Kajian Online WA Hamba الله SWT
Selasa, 14 Februari 2017
Rekapan Grup Nanda 1
Narasumber : Ustadzah Riyanti
Tema : Syakhsiyah Islamiyah
Editor : Rini Ismayanti
Dzat
yang dengan Kebesaran-Nya, seluruh makhluk menyanjung dan mengagungkan-Nya...
Dzat
yang dengan Keperkasaan-Nya, musuh-musuh dihinakan lagi diadzab-Nya...
Dzat
yang dengan Kasih dan Sayang-Nya, kita semua mampu mengecap manisnya Islam dan
indahnya ukhuwah di jalan-Nya, memadukan hati kita dalam kecintaan kepadaNya,
yang mempertemukan kita dalam keta'atan kepadaNya, dan menghimpunkan kita untuk
mengokohkan janji setia dalam membela agamaNya.
AlhamduliLlah...
tsumma AlhamduliLlah...
Shalawat
dan salam semoga tercurah kepada tauladan kita, Muhammad SAW. Yang memberi arah
kepada para generasi penerus yang Rabbaniyyah bagaimana membangkitkan ummat
yang telah mati, memepersatukan bangsa-bangsa yang tercerai berai, membimbing
manusia yang tenggelam dalam lautan syahwat, membangun generasi yang tertidur
lelap dan menuntun manusia yang berada dalam kegelapan menuju kejayaan,
kemuliaan, dan kebahagiaan.
Amma
ba'd...
Ukhti
fillah sekalian. Agar ilmunya barokah, maka alangkah indahnya kita awali dengan
lafadz Basmallah
Bismillahirrahmanirrahim...
MUNAFIKKAH
KITA?
Munafik
adalah orang yang memiliki sifat nifak (kemunafikan). Kemunafikan sendiri ada
dua macam yaitu nifak i’tiqodi dan nifak ‘amali.
Kemunafikan dalam I’tiqod
Nifak
i’tiqodi maksudnya adalah bentuk nifak dalam hati, di mana seseorang
menampakkan keislaman namun menyembunyikan kekafiran.
Sedangkan
nifak ‘amali adalah bentuk nifak pada jawarih (anggota badan).
Nifak
bentuk pertama –nifak i’tiqodi- mengeluarkan seseorang dari Islam dan
kemunafikan seperti ini akan membuat seseorang berada pada dasar neraka di
bawah orang kafir, Yahudi dan Nashrani.
Sebagaimana
disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Madarijus Salikin, yang menunjukkan
bahayanya orang munafik. Dalam awal-awal surat Al Baqarah, disebutkan tiga
golongan manusia. Orang beriman disebutkan dalam empat ayat, orang kafir
disebutkan dalam dua ayat, sedangkan orang munafik disebutkan dalam 13
ayat.
Contoh
nifak i’tiqodi:
Mendustakan
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.Mendustakan sebagian ajaran
Rasulshallallahu ‘alaihi wa sallam.Benci pada Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam.Benci pada sebagian ajaran Rasulshallallahu ‘alaihi wa
sallam.Senang melihat agama Rasulshallallahu ‘alaihi wa sallamdirendahkan.Tidak
senang jika agama Rasulshallallahu ‘alaihi wa sallammendapatkan kemenangan.
Adakah
sifat-sifat seperti itu di zaman modern saat ini yang ditampakkan oleh orang
yang mengaku muslim?
Ada,
tentu ada.
Coba
perhatikan sifat-sifat tersebut pada orang yang berpahaman liberal atau berada
dalam Jaringan Islam Liberal. Wal ‘iyadzu billah, kita berlindung pada
Allah dari kejelekan dan kesesatan mereka.
Kemunafikan dalam Sifat
Lahiriyah
Sedangkan
nifak yang kedua adalah nifak ‘amali atau nifak ashgor (nifak kecil atau
ringan) yang tidak mengeluarkan seseorang dari Islam. Karena bentuk nifak atau
kemunafikan ini nampak dalam sifat lahiriyah dan tidak nampak pada batinnya.
Seperti misalnya seseorang yang menampakkan dirinya shalih ketika berada di
khalayak ramai. Namun ketika tidak berada di keramaian, ia jauh berbeda.
Oleh
karena itu Al Hasan Al Bashri mengatakan,
مِنَ
النِّفَاقِ
اِخْتِلاَفُ
القَلْبِ
وَاللِّسَانِ
،
وَاخْتِلاَفُ
السِّرِّ
وَالعَلاَنِيَّةِ
،
وَاخْتِلاَفُ
الدُّخُوْلِ
وَالخُرُوْجِ
“Di antara tanda
kemunafikan adalah berbeda antara hati dan lisan, berbeda antara sesuatu yang
tersembunyi dan sesuatu yang nampak, berbeda antara yang masuk dan yang
keluar.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 490)
Intinya
sebagaimana kata Ibnu Rajab, kemunafikan ringan adalah adanya perbedaan antara
yang nampak dan yang tersembunyi.
Kemunafikan Ringan
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مِنْ
عَلاَمَاتِ
الْمُنَافِقِ
ثَلاَثَةٌ
إِذَا
حَدَّثَ
كَذَبَ
وَإِذَا
وَعَدَ
أَخْلَفَ
وَإِذَا
ائْتُمِنَ
خَانَ
“Di antara tanda
munafik ada tiga: jika berbicara, dusta; jika berjanji, tidak menepati; jika
diberi amanat, ia khianat.” (HR. Muslim no. 59)
Dalam
riwayat lain disebutkan,
آيَةُ
الْمُنَافِقِ
ثَلاَثٌ
وَإِنْ
صَامَ
وَصَلَّى
وَزَعَمَ
أَنَّهُ
مُسْلِمٌ
“Tanda munafik itu
ada tiga, walaupun orang tersebut puasa dan mengerjakan shalat, lalu ia
mengklaim dirinya muslim.” (HR. Muslim no. 59)
Dari
‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَرْبَعٌ
مَنْ
كُنَّ
فِيهِ
كَانَ
مُنَافِقًا
خَالِصًا
،
وَمَنْ
كَانَتْ
فِيهِ
خَصْلَةٌ
مِنْهُنَّ
كَانَتْ
فِيهِ
خَصْلَةٌ
مِنَ
النِّفَاقِ
حَتَّى
يَدَعَهَا
إِذَا
اؤْتُمِنَ
خَانَ
وَإِذَا
حَدَّثَ
كَذَبَ
وَإِذَا
عَاهَدَ
غَدَرَ
،
وَإِذَا
خَاصَمَ
فَجَرَ
“Ada empat tanda,
jika seseorang memiliki empat tanda ini, maka ia disebut munafik tulen. Jika ia
memiliki salah satu tandanya, maka dalam dirinya ada tanda kemunafikan sampai
ia meninggalkan perilaku tersebut, yaitu: (1) jika diberi amanat, khianat; (2) jika
berbicara, dusta; (3) jika membuat perjanjian, tidak dipenuhi; (4) jika
berselisih, dia akan berbuat zalim.” (HR. Muslim no. 58)
Kalau
dirinci, tanda kemunafikan ringan tersebut ada lima
Tanda Pertama: “Jika berbicara,
dusta”.
Di
antara hadits yang menunjukkan dicelanya perbuatan dusta adalah hadits
‘Abdullah bin Mas’ud. Ibnu Mas’ud menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكُمْ
بِالصِّدْقِ
فَإِنَّ
الصِّدْقَ
يَهْدِى
إِلَى
الْبِرِّ
وَإِنَّ
الْبِرَّ
يَهْدِى
إِلَى
الْجَنَّةِ
وَمَا
يَزَالُ
الرَّجُلُ
يَصْدُقُ
وَيَتَحَرَّى
الصِّدْقَ
حَتَّى
يُكْتَبَ
عِنْدَ
اللَّهِ
صِدِّيقًا
وَإِيَّاكُمْ
وَالْكَذِبَ
فَإِنَّ
الْكَذِبَ
يَهْدِى
إِلَى
الْفُجُورِ
وَإِنَّ
الْفُجُورَ
يَهْدِى
إِلَى
النَّارِ
وَمَا
يَزَالُ
الرَّجُلُ
يَكْذِبُ
وَيَتَحَرَّى
الْكَذِبَ
حَتَّى
يُكْتَبَ
عِنْدَ
اللَّهِ
كَذَّابًا
“Hendaklah kalian
senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada
kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang
senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di
sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena
sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan
mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk
berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari
no. 6094 dan Muslim no. 2607)
Asalnya
berbohong itu terlarang dikecualikan dalam tiga hal. Ketika itu berbohong jadi
rukhsoh atau keringanan karena ada maslahat yang besar. Ada hadits yang
menyebutkan hal ini,
أَنَّ
أُمَّهُ
أُمَّ
كُلْثُومٍ
بِنْتَ
عُقْبَةَ
بْنِ
أَبِى
مُعَيْطٍ
وَكَانَتْ
مِنَ
الْمُهَاجِرَاتِ
الأُوَلِ
اللاَّتِى
بَايَعْنَ
النَّبِىَّ
-صلى
الله
عليه
وسلم-
أَخْبَرَتْهُ
أَنَّهَا
سَمِعَتْ
رَسُولَ
اللَّهِ
-صلى
الله
عليه
وسلم-
وَهُوَ
يَقُولُ
« لَيْسَ
الْكَذَّابُ
الَّذِى
يُصْلِحُ
بَيْنَ
النَّاسِ
وَيَقُولُ
خَيْرًا
وَيَنْمِى
خَيْرًا
». قَالَ
ابْنُ
شِهَابٍ
وَلَمْ
أَسْمَعْ
يُرَخَّصُ
فِى
شَىْءٍ
مِمَّا
يَقُولُ
النَّاسُ
كَذِبٌ
إِلاَّ
فِى
ثَلاَثٍ
الْحَرْبُ
وَالإِصْلاَحُ
بَيْنَ
النَّاسِ
وَحَدِيثُ
الرَّجُلِ
امْرَأَتَهُ
وَحَدِيثُ
الْمَرْأَةِ
زَوْجَهَا.
Ummu
Kultsum binti ‘Uqbah bin ‘Abi Mu’aythin, ia di antara para wanita yang
berhijrah pertama kali yang telah membaiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ia mengabarkan bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Tidak disebut pembohong jika bertujuan untuk mendamaikan
dia antara pihak yang berselisih di mana ia berkata yang baik atau mengatakan
yang baik (demi mendamaikan pihak yang berselisih, -pen).”
Ibnu
Syihab berkata, “Aku tidaklah mendengar sesuatu yang diberi keringanan untuk
berdusta di dalamnya kecuali pada tiga perkara, “Peperangan, mendamaikan yang
berselisih, dan perkataan suami pada istri atau istri pada suami (dengan tujuan
untuk membawa kebaikan rumah tangga).” (HR. Bukhari no. 2692 dan Muslim no.
2605, lafazh Muslim).
Tanda Kedua: “Jika berjanji,
tidak menepati”.
Ibnu
Rajab menyebutkan bahwa mengingkari janji itu ada dua macam :
a-
Berjanji dan sejak awal sudah berniat untuk tidak menepatinya. Ini merupakan
pengingkaran janji yang paling jahat.
b-
Berjanji, pada awalnya berniat untuk menepati janji tersebut, lalu di tengah
jalan berbalik, lalu mengingkarinya tanpa adanya alasan yang benar.
Adapun
jika dia berniat untuk memenuhi janji tersebut, tetapi karena alasan tertentu
atau ada hal lainnya yang dapat dibenarkan, maka dia tidak termasuk dalam sifat
tercela ini.
Ada
perkataan dari ‘Ali, namun dalam sanad perkataan ini ada perawi yang majhul,
العِدَةُ
دَينٌ
،
ويلٌ
لمن
وعد
ثم
أخلف
“Janji adalah utang.
Celakalah orang yang berjanji namun tidak menepati.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam,
2: 483)
Contoh
sederhananya, kalau janji pada anak kecil (seorang bocah) tetap harus ditepati.
Az Zuhri mengatakan dari Abu Hurairah, ia berkata,
من
قال
لِصبيٍّ
: تَعَالَ
هاك
تمراً
،
ثم
لا
يُعطيه
شيئاً
فهي
كذبة
“Siapa yang
mengatakan pada seorang bocah: “Mari sini, ini kurma untukmu”. Kemudian ia
tidak memberinya, maka ia telah berdusta.” Namun riwayat ini, sanadnya terputus
karena Az Zuhriy tidak mendengar dari Abu Hurairah. (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam,
2: 485)
Tanda Ketiga: “Jika diberi
amanat, khianat”.
Allah Ta’ala berfirman,
يَأَيّهَا
الّذِينَ
آمَنُواْ
لاَ
تَخُونُواْ
اللّهَ
وَالرّسُولَ
وَتَخُونُوَاْ
أَمَانَاتِكُمْ
وَأَنْتُمْ
تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga
janganlah kalian mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepada kalian,
sedang kalian mengetahui” (QS. Al Anfal : 27).
Jika
seseorang dipercaya untuk memegang suatu amanah, maka dia wajib untuk menjaga
amanah tersebut sebaik mungkin, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
إِنّ
اللّهَ
يَأْمُرُكُمْ
أَن
تُؤدّواْ
الأمَانَاتِ
إِلَىَ
أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah menyuruh
kalian menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya” (QS. An-Nisaa’: 58).
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallambersabda,
أَدِّ
الأَمَانَةَ
إِلَى
مَنِ
ائْتَمَنَكَ
وَلاَ
تَخُنْ
مَنْ
خَانَكَ
“Tunaikanlah amanat
pada orang yang memberikan amanat padamu dan janganlah mengkhianati orang yang
mengkhianatimu” (HR. Abu Daud no. 3535, Tirmidzi no. 1264 dann Ahmad 3: 414. Al
Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Hadits
inishahih menurut Syaikh Al Albani lihatSilsilah Al Ahadits Ash
Shahihah no. 423).
Tanda Keempat: “Jika
berselisih, dia akan berbuat zalim”.
Yang
dimaksud dengan al-fujuur di sini adalah keluar dari kebenaran secara
sengaja, sehingga dia menjadikan yang benar menjadi keliru dan yang keliru
menjadi benar. Ini yang membawanya kepada dusta.
Dalam
hadits disebutkan,
إِنَّ
أَبْغَضَ
الرِّجَالِ
إِلَى
اللَّهِ
الْأَلَدُّ
الْخَصِمُ
“Sesungguhnya orang
yang paling dibenci oleh Allah adalah penantang yang paling keras”. (HR.
Bukhari no. 2457 dan Muslim no. 2668)
Jika
seseorang mempunyai kemampuan bersilat lidah pada saat berdebat -baik
perselisihan itu berkenaan dengan masalah agama atau masalah dunia- untuk
mempertahankan kebatilan, dia menyuarakan kepada orang-orang bahwa kebatilan
itu sebagai suatu yang benar, serta menyamarkan yang benar dan menampilkannya
sebagai suatu kebathilan, seperti itu merupakan keharaman yang paling buruk serta
kemunafikan yang paling busuk.
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallambersabda,
إِنَّ
مِنَ
الْبَيَانِ
لَسِحْرًا
“Sesungguhnya di
antara penjelasan (al-bayan) itu adalah sihir (yang membawa daya tarik)”. (HR.
Bukhari no. 5767)
Tanda Kelima: “Jika membuat
perjanjian, tidak dipenuhi”.
Allah
ta’ala telah memerintahkan supaya menepati janji, sebagaimana yang difirmankan
Allah Ta’ala,
وَأَوْفُواْ
بِعَهْدِ
اللّهِ
إِذَا
عَاهَدتّمْ
وَلاَ
تَنقُضُواْ
الأيْمَانَ
بَعْدَ
تَوْكِيدِهَا
وَقَدْ
جَعَلْتُمُ
اللّهَ
عَلَيْكُمْ
كَفِيلاً
“Dan tepatilah
perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan
sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan
Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu)….” (QS. An Nahl: 91).
Dari
Ibnu ‘Umar radliyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda,
لِكُلِّ
غَادِرٍ
لِوَاءٌ
يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
يُقَالُ
هَذِهِ
غَدْرَةُ
فُلَانٍ
“Bagi setiap pengkhianat
memliki bendera pada hari Kiamat kelak. Lalu dikatakan kepadanya: “Inilah
pengkhianat si Fulan”. (HR. Bukhari no. 3187 dan Muslim no. 1735)
Wallahu
a'lam bishhowab...
TANYA
JAWAB
Q : Aku ada janji
bun, tapi susah ditepati. Karena harus
menemuinya diluar pulau. Apa boleh membatalkan dengan berpuasa???
A : Rekomitmen
kembali saja. Bikin perjanjian ulang. Sampaikan kendala Nanda yang ada.
Q : Apakah bedanya
tanda kedua dengan tanda kelima.. sama-sama janji yang tidak ditepati
A : Tanda kedua,
memang sudah ada niat untuk mengingkari perjanjian itu. Untuk tanda kelima, diawal
tidak ada niat membatalkan. Namun setelah perjanjian terjadi dibatalkan dengan
alasan tidak syari.
Q : Bagaimana
menyadarkan temen yang suka berbohong disana-sini untuk mendapatkan simpati
temen yang lain? Sudah di ingatkan (dia berjanji tidak akan mengulangi saat
kita mau kominikasikan hal ini sama ortunya) tapi dia malah menjauh, dan
kembali membuat kebohongan dengan temen barunya.
A : Diingatkan
terus. Bila tidak mempan beri sanksi sosial. Bila ini berlanjut dan sudah
sangat mengganggu tidak ada salahnya hubungi ortunya.
Q : Ustadzah, jika
kita menjumpai orang seperti itu dan bermasalah dengan mereka, apakah kita
lebih baik menghindar saja ya?daripada hati ini terkotori oleh sikap mereka?
A : Perumpamaan
orang munafik adalah seperti domba yang bingung antara dua kambing,
kadang-kadang tersesat ke sini dan kadang-kadang tersesat ke sana (Shahih
Muslim). Sekalipun demikian, mereka tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang
dan tidak adil, sebab mereka masih dapat diharapkan kembali kepada kebenaran,
insya Allah, dan dengan tegas Rasulullah melarang berbuat sewenang-wenang
kepada mereka.
Q : Kalo ada orang
yang malah di depan orang ibadahnya kurang, karna takut ga ikhlas ibadahnya,
tapi saat sndrian dia rajin ibadahnya
Itu bagaimana?
A : Itu makna ikhlas
yang tidak tepat. Ikhlas saat beribadah itu tidak terpengaruh ada tidaknya
manusia didekatnya.
Q : Kalau kita insya
Allah mau menghadiri suatu acara, tapi saat acaranya kita ga dateng karena
malas. Apa itu termsuk munafik juga ?
A : Tergantung
acaranya. Kalau itu majelis ilmu...malasnya dikurangi..atau dihilangkan. Bersihkan
niat kita, bahwa ilmu yang kita cari akan memperbaiki amal kita.
Q : Minta doanya
agar kita tidak termasuk orang-orang munafik.
A : Do'a agar
terhindar dari sifat munafik
اللَّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِي مِنَ النِّفَاقِ ، وَعَمَلِي مِنَ الرِّيَاءِ ، وَلِسَانِي مِنَ الْكَذِبِ ، وَعَيْنِي مِنَ الْخِيَانَةِ ، فَإِنَّكَ تَعْلَمُ خَائِنَةَ الأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ ” .
“Wahai Allah bersihkanlah hatiku dari nifaq,
(bersihkanlah) amalku dari riya, (bersihkanlah) lisanku dari dusta,
(bersihkanlah) mataku dari pengkhianatan. Sesungguhnya Engkau mengetahui
pandangan mata yang khianat dan apa yang disembunyikan didalam dada.” (HR.
Hakim (2/227), al Khotib (5/267), ad Dailamiy (1/478 No. 1953). Hadits ini juga
dikeluarkan oleh ar Rafi’I (2/301). Al Munawiy (2/143) mengatakan bahwa al
Iraqiy mengatakan bahwa sanadnya lemah)
Q : Bagaimana kalau
kita belum bisa menepati janji terhadap anak sendiri ustadzah?.. apa juga
tergolong ciri-ciri orang munafik??
A : Bunda...kalo itu
jadi kebiasaan lama lama jadi sifat kita ...maka jangab mudah menebar janji
walaupun pada anak.
Alhamdulillah, kajian kita hari ini
berjalan dengan lancar. Semoga ilmu yang kita dapatkan berkah dan bermanfaat.
Aamiin....
Segala yang benar dari Allah semata, mohon
maaf atas segala kekurangan. Baikloah langsung saja kita tutup dengan istighfar
masing-masing sebanyak-banyakanya dan do'a kafaratul majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu
allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan
memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan
diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment