Kajian Online WA Hamba الله SWT
Senin, 22 Agustus 2016
Rekapan Grup Bunda
Tema : Kajian Umum
Editor : Rini Ismayanti
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang masih memberikan kita
nikmat iman, islam dan Al Qur'an semoga kita selalu istiqomah sebagai shohibul
qur'an dan ahlul Qur'an dan dikumpulkan sebagai keluarga Al Qur'an di
JannahNya.
Shalawat beriring salam selalu kita hadiahkan kepada uswah
hasanah kita, pejuang peradaban Islam, Al Qur'an berjalan, kekasih Allah SWT
yakninya nabi besar Muhammad SAW, pada keluarga dan para sahabat nya semoga
kita mendapatkan syafaat beliau di hari akhir nanti. InsyaAllah aamiin
SEBAB SEBAB HADAS
Dalam Islam, hadas terbagi menjadi dua macam yaitu: hadas kecil
dan hadas besar.
A. Hadats Kecil
Yang dimaksud dengan hadats kecil ialah keadaan seseorang tidak
suci, dan supaya ia menjadi suci maka ia harus wudhu atau jika tidak ada air
(halangan) dengan tayammum. Hal-hal yang menyebabkan seseorang berhadats kecil
ialah:
1) Karena keluar sesuatu dari dua lubang, yaitu qubul dan dubur.
Allah swt. berfirman:
...اَوْ جَآءَ اَحَدٌمِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ...
Artinya: "... atau kembali salah seorang dari kamu dari tempat buang air (wc) ....: (Q.S. al-Maidah: 6).
Artinya: "... atau kembali salah seorang dari kamu dari tempat buang air (wc) ....: (Q.S. al-Maidah: 6).
2) Karena hilang akalnya disebabkan mabuk, gila, atau sebab lain
seperti tidur. Rasulullah saw. bersabda:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. : رُفَعِ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثٍ عَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَبْلُغَ وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يُفِيْقَ ـ رواه ابو داود و ابن ماجة
Artinya: "Rasulullah saw. telah bersabda: Telah diangkat pena itu dari tiga perkara yaitu dari anak-anak sehingga ia dewasa (baligh), dari orang tidur sehingga ia bangun, dan dari orang gila sehingga ia sehat kembali." (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Artinya: "Rasulullah saw. telah bersabda: Telah diangkat pena itu dari tiga perkara yaitu dari anak-anak sehingga ia dewasa (baligh), dari orang tidur sehingga ia bangun, dan dari orang gila sehingga ia sehat kembali." (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
3) Karena menyentuh kemaluan seseorang baik kemaluannya sendiri
maupun kemaluan orang lain dengan telapak tangan atau jari. Yang dimaksud
dengan telapak tangan dan jari yaitu bagian tangan yang dapat bertemu apabila
dihadapkan antara telapak tangan yang kanan dan yang kiri (ditepukkannya). Jika
yang mengenai kemaluan selain telapak tangan atau jari maka tidak termasuk yang
mengharuskan bersuci dari hadats kecil. Rasulullah saw. bersabda:
عَنْ بُسْرَةَ بْنِ صَفْوَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. قَالَ: مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّاءْ ـ اخرجه الخمسة
Artinya: "Dari Busrah bin Shafwan ra., sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Siapa yang menyentuh kemaluannya hendaklah ia berwudhu." (H.R. Lima Ahli Hadits).
Artinya: "Dari Busrah bin Shafwan ra., sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Siapa yang menyentuh kemaluannya hendaklah ia berwudhu." (H.R. Lima Ahli Hadits).
Menyentuh dubur juga termasuk yang mengharuskan bersuci dari
hadats kecil (membatalkan wudhu). Cara menyucikan hadas kecil dengan ber-wudu.
Apabila tidak ada air atau karena sesuatu hal, maka bisa dengan tayamum.
B. Hadats Besar
Yang dimaksud dengan hadats besar ialah keadaan seseorang tidak
suci dan supaya ia menjadi suci maka ia harus mandi atau jika tidak ada air
(berhalangan) dengan tayammum. Hal-hal yang menyebabkan seseorang berhadats
besar ialah:
1) Bertemunya dua buah kelamin laki-laki dengan perempuan
(bersetubuh) baik keluar mani ataupun tidak. Rasulullah saw. bersabda:
قَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ وَاِنْ لَمْ يُنْزِلْ ـ رواه مسلم
Artinya: "Apabila bertemu dua khitan maka sungguh ia wajib mandi meskipun tidak keluar mani." (H.R. Muslim).
Artinya: "Apabila bertemu dua khitan maka sungguh ia wajib mandi meskipun tidak keluar mani." (H.R. Muslim).
2) Keluar mani, baik karena bermimpi atau sebab lain. Rasulullah
saw. bersabda:
عَنْ اَبِى سَعِيْدٍ الْخُدْرٍيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م.: الْمَاءُ مِنَ الْمَاءِ ـ رواه مسلم
Artinya: "Dari Abu Said al-Khudri ra., sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Air itu dari air." Maksudnya wajib mandi karena keluar air mani. (H.R. Muslim).
Artinya: "Dari Abu Said al-Khudri ra., sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Air itu dari air." Maksudnya wajib mandi karena keluar air mani. (H.R. Muslim).
3) Meninggal dunia. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi sebagai
berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا اَنَّ النَّبِيَّ ص.م. قَالَ: فِى الَّذِىْ سَقَطَ عَنْ رَاحِلَتِهِ فَمَاتَ اِغْسِلُوْهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوْهُ فِى ثَوْبَيْهِ ـ متفق عليه
Artinya: "Dari Ibnu Abbas ra., sesungguhnya Nabi saw. bersabda tentang orang yang meninggal karena terjatuh dari kendaraannya, mandikanlah ia dengan air dan bidara dan kafanilah dengan dua kainnya." (H.R. Bukhari dan Muslim).
Artinya: "Dari Ibnu Abbas ra., sesungguhnya Nabi saw. bersabda tentang orang yang meninggal karena terjatuh dari kendaraannya, mandikanlah ia dengan air dan bidara dan kafanilah dengan dua kainnya." (H.R. Bukhari dan Muslim).
4) Haidh (menstruasi), yaitu darah yang keluar dari wanita yang
telah dewasa pada setiap bulan.
5) Nifas, yaitu darah yang keluar dari seorang ibu sehabis
melahirkan.
6) Wiladah, yaitu melahirkan anak.
Enam macam tersebut jika dialami oleh seseorang merupakan hadats
besar dan ia harus bersuci dengan mandi seluruh tubuhnya sampai kepada anggota
badan yang mungkin dapat terlihat dalam sehari-hari.
Cara menyucikannya adalah dengan mandi wajib, yaitu membasahi
seluruh tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki. Apabila tidak ada air atau
karena sesuatu hal dan sudah harus melaksanakan salat maka bisa dengan tayamum.
TANYA JAWAB
M1 by Ustadzah Tribuana
Q : Untuk tata cara mandi wajib sesuai dengan sunnah Rasul itu urutannya apa saja..?
A : Diakhir materi sudah ada Bund ... itu sesuai dengan sunnah Rasulullah..
Q : Untuk tata cara mandi wajib sesuai dengan sunnah Rasul itu urutannya apa saja..?
A : Diakhir materi sudah ada Bund ... itu sesuai dengan sunnah Rasulullah..
Tata Cara Mandi Besar
1. Niat, Syarat Sahnya Mandi
Para ulama mengatakan bahwa di antara fungsi niat adalah untuk membedakan manakah yang menjadi kebiasaan dan manakah ibadah. Dalam hal mandi tentu saja mesti dibedakan dengan mandi biasa. Pembedanya adalah niat. Dalam hadits dari ‘Umar bin Al Khattab, Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
1. Niat, Syarat Sahnya Mandi
Para ulama mengatakan bahwa di antara fungsi niat adalah untuk membedakan manakah yang menjadi kebiasaan dan manakah ibadah. Dalam hal mandi tentu saja mesti dibedakan dengan mandi biasa. Pembedanya adalah niat. Dalam hadits dari ‘Umar bin Al Khattab, Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Rukun Mandi
Hakikat mandi adalah mengguyur seluruh badan dengan air, yaitu
mengenai rambut dan kulit. Inilah yang diterangkan dalam banyak hadits
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya adalah hadits
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang menceritakan tata cara mandi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى جَسَدِهِ كُلِّهِ
“Kemudian beliau mengguyur air pada seluruh badannya.” (HR. An
Nasa-i no. 247. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Penguatan makna dalam hadits
ini menunjukkan bahwa ketika mandi beliau mengguyur air ke seluruh tubuh.”[1]
Dari Jubair bin Muth’im berkata, “Kami saling memperbincangkan
tentang mandi janabah di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu
beliau bersabda,
أَمَّا أَنَا فَآخُذُ مِلْءَ كَفِّى ثَلاَثاً فَأَصُبُّ عَلَى رَأْسِى ثُمَّ أُفِيضُهُ بَعْدُ عَلَى سَائِرِ جَسَدِى
“Saya mengambil dua telapak tangan, tiga kali lalu saya siramkan
pada kepalaku, kemudian saya tuangkan setelahnya pada semua tubuhku.” (HR.
Ahmad 4/81. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits
ini shahih sesuai syarat Bukhari Muslim)
Dalil yang menunjukkan bahwa hanya mengguyur seluruh badan
dengan air itu merupakan rukun (fardhu) mandi dan bukan selainnya adalah hadits
yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah. Ia mengatakan,
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِى فَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ قَالَ « لاَ إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِى عَلَى رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ فَتَطْهُرِينَ ».
“Saya berkata, wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang
mengepang rambut kepalaku, apakah aku harus membuka kepangku ketika mandi
junub?” Beliau bersabda, “Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur air pada
kepalamu tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan air, maka kamu telah
suci.” (HR. Muslim no. 330)
Dengan seseorang memenuhi rukun mandi ini, maka mandinya
dianggap sah, asalkan disertai niat untuk mandi wajib (al ghuslu). Jadi
seseorang yang mandi di pancuran atau shower dan air mengenai seluruh
tubuhnya, maka mandinya sudah dianggap sah.
Adapun berkumur-kumur (madhmadhoh), memasukkan air dalam hidung
(istinsyaq) dan menggosok-gosok badan (ad dalk) adalah perkara yang disunnahkan
menurut mayoritas ulama.[2]
Tata Cara Mandi yang Sempurna
Berikut kita akan melihat tata cara mandi yang disunnahkan.
Apabila hal ini dilakukan, maka akan membuat mandi tadi lebih sempurna. Yang
menjadi dalil dari bahasan ini adalah dua dalil yaitu hadits dari ‘Aisyah dan
hadits dari Maimunah.
Hadits pertama:
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ بَدَأَ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ، ثُمَّ يَتَوَضَّأُ كَمَا يَتَوَضَّأُ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ يُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِى الْمَاءِ ، فَيُخَلِّلُ بِهَا أُصُولَ شَعَرِهِ ثُمَّ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ ثَلاَثَ غُرَفٍ بِيَدَيْهِ ، ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى جِلْدِهِ كُلِّهِ
Dari ‘Aisyah, isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, bahwa jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi junub,
beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian beliau
berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Lalu beliau memasukkan jari-jarinya ke
dalam air, lalu menggosokkannya ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke
atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali,
kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.” (HR. Bukhari no. 248 dan
Muslim no. 316)
Hadits kedua:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَتْ مَيْمُونَةُ وَضَعْتُ لِرَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – مَاءً يَغْتَسِلُ بِهِ ، فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ ، فَغَسَلَهُمَا مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا ، ثُمَّ أَفْرَغَ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ ، فَغَسَلَ مَذَاكِيرَهُ ، ثُمَّ دَلَكَ يَدَهُ بِالأَرْضِ ، ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ، ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ ثُمَّ غَسَلَ رَأْسَهُ ثَلاَثًا ، ثُمَّ أَفْرَغَ عَلَى جَسَدِهِ ، ثُمَّ تَنَحَّى مِنْ مَقَامِهِ فَغَسَلَ قَدَمَيْهِ
Dari Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Maimunah mengatakan,
“Aku pernah menyediakan air mandi untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Lalu beliau menuangkan air pada kedua tangannya dan mencuci keduanya
dua kali-dua kali atau tiga kali. Lalu dengan tangan kanannya beliau menuangkan
air pada telapak tangan kirinya, kemudian beliau mencuci kemaluannya. Setelah
itu beliau menggosokkan tangannya ke tanah. Kemudian beliau berkumur-kumur dan
memasukkan air ke dalam hidung. Lalu beliau membasuh muka dan kedua tangannya.
Kemudian beliau membasuh kepalanya tiga kali dan mengguyur seluruh badannya.
Setelah itu beliau bergeser dari posisi semula lalu mencuci kedua telapak
kakinya (di tempat yang berbeda).” (HR. Bukhari no. 265 dan Muslim no. 317)
Dari dua hadits di atas, kita dapat merinci tata cara mandi yang
disunnahkan sebagai berikut.
Pertama: Mencuci tangan terlebih dahulu sebanyak tiga kali
sebelum tangan tersebut dimasukkan dalam bejana atau sebelum mandi.
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah mengatakan, “Boleh jadi
tujuan untuk mencuci tangan terlebih dahulu di sini adalah untuk membersihkan
tangan dari kotoran … Juga boleh jadi tujuannya adalah karena mandi tersebut
dilakukan setelah bangun tidur.”[3]
Kedua: Membersihkan kemaluan dan kotoran yang ada dengan tangan
kiri.
Ketiga: Mencuci tangan setelah membersihkan kemaluan dengan
menggosokkan ke tanah atau dengan menggunakan sabun.
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Disunnahkan bagi
orang yang beristinja’ (membersihkan kotoran) dengan air, ketika selesai,
hendaklah ia mencuci tangannya dengan debu atau semacam sabun, atau hendaklah
ia menggosokkan tangannya ke tanah atau tembok untuk menghilangkan kotoran yang
ada.”[4]
Keempat: Berwudhu dengan wudhu yang sempurna seperti ketika
hendak shalat.
Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Adapun
mendahulukan mencuci anggota wudhu ketika mandi itu tidaklah wajib. Cukup
dengan seseorang mengguyur badan ke seluruh badan tanpa didahului dengan
berwudhu, maka itu sudah disebut mandi (al ghuslu).”[5]
Untuk kaki ketika berwudhu, kapankah dicuci?
Jika kita melihat dari hadits Maimunah di atas, dicontohkan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau membasuh anggota
wudhunya dulu sampai membasuh kepala, lalu mengguyur air ke seluruh tubuh,
sedangkan kaki dicuci terakhir. Namun hadits ‘Aisyah menerangkan bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu secara sempurna (sampai
mencuci kaki), setelah itu beliau mengguyur air ke seluruh tubuh.
Dari dua hadits tersebut, para ulama akhirnya berselisih
pendapat kapankah kaki itu dicuci. Yang tepat tentang masalah ini, dua cara
yang disebut dalam hadits ‘Aisyah dan Maimunah bisa sama-sama digunakan. Yaitu
kita bisa saja mandi dengan berwudhu secara sempurna terlebih dahulu, setelah
itu kita mengguyur air ke seluruh tubuh, sebagaimana disebutkan dalam riwayat
‘Aisyah. Atau boleh jadi kita gunakan cara mandi dengan mulai berkumur-kumur,
memasukkan air dalam hidup, mencuci wajah, mencuci kedua tangan, mencuci
kepala, lalu mengguyur air ke seluruh tubuh, kemudian kaki dicuci terakhir.
Syaikh Abu Malik hafizhohullah mengatakan, “Tata cara
mandi (apakah dengan cara yang disebut dalam hadits ‘Aisyah dan Maimunah) itu
sama-sama boleh digunakan, dalam masalah ini ada kelapangan.”[6]
Kelima: Mengguyur air pada kepala sebanyak tiga kali hingga
sampai ke pangkal rambut.
Keenam: Memulai mencuci kepala bagian kanan, lalu kepala bagian
kiri.
Ketujuh: Menyela-nyela rambut.
Dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ غَسَلَ يَدَيْهِ ، وَتَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلاَةِ ثُمَّ اغْتَسَلَ ، ثُمَّ يُخَلِّلُ بِيَدِهِ شَعَرَهُ ، حَتَّى إِذَا ظَنَّ أَنْ قَدْ أَرْوَى بَشَرَتَهُ ، أَفَاضَ عَلَيْهِ الْمَاءَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ، ثُمَّ غَسَلَ سَائِرَ جَسَدِهِ
“Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mandi junub,
beliau mencuci tangannya dan berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Kemudian
beliau mandi dengan menggosok-gosokkan tangannya ke rambut kepalanya hingga
bila telah yakin merata mengenai dasar kulit kepalanya, beliau mengguyurkan air
ke atasnya tiga kali. Lalu beliau membasuh badan lainnya.” (HR. Bukhari no.
272)
Juga ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,
كُنَّا إِذَا أَصَابَتْ إِحْدَانَا جَنَابَةٌ ، أَخَذَتْ بِيَدَيْهَا ثَلاَثًا فَوْقَ رَأْسِهَا ، ثُمَّ تَأْخُذُ بِيَدِهَا عَلَى شِقِّهَا الأَيْمَنِ ، وَبِيَدِهَا الأُخْرَى عَلَى شِقِّهَا الأَيْسَرِ
“Jika salah seorang dari kami mengalami junub, maka ia mengambil
air dengan kedua tangannya dan disiramkan ke atas kepala, lalu mengambil air
dengan tangannya dan disiramkan ke bagian tubuh sebelah kanan, lalu kembali
mengambil air dengan tangannya yang lain dan menyiramkannya ke bagian tubuh
sebelah kiri.” (HR. Bukhari no. 277)
Kedelapan: Mengguyur air pada seluruh badan dimulai dari sisi
yang kanan setelah itu yang kiri.
Dalilnya adalah hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia
berkata,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِى تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِى شَأْنِهِ كُلِّهِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mendahulukan yang
kanan ketika memakai sendal, ketika bersisir, ketika bersuci dan dalam setiap
perkara (yang baik-baik).” (HR. Bukhari no. 168 dan Muslim no. 268)
Mengguyur air ke seluruh tubuh di sini cukup sekali saja
sebagaimana zhohir (tekstual) hadits yang membicarakan tentang mandi. Inilah
salah satu pendapat dari madzhab Imam Ahmad dan dipilih oleh Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah.[7]
Bagaimanakah Tata Cara Mandi pada Wanita?
Tata cara mandi junub pada wanita sama dengan tata
cara mandi yang diterangkan di atas sebagaimana telah diterangkan dalam hadits
Ummu Salamah, “Saya berkata, wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang
mengepang rambut kepalaku, apakah aku harus membuka kepangku ketika mandi
junub?” Beliau bersabda, “Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur air pada
kepalamu tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan air, maka kamu telah
suci.” (HR. Muslim no. 330)
Untuk mandi karena haidh dan nifas, tata caranya sama dengan
mandi junub namun ditambahkan dengan beberapa hal berikut ini:
Pertama: Menggunakan sabun dan pembersih lainnya beserta air.
Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
أَنَّ أَسْمَاءَ سَأَلَتِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ غُسْلِ الْمَحِيضِ فَقَالَ « تَأْخُذُ إِحْدَاكُنَّ مَاءَهَا وَسِدْرَتَهَا فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ دَلْكًا شَدِيدًا حَتَّى تَبْلُغَ شُئُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تَصُبُّ عَلَيْهَا الْمَاءَ. ثُمَّ تَأْخُذُ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً فَتَطَهَّرُ بِهَا ». فَقَالَتْ أَسْمَاءُ وَكَيْفَ تَطَهَّرُ بِهَا فَقَالَ « سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِينَ بِهَا ». فَقَالَتْ عَائِشَةُ كَأَنَّهَا تُخْفِى ذَلِكَ تَتَبَّعِينَ أَثَرَ الدَّمِ. وَسَأَلَتْهُ عَنْ غُسْلِ الْجَنَابَةِ فَقَالَ « تَأْخُذُ مَاءً فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ – أَوْ تُبْلِغُ الطُّهُورَ – ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ حَتَّى تَبْلُغَ شُئُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تُفِيضُ عَلَيْهَا الْمَاءَ »
“Asma’ bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
tentang mandi wanita haidh. Maka beliau bersabda, “Salah seorang dari kalian
hendaklah mengambil air dan daun bidara, lalu engkau bersuci, lalu
membaguskan bersucinya. Kemudian hendaklah engkau menyiramkan air pada
kepalanya, lalu menggosok-gosoknya dengan keras hingga mencapai akar rambut
kepalanya. Kemudian hendaklah engkau menyiramkan air pada kepalanya tadi.
Kemudian engkau mengambil kapas bermisik, lalu bersuci dengannya. Lalu Asma’
berkata, “Bagaimana dia dikatakan suci dengannya?” Beliau bersabda,
“Subhanallah, bersucilah kamu dengannya.” Lalu Aisyah berkata -seakan-akan dia
menutupi hal tersebut-, “Kamu sapu bekas-bekas darah haidh yang ada (dengan
kapas tadi)”. Dan dia bertanya kepada beliau tentang mandi junub, maka
beliau bersabda, ‘Hendaklah kamu mengambil air lalu bersuci dengan sebaik-baiknya
bersuci, atau bersangat-sangat dalam bersuci kemudian kamu siramkan air pada
kepala, lalu memijatnya hingga mencapai dasar kepalanya, kemudian mencurahkan
air padanya’.” (HR. Bukhari no. 314 dan Muslim no. 332)
Kedua: Melepas kepangan sehingga air sampai ke pangkal rambut.
Dalil hal ini adalah hadits yang telah lewat,
ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ دَلْكًا شَدِيدًا حَتَّى تَبْلُغَ شُئُونَ رَأْسِهَا
“Kemudian hendaklah kamu menyiramkan air pada kepalanya, lalu
menggosok-gosoknya dengan keras hingga mencapai akar rambut kepalanya.” Dalil
ini menunjukkan tidak cukup dengan hanya mengalirkan air seperti halnya mandi
junub. Sedangkan mengenai mandi junub disebutkan,
ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ حَتَّى تَبْلُغَ شُئُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تُفِيضُ عَلَيْهَا الْمَاءَ
“Kemudian kamu siramkan air pada kepala, lalu memijatnya hingga
mencapai dasar kepalanya, kemudian mengguyurkan air padanya.”
Dalam mandi junub tidak disebutkan “menggosok-gosok dengan
keras”. Hal ini menunjukkan bedanya mandi junub dan mandi karena haidh/nifas.
Ketiga: Ketika mandi sesuai masa haidh, seorang wanita
disunnahkan membawa kapas atau potongan kain untuk mengusap tempat keluarnya
darah guna menghilangkan sisa-sisanya. Selain itu, disunnahkan mengusap bekas
darah pada kemaluan setelah mandi dengan minyak misk atau parfum lainnya. Hal
ini dengan tujuan untuk menghilangkan bau yang tidak enak karena bekas darah
haidh.
Perlukah Berwudhu Seusai Mandi?
Cukup kami bawakan dua riwayat tentang hal ini,
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ لاَ يَتَوَضَّأُ بَعْدَ الْغُسْلِ
Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak berwudhu setelah selesai mandi.” (HR. Tirmidzi no. 107, An Nasai no. 252,
Ibnu Majah no. 579, Ahmad 6/68. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih)
Sebuah riwayat dari Ibnu ‘Umar,
سُئِلَ عَنِ الْوُضُوءِ بَعْدَ الْغُسْلِ؟ فَقَالَ:وَأَيُّ وُضُوءٍ أَعَمُّ مِنَ الْغُسْلِ؟
Beliau ditanya mengenai wudhu setelah mandi. Lalu beliau
menjawab, “Lantas wudhu yang mana lagi yang lebih besar dari mandi?” (HR. Ibnu
Abi Syaibah secara marfu’ dan mauquf) [8]
Abu Bakr Ibnul ‘Arobi berkata, “Para ulama tidak
berselisih pendapat bahwa wudhu telah masuk dalam mandi.” Ibnu Baththol juga
telah menukil adanya ijma’ (kesepakatan ulama) dalam masalah ini.[9]
Penjelasan ini adalah sebagai alasan yang kuat bahwa jika
seseorang sudah berniat untuk mandi wajib, lalu ia mengguyur seluruh badannya
dengan air, maka setelah mandi ia tidak perlu berwudhu lagi, apalagi jika
sebelum mandi ia sudah berwudhu.
Apakah Boleh Mengeringkan Badan dengan Handuk Setelah Mandi?
Di dalam hadits Maimunah disebutkan mengenai tata cara mandi,
lalu diakhir hadits disebutkan,
فَنَاوَلْتُهُ ثَوْبًا فَلَمْ يَأْخُذْهُ ، فَانْطَلَقَ وَهْوَ يَنْفُضُ يَدَيْهِ
“Lalu aku sodorkan kain (sebagai pengering) tetapi beliau tidak
mengambilnya, lalu beliau pergi dengan mengeringkan air dari badannya dengan
tangannya” (HR. Bukhari no. 276). Berdasarkan hadits ini, sebagian ulama
memakruhkan mengeringkan badan setelah mandi. Namun yang tepat, hadits
tersebut bukanlah pendukung pendapat tersebut dengan beberapa alasan
:
Perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
itu masih mengandung beberapa kemungkinan. Boleh jadi beliau tidak mengambil
kain (handuk) tersebut karena alasan lainnya yang bukan maksud untuk
memakruhkan mengeringkan badan ketika itu. Boleh jadi kain tersebut mungkin
sobek atau beliau buru-buru saja karena ada urusan lainnya.Hadits ini
malah menunjukkan bahwa kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
mengeringkan badan sehabis mandi. Seandainya bukan kebiasaan beliau, maka tentu
saja beliau tidak dibawakan handuk ketika itu.Mengeringkan air dengan tangan
menunjukkan bahwa mengeringkan air dengan kain bukanlah makruh karena keduanya
sama-sama mengeringkan.
Kesimpulannya, mengeringkan air dengan kain (handuk) tidaklah
mengapa.[10]
Demikian pembahasan kami seputar mandi wajib (al ghuslu). Tata
cara di atas juga berlaku untuk mandi yang sunnah yang akan kami jelaskan pada
tulisan selanjutnya (serial ketiga atau terakhir).
Semoga bermanfaat. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi
tatimmush sholihaat.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
[1] Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 1/361, Darul
Ma’rifah, 1379.
[2] Penjelasannya silakan lihat di Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1/173-174 dan 1/177-178, Al Maktabah At Taufiqiyah.
[3] Fathul Bari, 1/360.
[4] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 3/231, Dar Ihya’ At Turots Al ‘Arobi, 1392.
[5] Ad Daroril Mudhiyah Syarh Ad Duroril Bahiyyah, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, hal. 61, Darul ‘Aqidah, terbitan tahun 1425 H.
[6] Shahih Fiqh Sunnah, 1/175-176.
[7] Al Ikhtiyaarot Al Fiqhiyah li Syaikhil Islam Ibni Taimiyah, ‘Alauddin Abul Hasan ‘Ali bin Muhammad Al Ba’li Ad Dimasyqi Al Hambali, hal. 14, Mawqi’ Misykatul Islamiyah.
[8] Lihat Ad Daroril Mudhiyah, hal. 61
[9] Idem.
[10] Shahih Fiqh Sunnah, 1/181.
[2] Penjelasannya silakan lihat di Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1/173-174 dan 1/177-178, Al Maktabah At Taufiqiyah.
[3] Fathul Bari, 1/360.
[4] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 3/231, Dar Ihya’ At Turots Al ‘Arobi, 1392.
[5] Ad Daroril Mudhiyah Syarh Ad Duroril Bahiyyah, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, hal. 61, Darul ‘Aqidah, terbitan tahun 1425 H.
[6] Shahih Fiqh Sunnah, 1/175-176.
[7] Al Ikhtiyaarot Al Fiqhiyah li Syaikhil Islam Ibni Taimiyah, ‘Alauddin Abul Hasan ‘Ali bin Muhammad Al Ba’li Ad Dimasyqi Al Hambali, hal. 14, Mawqi’ Misykatul Islamiyah.
[8] Lihat Ad Daroril Mudhiyah, hal. 61
[9] Idem.
[10] Shahih Fiqh Sunnah, 1/181.
Q : Ustadzh klo kita mnyentuh kemaluan anak kecil yang belum
baligh apakah dapat dekatkan terkna hadas kecil.... kaya pas kita
memakaikanbaju pada anak..
A :Insya allah tidak termasuk yang terkena. Apalagi tidak disertai nafsu. Insya allah tidak apa Bunda
A :Insya allah tidak termasuk yang terkena. Apalagi tidak disertai nafsu. Insya allah tidak apa Bunda
Q : Ustadza..apakah mandi besar sebelum sholat ied hukumnya
sunnah ?
A : Sebelum sholat hari raya disunnahkan mandi besar
A : Sebelum sholat hari raya disunnahkan mandi besar
Q : Apakah ada slain sebelum sholat ied yang sunnah juga ustdza
?
A : Tidak ada nash/dalil yang menjelaskan hal ini bunda. Kalo hobi mandi silahkan saja tiap hari mandi besar. Bersih dan suci tiap hari
A : Tidak ada nash/dalil yang menjelaskan hal ini bunda. Kalo hobi mandi silahkan saja tiap hari mandi besar. Bersih dan suci tiap hari
M13 by Bunda Azzam
Q : Bagaimana kalo misalnya suami istri, belum berhubungan badan, tapi karena terangsang, kemudian alat kelaminya basah, apakah itu termasuk hadas juga kah bunda ?
A : Jika sampai terangsang dan keluar cairan itu sebaiknya mandi. Akan lebih ahsan.
Q : Bagaimana kalo misalnya suami istri, belum berhubungan badan, tapi karena terangsang, kemudian alat kelaminya basah, apakah itu termasuk hadas juga kah bunda ?
A : Jika sampai terangsang dan keluar cairan itu sebaiknya mandi. Akan lebih ahsan.
Q : Kalo keputihan apakah termasuk hadas jugakah bunda ?
A : Keputihan itu bisa disiasati dengan pake panty ya. Jadi ketika mau sholat cukup ganti panty nya dan sholat.
A : Keputihan itu bisa disiasati dengan pake panty ya. Jadi ketika mau sholat cukup ganti panty nya dan sholat.
Q : Kalo kita merasa akan buang angin, tapi ditahan, apakah itu
membatalkan sholat kita & apakah itu sudah termasuk berhadast juga kah
bunda?
A : Menahan buang angin itu dilarang. Belum berhadast karena kan di tahan. Sebaiknya lepas saja dan wudhu lagi
A : Menahan buang angin itu dilarang. Belum berhadast karena kan di tahan. Sebaiknya lepas saja dan wudhu lagi
Q : Kalau habis melahirkan, wajib mandi besar? Ada dalilnya?
Kapan mandi besarnya? Setelah sehat? Kan habis melahirkan lalu nifas?
A : Mandi wajib nya klo nifas ya setelah darah tidak keluar lagi. Dan itu tidak harus 40 hari lho ya nifas itu. Bunda hanya 27 hari sudah tak keluar darah lagi. Kemudian mandi wajib dan sholat spt biasa. Nah pada saat masih nifas mandi mah mandi aja. Bahkan klo keramas/cuci rambut tiap pagi akan melancarkan asi.
A : Mandi wajib nya klo nifas ya setelah darah tidak keluar lagi. Dan itu tidak harus 40 hari lho ya nifas itu. Bunda hanya 27 hari sudah tak keluar darah lagi. Kemudian mandi wajib dan sholat spt biasa. Nah pada saat masih nifas mandi mah mandi aja. Bahkan klo keramas/cuci rambut tiap pagi akan melancarkan asi.
M6 by Ustadz Robin
Q : Berwudhu sebelum tidur malam kan dianjurkan ya ustadz, tapi
gak bertahan lama tuh ..apa kita harus wudhu lagi sebelum tertidur ustadz ?
A : Wudhu sebelum tidur malam dan wudhu sebelum tidur maksudnya bagaimana bun? Disunnahkan wudhu sebelum tidur, agar kita suci sebelum tidur.
Q : Terkadang sebelum betul-betul tertidur buang angin misalnya, apa kita harus wudhu atau gak ya?
A : Sunnah sempurnanya wudhu lagi. Tapi ini sunnah. klopun tdk diamalkan, minimal kita sudah berusaha dan Allah adalah Dzat yang sangat menghargai usaha hambaNya.
A : Wudhu sebelum tidur malam dan wudhu sebelum tidur maksudnya bagaimana bun? Disunnahkan wudhu sebelum tidur, agar kita suci sebelum tidur.
Q : Terkadang sebelum betul-betul tertidur buang angin misalnya, apa kita harus wudhu atau gak ya?
A : Sunnah sempurnanya wudhu lagi. Tapi ini sunnah. klopun tdk diamalkan, minimal kita sudah berusaha dan Allah adalah Dzat yang sangat menghargai usaha hambaNya.
Q : Saya pernah dengar, jika seseorang wudhunya tidak sempurna
berarti tidak sah wudhunya, dan jika ia sholat dengan wudhunya tsb berarti
sholatnya tidak sah.. Bagaimana penjelasan kalimat tsb ust.. sedangkan kita
tidak tahu yang dimaksud wudhu sempurna itu seperti apa..?? Terkadang ada
bayangan khilafiyah soal membasahi kepala/rambut yang benar.. khawatir yang
menjadi tidak sempurna karena hal itu..
A : Ketidaksempurnaan ada levelnya. Tidak sempurna wudhunya akan menyebabkan tidak sempurna solatnya. Tidak sempurna bukan selalu berarti tidak sah. Klo wudhunya tidak sah, baru solatnya tidak sah. Karenanya kita perlu belajar, apa saja rukun wudhu. Selama wudhu kita sudah sah, maka solat sah. adapun sunnah wudhu seperti membasuh 3x dll klo tida dilakukan solat tetap sah, tapi tidak sesempurna yang wudhunya dibasuh 3x misalnya.
A : Ketidaksempurnaan ada levelnya. Tidak sempurna wudhunya akan menyebabkan tidak sempurna solatnya. Tidak sempurna bukan selalu berarti tidak sah. Klo wudhunya tidak sah, baru solatnya tidak sah. Karenanya kita perlu belajar, apa saja rukun wudhu. Selama wudhu kita sudah sah, maka solat sah. adapun sunnah wudhu seperti membasuh 3x dll klo tida dilakukan solat tetap sah, tapi tidak sesempurna yang wudhunya dibasuh 3x misalnya.
Q : Jika seorang ibu masih mempunyai balita dan masih sering
ngompol🏻, salah satu caranya dengan memakaikan popok anti ompol
(pampers) agar najis tidak berceceran kemana-mana.. Nah, ketika kita sedang
melaksakan ibadah sholat anak menangis, mau tidak mau kita harus menggendong
agar anak tenang sambil tetap meneruskan sholat, dan anak tersebut padahal
memakai pampers dan sudah ada pipisnya, berarti kita sholat dalam keadaan
membawa najis (pipis) anak, bagaimana hukumnya ustadz..? Dan kita sebaiknya
meneruskan sholat atau membatalkannya saja ketika anak menangis..??
A : Allahu a'lam, secara pribadi saya memahami bahwa tidak boleh menggendong bayi yang diketahui dengab pasti popoknya mengandung najis. Jika bayi menangis dan bunda merasa sangat khawatir dengan tangisnya tersebut maka boleh saja membatalkan solat terlebih dulu. Ada baiknya, sblm bunda solat balitanya dipipiskan terlebih dlu dan diberi popok yang baru, agar nanti klo terjadi sesuatu saat solat bisa digendong.
A : Allahu a'lam, secara pribadi saya memahami bahwa tidak boleh menggendong bayi yang diketahui dengab pasti popoknya mengandung najis. Jika bayi menangis dan bunda merasa sangat khawatir dengan tangisnya tersebut maka boleh saja membatalkan solat terlebih dulu. Ada baiknya, sblm bunda solat balitanya dipipiskan terlebih dlu dan diberi popok yang baru, agar nanti klo terjadi sesuatu saat solat bisa digendong.
Q : Kalau menyentuh alat kelamin baik sengaja ataupun tidak
sengaja, baik alat kelamin sndiri ataupun orang lain, apakah wudhu nya batal?
A : Khilafiyah ulama mazhab syafii menganggapnya batal. Saya pribadi menganggap lebih kuat pendapat ulama yang tidak menganggapnya batal, karena ada hadits shahih yang mengatakan bahwa kemaluan hanyalah bagian dari tubuh kita. (Imam syafii juga memiliki landasan hadits shahih tentang berwudhu lagi setelah menyentuh kemaluan, namun menurut Ibnu Taimiyah, perintah tersebut hanya bersifat sunnah. Jadi kesimpulan Ibnu Taimiyyah, disunnahkan berwudhu lagi jika menyentuh kemaluan).
A : Khilafiyah ulama mazhab syafii menganggapnya batal. Saya pribadi menganggap lebih kuat pendapat ulama yang tidak menganggapnya batal, karena ada hadits shahih yang mengatakan bahwa kemaluan hanyalah bagian dari tubuh kita. (Imam syafii juga memiliki landasan hadits shahih tentang berwudhu lagi setelah menyentuh kemaluan, namun menurut Ibnu Taimiyah, perintah tersebut hanya bersifat sunnah. Jadi kesimpulan Ibnu Taimiyyah, disunnahkan berwudhu lagi jika menyentuh kemaluan).
N105 by Ustadz Hizbullah Ali
Q
: Kalau seandainya ada najis air kencing yang mungkin ada di 1 area yang ada di
lantai, lalu lupa blum dibersihkan dan terlanjur diinjak oleh seseorang,
kemudian orang tersebut berjalan jalan di lantai yang lain. Bagaimanakah cara
membrsihkan najis yang berceceran di lantai tsb?
A
: Harus disiram dan dipastikan najis tadi hilang, tidak bisa hanya sekedar di
pel.
Q
: Apa wanita yang sedang berhadas besar tidak boleh membaca Al-Qur`an yang ada
tarjamahnya ustadz,,? Misalkan hanya baca tarjamahnya saja,,, kalau tidak
menyentuh nya ngga bisa membaca lembaran selanjutnya,,,
A
: Al-Qur'an yang ada tarjimnya, al-Qur'an yang ada di gadget, al-Qur'an yang
dalam bentuk movie atau mp3, wanita yang sedang haid boleh menyentuhnya,
membacanya boleh dengan syarat bukan untuk tilawah. Hanya untuk menjaga hapalan
(bagi para hafidzah), atau dengan tujuan tadabur ayat, sebagian ulama memang
ada yang memperbolehkan, tapi sesuai madzhab Syafi'i yang umum digunakan di
Indonesia hal tersebut tidak boleh, kecuali untuk hal yang ana jelaskan di atas.
Ana menghormati jika ada ulama yang memperbolehkan dan ada yang mengikuti apa
yang disampaikannya.
Q
: Apakah kita bersentuhan kulit dengan suami, bapak, adik laki-laki, menantu
laki-laki, itu membatalkan wudhu?
A
: Pertanyaan pertama, mahram yang karena pertalian darah, seperti bapak,
saudara kandung laki-laki tidak membatalkan wudhu. Namun bagi mahram karena
ikatan pernikahan, ada dua pandangan, kembali ana ikut madzhab syafi'i yang
menyatakan hal tersebut membatalkan, jadi kalau bersentuhan dengan pasangan,
atau menantu yang berlawanan jenis lebih baik berwudhu kembali (pengecualian
saat melaksanakan haji dan umrah, karena saat itu berpindah madzhab).
Q
: Apakah sedang haid boleh membaca almatsurah?
A
: A-Matsurat adalah dzikrullah, untuk dzikrullah tiada megapa untuk membaca
saat haid (lebih baik dihapalkan)
Q
: Apakah benar ustz kita harus berwudhu dulu sebelum Mandi wajib setelah hadas
besar?
A
: Memang sebaiknya berwudhu dulu, itu termasuk sunah yang terlupakan.
Q
: Kalo bagi seorang ibu hamil ketika memasuki persalinan kan ada lendir darah
yang keluar dari jalan lahirnya sebelum bayinya lahir. Itu bagaimana untuk
sholatnya ust, ? Afwan ust, untuk bersucinya cukup dengan wudhu.?
A
: Sebelum bayi lahir darah yang keluar masih belum terhitung darah nifas. Tunaikan
sholat semampu yang ia bisa, kewajiban sholatnya tidak gugur. Cukup, tapi
usahakan dibersihkan bagian (maaf) kemaluan dari darah, lalu ditampung dengan
pembalut yang bersih (termasuk gunakan celana dalam yang baru) sebelum wudhu.
Q
: Ketentuan darah istihadhoh itu gimana ya ? Bisa disebut itu darah istihadhoh
kalau ada sebab apa dan bagaimana mensucikannya ?
A
: Darah istihadah itu darah di luar dari haid dan nifas. Ia bukan termasuk
najis, karena ia terhukum darah penyakit. Cukup dibersihkan dengan dibasuh.
N102 by Ustadz Dodi
Q
: Untuk batasan memandikan jenazah siapa aja yang boleh dan tidak boleh
memandikan?? Apakah bila bukan mahrom boleh memndikan jenazah trsbt. Suwun.
A
: Lebih diutamakan adalah dari pihak keluarga.
Q
: Untuk wanita yang nifas. ( habis melahirkan ) masanya kan sampai 40 hari ya..
dan baru boleh untuk sholat.. dan apabila nifas wanita itu hanya 10 hari. Dan
sudah selesai nifasnya.. Apa sholatnya
harus nunggu 40 hari lagi? Atau boleh langsung sholat...
A
: Jika benar benar stop. Maka silahkan sholat
Q
: Pernah dengar.. katanya kalau kita pas buang angin melalui kemaluan (bukan
melalui dubur) wudhu kita tidak batal. Apa
benar itu ustad?
A
: Tidak. Karena kentut dari lubang depan biasanya sering terjadi pada wanita
yang sudah menikah dan tidak berbau. Dan tidak melalui lubang penyimpanan najis
yang ada di pantat.
Q
: Maaf ustadz, mengenai angin yang keluar dari qubul. Memang benar klo tidak
batal menurut imam abu Hanifah yang telah disepakati oleh imam Ibnu Hazm.. Tapi bukankah menurut jumhur ulama itu batal
y.. (fiqih Sunnah 1/192)
A
: Jika memang ada perbedaan tinggal
memilih yang paling kuat. Jika tidak mengetahui maka pilihlah yang menenangkan
hati. Jika salah mendapatkan 1 kebaikan.
Jika benar mendapatkan 2 kebaikan.
M15 by Ustadz Robin
Q
: Ustadz.. jika sedang dalam pertengahan sholat tiba-tiba keluar cairan dari
hidung encer seperti air apakah sholatnya batal ?
A
: Tidak.
Q
: Saya ingin bertanya tentang menyentuh lawan jenis..apakah klo bersentuhan dengan
suami atau istri juga membatalkn wudhu? Maksudnya jika tidak sengaja brsentuhan
kulit sebelum shalat apakah juga membatalkn wudhu..
A
: Ini adalah khilafiyah ulama. Ulama berbeda pendapat, saya pribadi mengikut
ulama yang menganggap tidak batal.
Q
: Ustadz bila kita membaca Alqur'an melalui aplikasi,, apakah harus berwudhu
juga,sedangkan posisi kita berada d dalam mobil,,..
A
: Wajib tidaknya bersuci saat akan baca alquran adalah khilafiyah ulama. Sebagian
ulama mewajibkan suci, sbagian lagi tidak. semuanya berdalil dengan dalil yang
kuat. Klo bunda memgikuti pendapat yang
wajib suci saat membaca/memegang alquran, maka bunda harus wudhu/tayamum jika
ingin baca alquran. Saya pribadi memgikuti pendapat ulama yang tidak mewajibkan
bersuci (hanya menyunnahkan) tuk memegang/membaca alquran.
Q
:Ustadz,apabila seseorang kembali sadar sehabis pingsan,apakah wajib mandi
besar? Jzk
A
: Tidak wajib tapi sunnah
Q
: Ustadz .. untuk yang sedang sakit meriang kan klo kena air menggigil... wajib
wudhu dengan air atau boleh tayamum..?
A
: Jika air dapat membahayakan kesehatan seseorang maka boleh tayamum. jika tidak
membahayakan, maka tetap wudhu.
Q
: Ustadz apa ada ya sholat sunat safar,, tolong dijelaskan ustadz
A
: Shalat sunah safar dikerjakan di rumah, ketika hendak berangkat safar dan
sekembalinya dari safar. Jumlahnya dua rakaat. Tata caranya sama dengan shalat
sunah pada umumnya. Dalilnya adalah hadis dari Abu Hurairah; Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
خَرَجْتَ
مِنْ
مَنْزِلِكَ
فَصَلِّ
رَكْعَتَيْنِ
يَمْنَعَانِكَ
مِنْ
مَخْرَجِ
السُّوْءِ
وَإِذَا
دَخَلْتَ
إِلَى
مَنْزِلِكَ
فَصَلِّ
رَكْعَتَيْنِ
يَمْنَعَانِكَ
مِنْ
مَدْخَلِ
السُّوْءِ
“Jika
engkau keluar dari rumahmu maka lakukanlah shalat dua rakaat yang dengan ini
akan menghalangimu dari kejelekan yang berada di luar rumah. Jika engkau
memasuki rumahmu maka lakukanlah shalat dua rakaat yang akan menghalangimu dari
kejelekan yang masuk ke dalam rumah.” (H.R. Al-Bazzar; dinilai sahih oleh
Al-Albani)
Safar
di sini berlaku tuk semua safar, tidak hanya haji. wallahu a'lam
Alhamdulillah, kajian kita hari ini berjalan dengan lancar.
Semoga ilmu yang kita dapatkan berkah dan bermanfaat. Aamiin....
Segala yang benar dari Allah semata, mohon maaf atas segala
kekurangan. Baiklah langsung saja kita tutup dengan istighfar masing-masing
sebanyak-banyaknya dan do'a kafaratul majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta
astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa
tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon
pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment