Kajian Online HA Ummi G2
Hari/Tgl: Senin, 23 April 2018
Materi: Tazkiyatunnafs meraih kekhusyu'an
Narasumber: Ustadz Endang Mulyana
Waktu Kajian: 8.00 s/d 11.00
Editor: Sapta
======================
Silakan para Bunda Fillah menyimak tulisan berikut...
Bismillah....
Jika semua ibadah disampaikan pewajibannya kepada Nabi
melalui malaikat Jibril. Tidak demikian halnya dengan shalat, ibadah ini
disampaikan secara langsung oleh Allah melalui peristiwa besar yang dialami
seorang hamba, Isra’ dan Mi’raj. Shalat adalah ibadah paling utama dalam Islam.
Bahkan ia adalah amal pertama yang akan ditanyakan Allah ketika seseorang masuk
ke dalam kuburnya. Begitu penting shalat di antara amal ibadah ini maka seorang
muslim diwajibkan mengerjakannya lima kali sehari semalam, di tambah lagi
dengan shalat-shalat sunnah. Jika pada ibadah lain kewajibannya disyaratkan
adanya istitha’ah (kemampuan) seperti haji dan zakat. Pada ibadah puasa,
kalau seseorang tidak mampu melaksanakannya karena sakit atau uzur lainnya, ia
boleh mengganti puasa di hari lain atau bahkan boleh menggantinya dengan fidyah
jika benar-benar tidak mampu melakukannya, seperti jika seseorang sakit parah
atau berusia lanjut. Maka dalam shalat uzur yang membuat uzur fisik yang
menjadikan seseorang boleh meninggalkannya sampai ia bertemu dengan Allah.
Urgensi Khusyu’ dalam Shalat
Khusyu’ dalam shalat adalah cermin kekhusyu’an
seseorang di luar shalat.
Khusyu’ dalam shalat adalah sebuah ketundukan hati
dalam dzikir dan konsentrasi hati untuk taat, maka ia menentukan nata’ij (hasil-hasil)
di luar shalat. Olerh karena itulah Allah memberi jaminan kebahagiaan bagi
mu’min yang khusyu’ dalam shalatnya.
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ
خَاشِعُونَ
“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman. Yaitu
orang-orang yang dalam shalatnya selalu khusyu” (Al-Mu’minun:1-3).
Begitu juga iqamatush-shalah yang sebenarnya akan
menjadi kendali diri sehingga jauh dari tindakan keji dan munkar. Allah
berfirman,
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ
وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
“Dan tegakkanlah shalat, sesungguhnya shalat itu
mencegah tindakan keji dan munkar”
(Al-Ankabut:45).
Sebaliknya, orang yang melaksanakan shalat sekedar
untuk menanggalkan kewajiban dari dirinya dan tidak memperhatikan kualitas
shalatnya, apalagi waktunya, maka Allah dan Rasul-Nya mengecam pelaksanaan
shalat yang semacam itu. Allah berfirman,
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ
سَاهُونَ
“Maka celakalah orang-orang shalat, yaitu orang-orang
yang lalai dari shalatnya” (Al-Maun: 4-5)
Shalat yang tidak khusyu’ merupakan ciri shalatnya
orang-orang munafik. Seperti yang Allah firmankan,
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ
وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ
اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah,
padahal Allah (balas) menipu mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat
mereka berdiri malas-malasan, mereka memamerkan ibadahnya kepada banyak orang
dan tidak mengingat Allah kecuali sangat sedikit” (An-Nisa’:142).
Rasulullah saw. bersabda,
تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ
حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَيْ الشَّيْطَانِ قَامَ فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا لَا
يَذْكُرُ اللَّهَ فِيهَا إِلَّا قَلِيلًا
“Itulah shalat orang munafiq, ia duduk-duduk menunggu
matahari sampai ketika berada di antara dua tanduk syetan, ia berdiri kemudian
mematok empat kali, ia tidak mengingat Allah kecuali sedikit.” (Diriwayatkan Al-Jama’ah kecuali Imam Bukhari).
2. Hilangnya kekhusyu’an adalah
bencana bagi seorang mukmin.
Hilangnya kekhusyu’an dalam shalat adalah musibah
(bencana) besar bagi seorang mukmin. Ini bisa memberi pengaruh buruk terhadap
pelaksanaan agamanya, karena shalat adalah tiang penyangga tegaknya agama. Maka
Rasulullah saw. berlindung kepada Allah, “Ya, Allah aku berlindung kepada-Mu
dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, jiwa yang tidak puas,
mata yang tidak menangis, dan do’a yang tidak diijabahi”
3. Khusyu’ adalah puncak mujahadah
seorang mukmin
Khusyu’ adalah puncak mujahadah dalam beribadah, hanya
dimiliki oleh mukmin yang selalu bersungguh-sungguh dalam muraqabatullah.
Khusyu’ bersumber dari dalam hati yang memiliki iman kuat dan sehat. Maka
khusyu’ tidak dapat dibuat-buat atau direkayasa oleh orang yang imannya lemah.
Pernah ada seorang laki-laki berpura-pura shalat dengan khusyu’ di hadapan umar
bin Khatthab ra. dan ia menegurnya, “Hai pemilik leher. Angkatlah lehermu!
Khusyu; itu tidak berada di leher namun berada di hati.”
Ayat-ayat tentang khusyu’ dalam shalat:
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan
sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyu’. (Yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya,
dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (Al-Baqarah:
45-46).
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman.
(Yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya.” (Al-Mukminun: 1-2).
“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah)
shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (Al-Baqarah: 238).
Al-Mujahid berkata, “Di antara bentuk qunut adalah
tunduk, khusyu’, menundukkan pandangan, dan merendah karena takut kepada Allah.
“Maka apabila kamu Telah selesai (dari sesuatu
urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya
kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (Al-Insyirah:
7-8)
Al-Mujahid berkata, “Kalau kamu selesai dari urusan
dunia segeralah malakukan shalat, jadikan niat dan keinginganmu hanya kepada
Allah.”
Hadits-hadits dan atsar anjuran tentang shalat khusyu’
عَنْ أَنسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى الله عَلَيْْهِ وَسَلَّمَ ” َاْذُكُرِ الْمَوْتَ فِى صَلاَتِكَ فَإِنَّ الرَّجُلَ
إِذَا ذَكَرَ الْمَوْتَ فِى صَلاَتِهِ لَحَرِيٌّ أَنْ يُحْسِنَ صَلاَتَهُ وَصَلَّى
صَلاَةَ رَجُلٍ لاَ يَظُنُّ أَنَّهُ يُصَلِّى صَلاَةً غَيْرَهَا وَإِيَّاكَ وَكُلُّ
أَمْرٍ يُعْتَذَرُ مِنْهُ ” رواه الديلمي فى مسند الفردوس وحسنه الحافظ ابن حجر و تابعه
الألباني
Anas ra berkata, Rasulullah saw bersabda, “Ingatlah
akan kematian dalam shalatmu karena jika seseorang mengingat kematian dalam
shalatnya tentu lebih mungkin bisa memperbagus shalatnya dan shalatlah
sebagaimana shalatnya seseorang yang mengira bahwa bisa shalat selain shalat
itu. Hati-hatilah kamu dari apa yang membutmu meminta ampunan darinya.”
(Diriwayatkan Ad-Dailami di Musnad Firdaus, Al-Hafidz Ibnu Hajar menilainya hasan
lalu diikuti Albani.
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ
إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ عِظْنِي وَأَوْجِزْ فَقَالَ
إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ وَلَا تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ
مِنْهُ غَدًا وَاجْمَعْ الْإِيَاسَ مِمَّا فِي يَدَيْ النَّاسِ رواه أحمد وحسنه الألباني
Abu Ayyub Al-Anshari ra berkata, seseorang datang
kepada Nabi saw. lalu berkata, “Nasihati aku dengan singkat.” Beliau bersabda,
“Jika kamu hendak melaksanakan shalat, shalatnya seperti shalat terakhir dan
janganlah mengatakan sesuatu yang membuatmu minta dimaafkan karenanya dan
berputus asalah terhadap apa yang ada di angan manusia.” (Diriwayatkan Ahmad dan dinilai hasan oleh Albani).
عَنْ مُطَرِّفٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي وَفِي صَدْرِهِ أَزِيزٌ كَأَزِيزِ الرَّحَى
مِنْ الْبُكَاءِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رواه أبو داود و الترمذي
Dari Mutharif dari ayahnya berkata, “Aku melihat
Rasulullah saw shalat dan di dadanya ada suara gemuruh bagai gemuruhnya
penggilingan akibat tangisan.” (Diriwayatkan
Abu Dawud dan Tirmidzi).
عَنْ عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ
قَالَ “مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَتَوَضَّأ فَيُسْبِغُ الْوُضُوْءَ ثُمَّ يَقُوْمُ فِى صَلاَتِهِ
فَيَعْلَمُ مَا يَقُوْلُ إِلاَّ انْتَفَلَ وَهُوَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ رواه
الحاكم وصححه الألباني
Utbah bin Amir meriyatkan dari Nabi yang bersabda,
“Tidaklah seorang muslim berwudhu dan menyempurnakan wudhunya lalua melaksakan
shalat dan mengetahuai apa yang dibacanya (dalam shalat) kecuali ia terbebas
(dari dosa) seperti di hari ia dilahirkan ibunya.” (Diriwayatkan Al-Hakim dan dinilai shahih oleh Albani).
Khusyu’nya para Salafus Shalih
Abu Bakar
Imam Ahmad meriwatkan dari Mujahid bahwa Abdullah bin
Zubair ketika shalat, seolah-olah ia sebatang kayu karena kyusyu’nya. Abu Bakar
juga demikian.
Umar bin Khathab
Juga diriwayatkan ketika Umar melewati satu ayat
(dalam shalat). Ia seolah tercekik oleh ayat itu dan diam di rumah hingga
beberapa hari. Orang-orang menjenguknya karenanya mengiranya sedang sakit.
Utsman bin Affan
Muhammad bin Sirin meriwayatkan, istri Utsman berkata
bahwa ketika Utsman terbunuh, malam itu ia menghidupkan seluruh malamnya dengan
Al-Qur’an.
Ali bin Abi Thalib
Dan adalah Ali bin Abi Thalib, ketika waktu shalat
tiba ia begitu terguncang dan wajahnya pucat. Ada yang bertanya, “Ada apa
dengan dirimu wahai Amirul Mukminin?” ia menjawab, “Karena waktu amanah telah
datang. Amanah yang disampaikan kepada langit, bumi, dan gunung, lalu mereka
sanggup memikulnya dan aku sanggup.”
Zainal Abidin bin Ali bin Husain
Diriwayatkan pula ketika Zainal Abidin bin Ali bin
Husain berwudhu, wajahnya berubah dan menjadi pucat. Dan ketika shalat, ia
menjadi ketakutan. Ketika ditanya tentang hal itu ia menjawab, “Tahukan anda di
hadapan siapa anda berdiri?”
Hatim Al-Asham
Seseorang melihat Hatim Al-Asham berdiri memberi
nasihat kepada orang lain. Orang itu berkata, “Hatim, aku melihatmu memberi
nasihat orang lain. Apakah kamu bisa shalat dengan baik?”
“Ya.”
“Bagaimana kamu shalat?”
“Aku berdiri karena perintah Allah.
Aku berjalan dengan tenang.
Aku masuk masjid dengan penuh wibawa.
Aku bertakbir dengan mangagungkan Allah.
Aku membaca ayat dengan tartil.
Aku duduk tasyahud dengan sempurna.
Aku mengucapkan salam karena sunnah dan memasrahkan
shalatku kepada Rabbku.
Kemudian aku memelihara shalat di hari-hari sepanjang
hidupku.
Aku kembali sambil mencaci diriku sendiri.
Aku takut kiranya shalatku tidak diterima.
Aku berharap kiranya shalatku diterima.
Jadi, aku berada di antara harap dan takut.
Aku berterima kasih kepada orang yang mengajarkanku
dan mengajarkan kepada orang yang bertanya.
Dan aku memuji Tuhanku yang memberi hidayah kepadaku.
Muhammad bin Yusuf berkata,
“Orang seperti kamu ini berhak untuk memberi nasihat.”
Kecaman Bagi yang Meninggalkan Kekhusyukan
Sifat seorang mukmin adalah khusyu’ dalam shalat,
sementara orang yang lalai dan tidak bisa khusyu’ dalam shalatnya seperti sifat
orang-orang munafik.
Allah berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah,
padahal Allah yang (membalas) menipu mereka. Apabila hendak shalat, mereka
melaksanakannya dengan malas dan ingin dilihat manusia serta tidak berzikir
kepada Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang
demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan Ini (orang-orang
beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir), Maka kamu
sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.” (An-Nisa’ : 142-143).
Inilah sifat orang-orang munafik dalam amal yang
sangat mulia, shalat. Ini disebabkan pada diri mereka tidak ada niat, rasa
takut, dan keimanan kepada Allah. Sifat lahiriyah mereka adalah malas dan sifat
batiniyah lebih buruk lagi, agar dilihat oleh orang lain.
Seperti firman Allah yang lain,
“Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima
dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan Karena mereka kafir kepada Allah dan
Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan
tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan.” (At-Taubah: 54).
Dalam kondisi apapun mereka tidak melakukan shalat
selain bermalas-malasan. Karena tidak ada pahala yang mereka harapkan dan tidak
ada yang mereka takutkan. Maka dengan shalat itu mereka hanya ingin menampakkan
sebagai orang Islam dan demi kepentingan dunia semata.
Rasulullah pernah mengingatkan orang yang nampak tidak
khusyu’ dalam shalatnya bahkan menyusuh orang itu untuk mengulanginya. Abu
Hurairah meriwatkan,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ
الْمَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَدَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَلَيْهِ السَّلَامَ فَقَالَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ فَصَلَّى ثُمَّ
جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ارْجِعْ
فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ ثَلَاثًا فَقَالَ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ فَمَا
أُحْسِنُ غَيْرَهُ فَعَلِّمْنِي قَالَ إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ
اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا
ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا
ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا
ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا
Bahwa Nabi masuk masjid kemudian masuk pula seseorang
ke dalam masjid lalu ia shalat dan mengucapkan salam kepada beliau. Nabi saw
menjawab salamnya dan bersabda, “Kembalilah dan shalatlah lagi, sebab kamu belu
shalat.” Serta merta orang itu pun shalat lalu mengucapkan salam kepada Nabi
saw dan beliau besabda, “Kembalilah dan shalatlah lagi, sebab kamu belu
shalat,” tiga kali. Orang itu berkata, “Demi Dzat yang mengutusmu dengan
kebenaran, aku tidak bisa lebih baik dari itu, maka ajarilah aku.” Beliau
bersabda, “Apabila kamu hendak shalat beratkbirlah lalu bacalah apa yang mudah
bagimu dari Al-Qur’an (Al-Fatihah). Lalu ruku’lah sampai kamu benar-benar
tenang dalam ruku’, kemudian angkatlah sampai tegak berdiri, lalu sujudlah
sampai tenang dalam sujud, kemudian bangunlah sampai kamu tenang dalam duduk,
kemudian sujudlah sampai kamu tenang dalam sujud. Lakukan hal itu dalam semua
shalatmu.”
Abu Darda’ meriwatkan dari Nabi saw. yang bersabda,
أَوَّلُ شَيْئٍ يُرْفَعُ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ الْخُشُوْعُ
حَتَّى لاَ تَرَى فِيْهَا خَاشِعًا
“Hal pertama yang diangkat dari ummat ini adalah
khusyu’sampai-sampai kamu tidak menemukan seorang pun yang khusyu’.” (Thabrani
dengan sanad baik dan dinilai shahih oleh Albani).
Kiat-kiat Khusyu’ dalam Shalat
A. Mempersiapkan kondisi batin
1. Menghadirkan hati dalam shalat sejak mulai hingga
akhir shalat.
2. Berusaha tafahhum (memahami) dan tadabbur
(menghayati) ayat dan do’a yang dibacanya sehingga timbul respon positif secara
langsung.
~ Ayat yang mengandung perintah: bertekad untuk
melaksanakan.
~ Ayat yang mengandung larangan: bertekad untuk
menjauhi.
~ Ayat yang mengandung ancaman: muncul rasa tajut dan
berlindung kepada Allah.
~ Ayat yang mengandung kabar gembira: muncul harapan
dan memohon kepada Allah.
~ Ayat yang mengandung pertanyaan: memberi jawaban
yang tepat.
~ Ayat yang mengandung nasihat: mengambil pelajaran.
~ Ayat yang menjelaskan nikmat: bersyukur dan
bertahmid
~Ayat yang menjelaskan peristiwa bersejarah: mengambil
ibrah dan pelajarannya.
3. Selalu mengingat Allah dan betapa sedikitnya kadar
syukur kita.
4. Merasakan haibah (keagungan) Allah ketika
berada di hadapan-Nya, terutama saat sujud. Rasulullah bersabda,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ
فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
Dari Abu Huirairah bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Sedekat-dekat seorang hamba dengan Tuhannya adalah ketika ia bersujud, maka
perbanyaklah doa.” (Riwayat Muslim)
5. Menggabungkan rasa raja’ (harap) dan khauf (takut)
dalam kehidupan sehari-hari.
6. Merasakan haya’ (malu) kepada Allah dengan
sebenar-benar haya’.
Rasulullah bersabda,
الْحَيَاءُ
لَا يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ
“Rasa malu tidak akan mendatangkan selain kebaikan” (Muttafaq ‘alaih).
Dan para ulama berkata, “Hakikat haya’ adalah satu
akhlak yang bangkit untuk meninggalkan tindakan yang buruk dan mencegah
munculnya taqshir (penyia-nyiaan) hak orang lain dan hak Allah.
B. Mempersiapkan kondisi lahiriyah:
1. Menjauhi yang haram dan maksiat lalu banyak
bertaubah kepada Allah.
2. Memperhatikan dan menunggu waktu-waktu shalat.
Rasulullah saw. bersabda,
لَا يَزَالُ الْعَبْدُ فِي صَلَاةٍ مَا كَانَ فِي الْمَسْجِدِ
يَنْتَظِرُ الصَّلَاةَ مَا لَمْ يُحْدِثْ
“Seorang hamba senantiasa dalam keadaan shalat selama
ia berada di dalam masjid menunggu (waktu) shalat selama tidak batal.” (Bukhari Muslim).
3. Berwudlu’ sebelum datangnya waktu shalat.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw.
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ ثُمَّ خَرَجَ عَامِدًا
إِلَى الصَّلَاةِ فَإِنَّهُ فِي صَلَاةٍ مَا دَامَ يَعْمِدُ إِلَى الصَّلَاةِ وَإِنَّهُ
يُكْتَبُ لَهُ بِإِحْدَى خُطْوَتَيْهِ حَسَنَةٌ وَيُمْحَى عَنْهُ بِالْأُخْرَى سَيِّئَةٌ
فَإِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمْ الْإِقَامَةَ فَلَا يَسْعَ فَإِنَّ أَعْظَمَكُمْ أَجْرًا
أَبْعَدُكُمْ دَارًا قَالُوا لِمَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ مِنْ أَجْلِ كَثْرَةِ
الْخُطَا
“Barangsiapa berwudhu dengan baik kemudian keluar
untuk tujuan shalat. Maka orang itu berada dalam shalat selama ia
bertujuan menuju shalat. Setiap satu langkahnya ditulis kebaikan dan langkah
lainnya dihapus kesalahan.” (Riwayat Imam Malik).
4. Berjalan ke masjid dengan tenang sambil membaca
do’a dan dzikirnya.
إِذَا أَتَيْتُمُ الصَّلاَةَ فَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ
وَلاَ تَأْتُوْهَا وَأنْتُمْ تَسْعَوْنَ فَمَا أدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا وَمَا فَاتَكُمْ
فَأَتِمُّوْا
“Jika kalian berangkat shalat hendaklah dengan tenang
janganlah kalian berangkat shalat tergesa-gesa, jika kalian mendapatinya
shalatlah dan jika ketinggalan maka sempurnakan.” (Bukhari, Muslim, dan Ahmad).
5. Menempatkan diri pada shaf depan.
6. Melakukan shalat sunnah sebelum shalat wajib
sebagai pemanasan.
7. Shalat dengan menjaga sunnahnya dan menghindari
makruhnya.
==========
TANYA JAWAB
Tanya: Afwan ustadz, jika sholat dhuhur yang umumnya tidak bisa khusuk,
terkadang disambi-sambi sambil masak; apakah bisa ditambah dengan sholat sunnah
rawatib agar menutupi kesempurnaan kekhusukan sholat dhuhur?
Jawab: Bismillah. Pada dasarnya semua sholat kita harus khusyu' bukan hanya
sholat wajib, sholat sunnah pun harus
khusyu', karena hakikatnya balik sholat
wajib maupun sholat sunnah adalah sama yaitu berjumpa Allah. Namun kondisi jiwa
atau hati kita yang membuat sholat kita terasa berat, dan jauh dari khusyu'. Solusinya
bukan sekedar menambah dengan sholat sunnah rawatib. Akan tetapi memulai untuk
khusyu di semua Sholat, baik wajib maupun sunnah. Wallahu a'lam
Tanya: Bagaimana tandanya seseorang itu khusyu dalam shalat? Misal kalau dalam
shalat masih mendengar orang mengobrol berarti dia belum khusyu?
Jawab: Yang merasakan khusyu dalam sholat itu bukan orang lain. Tetapi orang
yang sholat itu sendiri. Maka tanpa paling ringan yang ia perolah adalah
ketenangan dalam sholatnya. Orang yang khusyu' tidak harus berada di tempat yang
tenang dan hening lagi sepi. Orang yang khusyu' bahkan bisa sholat berada di
tengah-tengah suasana yang ramai, bahkan bising sekalipun. Karena ia sholat
dengan menghidupkan jiwa/hatinya. Tidak lah mengapa dalam sholat kita masih
mendengar suara-suara atau masih melihat yang bisa dilihat dalam posisi sholat.
Bahkan karena sholat merupakan aktifitas jiwa, ia berada dalam puncak kesadaran
tertinggi. Ia masih sangat sadar dengan keadaan sekitarnya.
Tanya: syetan menggoda dari berbagai arah, termasuk ketika kita sedang shalat,
bila kemudian kekhusyuan kita terganggu apakah perlu kita mengulang shalat kita?
Jawab: Tidak perlu mengulang sholat selama tidak ada hal yang membatalkan
sholat. Khusyu itu adalah kwalitas sholat. Sedangkan gerakan sholat terkait
dengan rukun sholat yang di atur dalam fiqh. Keduanya ada tuntutan
masing-masing. Jadi kalau merasa tidak khusyu, namun gerakannya sempurna dan tidak
ada yang membatalkan maka tidak perlu mengulang sholat nya.
Tanya: adakah tingkatan khusyu dalam shalat, misal untuk pemula hanya khusyu
di awal saat baca doa iftitah selanjutnya tidak dan bertahap sampai bisa khusyu
sepanjang shalat atau kita harus langsung berupaya khusyu sepanjang shalat
walopun sering terganggu di tengah-tengah?
Jawab: Semuanya berproses. Berat memang kalau kita langsung khusyu' sejak
takbir hingga salam. Secara pribadi saya belajar seperti itu. Mulai kesadaran
akan masuk sholat sejak sebelum takbir. Lalu mulai mempertahankan kesadaran
lebih lama, hingga bisa menjaga
kesadaran sejak takbir hingga salam
Tanya: Afwan nanya ustadz Endang, apakah Qs. At-Taubah:128-129; Laqod jaa
akum rosulum min anfusikum..aziizun alaihi ma anittum harisun alaykum bil
mu'mini na ro'uufurrohim. Kekuatan kata dalam ibadah? Apa kaitannya ustadz?
afwan dulu hampir 10 tahun yang lalu saya berangkat haji, ustadznya selalu
bilang baca terus tuh Qs. At taubah 128-129 menambah kekuatan kita dalam ibadah
sewaktu kita tawaf. Afwan ustadz Endang mohon penjelasan dn pencerahnya syukron
jazaakallahu khoir
Jawab: Ayat al quran.. Ayat manapun tentu
memiliki kekuatan mukjizat.
Adapun ayat 128-129 dari surat At-taubah ini
menjelaskan tentang sifat Rasulullah Sholallahu Alayhi wasalama yang agung. Nampaknya
yang paling bisa di fahami dari maksud anjuran ustadz yang bersangkutan adalah
kita faham isi dari kandungan ayat tersebut yang berdampak dan berkesan kuat
dalam jiwa kita. Yang menghasilkan semangat beribadah kepada Allah dengan lebih
tinggi lagi, sebagaimana para Sahabat Rosulullah mendapat manfaat langsung dari
interaksi meraka dengan Rosulullah dalam kwalitas ibadah mereka.
Tanya : Pada materi diatas, 4. Berjalan ke masjid dengan tenang sambil
membaca do’a dan dzikirnya.
إِذَا أَتَيْتُمُ الصَّلاَةَ فَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ
وَلاَ تَأْتُوْهَا وَأنْتُمْ تَسْعَوْنَ فَمَا أدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا وَمَا فَاتَكُمْ
فَأَتِمُّوْا
“Jika kalian berangkat shalat hendaklah dengan tenang
janganlah kalian berangkat shalat tergesa-gesa, jika kalian mendapatinya
shalatlah dan jika ketinggalan maka sempurnakan.” (Bukhari, Muslim, dan Ahmad).
Ini maksudnya berjalan ke mesjid sebaiknya tenang
walaupun ketika kita sampai shalat sudah lama dimulai?
Jawab: Zhahirnya begitu bunda. Pesan utamanya di fahami sebagai motivasi kita
untuk tetap khusyu bahkan sebelum sholat. Dan sama sekali bukan di fahami
sebagai pembenaran datang terlambat ke masjid lalu pake hadits ini. Tentu
seorang muslim yang baik sudah bisa memperkirakan kebutuhan waktu dari rumahnya
dengan masjidnya. Hadits ini bukan untuk di fahami sebagai alasan boleh telat.
Namun motivasi khusyu' bahkan ketika belum
sholat, sampai cara berjalan pun khusyu'
dan tdk terburu-buru apalagi sampai berlari-lari ke masjid. Bahwa kemudian dia
dapati dirinya tertinggal sholat in syaa Allah lebih utama dari dia tidak
tertinggal rokaat akan tetapi mendapatkannya dengan cara berlari saat ke
masjidnya yang membuat dia jauh dari khusyu. Ngos-ngosan umpamanya saat
takbirotu ihram.
Tanya: Ooh boleh telat ustadz?
Jawab: Bukan boleh atau tidak boleh bunda. Telat dalam sholat itu di atur dalam
fiqh sholat bab masbuk, orang yang telat masuk sholat berjamaah. Afdholnya
tentu di awal waktu dan takbir bersama imam. Namun telat adalah sesuatu yng
biasa terjadi, latar belakangnya banyak dan beragam. Itulah indahnya islam, tetap
mengatur orang yang tertinggal sholat
Tanya: Sebaiknya juga tidak shalat dalam keadaan mengantuk ya ustadz? Adakah
cara untuk menghilangkan kantuk, terutama ketika shalat malam?
Jawab: Betul sekali bunda. Kalau mengantuknya lebih kuat sebaiknya kembali
tidur. Begitu Rosulullah membimbing ummat nya dalam hal ngantuk dalam sholat;
عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: (إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلاةِ فَلْيَنَمْ حَتَّى يَعْلَمَ مَا يَقْرَأُ)
رواه البخاري (الوضوء/ 206)
Dari Anas radhiyallahu anhu, dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Jika di antara kalian ada yang
ngantuk ketika shalat hendaknya dia tidur sampai menyadari apa yang diucapkan.” (HR. Al-Bukhari, bab Wudhu, no. 206)
Cara menghilangkan ngantuk dengan membiasakan tidur di
awal waktu agar cukup istirahat saat bangun malam. Untuk orang tertentu 3 jam
cukup buat tidur malam, buat yang lain
lebih dari 3 jam. Kita sendiri yang tahu kondisi diri kita. Bahkan ada riwayat
para ahli zikir masa dahulu menstimulus fisik mereka agar tetap fit dalam
ibadah malamnya dengan konsumsi kopi atau teh. Silakan saja kalau umpamanya
termasuk yang suka kopi atau teh, untuk menghilangkan kantuk agar tdk ngantuk. Harapannya
lebih khusyu' dalam sholatnya.
Tanya: Maka anjuran untuk tidur siang pukul 11 sampai dengan waktu dzuhur itu
sebaiknya dikerjakan ya ustadz. Karena terkadang waktu dzuhur juga mengantuk
luar biasa.
Jawab: Betul bunda.. قِيْلُوْا
فَإِنَّ الشَّيَاطِيْنَ لاَ تَقِيْلُ
“Tidurlah qailulah (tidur siang) karena setan tidaklah
mengambil tidur siang.” (HR. Abu Nu’aim
dalam Ath-Thibb 1: 12; Akhbar Ashbahan, 1:195, 353; 2: 69. Syaikh
Al-Albani menyatakan bahwa sanad hadits ini hasandalam Silsilah
Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 1647)
Ini hadits yang mengajarkan kita untuk melakukan tidur
siang sebelum waktu zhuhur.
=================
Kita
tutup dengan membacakan hamdalah..
Alhamdulillahirabbil'aalamiin
Doa
Kafaratul Majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب
إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha
Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang
haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat
kepada-Mu.”
Wassalamu'alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh
================
Website: www.hambaAllah.net
FanPage : Kajian On line-Hamba Allah
FB : Kajian On Line-Hamba Allah
Twitter: @kajianonline_HA
IG: @hambaAllah_official
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment