Apa kabar Jamaah yang sholehah?
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Kebetulan saya jadi member di group kajian fiqh bersama dengan Ust. Kholid juga. Ustadz Abu Ziyad yang mengajari kami di group kajian tersebut. Dimana Beliau bermukim di Saudi dan saya copas materinya ke sini ya (adab buang hajat)
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله و كفى والصلاة والسلام على النبي المصطفى، نبينا محمد صلى الله عليه و على آله و صحبه أجمعين
Ikhwah wal akhwat para peserta kajian fiqh yang dimuliakan Allāh, pada kesempatan kali ini kita masuk sesi ke-26 yang kita akan bahas tentang adab dan tata cara buang hajat. Namun sebelum itu kita akan sebutkan beberapa dalil yang menyebutkan tentang perintah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk beristinja dan bolehnya seseorang itu beristijmar (bersuci dengan beberapa buah batu dan disunnahkan jumlahnya ganjil/3 buah atau lebih) dan hal itu untuk mencukupi untuk bersuci seperti halnya air juga alat yang digunakan untuk bersuci pada umumnya.
Hadits tentang istinja atau istijmar adalah hadits yang diriwayatkan oleh banyak para ahli hadits diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan dari 'Āisyah radhiyallāhu 'anhā :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلّى اللّه عليه وسلّم «قَالَ إِذَا ذَهَبَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْغَائِطِ فَلْيَذْهَبْ مَعَهُ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ يَسْتَطِيبُ بِهِنَّ فَإِنَّهَا تُجْزِئُ عَنْهُ .»
"Apabila salah seorang diantara kalian pergi untuk buang air besar maka hendaklah dia membawa 3 buah batu yang dia bersuci dengannya karena batu itu bisa membersihkan kotoran darinya (bisa mengangkat najis dari dubur/qubulnya)."
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dalam Sunannya. Demikian juga hadits yang menjelaskan tentang istinja. Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah memuji orang-orang yang bersuci dari hadats mereka. Disebutkan dari Abu Hurairah radhiyallāhu 'anhu:
نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ فِي أَهْلِ قُبَاءَ << فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ
Allāh berfirman: "Didalamnya terdapat orang-orang yang senang untuk bersuci dan Allāh menyukai orang-orang yang bersuci."
Abu Hurairah berkata :
كَانُوا يَسْتَنْجُونَ بِالْمَاءِ ، فَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ فِيهِمْ
"Ahlu qubā' itu dulu bersuci dengan menggunakan air kemudian turunlah ayat ini yang memuji perbuatan mereka."
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, Imam At-Tirmidzi dan Ibnu Mājah dalam Sunan mereka.
Itu yang terkait dengan dalil istinja' dan istijmar. Bahwasanya istinja' itu wajib bagi seseorang ketika setelah buang air besar atau air kecil, yang paling baik kalau bisa (urutannya) :
① istijmar (menggunakan batu), kalau sekarang bisa diganti dengan tisu, kemudian,
② diikuti dengan air
Namun, boleh seseorang itu menggunakan salah satu dari keduanya, menggunakan air saja atau menggunakan 3 butir batu yang bisa membersihkan tempat kotoran tersebut. Apabila seseorang ingin memilih salah satu saja (batu atau air) maka tentunya air itu lebih baik untuk dipakai untuk bersuci.
① Hendaklah orang yang buang hajat itu menjauhi untuk menghadap kiblat atau membelakanginya apabila dia berada di padang pasir/tanah kosong. Karena ada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam Shahihain.
"Dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallāhu 'anhu, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda : "Apabila salah seorang diantara kalian datang untuk buang hajat maka janganlah kalian menghadap kiblat atau membelakanginya akan tetapi menghadaplah ke arah timur atau ke arah barat." (HR. Imam Bukhari dan Muslim)
Disini disebutkan "padang pasir" atau "tempat yang luas", tapi ini tidak hanya di padang pasir saja, namun di semua tempat yang tidak ada penutupnya. Kalau tidak ada penutupnya maka janganlah menghadap ke kiblat (timur atau barat), tentunya ini disabdakan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam karena Beliau ada di Madinah, kiblat Madinah ada di bagian selatan, kalau membelakangi kiblat maka menghadap ke utara. Dan beliau menyuruh ke arah timur dan barat karena tidak searah dengan kiblat.
Namun bagi kita yang di Indonesia tentunya hadits ini (ke timur dan barat) tidak berlaku karena kiblat kita menghadap ke barat dan ke timur berarti kita membelakangi kiblat. Intinya kita menghadap ke arah lain yang tidak searah dengan kiblat atau membelakanginya.
Kita sudah bahas tentang
① Dilarangnya menghadap atau membelakangi kiblat dalam buang hajat terutama ketika berada di padang pasir atau tempat yang terbuka.
Namun apabila seseorang buang hajatnya di WC atau di tempat tertutup maka tidak dilarang seseorang untuk menghadap kiblat atau membelakanginya. Dikarenakan ada hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam al- Bukhari dan Muslim dalam Shahihain dan juga oleh imam ahli hadits yang lain.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ ارْتَقَيْتُ فَوْقَ ظَهْرِ بَيْتِ حَفْصَةَ لِبَعْضِ حَاجَتِي ، فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْضِي حَاجَتَهُ مُسْتَدْبِرَ الْقِبْلَةِ مُسْتَقْبِلَ الشَّأْمِ . رواه البخاري في صحيحه . و في لفظ آخر له ، فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدًا عَلَى لَبِنَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ .
Dari 'Abdullāh Ibnu 'Umar radhiyallāhu 'anhumā: Bahwasanya dia berkata: Aku naik ke atap rumah Hafshah (kakak 'Abdullāh Ibnu 'Umar & istri Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam) untuk mengambil sebuah keperluan maka secara tidak sengaja 'Abdullāh Ibnu 'Umar melihat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sedang buang hajat (Rumah pada zaman dahulu tidak seperti sekarang yang tertutup total, rumah dahulu sangat sederhana termasuk rumah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang sebagian atap rumahnya terbuka, terutama WC). Dan melihat posisi/arah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam buang hajat, yaitu membelakangi kiblat/Ka'bah menghadap ke arah Syam/utara.
Ini menunjukkan bahwasanya apabila seseorang buang hajat didalam WC atau ditempat yang tertutup maka dibolehkan untuk menghadap atau membelakangi kiblat dan hal ini tidak diharamkana atau dimakruhkan. Buktinya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadits yang shahih ini melakukan hal tersebut.
Namun apabila kita membuat WC permanen dirumah atau masjid maka sebaiknya tetap dihindari sebagai penghormatan ke arah kiblat dimana itu adalah arah shalatnya kaum muslimin. Tetapi kalau sudah terlanjur tidak mengapa dan tidak berdosa karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sendiri membelakangi kiblat dalam buang hajatnya saat di WC dirumah Hafshah. Ini yang terkait dengan pengkhususan buang hajat menghadap kiblat atau membelakanginya ketika di dalam bangunan atau ditempat yang tertutup tidak terlarang, tidak seperti halnya ketika buang hajat di tempat yang terbuka.
Adab yang berikutnya, Muallif mengatakan:
② Hendaknya dia menghindari untuk buang air kecil atau air besar pada air yang tidak mengalir/air yang diam.
Dalilnya:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِي الْمَاءِ الرَّاكِدِ " .
Hadits Jabir radhiyallāhu 'anhumā, dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam: "Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melarang untuk buang air kecil di air yang diam (tidak mengalir)."
Dan tentunya kalau buang air kecil saja dilarang maka buang air besar lebih dilarang lagi dan dikatakan larangan ini adalah makruh, bukan diharamkan.
Hanya saja Imam Nawawi berkata: "Bahwasanya buang air kecil atau besar di air yang diam itu haram." (Syarh Muslim jilid 3 halaman 187)
Kita dilarang buang hajat di air yang diam karena air yang diam itu kalau sedikit akan merusak kesucian air tersebut. Demikian juga air yang mengalir namun sedikit, itu juga dimakruhkan karena dia akan mempengaruhi kesucian air tersebut. Namun kalau air yang mengalir ini banyak atau air itu diam tapi sangat banyak (contoh di danau) maka tidak dimakruhkan karena tidak mempengaruhi kesucian air tersebut dan tidak mengotorinya.
③ Dan kita juga dilarang untuk buang hajat baik besar maupun kecil dibawah pohon yang berbuah atau tidak berbuah karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melarang hal itu.
④ Kita dilarang buang hajat di jalan umum yang dilalui manusia atau dibawah tempat berteduh.
Dalil:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : " اتَّقُوا اللَّعَّانَيْنِ ، قَالُوا : وَمَا اللَّعَّانَانِ يَ ا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ : الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ ، أَوْ فِي ظِلِّهِمْ " .
Dari Abu Hurairah radhiyallāhu 'anhu bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: "Hati-hatilah (jauhilah) kalian terhadap 2 hal yang menyebabkan laknatnya manusia."Mereka bertanya: "Apa 2 hal yang menyebabkan laknat itu?". Beliau menjawab: "Yang menyebabkan laknatnya manusia orang yang buang hajat dijalan yang biasa dilalui manusia atau tempat berteduh mereka." (Hadits riwayat Imam Muslim dan yang lainnya)
*laknat adalah do'a keburukan untuk seseorang agar dijauhkan dari rahmat Allāh
Sebab 2 tempat ini (atau tempat-tempat lain dimana manusia berkumpul) dilalui manusia, ketika tempat tersebut untuk buang hajat maka orang akan terganggu dan akan mendo'akan buruk kepada orang tersebut sehingga diharamkan.
-----------------------
Ikhwah wal akhwat peserta kajian fiqh SyāFi'i yang dimuliakan Allāh, pada sesi yang ke-28 ini kita akan menyelesaikan bab buang hajat yang sudah kita bahas pada 2 halaqoh sebelumnya. Dan kita sudah masuk pembahasan larangan seseorang untuk buang hajat dibawah pohon yang berbuah ataupun jalan yang dilalui manusia dan dibawah tempat berteduh. Kemudian muallif menyebutkan juga tentang:
⑤ Larangan seseorang untuk buang hajat di dalam/arah lubang yang masuk ke dalam tanah.
Larangan ini disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh sebagian ahli hadits, diantaranya adalah Abu Dawud dan yang lainnya dari 'Abdullah Ibn Sarjas radhiyallāhu 'anhu
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَرْجِسَ، «نَهَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِي الْجُحْرِ» والجحر هو: الشق في الأرض
Dari 'Abdullah Ibn Sarjas radhiyallāhu 'anhu dia berkata: Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melarang untuk buang hajat/buang air di lubang (yang ada di tanah)."
lubang yang biasanya lubang ini ada penghuninya, baik hewan atau jin karena disebutkan oleh beberapa riwayat bahwasanya jin menempati lubang-lubang yang ada dibumi. Maka ketika kita membuang hajat disitu maka dikhawatirkan akan menyakiti binatang ataupun jin yang ada dilubang tersebut. Disamping itu juga, lubang ini kalau terkena percikan air kemudian penuh maka air kencing itu akan mengenai kaki atau celana kita. Oleh karena itu hal ini dilarang oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
⑥ Dan hendaklah orang yang buang hajat itu tidak berbicara, baik buang hajat besar maupun kecil.
Dalil :
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan yang lainnya.
Larangan ini disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bahwasanya 'Abdullah Bin 'Umar radhiyallāhu 'anhu melihat seseorang yang melewati Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sementara Rasūlullāh sedang buang air kecil. Orang tersebut mengucapkan salam kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dan Beliau tidak menjawab salam tersebut.
Ini menunjukkan bahwa orang yang sedang buang hajat dimakruhkan untuk berbicara.
Seandainya berbicara itu boleh (mubah) seperti kondisi diluar WC maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam akan menjawab salam tersebut karena menjawab salam hukumnya wajib, namun Rasūlullāh tidak lakukan karena Beliau tidak suka, karena:
⑴ Beliau sedang didalam WC
⑵ Saat buang hajat dianjurkan tidak berbicara kecuali darurat.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya dan juga oleh para aimmatul hadits yang lain.
⑦ Tentang larangan saling berbicara dan saling melihat aurat seseorang ketika buang hajat, diriwayatkan juga oleh Abu Dawud rahimahullāh dari Abu Sa'id Al-Khudriy radhiyallāhu 'anhu, dia berkata:
عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه سمعت عن النبي صلى الله عليه وسلم يقول : لا يخرج الرجلان يضربان الغائط كاشفين عن عوراتهما يتحدثان، فإن الله عز وجل يمقت على ذلك.
Dari Abu Sa'id Al-Khudriy radhiyallāhu 'anhu dia berkata: "Aku mendengar Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: "Janganlah 2 orang diantara kalian keluar untuk buang hajat kemudian keduanya membuka aurat masing-masing sambil berbicara di dalam tempat buang hajat itu karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla murka terhadap perbuatan yang demikian."
Ini menunjukkan bahwasanya tidak boleh seseorang bersama-sama masuk ke tempat buang hajat ataupun terpisah namun sambil berbicara, ini dilarang oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sebabnya karena Allāh murka terhadap perbuatan itu. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dan yang lainnya dalam Sunannya.
⑧ Dan seseorang dianjurkan untuk tidak menghadap matahari atau bulan dan tidak membelakanginya ketika mereka buang hajat.
Ini dikatakan makruh oleh para ulama namun tidak ada dalil yang shahih tentang larangan ini. Bahkan disebutkan oleh An-Nawawi dalam kitabnya Al-Majmū' Syarhul Mu'adzdzab jilid 1 halaman 103 bahwasanya hadits yang dijadikan sandaran masalah ini adalah hadits yang dha'īf bahkan dikatakan bathil, hanya saja yang benar adalah larangan ini hanya makruh saja. Dimakruhkan untuk buang hajat ke arah matahari atau bulan, tanpa dimakruhkan untuk membelakanginya.
Dan Imam Al-Khatib dalam kitabnya Al-Iqnā mengatakan: "Dan inilah yang dipegang dan dijadikan sandaran dalam madzhab Asy-SyāFi'i." Yaitu makruh menghadap matahari atau bulan, tetapi tidak dimakruhkan untuk membelakangi keduanya. Kemudian, setelah selesai buang hajat kita disunnahkan untuk berdo'a dengan do'a yang masyhur.
DO'A MASUK WC
بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ
"Dengan menyebut nama Allāh, aku berlindung kepadaMu dari godaan syaithan laki dan perempuan dan juga dari kotoran." (HR. Bukhari dan Muslim)
DO'A KELUAR WC
غُفْرَانَكَ
"AmpunanMu ya Allāh, saya memohon."
Ada hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi serta yang lainnya, dengan membaca:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنِّي الأَذَى ، وَعَافَانِي
اْلحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَذَاقَنِى لَذَّتِهِ وَ أَبْقَى فِيَّ قُوَّتَهُ وَ دَفَعَ عَنِّى أَذَاهُ
"Segala puji bagi Allāh yang telah menghilangkan dariku rasa sakit dan menjagaku, memberikan kesehatan kepadaku."
"Segala puji bagi Allāh yang memberikan kepadaku kenikmatan makanan dan memberikan kekuatan kepadaku serta menghilangkan rasa sakit dariku."
Hadits ini sekalipun tidak seshahih hadits yang kita jadikan sandaran dengan membaca "Ghufrānaka", namun do'a secara umum bisa dibaca, apalagi berdasarkan hadits. Namun yang paling shahih adalah bacaan "Ghufrānaka" ketika keluar WC. Demikian yang bisa kita bahas, semoga bermanfaat.
بِاللَّهِ التَّوْفِيْقِ وَ الْهِدَايَةِ.
وَصَلَّى اللّهُ عَلَى حَبِيْبِنَا المُصْطَفَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ سَلَّمَ
___________________
Editor : Dr. Farid Fadhillah Abu Abdillah
Murojaah : Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto M.A.
TANYA JAWAB
1. Yang saya tanyakan untuk Do'a itu apakah setiap kali masuk harus di baca pak?? Atau saat akan buang hajat saja karena di sini saya dalam sehari harus keluar masuk toilet?
Jawab
Setiap kali masuk dan keluar kamar mandi yaaa. Jadi kamar mandi juga tempatnya jin, makanya diwajibkan untuk berdoa
2. Pak,berarti kita bersuci menggunakan tisu itu Boleh yaa? Dengan tidak mengunakan air kalo untuk sholat?
Jawab
Ada 2 pendapat hukum fiqh akan hal ini, ada yang tetap berpegangan di batu dan air, sementara pendapat ulama lain, boleh menggunakan media lain, selama menghilangkan bau dan warnanya. Saya pribadi lebih condong yang kedua.
والله أعلم بالصواب
3. Kalo gak keburu baca doa lengkap tapi hanya basmalah saja..bolehkah?
Jawab
Kalau kebeeeelllleeeeetttt bingitzzz
4. Adakah batasan maksimal berapa kali istinja atau sampai bersih saja?
Jawaab
Kalau batu min 3x, media lainnya sampai bersih aja yaa. Tapi jangan boros jugaaa
5. Untuk posisi kan ga boleh menghadap kiblat tapi kalo di tutup pintu nya apa ini termasuk juga pak? Terus bagaimana kalo memang bangunan begitu?
Jawab
Boleh kalau tertutup
Doa Kafaratul Majelis :
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Semoga Bermanfaat
-------------------------------------------------------------
Hari / Tanggal : Jum'at, 03 April 2015
Narasumber : Ustad Dodi Kristono
Tema : Fiqh-Thaharah
Notulen : Ana Trienta
Kajian Online Telegram Akhwat Hamba اَﻟﻠﱣﻪ Ta'ala
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment