Kajian Online WA
Hamba الله SWT
Senin, 22 Januari 2018
Rekap Kajian Grup Bunda G6
Narasumber : Ustadz
Cipto
Tema : Kajian Umum
Editor : Rini Ismayanti
Dzat yang dengan Kebesaran-Nya, seluruh makhluk menyanjung dan
mengagungkan-Nya...
Dzat yang dengan Keperkasaan-Nya, musuh-musuh dihinakan lagi
diadzab-Nya...
Dzat yang dengan Kasih dan Sayang-Nya, kita semua mampu mengecap
manisnya Islam dan indahnya ukhuwah di jalan-Nya, memadukan hati kita dalam
kecintaan kepadaNya, yang mempertemukan kita dalam keta'atan kepadaNya, dan
menghimpunkan kita untuk mengokohkan janji setia dalam membela agamaNya.
AlhamduliLlah... tsumma AlhamduliLlah...
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada tauladan kita, Muhammad
SAW. Yang memberi arah kepada para generasi penerus yang Rabbaniyyah bagaimana
membangakitkan ummat yang telah mati, mempersatukan bangsa-bangsa yang tercerai
berai, membimbing manusia yang tenggelam dalam lautan syahwat, membangun
generasi yang tertidur lelap dan menuntun manusia yang berada dalam kegelapan
menuju kejayaan, kemuliaan, dan kebahagiaan.
Amma ba'd...
Ukhti fillah sekalian. Agar ilmunya barokah, maka alangkah indahnya
kita awali dengan lafadz Basmallah
Bismillahirrahmanirrahim...
AQIDAH DAN IMAN: FONDASI
MASYARAKAT ISLAM
Fondasi utama masyarakat
Islam adalah aqidah Islamiyah. Oleh karena itu, tugas pertama mereka adalah
memelihara, menjaga, dan mengukuhkan aqidah, serta memancarkan cahayanya ke
seluruh penjuru dunia.
Aqidah Islam tersebut
terefleksikan dalam Iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para
rasul-Nya, dan hari akhir.
Allah Ta’ala berfirman,
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
“Rasul telah beriman kepada
Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang
yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak
membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”,
dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami ta’at.” (Mereka berdo’a):
“Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (QS.
Al-Baqarah: 285)
Sedangkan slogan Aqidah
Islam adalah kalimat: “Asyhadu an la ilaha illa-Llah wa asyhadu anna
Muhammadan Rasulullah”: Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan
saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”
Aqidah inilah yang
membingkai cara pandang kaum Muslimin terhadap alam dan Tuhannya; terhadap alam
fisik dan metafisiknya, terhadap kehidupan dan apa yang terjadi setelahnya,
terhadap alam yang kasat mata dan yang ghaib.
Masyarakat muslim meyakini
bahwa alam ini tidak mungkin tercipta dengan sendirinya. Ia pasti ada
penciptanya. Pencipta Yang Mahaagung itulah Tuhan langit dan bumi, Tuhan alam
semesta, Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, baik dalam dzat, sifat, maupun
perbuatan-Nya; segala sesuatu yang ada di jagad raya ini membuktikan bahwa Akal
Yang Satu itulah yang mengatur segalanya; seluruh makhluk yang ada di langit
dan di bumi adalah milik-Nya, tiada seorang pun—yang berakal maupun tidak
berakal—menjadi sekutu atau menjadi putra-Nya.
Makna La Ilaha Illallah
Masyarakat muslim meyakini
kalimat La Ilaha Illa-Llah dengan makna bahwasanya Allah Sang
Pencipta inilah satu-satunya yang berhak disembah dan ditaati secara mutlak.
Dialah Yang berhak mendapatkan kepatuhan dan cinta yang paripurna. Seluruh
makna yang terkandung dalam “kepatuhan” dan “cinta”, itulah yang dinamakan:
IBADAH. Tegasnya, tiada sesuatu pun berhak menerima ketundukkan dan kecintaan
selain Allah. Oleh karena itu masyarakat muslim menolak ketundukan dan penghambaan
kepada kekuasaan selain kekuasaan Allah, menolak hukum selain hukum-Nya,
menolak perintah selain perintah-Nya, menolak segala bentuk loyalitas, kecuali
loyalitas kepada-Nya, dan menolak segala cinta, kecuali cinta kepada dan
karena-Nya.
Keyakinan seperti inilah
yang disebut dengan tauhid, yakni mengesakan
Allah Ta’ala. Konsekwensi tauhid ini diantaranya adalah:
Pertama, tidak
menjadikan selain Allah sebagai Tuhan.
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِي رَبًّا وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍ
“Katakanlah: ‘Apakah aku
akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala
sesuatu…’” (QS. Al-An’am: 164)
Maka, seorang muslim
menolak berbagai tuhan palsu yang disembah oleh manusia; mereka menyerukan
pembebasan manusia dari segala bentuk ketundukan dan penghambaan kepada selain
Sang Pencipta, Allah Ta’ala.
Kedua, tidak
menjadikan selain Allah sebagai wali.
قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَتَّخِذُ وَلِيًّا فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ يُطْعِمُ
“Katakanlah: ‘Apakah akan
aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi,
padahal Dia memberi makan dan tidak memberi makan?’” (QS. Al-An’am: 14)
Maka, seorang muslim
meniadakan loyalitas kepada selain Allah dan kelompoknya. Mereka menolak
memberikan kesetiaan, kecintaan, dan dukungan kepada selain Allah, serta kepada
musuh-musuh-Nya.
Ketiga, tidak
menjadikan selain Allah sebagai hakim.
أَفَغَيْرَ اللَّهِ أَبْتَغِي حَكَمًا وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ إِلَيْكُمُ الْكِتَابَ مُفَصَّلًا
“Maka patutkah aku mencari
hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al
Quraan) kepadamu dengan terperinci?” (QS. Al-An’am: 114)
Maka, seorang muslim
menolak ketundukan kepada setiap hukum selain hukum Allah, setiap perintah
selain perintah dari Allah, setiap sistem selain sistem yang ditetapkan-Nya,
setiap undang-undang selain undang-undang-Nya, setiap aturan, tradisi,
adat-istiadat, manhaj, pemikiran, dan nilai kehidupan, kecuali yang diridhai
oleh-Nya.
Makna Muhammad Rasulullah
Mengakui
Allah Ta’ala sebagai Ilah dan Rabb tidaklah cukup apabila tidak
disempurnakan dengan ikrar kalimat yang kedua: Muhammad Rasulullah.
Allah mengutus para Rasul
kepada umat manusia yang bertugas memberikan petunjuk, bimbingan, dan arahan
kepada mereka menuju ridha-Nya, serta mengingatkan mereka akan murka-Nya.
Para Rasul juga bertugas
meletakkan dasar-dasar ajaran, nilai-nilai, dan standar-standar yang
mengarahkan kehidupan masyarakat serta menunjukkan jalan yang lurus.
Seorang muslim meyakini
Rasul terakhir adalah Muhammad Rasulullah; ketaatan mereka kepadanya merupakan
bagian dari ketaatan kepada Allah.
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ
“Barangsiapa menaati Rasul,
sesungguhnya ia telah menaati Allah…” (QS. An-Nisa: 80)
Keimanan kepada Rasulullah
diwujudkan dengan ittiba (mengikuti/mentaati) Rasul; mentaati hukum
dan syariat yang ditetapkannya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi
laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah
dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS.
Al-Ahzab: 36). [1]
Makna Tegaknya Masyarakat
Islam di Atas Aqidah Islam
Sebuah masyarakat layak
dikatakan telah tegak di atas aqidah Islam, jika masyarakat itu benar-benar
memuliakan aqidah, bekerja untuk mengukuhkannya dalam hati dan pikiran,
mendidik generasi muda dengannya, melakukan pembelaan terhadap kebatilan yang
dilontarkan oleh para pendengki yang sesat, dan berusaha menampakkan aqidah
secara nyata pada kehidupan pribadi dan sosial kemasyarakatan.
Namun perlu dipahami,
menegakkan masyarakat muslim di atas aqidah bukan berarti memaksa orang-orang
non muslim agar melepas keyakinan mereka, karena:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ
“Tidak ada paksaan untuk
(memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan
sesat…” (QS. Al-Baqarah: 256).
Masyarakat Islam bukan
masyarakat materialis, bukan sekuler, bukan paganis (musyrik), bukan Yahudi
atau Nasrani, bukan liberal atau sosialis, bukan pula masyarakat komunis maupun
marxis.
Bukanlah masyarakat Islam
yang didalamnya tidak disebut nama Muhammad, dan malah akrab dengan nama figur
Marx, Lenin, Mao, atau para pemikir baik di timur maupun Barat.
Bukanlah masyarakat Islam
yang meninggalkan Kitabullah Al-Qur’an sebagai sumber hidayah, syariat dan
undang-undang, digantikan oleh kitab-kitab lainnya yang disakralkan dan
dijadikan sistem pemikiran, perundangan, perilaku, atau sumber nilai dan tolok
ukurnya.
Bukanlah masyarakat Islam
ketika nama Allah, kitab, dan rasul-Nya dilecehkan, anggotanya membisu terhadap
kekufuran ini.
Bukanlah masyarakat Islam
bila menjadikan masalah aqidah sebagai persoalan sampingan dalam kehidupannya,
dimana ia tidak dijadikan fondasi sistem pendidikan, pengajaran, pemikiran,
penerangan, dan pengarahan.
Masyarakat Islam dan
Fenomena Kemurtadan
Persoalan paling besar dan
berbahaya yang dihadapi seorang mulim adalah ancaman aqidah,
yakni riddah (kemurtadan). Dan inilah misi paling utama yang
diperjuangkan musuh-musuh Islam.
Allah Ta’ala mengingatkan,
وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا
“Mereka tidak
henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari
agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup…” (QS. Al-Baqarah:
217)
Masyarakat muslim terus
mengalami gempuran pemurtadan ini melalui praktik kristenisasi, imperialis
komunis, kaum sekuler anti agama, dan lain-lain. Abul Hasan Nadawi menyebut
kondisi pemurtadan di dunia Islam ini dengan ungkapan: “Kemurtadan Tanpa Abu
Bakar.”
TANYA JAWAB
Q : Bagaimana cara
menempatkan cinta pada Allah sebagai yang tertinggi. Karena jika berada
ditengah-tengah keluarga, dikecewakan sedikit saja sakitnya sangat. Tapi ketika
melalaikan Allah kurang berasa.Syukran
A : Menarik memang
menempatkan cinta kepada Allah lebih tinggi....bunda bisa ceritakan kah
bagaimana yang lain bisa lebih dicintai dari Allah? Bisakah hal itu
dibalik? Yuk coba simulasikan. Pada
dasarnya cinta itu bisa datang jika kita mengenal betul apa dan siapa yang
dicintai....bagaimana kita bisa mencintai tanpa kita mengenal atau mengetahui
ttg yang kita cintai...ini yang mendasar....makanya ada materi ttg
ma'rifatullah....
Kenal saja belum cukup perlu
hal lain tuk membangun cinta.....ada yang tau....atau yang mau berbagi tips
mencintai sesuatu atau seseorang yang sederhananya bisa digunakan tuk membangun
kecintaan kepada Allah...
Q : Iya ustadz..contohnya
mencintai pasangan..dimana ketika cinta pasangan dirasakan berkurang
mengakibatkan duka yang amat sangat ...
A : Nah itu makhluq yang
punya keterbatasan saja kita bisa mencintai sedemikian tentu mencintai sang
khaliq akan lebih dahsyat lagi karena Dia tidaklah terbatas dan tanpa
batas....cintaNya pun tak bertepi....sejengkal kita mendekat padaNya sehasta
Dia mendekati kita...kita melangkah mendekatiNya, Dia berlari mendekati
kita...dstnya...Hanya sensitivitas kecintaaan kepadaNya memang spesifik
bergantung pada hidayah dan juga kadar keberimanan kita...sementara ini iman
ini berbanding lurus dengan ibadah-ibadah yang kita laksanakan....
Q : Jika aqidah
terefleksikan salah satunya dengan iman kepada Allah lalu orang tersebut tidak
beribadah seperti shalat dst.nya. Maka bagaimana aqidah orang tersebut ustadz?
A : Aqidahnya masih bisa
dibilang dangkal...islamnya "masih KTP" Ibadah itu cerminan paling
dasar dari aqidah meski adapula yang ibadahnya masih karena seseorang atau
sesuatu itulah indikator sederhana dari aqidah seseorang... Biasanya sense atas
ancaman terhadap aqidah gak bisa merasakan....hingga sangat mungkin digoyahkan
trutama dgn kebutuhan-kebutuhan pokok..kebergantungan kepada Allah menjadi
berkurang karena tidak pernah beribadah....
Q : Hmm.. mengarah ke cinta
kepada Allah ya ustadz..afwan ustadz.. seperti kata Rasullullah ﷺ kita ummat yang paling
dirindukan karena Rasullullah ﷺ tidak
mendampingi tapi ummat nya selalu berusaha istiqomah.. namun jaman now sulit
rasanya istiqomah, ustadz.. mohon doakan kami,ustadz..
kemudian apakah jalan
istiqomah ditempuh jika seorang hamba sudah mendapat hidayahNya??
A : Aamiin semoga kita
semua dilimpahi keistiqomahan menjaga hidayah yang telah sampai ke kita. Hidayah
itu hak prerogatif Allah. Istiqomah adalah bentuk upaya menjaga hidayah ttp
berada dalam diri kita. Jadi keduanya bisa dikatakan saling
melengkapi...menjadi istiqomahpun tak lepas dari adanya hidayah Allah pd
diri...
Sama sama kita belajar
bunda....jangan pernah lelah dan bertanyalah trus...
Q : Saya pernah denger
kalimat "orang kalò bisa liat mahluk halus tu di pertanyakan aqidahnya".
Bagaimana penjelasannya ustadz? Karena dulu waktu anak sulung saya umur dibawah
4 tahun sering ketakutan sambil bilang ada hantu mah di situ (sambil nunjuk
tempatnya). Pernah juga dia kayà ngomong sama orang padahal nggak ada
siapa-siapa di deket dia, waktu di tanya "nang lagi ngomong sama siapa?
Ini lho gangguin terus". Alhamdulillah sekarang sudah nggak kayà gitu
lagi. Apa bener ustadz kalò bisa liat mahluk halus tu aqidahnya bermasalah? Afwan
pertanyaannya kepanjangan.
A : Klo anak-anak memang
ada masa-masa yang sensitif terhadap kehadiran makhluk halus....namun terkait
aqidah kita balik ke hadist bahwa setiap kelahiran adalah fitrah/masih suci jadi
aqidahnya masih cenderung lurus kecuali ortu nya yang merubahnya... Nah jadi
pertanyaannya tentang makhluk halus pada anak biasanya tidak lepas dari
perilaku ortunya yang pernah berhubungan dengan makhluk halus. Atau anak ini
pernah diinteraksikan dengan makhluq halus contoh menempatkan jimat atau
benda-benda yang begituan ke anak seperti kalung, rajah dll maka itulah bentuk
interaksinya dengan anak....Jadi kembali klo pada anak kasusnya hrs ditelusuri
sampai ke ortunya.... Tutuplah semua dengan taubatan nasuhah...tinggalkan dan
buang hal-hal yang berkaitan dengan makhluq gaib...Wallahu alam bishawab..
Alhamdulillah, kajian kita hari
ini berjalan dengan lancar. Semoga ilmu yang kita dapatkan berkah dan
bermanfaat. Aamiin....
Segala yang benar dari Allah
semata, mohon maaf atas segala kekurangan. Baikalauah langsung saja kita tutup
dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyakanya dan do'a kafaratul majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika
asayahadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engakau ya Allah,
dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah
melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment