) Bani Israil itu dipimpin oleh para Nabi”.
Ibnu Hajar
Al-Asqalani dalam kitab Fathu Al-Bari, sebagaimana dinukil oleh Muhammad
Elvandi bahwa kata yasusu yang menjadi akar
kata as-siyasah dalam Hadits shahih tersebut menunjukkan bahwa
masyarakat harus memiliki seseorang yang mengelola dan memimpin masyarakat ke
jalan yang benar, dan membela yang teraniaya dari para pelanggar.
Siyasah
(politik) secara bahasa berarti mengelola, mengatur, memerintah, dan melarang
sesuatu. Yusuf Qardhawi mengartikan politik adalah semua yang berhubungan
dengan pemerintahan dan pengelolaan masyarakat madani. Kemudian Abdul Wahab
Khallaf mendefinisikan siyasah sebagai pengelolaan masalah umum bagi Negara
bernuansa Islam yang menjamin terealisasinya kemaslahatan dan terhindar dari
kemudharatan dengan tidak melanggar ketentuan syariat. Selanjutnya dalam
buku As-Siyasah Al-Hakimah, sebagaimana dinukil oleh Abdul Hamid
Al-Ghazali dalam bukunya yang berjudul “Pilar-pilar Kebangkitan Umat”
dijelaskan bahwa Ibnu Qayyim mendefinisikan politik adalah semua aktivitas yang
mendekatkan manusia kepada kemaslahatan dan menjauhkan dari kerusakan, meskipun
tidak pernah ditegaskan oleh Rasul dan tidak pernah disinggung oleh wahyu yang
diturunkan, karena semua jalan yang bisa mengantarkan kepada keadilan, maka
jalan itu adalah bagian dari agama ini (Islam).
Dalam tradisi
Arab, orang yang memegang kekuasaan secara politik adalah orang yang mengurusi
urusan rakyat, mengaturnya, dan menjaganya. Kemudian yang lebih menarik adalah
bahwa ternyata politik itu tidak identik dengan kekuasaan dan memanfaatkan
orang lain untuk kepentingan pribadi atau golongan. Dalam kitab Mu’jamu
Lugghatil Fuqaha jilid 1, hal: 237, sebagaimana dinukil oleh Jasiman,
bahwa dalam hal siyasah ada dua kata kunci yang dapat diambil dari kamus bahasa
para fuqaha, yaitu cinta dan pelayanan.
Dalam sejarah
peradaban Islam, telah banyak ulama-ulama klasik yang menulis berkaitan dengan
masalah politik. Seperti Ibnu Abi Rabi (w. 842M) menulis buku
berjudul Suluk al-Malik fi tadbir al-Mamalik, Al-Farabi (w. 339H/ 950M)
menulis buku Ara Madinat al-Fadhilah, Al-Mawardi (w. 450H/ 1058M) yang
menulis teori politiknya dalam buku berjudul Al-Ahkam al-Sultaniyah,
Al-Ghazali (w. 505H/ 1111M) menulis buku berjudul Al-Tibrul Masbuk fi
Nasihat al-Muluk, dan Ibnu Taimiyyah (w. 728H/ 1328) menulis
buku Al-Siyasah al-Syar’iyyah.
Islam sebagai
agama yang komprehensif telah banyak berbicara terkait seluruh aspek kehidupan
manusia, termasuk politik. Oleh karenanya antara agama dan politik tidak ada
sekularisasi (pemisahan). Sebagaimana pandangan seorang ulama kontemporer,
yaitu Hasan Al-Banna, bahwa politik tidak terlepas dari Islam. Hal demikian
berangkat dari pemahamannya bahwa Islam mencakup dan mengatur seluruh aspek
kehidupan manusia di mana politik adalah sebagian diantaranya. Memisahkan agama
dari politik atau memisahkan politik dari agama sama saja dengan memisahkan
agama ini dari kehidupan sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sekuler. Atas
dasar itu, secara tegas Hasan Al-Banna mengatakan bahwa seorang muslim tidak
akan sempurna keislamannya kecuali bila ia menjadi politikus, memberikan
perhatian terhadap problematika umat, dan peduli kepadanya. Lebih lanjut ia
mengatakan bahwa setiap organisasi keislaman harus menjadikan kepedulian
terhadap problematika politik umat sebagai program utamanya, dan bila tidak
maka ia sendiri masih perlu untuk memahami Islam itu sendiri.
—
Daftar
Pustaka:
Al-Ghazali,
A. H. (2009). Pilar-pilar Kebangkitan Umat: Intisari Buku Majmu’atur
Rasail. (M. Badawi, Penyunt., K. A. Faqih, & Fachruddin, Penerj.)
Jakarta: Al-I’tishom.
Elvandi, M.
(2011). Inilah Politikku.(Jasiman, & A. Ghufron, Penyunt.) Solo: Era
Adicitra Intermedia.
Jasiman.
(2012). Rijalud Daulah: Mempersiapkan Pejabat Publik yang
Merakyat. (A. Ghufron, Penyunt.) Solo: Era Adicitra Intermedia.
Zarkasyi, H.
F. (2009). Identitas dan Problem Politik Islam. ISLAMIA , V.
TANYA JAWAB
-
Alhamdulillah,
kajian kita hari ini berjalan dengan lancar. Semoga ilmu yang kita dapatkan
berkah dan bermanfaat. Aamiin....
Segala
yang benar dari Allah semata, mohon maaf atas segala kekurangan. Baikloah
langsung saja kita tutup dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyakanya dan
do'a kafaratul majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha
Suci Engakau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan
yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat
kepada-Mu.”
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment