MENGENALKAN
ALLAH PADA ANAK SEJAK DINI
By
Azizah/Bunda Azzam
Tenpat
: Grup HA G1
Hari/tgl:
Selasa, 20/8/19
Notulen:Sapta
•┈┈•┈•⊰✿ ✿⊱•┈•┈┈•
Assalamu'alaikum
warahmatullahi wabarokatuh
Semoga
kita senantiasa ada dalam jaminan Rahmat dari Allah, dan menjadi hamba yang
setia dan tegus di atas ajaran baginda nabi Muhammad SAW, penutup akhir zaman.
Aamiin
Dipertemuan
kali ini bunda akan membahas tentang bagaimana mengenalkan Allah pada anak-anak
di usia dini.
Sejatinya
kita bukan lah makhluk dunia ini. Kita adalah makhluk ukhrowi. Bukankah dulu
nabi adam dan ibunda hawa berasal dari syurga? Selayaknya kita pun mendamba
untuk kembali menghuni rumah keabadian itu.
Sementara
itu kita coba untuk menyamakan persepsi dulu, bahwasannya anak adalah investasi
akhirat kita, sebagai orang tua mereka. Betapa akan sia-sia semua kelelahan yg
kita rasa sejak awal ia tertanam di rahim kita, kelahan yg bertambah2 sampai di
9 bulan kehamilan dan perjuangan antara hidup dan mati saat menghadirkannya di
dunia. Tak terhitung pula berapakah kiranya materi, waktu dan tenaga setelah
bayi itu hadir ke dunia ini.
Salah
mendidik, dan lemahnya penanaman akidah atas anak maka bencana akan kita tuai
di dunia dan akhirat. Naudzubillahi min dzalik
So....menjadi
ibu peradaban baru adalah kata kunci yang harus kita pahami bersama ditengah
arus globalisasi informasi, tekhnologi dan pengetahuan yg apapun itu akan
demikian mudah di akses anak-anak kita. Generasi anak-anak kita saat ini adalah
generasi milenial.
Kenapa
menanamkan akidah sejak dini itu penting? Karena tanpa dasar akidah yang kokoh,
iman yang tegak tertancap dlm dada anak, kita tak akan pernah merasa was was
dan takut, saat anak2 jauh dari pengawasan kita.
Anak
yg sejak dini sudah dibiasakan untuk lebih mengenal rabb nya, dia akan takut
untuk berbuat hal-hal yang akan mendatangkan murka Allah.
Ada
beberapa hal yang bisa kita latihkan pada anak-anak sejak 0 tahun sampai balita
dalam upaya mengenalkan Allah, diantaranya :
1.
Saat pertama kali sadar bahwa kita diberi amanah berupa kehamilan, maka
sadarilah dia sejatinya sdh bersaksi bahwa Allah adalah Rabb nya. "Alastu
birabbikum, bala syahidna...
Aku
adalah Rabb mu dan aku bersaksi bahwa Engkaulah Tuhan kami".
Sejak
dlm rahim, maka berusahalah mnjd ibu yang shalihah. Menjaga shalat 5 waktu,
biasakan mengamalkan 7 sunnah nabi semampunya, menjaga asupan nutrisi dgn kata
kunci halalan thoyyiban. Dan banyak2 berdoa untuk sang buah hati...
2.
Saat tiba saatnya sang buah hati terlahir di dunia, maka usahakan sang ayah sdh
punya wudhu, lantas mengadzani di telinga kanan buah hatinya. Kalimat pertama
yg terdengar bagi sang bayi adalah kalimat tauhid...panggilan untuk
sholat...berharap kelak ia mnjd anak yg bergegas saat panggilan azan
dikumandangkan.
3.
Aqiqah di usia 7 hari atau 14 hari stlh kelahirannya. Ini termasuk bagian dari
mengenalkan syariat kenabian. Dan dgn nya berharap doa agar ananda mnjd anak yg
qurrota 'a'yun bagi kedua orang tuanya...
4.
Terapkan sunnah nabi disetiap aktivitas merawat bayi dan balita. Contoh
memasang celana dan baju dimulai dg bagian kanan dulu, saat menidurkan bacakan
doa mau tidur. Saat mau nenen/minum bacakan doa mau makan. Saat diajak pergi
bacakan doa kluar rumah dan doa naik kendaraan dsb
5.
Ketika anak2 sdh usia 3 th ke atas pahamkan dgn kata sederhana ttg aktivitas
ibadah mahdah. Apa itu sholat, kenapa harus puasa di bln ramadhan, kenapa harus
berinfaq dll. Kenalkan huruf2 hijaiyah sambil bermain. Kenalkan lagu2 islami
bkn lagu2 alay. Cerita sederhana ttg makhluk Allah. Contoh ttg kura2 yg mencari
mamanya
6.
Ketika usia 4 th - 6 th, anak sdh lbh mengerti larangan dan ajakan. Misalnya
ajarkan untuk tdk lewat di dpn orang yg sdg sholat, ajak anak untuk sholat,
latih berwudhu yg benar, bacaan surat pendek dll. Bertahap tanamkan ttg batasan
aurat laki2 dan perempuan, kenapa hrs berhijab kluar rumah dll. Metode
ceritanya ditingkatkan dg sesi tanya jwb, yg diceritain kisah para nabi,
sahabat, malaikat dll. Latihan puasa semampu anaknya untuk di awal2 latihan
7.
Usia 7 th sampai 9 th, anak di disiplinkan untuk mulai kenal 5 waktu sholat,
meski blm wajib tapi dia hrs paham bhw ini aturan. Bkn kah ala bisa karena
biasa kata pepatah? Biar gak susah lagi kl sdh mendekati baligh untuk bangun
sholat subuh ke masjid untuk laki2. Sesi berceritanya sdh dgn dialogis dan
diajak berfikir kritis. Sehingga anak terbiasa untuk menalar dgn logis dan
bersandar pada wahyu.
8.
Libatkan anak pada aktivitas yg membuat ruh nya dekat dgn kebaikan. Contoh
ikutkan lomba2 menghafal, cerdas cermat, pildacil, diajak pengajian, kajian
rutin pekanan, acara ke islaman, kepanitiaan acara2 islam. Lingkungan punya
peranan cukup besar untuk mempola cara berfikir anak pada masalah yg sedang
dihadapi ortunya
9.
Jangan "memaksakan" sesuatu meski itu baik dan manfaat yg menyebabkan
anak justru mnjd tertekan dan benci dgn kebaikan.
Contoh
: hanya karena lagi ngetrend bocah-bocah hafidz usia dini, lantas kita sebagai orangtua mati-matian maksa "pokoknya kakak harus hafal sekian juz kalo tidak mama gak mau
sekolahin" atau
"pokoknya
adik harus mondok di ponpes X, kalau tidak disana lebih baik gak usah sekolah"
Ini
yang kemudian di belakang hari akan menimbulkan friksi pribadi. Anak ngapal dan
mondokterpaksa, setres, tdk optomal dan terancam mutung.
10.
Selalu berikan reward saat anak melakukan kebaikan-kebaikan, capaian-capaian kecil, hargai
usahanya dan kesungguhannya. Maka ia akan menjadi anak yang punya bnyak potensi,
penuh percaya diri, dan paham apa passion dia
Wallahu
'a'lam bisshowab
Mohon
maaf jika ada salah-salah kata. Jika ada kebaikan atas tulisan ini tak lain semata-mata karena Allah yang begitu sempurna memberikan kemudahan, dan jika ada kekurangan.
Semoga kita termasuk hamba2 NYA yang pandai mensyukuri nikmat dan sabar saat
terkendala ujian.
Billahittaufiq
wal hidayah wassalamu'alaikum wb wb.
Ini Bunda tambahkan artikel ya...
# Belum Baligh, Sebaiknya Tidak Full Pondok Pesantren
Bagi para orang tua, mohon dipertimbangkan jika memasukkan anak yang belum usia baligh ke full pondok pesantren misalnya usia anak di sekolah dasar yang umumnya berumur 6-12 tahun. Sebaiknya anak yang masih kecil dan belum baligh TIDAK masuk full pondok pesantren. Artinya terpisah dari orang tuanya terutama ibunya, hanya bertemu ketika liburan akhir semester. Perpisahan ini cukup lama. Dari sisi psikologi anak, juga kurang bijak anak yang masih kecil dan belum baligh terpisah dari orang tuanya.
Anak yang belum baligh sangat butuh perhatian lebih dan kasih sayang. Tentu berbeda dengan kasih sayang dan perhatian yang diberikan oleh para pengajar ustadz dan ustadzah di pondok pesantren. Masa kecil adalah masa berbahagia di mana orang tua perlu sekali membina interaksi dan kenangan yang menyenangkan dengan sang anak agar dekat dengan mereka, sehingga mudah mendidik, membimbing dan memberi nasehat. Salah satu solusi, anak bisa dimasukkan ke sekolah atau pondok pesantren yang tidak program full di pondok pesantren. Misalnya pagi sampai siang masuk sekolah, selebihnya berada dalam pendidikan dan kasih sayang orang tua.
