Home » , , , » MENIKAH DENGAN ORANG YANG BERZINA

MENIKAH DENGAN ORANG YANG BERZINA

Posted by Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT on Tuesday, February 20, 2018


 Kajian Online WA  Hamba الله SWT

Senin, 5 Februari 2018
Rekap Kajian Grup Bunda G3
Narasumber : Ustadz Jumadi
Tema : Kajian Umum
Editor : Rn



Dzat yang dengan Kebesaran-Nya, seluruh makhluk menyanjung dan mengagungkan-Nya...
Dzat yang dengan Keperkasaan-Nya, musuh-musuh dihinakan lagi diadzab-Nya...
Dzat yang dengan Kasih dan Sayang-Nya, kita semua mampu mengecap manisnya Islam dan indahnya ukhuwah di jalan-Nya, memadukan hati kita dalam kecintaan kepadaNya, yang mempertemukan kita dalam keta'atan kepadaNya, dan menghimpunkan kita untuk mengokohkan janji setia dalam membela agamaNya.

AlhamduliLlah... tsumma AlhamduliLlah...

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada tauladan kita, Muhammad SAW. Yang memberi arah kepada para generasi penerus yang Rabbaniyyah bagaimana membangkitkan ummat yang telah mati, mempersatukan bangsa-bangsa yang tercerai berai, membimbing manusia yang tenggelam dalam lautan syahwat, membangun generasi yang tertidur lelap dan menuntun manusia yang berada dalam kegelapan menuju kejayaan, kemuliaan, dan kebahagiaan.

Amma ba'd...
Ukhti fillah sekalian. Agar ilmunya barokah, maka alangkah indahnya kita awali dengan lafadz Basmallah

Bismillahirrahmanirrahim...                  

MENIKAH DENGAN ORANG YANG BERZINA

الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات. والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن ولاه
Mengenai hukum menikah dengan orang berzina ada beberapa kemungkinan :
Pertama: yang menikahinya adalah orang yang tidak pernah berzina dengannya.
Kedua: yang menikahinya adalah orang yang pernah berzina dengannya.
Ketiga: wanita tersebut hamil karena zina. Untuk ini ada kemungkinan yang menikahinya adalah orang yang berzina sekaligus yang menghamilinya.
Kita bahas satu persatu

Pertama :

HUKUM MENIKAH DENGAN ORANG YANG BERZINA
1. Pendapat pertama mengatakan boleh menikah dengan orang yang berzina. Ini pendapat mayoritas ulama, yaitu Abu Hanifah, Malik, Syafi'i. Mereka berdalil dengan dalil2 berikut ini :
a. Firman Allah :
"Dan nikahilah orang orang yang masih sendirian di antara kamu dan orang yang layak nikah dari hamba hamba sahayamu, baik laki maupun perempuan. Jika mereka miskin Allah akan mencukupi mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas Pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui."  (QS. An-Nur: 32).
Ayat di atas memerintahkan kepada kita untuk menikahkan laki-laki dan perempuan yang masih sendirian, yang masih perawan atau janda, yang tidak pernah berzina maupun yang pernah berzina, selama dia sendirian. Artinya tetap ada perintah untuk menikah terlepas dari persoalan yang ada.

b. Hadits Aisyah radiyallahu anha Rasulullah shalllallahu alaihi wasallam pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan perempuan lalu ia ingin menikahinya, beliau bersabda :
"Awalnya adalah kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak dapat mengharamkan yang halal(nikah)" (HR. Thabrani).

c. Hadits Jabir radiyallahu anhu bahwa ada seorang bertanya kepada Rasulullah shalllallahu alaihi wasallam
"Saya mempunyai seorang istri yang tidak menolak tangan laki-laki lain menyentuhnya (suka berzina). Beliau menjawab: Ceraikan dia! Orang tersebut menjawab, tetapi aku tidak bersabar ketika bertemu dengannya (mencintainya). Rasulullah shalllallahu alaihi wasallam bersabda" Kalau begitu bersenang senanglah dengannya." (HR Abu Daud, Nasa'i dan Baihaqi). Hadits tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah shalllallahu alaihi wasallam membolehkan untuk tetap menikah dengan istrinya yang sering berzina, jika dia mencintainya dan berusaha menasihatinya.

E. Riwayat bahwa Umar bin Khattab menghukum seorang laki-laki dan perempuan yang berzina, kemudian beliau ingin menikahkan keduanya, hanya saja laki-laki tersebut menolak. (Ibnu Quddamah dalam kitab al mughni).

Pendapat kedua, mengatakan haram meningkah dengan orang yang berzina hingga dia bertaubat. Ini adalah pendapat Imam Ahmad. Dalilnya adalah berikut ini

A. Firman Allah "Pezina laki-laki tidak boleh menikahi kecuali pezina perempuan atau perempuan musyrik. Dan perempuan yang berzina tidak boleh dinikahi kecuali oleh laki-laki yang berzina atau musyrik. Dan yang demikian itu diharamkan atas orang orang yang beriman."  (QS. An Nur: 3).
Ayat tersebut secara tegas mengharamkan untuk menikah dengan orang yang berzina. Namun pengharaman ini hilang bilamana dia bertaubat. Rasulullah shalllallahu alaihi wasallam bersabda
"Orang yang bertaubat dari dosanya seperti orang yang tidak pernah mempunyai dosa." (HR Ibnu Majah, Baihaqy).

Namun mayoritas ulama yang membolehkan menjawab dalil di atas dengan beberapa jawaban :
1. Kata "Diharamkan" pada ayat di atas maksudnya adalah makruh, dibenci serta tidak pantas.
2. Ayat di atas telah dihapus ketentuan hukumnya oleh ayat sebelumnya yang memerintahkan untuk menikahkan orang yang masih berstatus sendirian.
3. Maksud pengharaman pada ayat di atas bukanlah nikah tetapi menggauli. Ibnu Katsir berkata, ini informasi dari Allah, bahwa orang yang berzina tidaklah dapat menjawab keinginannya untuk berzina kecuali oleh wanita yang berzina atau perempuan musyrik. Ibnu Abbas radiyallahu anhu berkata, Ayat di atas maknanya bukanlah pengharaman menikah tapi pengharaman untuk melakukan hubungan seksual ". (Tafsir Ibnu Katsir).
Dalil kedua pendapat yang mengharamkan adalah hadits Amr bin Syu'aib bahwa ada seseorang bernama Martsad bin Abu Martsad ketika hendak menikahi seorang wanita pezina yang bernama "Anaq" dia bertanya kepada Rasulullah shalllallahu alaihi wasallam. Lantas Nabi memanggilnya dan membacakan ayat pengharaman di atas dan berkata "janganlah kamu menikahinya" (HR Tirmidzi, Abu Daud dan Nasa'i).

Selain harus bertaubat pendapat yang mengharamkan ini juga berpendapat bahwa jika wanita yang berzina tersebut hamil maka dia harus "istibra" yaitu mengosongkan rahim dengan satu kali haidh. Dalilnya adalah hadits Abu Sa'id al Khudry bahwa Rasulullah shalllallahu alaihi wasallam bersabda

"Perempuan hamil tidak boleh disetubuhi sampai dia melahirkan, sedangkan perempuan yang tidak hamil tidak boleh dinikahkan sampai dia haidh satu kali."  (HR Abu Daud, Hakim). Dan ini dikuatkan dengan hadits Ruwaifi' bin Tsabit al Anshari bahwa Rasulullah shalllallahu alaihi wasallam bersabda "Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menuangkan airnya dalam tanaman orang lain. Dan tidak dibolehkan bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menggauli seorang tawanan perempuan sampai dia membersihkan rahimnya." (HR Abu Daud, Tirmidzi).

Maksud hadits di atas adalah seseorang tidak boleh menggauli seorang perempuan yang sudah digauli orang lain (telah berzina) sehingga dia terlebih dahulu membersihkan rahimnya dengan sekali haidh.

Kesimpulan :
Menikah dengan orang yang berzina adalah boleh tetapi makruh sampai dia bertaubat dan membersihkan rahimnya dengan satu kali haidh. Hal itu dimaksudkan agar tidak terjadi percampuran air mani dalam rahim seorang perempuan. Wallahu a'lam bisshowab.

Banjarmasin, 6 februari 2018

TANYA JAWAB

Q : Untuk yang terlanjur hamil duluan tidak boleh disetubuhi...berarti tidak boleh dinikahkan dulu ya tadz. Tunggu sampai dia melahirkan baru dinikahkan? Karena banyak terjadi di masyarakat kita...dalam keadaan hamil dinikahkan dengan tujuan untuk menutupi aib.
A : Di sini ada perbedaan pendapat di kalangan ulama hukum menikahi wanita hamil karena zina. Ada yang berpendapat dia harus tunggu sampai melahirkan karena iddah nya orang hamil adalah sampai melahirkan, sebagaimana hadits di atas, ini pendapat imam syafii, sedangkan kalangan hanafi berpendapat kalau yang menikahinya adalah laki-laki yang menghamilinya maka tidak perlu menunggu sampai melahirkan baru akad, langsung nikah tidak masalah karena air maninya juga. Wallahu a'lam.

Q : Untuk anak yang dilahirkan tidak dapat nasab bapak (bin atau binti). Dan tidak ada hak waris juga. Bagaimana nasib anak tsb ustadz...karena hal tsb terjadi bukan karena kesalahan anak tsb.
A : Mengenai nasab anak zina. Benar disebut anak zina. Maka konsekuensinya terputus nasab ke bapaknya, adapun ke ibunya maka anak tsb dihubungkan ke ibunya. Misalnya fulan bin/binti fulanah, ini kalau zina, sedangkan kalau selingkuh maka anak yang lahir hasil selingkuh tetap dihubungkan ke suami perempuan ini, bukan ke laki-laki selingkuhan istrinya tersebut karena air mani laki-laki selingkuhan tersebut tidak dihargai dalam islam berdasarkan hadits
"anak itu untuk suami-istri yang nikah secara sah sedangkan bagi pezina tidak dapat apa-apa." hadits shahih. Wallahu a'lam

Anak tidak salah, yang salah orang yang berzina. Anak tersebut tidak mendapatkan hak waris tetapi kalau laki-laki yang telah berzina dengan ibu dari anak ini berkeinginan untuk memberikan suatu pemberian maka hukumnya diperbolehkan demi menjaga anak tersebut agar dapat perhatian.

Q : Menyambung pertanyaan diatas... Untuk anak tsb ketika nikah bapaknya tidak bisa jadi wali, kalo bapaknya tetap keukeuh jadi wali bagaimana status pernikahan anak tsb ustadz...
A : Laki-laki yang berzina dengan ibunya seandainya anak yang lahir nanti adalah perempuan, maka dia tidak boleh menjadi walinya. Perwalian laki-laki tersebut jika tetap dijalankan maka pernikahan anak tersebut tidak sah karena sama saja dengan menikah tanpa wali.

Q : Gimana ya ustadz ...klo anaknya terlahir dari kedua orang tuanya yang berzina dulu sebelum menikah..dan hamil sebelum nikah..kan gak ada anak haram semua anak terlahir suci...sampai dewasa anak itu gimana ya ustadz...karena ada di masyarakat kita saya dengar anak itu lahir besar dan si ibu maupun bapak nya tidak menikah lgi??? Kan katanya klo hamil walaupun mereka menikah,setelah anaknya lahir qudu menikah ulang. Menikah kembali..Ini anaknya sampe sudah dewasa tapi ibu bapak nya tidak menikah ulang ???! Afwan ustadz...
A : Anak yang lahir dari zina lalu menikah, jika yang menikahinya adalah yang berzina dengannya sekaligus yang menghamilinya, maka anak tersebut dinisbatkan kepada keduanya (laki-laki dan perempuan pezina) dan hukum pernikahan keduanya adalah sah menurut pendapat mayoritas ulama dan tidak perlu mengulang akad nikah setelah anak yang ada dalam kandungannya tersebut lahir. Maka atas dasar tersebut berlaku perwalian laki-laki tersebut dan anak tersebut mendapatkan hak warisan. Namun keduanya harus bertaubat kepada Allah dengan benar.

Q : Apakah menikah siri (katanya) tanpa saksi dari pihak keluarga wanita dan tanpa ijin istri pertama. Hukum pernikahannya bagaimana ya, ustadz dan status dari anaknya? Nb: si anak sampai sekarang belum punya akte kelahiran.
A : Sebenarnya tema nikah sirri belum ya. Tapi tidak apa2 sy jawab. Di negara kita ini nikah sirri dianggap ilegal sehingga pasangan yang menjalani nikah jenis ini akan dikenakan sangsi berupa denda menurut undang undang yang berlaku di peradilan agama. Demikian pula orang yang menikahkan kedua laki dan perempuan tersebut secara sirri akan diberlakukan hukuman, termasuk poligami secara sirri, yang banyak terjadi akhir akhir ini. Karena masalah ini, banyak kalangan yang menolak aturan nikah sirri yang dinilai ilegal oleh peradilan agama karena akan semakin memicu terjadinya pelacuran, sebab pintunya tidak dibuka. Kalau kita amati berbagai kasus ataupun cerita masyarakat di lapangan mengenai nikah sirri ini, maka kita bisa kelompokkan ke beberapa pengertian :
Pertama: nikah sirri adalah pernikahan yang dilakukan secara sembunyi sembunyi tanpa wali dan saksi. Maka hukumnya tidak sah, karena ini termasuk zina terselubung yang dibungkus dengan bahasa agama, nikah. Nabi shallallahu alaihi wasallam melarang nikah sirri (HR Tabrani).
Pengertian kedua :pernikahan yang dihadiri oleh wali dan dua orang saksi, tetapi saksi-saksi tersebut tidak diperkenankan untuk mengumumkan kepada masyarakat, maka ulama terbagi ke dua pendapat
Pertama : pernikahan seperti ini adalah makruh, ini pendapat mayoritas ulama, seperti Imam Syafii Abu Hanifah, Imam Ahmad, Umar bin Khattab dll. Dalil mereka adalah hadits yang sering kita dengar
"Tidak sah sebuah pernikahan tanpa wali dan dua orang saksi yang adil" (HR. Baihaqy). Karena mengumumkan pernikahan yang terdapat dalam hadits tentang masalah ini tidak menunjukkan kewajiban tetapi sekedar anjuran. Pendapat kedua mengatakan pernikahan seperti ini hukumnya tidak sah, ini pendapat madzhab malikiyah, bahkan sebagian mereka mengharuskan jika tetap dilaksanakan, maka harus segera dibatalkan. Dalil mereka adalah
"Umumkanlah nikah, adakanlah di masjid dan pukullah rebana untuk mengumumkannya." (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Pengertian ketiga : nikah sirri adalah pernikahan yang dilakukan dengan adanya wali, dua orang saksi adil, adanya ijab - qobul, akan tetapi tidak dicatatkan di KUA. Maka kalau menurut agama hukum pernikahan seperti ini adalah sah, sedangkan menurut negara adalah ilegal dan pelakunya akan dikenakan sangsi dan denda, termasuk orang orang yang menikahkan keduanya. Walaupun tidak ditemukan dalam sejarah riwayat yang mengharuskan adanya pencatatan dalam dokumen negara/pemerintah, tetapi karena kemaslahatan masyarakat, serta guna melindungi anak2 dan para orang tua, maka pemerintah dalam hal ini adalah KUA mewajibkan pencatatan.

Q : Ada seorang wanita melahirkan anak tanpa menikah kemudian anak itu meninggal dan di nisan tertulis bukan binti ibunya tapi atas nama kakak ipar dari si wanita (untuk menutupi aib keluarga). Bagaimanakah ustadz, apakah kami berdosa karena menulis itu di nisan. Jazakallah ustadz atas jawabannya.
A : Anak tersebut dihubungkan kepada ibu yang melahirkannya, tapi bukan kepada laki-laki yang berzina dengan ibu anak tersebut. Maka dari itu tidak boleh hukumnya seorang anak menghubungkan dirinya kepada orang yang bukan melahirkannya, meskipun niat dari orang tersebut adalah baik untuk menutupi aib anak tersebut. Maka dari itu ketika perempuan itu dinikahi oleh laki-laki yang berzina dengannya, maka ini juga sudah merupakan upaya menutupi aib anak iti dan aib keduanya. Dan status pernikahan keduanya adalah sah termasuk hak-hak yang berkaitan dengann anak tersebut, seperti waris dan perwalian.

Q : Ustadz... Yang jadi pikiran saya...sekarang ini banyak terjadi perkawinan di luar nikah dan tentu saja ditutup-tutupi. Seperti dijelaskan di atas...anak perempuan yang lahir tidak boleh ayahnya menjadi wali nikah. Tapi klo ortu nya menutupi bagaimana ustadz? Dan ayahnya tetap jadi wali nikah.
Pernikahan tsb tidak sah...sedangkan pasangan yang dinikahkan tidak tahu. Sampai ke anak keturunannya. Ngeri sekali membayangkannya ustadz
A : Akad ulang

Q : Apakah di islam diperbolehkan untuk akad ulang karena untuk "membangun nikah" (istilah jawa)? Hal ini ingin dilakukan untuk ikhtiyar memperbaiki kehidupan pernikahan dari segala segi. Itu atas petunjuk orangtua sebagai orang jawa.
A : Akad ulang dalam pernikahan dikarenakan adanya syarat atau rukun yang tidak terpenuhi, seperti wali, saksi ijab-qobul, dll, selain daripada ini, maka tidak perlu akad ulang. Adapun upaya untuk menghadirkan rumah tangga sakinah mawaddah warrohmah adalah dengan cara mengikuti petunjuk Nabi Muhammad dalam membangun rumah tangga islam, seperti kedua suami istri harus patuh kepada Allah dengan menjalankan syariat Nya dan menjauhi lapangan Nya, saling mengasihi dan mencintai, saling melengkapi kekurangan masing-masing, saling menutupi aib masing-masing dari orang lain dsb.

Q : Klo wanita hamil apa boleh di talak oleh suami nya? Satu lagi ustadz, teman saya secara lisan di talak 3 oleh suaminya..tapi pas sidang tetap pengadilan memutuskan talak 1.. nah sekarang suaminnya malah ingin balik lagi. Jadi gimana ikut aturan yang talak 3 ato putussan pengadilan talak 1?
A : Mentalaq istri dalam keadaan hamil diperbolehkan (jatuh talaknya) menurut hukum agama dan negara (pengadilan agama). Maka suami yang mentalaq istrinya tersebut memiliki kesempatan untuk rujuk (kembali) ke istrinya selama istrinya tersebut masih dalam batas iddahnya, yaitu sampai melahirkan. Artinya kalau sampai melahirkan suaminya belum rujuk kepada istrinya maka tali pernikahan dengan sendirinya terlepas (menjadi talaq bain kubro) dan harus dengan akad baru. Dalam aturan KHI (Kompilasi Hukum Islam), seorang suami yang hendak menceraikan istrinya harus mengajukan permohonan baik lisan maupun secara tertulis kepada pengadilan agama serta meminta untuk disidangkan dalam perceraian tersebut. Menurut islam talaq tiga yang sudah dijatuhkan oleh suaminya adalah sah,namun dalam aturan pengadilan agama tidak sah karena dinilai tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh hukum. Oleh sebab itu oleh pengadilan agama hanya dijatuhi talaq satu. Karena talaq satu maka suami dapat rujuk kepada istrinya dalam masa iddahnya sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan pengadilan agama yaitu selama tiga kali suci/haidh atau sembilah puluh hari (90 hari). Sebagai tambahan dari jawaban di atas :suami harus menjelaskan alasan talaq kepada pengadilan agama secara tertulis / lisan dan talaq tersebut diikrarkan di depan pengadilan agama. Talaq yang diikrarkan di luar pengadilan dianggap tidak sah sehingga belum jatuh talaq suami sehingga surat yang membuktikan perceraian tidak akan diterbitkan oleh pengadilan mengacu kepada hukum yang berlaku. Sekian.

Q : Apakah talak nya berlaku apabila seorang suami mengaku sudah duda dan sudah tidak tinggal serumah, kepada beberapa wanita lain selain istrinya?
A : Talaq yang diucapkan kepada orang perlu dikonfirmasi dan diperivikasi oleh istrinya yang bersangkutan, jika suaminya tersebut ketika mengucapkan talaq pada orang lain/wanita lain jujur dan berniat talaq setelah dikonfirmasi oleh istrinya, maka talaqnya sah secara hukum agama, tetapi dalam pandangan hukum tidak jatuh karena diikrarkan di luar pengadilan. Kesimpulannya tanyakan kepada suaminya tersebut, apakah dia benar-benar secara jujur dan dari hati dia mentalak istrinya atau bohong. Jika bohong maka tidak jatuh, wallahu a'lam

Q : Izin bertanya ustaz, ada suami yang mengatakan pada istrinya tidak ingin bersama lagi n akan memulangkan istrinya pada orang tuanya apakah perkataan itu sudah jatuh talak?
A : Menurut agama ucapan "pulanglah kepada keluargamu" sudah mewakili ucapan talak hingga talaknya jatuh, tapi berdasarkan pada ketentuan pengadilan agama tidak jatuh

Q : Bagaimanakah cara menyenangkan suami yang sesuai dengan syariat?
A : Banyak cara, di antaranya :
Menyiapkan makan minum suami dengan penuh ketulusan dan dengan bumbu-bumbu cinta yang tulus, sebab seorang istri ketika masak dengan kondisi marah dan menggurutu masakannya bisa menyebabkan suami kehilangan selera makan. Juga berpenampilan "MENGGODA"  depan suami. Jangan kalah dengan wanita " di luar ", mereka untuk maksiat rasa malunya ditaruh di bawah telapak kaki (hilang sama sekali) demi dapat menggoda para lelaki, maka sudah sepantasnya seorang istri untuk tampil lebih menggoda depan suaminya. Seluruh aktifitas suami-istri di dalam maupun di luar rumah penuh dengan jaminan pahala besar, itulah kelebihan yang sudah menikah dibanding dengan yang belum. Seorang suami juga dianjurkan untuk memberikan pakaian yang menurutnya dapat memengaruhi (maaf) libido seks suami, seperti celana pendek dan tipis dsb (saya pikir para wanita sudah tau rahasia menggoda laki-laki). 

Alhamdulillah, kajian kita hari ini berjalan dengan lancar. Semoga ilmu yang kita dapatkan berkah dan bermanfaat. Aamiin....

Segala yang benar dari Allah semata, mohon maaf atas segala kekurangan. Baiklah langsung saja kita tutup dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyakanya dan do'a kafaratul majelis:



سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك

Subhanakallahumma wabihamdika asayahadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika

“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”


Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Post a Comment

Ketik Materi yang anda cari !!