Beyond Logic and Rationality

Posted by Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT on Monday, April 9, 2018


Image result for image
Kajian Online HA Ummi G-2
Hari/Tgl: Jum'at, 16 Maret 2018 
Materi: Biyond Logic and Rationality
NaraSumber: Ustadzah Lala
Notulen: Lilis/Astrisna
Editor: Sapta
======================



Beyond Logic and Rationality
Oleh: Lara Fridani


Seorang ibu lansia merasa gelisah mendengar penuturan anak laki-laki semata wayangnya yang dulu menjadi kebanggaannya. Sejak kecil segala upaya dikerahkan dan biaya dikeluarkan untuk mendidik anaknya agar menjadi cerdas, kritis, teguh pendirian dan memiliki berbagai ketrampilan. Tak heran, jika kini anaknya tumbuh menjadi pria dewasa yang sangat percaya diri, terpandang, dan punya karir yang membanggakan. Yang disesalkan sang ibu adalah ‘kelebihan’ yang dimiliki anaknya itu ternyata tidak seiring dengan meningkatnya keimanannya sebagai seorang muslim. Di usia menjelang 60 tahun barulah sang ibu tersadar untuk segera mendekatkan diri pada agama. Namun ternyata tidak mudah baginya untuk bisa berbagi ‘spirit’ ini bersama anaknya. Nasehat agama yang diberikan berkali-kali oleh sang ibu agar anaknya menunaikan kewajiban sholat, berhaji dan sebagainya, direspon  hanya dengan  logikanya saja.


“Begini ya ma, coba mama lihat… berapa banyak orang yang rajin sembahyang dan rajin mengaji, tapi kelakuannya tidak berubah kan? Mereka cuma rajin ke mesjid untuk kepentingan diri sendiri, tapi mana manfaatnya untuk orang lain?”
“Begini ya ma, mama pernah dengar sendiri kan cerita teman mama saat naik haji, ternyata banyak orang di sana yang egois, berebutan dan sikut menyikut saat beribadah. Belum lagi aturannya yang tak masuk di akal ma. Itu lho ma, yang katanya saat ihram, kita tak boleh pakai pakaian berjahit lah, gak boleh pakai wewangian lah. Ini alasannya apa, kita kan tak bisa terima perintah begitu saja ma.”
“Pokoknya begini ya ma, yang penting kan hati kita ini baik. Hidup kita gak macam- macamlah, kita kan juga kasih sedekah sama orang miskin.” demikian petuah sang anak panjang lebar.

Sang ibu terdiam, tak punya ketrampilan untuk bisa menepis pernyataan anaknya, beliau hanya mengungkapkan ketidaksetujuan di dalam hati, sebagai bentuk selemah-lemahnya iman. Beliau pun tak punya ide, darimana harus menjelaskan pada anaknya agar mau berlapang dada menerima perintah agama. Beliau hanya bisa berdoa agar anaknya tidak termasuk golongan orang-orang yang hatinya berpenyakit.

Ketika kecerdasan dan ketrampilan hidup yang distimulasi orang tua sejak awal pada anaknya tidak didasarkan pada syariat dan terlepas dari konsep akhlak sebagai muslim, maka tidak mengherankan jika seorang anak ‘tidak hidup’ hatinya, kecuali jika ada hidayah dari Allah SWT. Batasan kecerdasan versi barat dan Islam memang berbeda. Pandangan Islam tentang kecerdasan, lebih mengutamakan sudut pandang ruhiyah di samping lahiriyah.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Orang yang cerdas adalah mereka yang mampu mengendalikan nafsunya dan beramal untuk masa sesudah mati, sedang orang yang lemah ialah mereka yang mengikuti nafsunya dan berangan-angan kepada Allah.” (HR. Ahmad).

Kecerdasan dalam pandangan islam bukanlah sekedar kemampuan berpikir rasional dengan logika, namun merupakan keterpaduan antara pikiran dan dzikirnya, suatu bentuk kerjasama antara otak dan hati. Ajaran Islam lebih cenderung menggarap hati agar menjadi baik. Aturan sholat, puasa, zakat, haji dan sebagainya adalah sarana untuk melembutkan kualitas hati ini. Dengan demikian kecerdasan dalam pandangan Islam selalu melibatkan kerendahatian dan pikiran positif terhadap aturan dari sang Pencipta.

Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang menjadikan pikiran-pikirannya menjadi satu pikiran yaitu pikiran akhirat, Allah cukupkan masalah dunianya. Dan barang siapa yang pikirannya bercabang-cabang di urusan dunia, Allah tidak perduli di lembah dunia mana dia akan binasa.” (HR Ibnu Majah dan al-Hakim)

Memang sulit bagi seseorang untuk menerima apalagi menjalankan sebuah perintah agama yang kadang tidak masuk dalam logika, jika dia  terbiasa dan terlatih dengan nilai-nilai yang mengedepankan  akal saja, kecuali jika Allah SWT berkehendak memberi hidayah padanya.

Guru saya  pernah menjelaskan bahwa akal/logika jika digunakan secara tepat, maka bisa meluruskan pikiran seseorang  untuk mencapai kebenaran. Peran pendidik termasuk orang tua dalam hal ini sangat besar dalam menjelaskan dan memberi contoh keterbatasan akal dan panca indera manusia dalam memahami sesuatu, baik ditinjau dari segi pengetahuan sains maupun dari sudut pandang agama. Penanaman nilai-nilai keimanan juga harus dilatih sejak dini sehingga anak memiliki kesadaran atas keterbatasan dirinya sebagai hamba Allah, sehingga memudahkannya untuk mendahulukan kepatuhan dan keikhlasan dalam menjalankan perintahNya. Kecerdasan yang tunduk pada keimanan semacam inilah yang bisa membawa ketenangan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Iman bukanlah sekedar dari sikap menerima dan setuju, tetapi lebih kepada cinta yang kuat yang terhubung erat dengan kepatuhan. Ketika iman didahulukan, tak akan ada bantahan dan alasan untuk menghindar dari  perintah Allah SWT. Iman yang stabil akan melembutkan hati, sedangkan iman yang labil akan mendorong logika dan hawa nafsu. Wallahualam.

“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. 2 : 74)



➿➿➿➿➿➿➿

TANYA JAWAB


Tanya: Assalamualaikum Ustadzah. Bila sudah terjadi seperti itu, apakah lantas ibunya tetap menanggung dosa anaknya yang tidak beriman itu, walaupun sudah berupaya tetapi terlambat?
Jawab: و عليكم السلام ورحمة الله
Mohon maaf bunda, saya tidak tahu urusan dosa. Tapi setahu saya, kita akan diminta pertanggungjawaban atas amanah anak pada kita. Tapi setelah baligh setahu saya anak menanggung dosanya sendiri. Kita sebagai orang tua hanya bisa istighfar atas kesalahan kita di masa lalu, berdoa dan berikhtiar menasehati. Hidayah sepenuhnya hanya Allah yang bisa memberi.


Tanya: Tanya ustadzah. Jika seseorang begitu sulit menerima perintah Allah karena alasan logisnya, maka bagaimana cara meyakinkannya, bahwa itulah perintah Allah, bahwa itulah teladan Rasulullah?
Jawab: Tugas kita hanya menasehati dengan bijak, memberikan informasi tentang syariat islam. Hasilnya di luar wewenang kita. Allah melihat usaha kita untuk amar maruf dan melihat kesungguhan kita mengajak pada jalan kebenaran


Tanya: Ustadzah lara jazakumullah ustadzah, tulisan-tulisan diblog njenengan jadi penambah cara mendidik kidz jaman now. Ijin bertanya, jika hatinya keras, meski diingatkan tidak dihiraukan dan sekarang diingatkan langsung sama Allah, apakah boleh kita jugde dia di adzab sama Allah?? afwan yang fakir ini ustadzah
Jawab: Mashaa Allah semoga ada hikmah yang bisa diambil. Setahu saya kita tidak perlu menjudge apakah musibah itu karena azab atau ujian kenaikan iman atau jalan menuju hidayah. Ketika seseorang sedang kena musibah kita ingatkan mereka untuk mengucapkan innalillahi. Dan beristighfar.


Tanya: ustadzah mau bertanya, jika sudah seperti di atas keras hati, semua menggunakan logika tidak mau merujuk pada Qur'an dan Hadist, yang menjadi trend adalah dunia barat seperti halnya dengan generasi sekarang ini, dan tidak sedikit orang tua yang lebih bangga anaknya dapat kuliah di luar negeri dan pulang membawa faham yang maaf kadang lebih seperti kaum nasrani atau yahudi, bagaiman sikap kita menyikapi hal hal seperti ini di masyarakat kita yang kebanyakan banyak yang mengidolakan umat/ manusia pintar dengan ukuran pemikiran logika dan hasil test IQ??
Jawab: Betul bunda, ini menjadi keprihatinan kita. Saya pribadi saat S2 dan S3 belajar di negara yang berkiblat ke barat. Alhamdulillah kadang kita mendapat hidayah untuk belajar agama dari perjalanan hidup kita di negara orang yang banyak tak beragama.



=========================

Kita tutup dengan membacakan hamdalah..
Alhamdulillahirabbil'aalamiin

Doa Kafaratul Majelis:

 سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika

“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”

Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh


================
Website: www.hambaAllah.net
FanPage : Kajian On line-Hamba Allah
FB : Kajian On Line-Hamba Allah
Twitter: @kajianonline_HA
IG: @hambaAllah_official

Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Post a Comment

Ketik Materi yang anda cari !!