Akan tetapi jika memang ada mashlahat dan kebaikan yang lebih banyak dengan berdasarkan musyawarah dan pertimbangkan yang matang, pada keadaan tertentu bisa saja anak yang belum baligh dimasukan full pondok pesantren, tetapi perlu diingat hukum asalnya anak-anak yang belum baligh sebaiknya bersama kasih sayang orang tua. Demikian juga semisal anak laki-laki yang sudah akan masuk Usia SMP/SLTP mungkin akan menjelang usia baligh (tetapi belum baligh), bisa dipertimbangkan masuk full pondok pesantren.
Mohon diperhatikan beberapa hadits-hadits berikut yang memberikan faidah bahwa ibu (orang tua) tidak diperkenankan berpisah dengan anaknya terutama yang masih belum baligh. Hal ini menunjukkan pentingnya perhatian kasih sayang dan kedekatan orang tua terutama ibu pada anak yang masih belum baligh.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ فَرَّقَ بَيْنَ الْوَالِدَةِ وَوَلَدِهَا فَرَّقَ اللَّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَحِبَّتِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa memisahkan antara ibu dan anaknya, maka Allah akan memisahkan dia dan orang yang dicintainya kelak di hari kiamat.” [1]
Batas usia tidak boleh dipisahkan adalah sampai usia baligh, sebagaimana dalam hadits berikut. Sahabat Ubadah bin Shamit radhiallahu ‘anhu berkata,
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يفرق بين الأم وولدها . فقيل : يا رسول الله إلى متى ؟ قال : حتى يبلغ الغلام ، وتحيض الجارية
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang memisahkan antara ibu dan anaknya. Ada yang bertanya pada beliau, ‘Wahai Rasulullah, sampai kapan?’ Beliau menjawab, ‘Sampai mencapai baligh bila laki-laki dan haidh bila perempuan.’”[2]
Besarnya Perhatian dan Kasih Sayang Ibu
Hak pengasuhan anak selama masih belum tamyiz (usia tujuh tahun umumnya) adalah utamanya di tangan istri selama istri tidak menikah lagi. Ingat juga, hak pengasuhan anak (Hadhanah) perlu diputuskan dengan banyak pertimbangan dari hakim/qadhi. Pembahasan ini juga terdapat faidah lain yaitu pentingnya perhatian, kasih sayang dan kedekatan orang tua terutama ibu pada anak yang masih belum baligh.
Ibnul Qayyim menjelaskan,
: ﻓﺈﻧﻪ ﺟﻌﻞ ـ ﻳﻌﻨﻲ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ ـ ﺍﻷﻡ ﺃﺣﻖ ﺑﺎﻟﻮﻟﺪ ﻣﻦ ﺍﻷﺏ، ﻣﻊ ﻗﺮﺏ ﺍﻟﺪﺍﺭ ﻭﺇﻣﻜﺎﻥ ﺍﻟﻠﻘﺎﺀ ﻛﻞ ﻭﻗﺖ ﻟﻮ ﻗﻀﻲ ﺑﻪ ﻟﻸﺏ، ﻭﻗﻀﻰ ﺃﻥ ﻻ ﺗﻮﻟﻪ ﻭﺍﻟﺪﺓ ﻋﻠﻰ ﻭﻟﺪﻫﺎ، ﻭﺃﺧﺒﺮ ﺃﻥ ﻣﻦ ﻓﺮﻕ ﺑﻴﻦ ﻭﺍﻟﺪﺓ ﻭﻭﻟﺪﻫﺎ ﻓﺮﻕ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻴﻨﻪ ﻭﺑﻴﻦ ﺃﺣﺒﺘﻪ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ، ﻭﻣﻨﻊ ﺃﻥ ﺗﺒﺎﻉ ﺍﻷﻡ ﺩﻭﻥ ﻭﻟﺪﻫﺎ ﻭﺍﻟﻮﻟﺪ
“Pembuat syariat (Allah) menjadikan ibu lebih berhak mengasuh anak dari bapak karena dekatnya dan memungkinkan bertemu setiap waktu. Jika qadhi memutuskan hak asuh pada bapaknya, tidak boleh melarang ia bertemu dengan ibunya.”[3]
Ini juga sesuai dengan hadits mengenai ibu lebih berhak mengasuh anak yang masih dari sang bapak. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, bahwasanya ada seorang wanita pernah mendatangi Rasulullah mengadukan masalahnya. Wanita itu berkata,
ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻥَّ ﺍﺑْﻨِﻲ ﻫَﺬَﺍ ﻛَﺎﻥَ ﺑَﻄْﻨِﻲ ﻟَﻪُ ﻭِﻋَﺎﺀً ﻭَﺛَﺪْﻳِﻲ ﻟَﻪُ ﺳِﻘَﺎﺀً ﻭَﺣِﺠْﺮِﻱ ﻟَﻪُ ﺣِﻮَﺍﺀً ﻭَﺇِﻥَّ ﺃَﺑَﺎﻩُ ﻃَﻠَّﻘَﻨِﻲ ﻭَﺃَﺭَﺍﺩَ ﺃَﻥْ ﻳَﻨْﺘَﺰِﻋَﻪُ ﻣِﻨِّﻲ
“Wahai Rasulullah. Anakku ini dahulu, akulah yang mengandungnya. Akulah yang menyusui dan memangkunya. Dan sesungguhnya ayahnya telah menceraikan aku dan ingin mengambilnya dariku.”
Mendengar pengaduan wanita itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab,
ﺃَﻧْﺖِ ﺃَﺣَﻖُّ ﺑِﻪِ ﻣَﺎ ﻟَﻢْ ﺗَﻨْﻜِﺤِﻲ
“Engkau lebih berhak mengasuhnya selama engkau belum menikah.” [4]
Terdapat hadits larangan memisahkan anak hewan yaitu burung dari induknya. Silahkan direnungkan, untuk hewan saja, ada larangan jangan sampai anak terpisah dari induknya, apalagi manusia. Ini juga renungkan bagi, ibu yang terlalu sibuk mengejar karir sehingga terpisah dan sangat jarang berjumpa dengan anak-anak yang wajib ia asuh.
Dari Abdullah bin Mas’ud beliau berkata,
ﻛﻨَّﺎ ﻣﻊ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻲ ﺳﻔﺮ، ﻓﺎﻧﻄﻠﻖ ﻟﺤﺎﺟﺘﻪ ﻓﺮﺃﻳﻨﺎ ﺣُﻤﺮﺓ ﻣﻌﻬﺎ ﻓﺮﺧﺎﻥ، ﻓﺄﺧﺬﻧﺎ ﻓﺮﺧﻴﻬﺎ، ﻓﺠﺎﺀﺕ ﺍﻟﺤُﻤﺮﺓُ ﻓﺠﻌﻠﺖ ﺗﻔﺮِﺵ، ﻓﺠﺎﺀ ﺍﻟﻨَّﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻘﺎﻝ : ﻣﻦ ﻓﺠﻊ ﻫﺬﻩ ﺑﻮﻟﺪﻫﺎ؟ ﺭﺩُّﻭﺍ ﻭﻟﺪﻫﺎ ﺇﻟﻴﻬﺎ
“Suatu ketika kami bersama dengan Rasulullah dalam sebuah perjalanan. Ketika Nabi pergi untuk buang hajat kami melihat seekor burung bersama dua anaknya yang masih kecil. Kami ambil dua anak burung tersebut. Tak lama setelah itu si induk burung datang mencari anaknya. Ketika Nabi datang dan melihat hal tersebut beliau bersabda, ‘Siapa yang membuat induk burung ini mencemaskan anaknya? Kembalikan anaknya kepada induknya!’” [5]
Demikian semoga bermanfaat
@Yogyakarta Tercinta
Penulis: dr. Raehanul Bahraen
Artikel Muslim.or.id
Catatan kaki:
[1] HR. Tirmidzi, hasan gharib
[2] HR. Al Hakim, Shahih
[3] Lihat Zaadul Ma’ad
[4] HR Ahmad & Abu Dawud, Hasan
[5] HR. Abu Daud, Shahih
https://muslim.or.id/30959-belum-baligh-sebaiknya-tidak-full-pondok-pesantren.html
Ini Bunda tambahkan artikel ya...
# Belum Baligh, Sebaiknya Tidak Full Pondok Pesantren
Bagi para orang tua, mohon dipertimbangkan jika memasukkan anak yang belum usia baligh ke full pondok pesantren misalnya usia anak di sekolah dasar yang umumnya berumur 6-12 tahun. Sebaiknya anak yang masih kecil dan belum baligh TIDAK masuk full pondok pesantren. Artinya terpisah dari orang tuanya terutama ibunya, hanya bertemu ketika liburan akhir semester. Perpisahan ini cukup lama. Dari sisi psikologi anak, juga kurang bijak anak yang masih kecil dan belum baligh terpisah dari orang tuanya.
Anak yang belum baligh sangat butuh perhatian lebih dan kasih sayang. Tentu berbeda dengan kasih sayang dan perhatian yang diberikan oleh para pengajar ustadz dan ustadzah di pondok pesantren. Masa kecil adalah masa berbahagia di mana orang tua perlu sekali membina interaksi dan kenangan yang menyenangkan dengan sang anak agar dekat dengan mereka, sehingga mudah mendidik, membimbing dan memberi nasehat. Salah satu solusi, anak bisa dimasukkan ke sekolah atau pondok pesantren yang tidak program full di pondok pesantren. Misalnya pagi sampai siang masuk sekolah, selebihnya berada dalam pendidikan dan kasih sayang orang tua.
Akan tetapi jika memang ada mashlahat dan kebaikan yang lebih banyak dengan berdasarkan musyawarah dan pertimbangkan yang matang, pada keadaan tertentu bisa saja anak yang belum baligh dimasukan full pondok pesantren, tetapi perlu diingat hukum asalnya anak-anak yang belum baligh sebaiknya bersama kasih sayang orang tua. Demikian juga semisal anak laki-laki yang sudah akan masuk Usia SMP/SLTP mungkin akan menjelang usia baligh (tetapi belum baligh), bisa dipertimbangkan masuk full pondok pesantren.
Mohon diperhatikan beberapa hadits-hadits berikut yang memberikan faidah bahwa ibu (orang tua) tidak diperkenankan berpisah dengan anaknya terutama yang masih belum baligh. Hal ini menunjukkan pentingnya perhatian kasih sayang dan kedekatan orang tua terutama ibu pada anak yang masih belum baligh.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ فَرَّقَ بَيْنَ الْوَالِدَةِ وَوَلَدِهَا فَرَّقَ اللَّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَحِبَّتِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa memisahkan antara ibu dan anaknya, maka Allah akan memisahkan dia dan orang yang dicintainya kelak di hari kiamat.” [1]
Batas usia tidak boleh dipisahkan adalah sampai usia baligh, sebagaimana dalam hadits berikut. Sahabat Ubadah bin Shamit radhiallahu ‘anhu berkata,
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يفرق بين الأم وولدها . فقيل : يا رسول الله إلى متى ؟ قال : حتى يبلغ الغلام ، وتحيض الجارية
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang memisahkan antara ibu dan anaknya. Ada yang bertanya pada beliau, ‘Wahai Rasulullah, sampai kapan?’ Beliau menjawab, ‘Sampai mencapai baligh bila laki-laki dan haidh bila perempuan.’”[2]
Besarnya Perhatian dan Kasih Sayang Ibu
Hak pengasuhan anak selama masih belum tamyiz (usia tujuh tahun umumnya) adalah utamanya di tangan istri selama istri tidak menikah lagi. Ingat juga, hak pengasuhan anak (Hadhanah) perlu diputuskan dengan banyak pertimbangan dari hakim/qadhi. Pembahasan ini juga terdapat faidah lain yaitu pentingnya perhatian, kasih sayang dan kedekatan orang tua terutama ibu pada anak yang masih belum baligh.
Ibnul Qayyim menjelaskan,
: ﻓﺈﻧﻪ ﺟﻌﻞ ـ ﻳﻌﻨﻲ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ ـ ﺍﻷﻡ ﺃﺣﻖ ﺑﺎﻟﻮﻟﺪ ﻣﻦ ﺍﻷﺏ، ﻣﻊ ﻗﺮﺏ ﺍﻟﺪﺍﺭ ﻭﺇﻣﻜﺎﻥ ﺍﻟﻠﻘﺎﺀ ﻛﻞ ﻭﻗﺖ ﻟﻮ ﻗﻀﻲ ﺑﻪ ﻟﻸﺏ، ﻭﻗﻀﻰ ﺃﻥ ﻻ ﺗﻮﻟﻪ ﻭﺍﻟﺪﺓ ﻋﻠﻰ ﻭﻟﺪﻫﺎ، ﻭﺃﺧﺒﺮ ﺃﻥ ﻣﻦ ﻓﺮﻕ ﺑﻴﻦ ﻭﺍﻟﺪﺓ ﻭﻭﻟﺪﻫﺎ ﻓﺮﻕ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻴﻨﻪ ﻭﺑﻴﻦ ﺃﺣﺒﺘﻪ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ، ﻭﻣﻨﻊ ﺃﻥ ﺗﺒﺎﻉ ﺍﻷﻡ ﺩﻭﻥ ﻭﻟﺪﻫﺎ ﻭﺍﻟﻮﻟﺪ
“Pembuat syariat (Allah) menjadikan ibu lebih berhak mengasuh anak dari bapak karena dekatnya dan memungkinkan bertemu setiap waktu. Jika qadhi memutuskan hak asuh pada bapaknya, tidak boleh melarang ia bertemu dengan ibunya.”[3]
Ini juga sesuai dengan hadits mengenai ibu lebih berhak mengasuh anak yang masih dari sang bapak. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, bahwasanya ada seorang wanita pernah mendatangi Rasulullah mengadukan masalahnya. Wanita itu berkata,
ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻥَّ ﺍﺑْﻨِﻲ ﻫَﺬَﺍ ﻛَﺎﻥَ ﺑَﻄْﻨِﻲ ﻟَﻪُ ﻭِﻋَﺎﺀً ﻭَﺛَﺪْﻳِﻲ ﻟَﻪُ ﺳِﻘَﺎﺀً ﻭَﺣِﺠْﺮِﻱ ﻟَﻪُ ﺣِﻮَﺍﺀً ﻭَﺇِﻥَّ ﺃَﺑَﺎﻩُ ﻃَﻠَّﻘَﻨِﻲ ﻭَﺃَﺭَﺍﺩَ ﺃَﻥْ ﻳَﻨْﺘَﺰِﻋَﻪُ ﻣِﻨِّﻲ
“Wahai Rasulullah. Anakku ini dahulu, akulah yang mengandungnya. Akulah yang menyusui dan memangkunya. Dan sesungguhnya ayahnya telah menceraikan aku dan ingin mengambilnya dariku.”
Mendengar pengaduan wanita itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab,
ﺃَﻧْﺖِ ﺃَﺣَﻖُّ ﺑِﻪِ ﻣَﺎ ﻟَﻢْ ﺗَﻨْﻜِﺤِﻲ
“Engkau lebih berhak mengasuhnya selama engkau belum menikah.” [4]
Terdapat hadits larangan memisahkan anak hewan yaitu burung dari induknya. Silahkan direnungkan, untuk hewan saja, ada larangan jangan sampai anak terpisah dari induknya, apalagi manusia. Ini juga renungkan bagi, ibu yang terlalu sibuk mengejar karir sehingga terpisah dan sangat jarang berjumpa dengan anak-anak yang wajib ia asuh.
Dari Abdullah bin Mas’ud beliau berkata,
ﻛﻨَّﺎ ﻣﻊ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻲ ﺳﻔﺮ، ﻓﺎﻧﻄﻠﻖ ﻟﺤﺎﺟﺘﻪ ﻓﺮﺃﻳﻨﺎ ﺣُﻤﺮﺓ ﻣﻌﻬﺎ ﻓﺮﺧﺎﻥ، ﻓﺄﺧﺬﻧﺎ ﻓﺮﺧﻴﻬﺎ، ﻓﺠﺎﺀﺕ ﺍﻟﺤُﻤﺮﺓُ ﻓﺠﻌﻠﺖ ﺗﻔﺮِﺵ، ﻓﺠﺎﺀ ﺍﻟﻨَّﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻘﺎﻝ : ﻣﻦ ﻓﺠﻊ ﻫﺬﻩ ﺑﻮﻟﺪﻫﺎ؟ ﺭﺩُّﻭﺍ ﻭﻟﺪﻫﺎ ﺇﻟﻴﻬﺎ
“Suatu ketika kami bersama dengan Rasulullah dalam sebuah perjalanan. Ketika Nabi pergi untuk buang hajat kami melihat seekor burung bersama dua anaknya yang masih kecil. Kami ambil dua anak burung tersebut. Tak lama setelah itu si induk burung datang mencari anaknya. Ketika Nabi datang dan melihat hal tersebut beliau bersabda, ‘Siapa yang membuat induk burung ini mencemaskan anaknya? Kembalikan anaknya kepada induknya!’” [5]
Demikian semoga bermanfaat
@Yogyakarta Tercinta
Penulis: dr. Raehanul Bahraen
Artikel Muslim.or.id
Catatan kaki:
[1] HR. Tirmidzi, hasan gharib
[2] HR. Al Hakim, Shahih
[3] Lihat Zaadul Ma’ad
[4] HR Ahmad & Abu Dawud, Hasan
[5] HR. Abu Daud, Shahih
https://muslim.or.id/30959-belum-baligh-sebaiknya-tidak-full-pondok-pesantren.html
•┈┈•┈•⊰✿ ✿⊱•┈•┈┈•
TANYA JAWAB
1.
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Apakah ada doa tertentu menurut syariat Islam ketika hamil?
Jawab:
Bismillah.
Setau Bunda tidak ada dalil yang khusus, hanya meminta saat hamil itu tidak
ada. Jadi yang justru diperintahkan adalah saat masih gadis. Jadi saat masih
gadis perbanyak doa nabi Ibrahim (Rabbana
hablana min azwajina wadxurriyatina qurrota a'yun lilmuttaqina imaaman).
Jadi itu terus yang kita minta. Berdoa dan meminta kepada Allah bisa melahirkan
generasi-generasi yang menjadi imam bagi orang yang bertaqwa. Jadi tidak ada
doa khusus, yanga da adalah ketika kita dalam kondisi hamil maka perbanyak
mohon kepada Allah baca doa seperti diatas, kemudian baca “Rabbi habli minasholihin”, begitu doanyaNabi Ibrahim. Makanya
berdoa yang ada dalam Al Quran saja yang memang Rasul megajarkan dan doa yang
sudah tertera dalam Al Quran, dan itu banyak sekali. Boleh berdoa apa saja,
yang penting kita memohon agar menjadi anak yang qurrota a’yun ya. Jadi penyejuk mata dan bisa menjadikan dia
generasi yang ada di dalam lingkaran dakwah, sehingga anak-anak yang terlibat
dalam lingkaran dakwah, maka kita akan mendapatkan pahala yang luar biasa.
2.
Assalamualaykum
Bunda, izin bertanya. Untuk aqiqah sendiri apakah boleh di hari ke-9 setelah
anak lahir? Dan apakah pelaksanaan aqiqah itu harus dengan mengundang
orang-orang dan mengadakan pengajian? Bagaimana jika saat aqiqah hanya
menggunakan jasa potong hewan dan membagikan makanannya kepada panti asuhan
tanpa ada pengajian? Terimakasih.
Jawab:
Bismillah.
Memang kalau kita mengikuti sunnah Nabi, Nabi itu meng-aqiqahi cucunya hasan
dan husein di hari ke-7. Dalilnya menyatakan, bahwa hari ke-7 atau ke-14,
setelah itu 21. Nah ini kan sudah jelas ya ada dalilnya yang memerintahkan atau
mencontohkan begitu ya harike-7 dan seterusnya. Kalau hari ke-9 ya niatnya kan
memang aqiqah, jadi ya mungkin hanya keafdolannya, kalau memang mau mencontoh
Rasul, dilaksanakan pada hari ke-7, ya itu yang harus di ikhtiarkan, bukan
berarti tidak berguna, bukan, tapi Rasul mencontohkannya di hari ke-7. Dan
memang sebaiknya mengundang orang-orang, sebagai bentuk rasa syukur kita kepada
Allah, dan tetangga tahu bahwa kita dikaruniani seorang anak. Dan boleh
menggunakan jasa atau EO. Bunda pernah melakukan untuk anak Bunda, karena
kondisi yang tidak memungkinkan maka memakai jasa potong dan membagikan kepada
para tetangga, dan pernah mengundang jamaah dan tetangga-tetangga kita. Jadi
tidak ada masalah, yang penting kita menyampaikan pesannya bahwa ini acara
aqiqah atau di kotak makannya biasanya ada keterangan nama anaknya,
orangtuanya, kapan lahir, dan seterusnya.
3. Izin bertanya Bunda, saat ini saya
lagi hamil 5 bulan dan aktivitas saya setiap hari adalah megajar full day. Dan
alhamdulillah saya megang sholeh/ah kelas 3 SDIT, dengan berbagai macam
karakter setiap anaknya. Yang ingin saya tanyakan:
·
kadang
saya merasa emosi dengan kelakuan anak didik terutama yang sholeh karena kadang
berkata kurang baik, atau mereka berkelahi. Nah apakah itu mempengaruhi tumbuh
kembang atau akhlak pada janin saya yang ada dalam kandungan?
·
minta
tolong tips menghadapi anak usia kelas 3 SD, apabila dinasehati selalu melawan
dan melanggar aturan.
Terimakasih.
Jawab:
Barakallah
untuk kehamilannya, tolong dijaga kesehatannya, kemudian jaga sampai stress ya,
karena yang mempengaruhi janin itu bukan sikap yang diluar, tapi justru
stressnya ibu itu akan mempengaruhi janin. Kenapa? Karena janinnya makan bareng
sama ibu, nafasnya bareng sama ibu, jadi diusahakan mengatur emosi. Wajar
namanya anak-anak nakal, kemudian bikin ulah, itu memang harus kita tegur, dan
tidak bisa hanya sabar-sabar melihat anaknya mukulin anak orang atau temannya, itu
tidak benar, makanya harus cari solusi yang baik (win win solution), jangan
kita juga terlalu emosi atau terlalu santai, intinya yang wajar saja. Kalau
memang perlu ditegur, tegur saja, dan itu tidak ada kaitannya dengan janin,
karena janin itu bagaimana ibunya, artinya bagaimana seorang ibu bisa
mengontrol emosi. Misal kalo mau marah segera istighfar kemudian wudhu, terus
bilang ke bayi yang di perut, “maaf ya
dek, tadi Bunda marah-marah, karena Bunda harus memperbaiki yang salah..”.
jadi diajak komunikasi anaknya (janin), insyaAllah paham bayinya. Makanya itu
ikatan Ibu dan bayi dibangun sejak di dalam perut, tidak hanya saat anak sudah
lahir. Paling tidak anak saat usia dini, bisa menyimpan memori yang baik dari
kedua orangtuanya.
Untuk
tips menghadapi anak usia kelas 3 SD, usia saat itu adalah usia yang tanggung,
dibilang bocah itu sudah besar, dibilang sudah besar tapi juga masih bocah, memang
perlu penanganan khusus. Ada juga anak yang tidak suka ditegur di depan orang,
jadi kalau dimarahi di depan orang dia akan semakin mencari ulah, dia merasa
tidak dihargai dan sebagainya. Makanya kenali dulu tipe-tipe anaknya, ada yang
bila ditegur dia merasa salah dan kapok, tapi ada juga anak yang dimarahi
didepan orang malah lebih bandel lagi. Dan hukuman yang diberikan, haruslah
hukuman yang mendidik, misalkan anak dihukum untuk menghafal beberapa ayat atau
surat dalam Al Quran, dan kalau masih mengulangi kenakalannya hukumannya akan
ditambah.
4.
Ustadzah
saya mau bertanya, bolehkah kita memaksakan kepada anak untuk menuntut ilmu di
pesantren, dan sebagai orangtua kita sudah terlebih dahulu memperkenalkannya
apa itu pesantren, dan dia tetap bilang tidak mau, itu bagaimana ya Ustadzah?
Jawab:
Bismillah.
Satu hal ketika kita hendak memasukkan anak ke pesantren, jangan pernah
memaksakan anak, itu satu kuncinya. Karena kalau dia sudah merasa terpaksa
bukan maunya anak, dia akan tidak merasa memiliki kewajiban untuk berada di
pesantren, maka anak akan dengan banyak cara untuk bisa kabur atau keluar, atau
membuat ulah yang menyebabkan anak harus dikeluarkan dari pesantren. Maka
caranya, jauh-jauh hari, misalkan mau dimasukkan saat SMP, saat kelas 3 atau 4
SD dibiasakan anak sudah dikenalkan dengan orang-orang yang lulusan pesantren.
Kemudian diajak untuk melihat anak suka dengan lingkungan pesantren yang mana.
Jangan dipaksa harus mondok di pesantren A atau B. Setelah tahu lingkungan
pesantren, tanamkan sifat-sifat positif dari pesantren tersebut, juga
orang-orang di pesantren, seperti santun, bagus hafalannya, baik akhlaknya, dan
lain sebagainya.
5.
Mau
bertanya Bunda, soal adab. Misalkan saat di tempat umum (usia 3 tahun) kita
lari-lari atau main-main yang mungkin bisa menggangu orang lain. Mungkin orang
lain merasa berisik atau jengah. Apakah kita harus melarang anak untuk bermain?
Kapan kah waktu yang tepat untuk mengajarkan adab pada anak?
Jawab:
Anak
umur 3 tahun itu sedang senang-senangnya eksplor ya, dan usia segitu anak sudah
bisa diajak bicara tentang adab. Karena anak itu juga harus tahu aturan, ini
sedang ada dimana. Kalau sedang dirumah kita atau rumah nenek atau dilingkungan
keluarga yang membolehkan dia untuk bebas lari-larian atau lompat-lompatan
(kalo orang jawa bilang pecicilan), itu tidak mengapa, akan tetapi kita perlu
menyampaikan kepada anak aturan-aturan. Misalnya “Adek, kalau di masjid, kalau sudah jam sholat tidak boleh lari-lari,
karena akan menggangu jamaah yang lain”,
itu harus tegas disampaikan. Kalau pun dia tetap berlarian tetap
berikan konsekuensinya, yaitu hukuman sehingga dia mengerti, kalau dia
melakukan kesalahan akan mendapat hukuman. Hukumannya bisa seperti dia merasa
haknya dikurangi, misalnya tidak mendapatkan es krim. Sebagai orangtua kita
harus bisa mengendalikan anak dan pastikan anak-anak aman.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Kita tutup dengan membacakan
istighfar....hamdalah..
Astaghfirullahal’adzim.....
Alhamdulillahirabbil'aalamiin
Doa Kafaratul Majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا
أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika
asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah,
dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan
diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Wassalamu'alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh
★★★★★★★★★★★★★★
Badan Pengurus
Harian (BPH) Pusat
Hamba اللَّهِ SWT
Blog:
http://kajianonline-hambaallah.blogspot.com
FanPage : Kajian On
line-Hamba Allah
FB : Kajian On
Line-Hamba Allah
Twitter:
@kajianonline_HA
IG:
@hambaAllah_official
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment