Kajian Online WA
Hamba الله SWT
Senin, 5 Februari 2018
Rekap Kajian Grup Bunda G3
Narasumber : Ustadz
Jumadi
Tema : Kajian Umum
Editor : Rn
Dzat yang dengan Kebesaran-Nya, seluruh makhluk menyanjung dan
mengagungkan-Nya...
Dzat yang dengan Keperkasaan-Nya, musuh-musuh dihinakan lagi
diadzab-Nya...
Dzat yang dengan Kasih dan Sayang-Nya, kita semua mampu mengecap
manisnya Islam dan indahnya ukhuwah di jalan-Nya, memadukan hati kita dalam
kecintaan kepadaNya, yang mempertemukan kita dalam keta'atan kepadaNya, dan
menghimpunkan kita untuk mengokohkan janji setia dalam membela agamaNya.
AlhamduliLlah... tsumma AlhamduliLlah...
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada tauladan kita, Muhammad
SAW. Yang memberi arah kepada para generasi penerus yang Rabbaniyyah bagaimana
membangkitkan ummat yang telah mati, mempersatukan bangsa-bangsa yang tercerai
berai, membimbing manusia yang tenggelam dalam lautan syahwat, membangun
generasi yang tertidur lelap dan menuntun manusia yang berada dalam kegelapan menuju
kejayaan, kemuliaan, dan kebahagiaan.
Amma ba'd...
Ukhti fillah sekalian. Agar ilmunya barokah, maka alangkah indahnya
kita awali dengan lafadz Basmallah
Bismillahirrahmanirrahim...
MENIKAH DENGAN ORANG YANG BERZINA
الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات. والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن ولاه
Mengenai hukum menikah dengan orang berzina ada beberapa
kemungkinan :
Pertama: yang menikahinya adalah orang yang tidak pernah berzina
dengannya.
Kedua: yang menikahinya adalah orang yang pernah berzina
dengannya.
Ketiga: wanita tersebut hamil karena zina. Untuk ini ada
kemungkinan yang menikahinya adalah orang yang berzina sekaligus yang
menghamilinya.
Kita bahas satu persatu
Pertama :
HUKUM MENIKAH DENGAN ORANG YANG BERZINA
1. Pendapat pertama mengatakan boleh menikah dengan orang yang
berzina. Ini pendapat mayoritas ulama, yaitu Abu Hanifah, Malik, Syafi'i.
Mereka berdalil dengan dalil2 berikut ini :
a. Firman Allah :
"Dan nikahilah orang orang yang masih sendirian di antara
kamu dan orang yang layak nikah dari hamba hamba sahayamu, baik laki maupun
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan mencukupi mereka dengan karunia-Nya.
Dan Allah Maha Luas Pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui." (QS. An-Nur: 32).
Ayat di atas memerintahkan kepada kita untuk menikahkan laki-laki
dan perempuan yang masih sendirian, yang masih perawan atau janda, yang tidak
pernah berzina maupun yang pernah berzina, selama dia sendirian. Artinya tetap
ada perintah untuk menikah terlepas dari persoalan yang ada.
b. Hadits Aisyah radiyallahu anha Rasulullah shalllallahu alaihi
wasallam pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan perempuan lalu ia
ingin menikahinya, beliau bersabda :
"Awalnya adalah kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram
tidak dapat mengharamkan yang halal(nikah)" (HR. Thabrani).
c. Hadits Jabir radiyallahu anhu bahwa ada seorang bertanya kepada
Rasulullah shalllallahu alaihi wasallam
"Saya mempunyai seorang istri yang tidak menolak tangan
laki-laki lain menyentuhnya (suka berzina). Beliau menjawab: Ceraikan dia!
Orang tersebut menjawab, tetapi aku tidak bersabar ketika bertemu dengannya
(mencintainya). Rasulullah shalllallahu alaihi wasallam bersabda" Kalau
begitu bersenang senanglah dengannya." (HR Abu Daud, Nasa'i dan Baihaqi).
Hadits tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah shalllallahu alaihi wasallam
membolehkan untuk tetap menikah dengan istrinya yang sering berzina, jika dia
mencintainya dan berusaha menasihatinya.
E. Riwayat bahwa Umar bin Khattab menghukum seorang laki-laki dan
perempuan yang berzina, kemudian beliau ingin menikahkan keduanya, hanya saja
laki-laki tersebut menolak. (Ibnu Quddamah dalam kitab al mughni).
Pendapat kedua, mengatakan haram meningkah dengan orang yang
berzina hingga dia bertaubat. Ini adalah pendapat Imam Ahmad. Dalilnya adalah
berikut ini
A. Firman Allah "Pezina laki-laki tidak boleh menikahi
kecuali pezina perempuan atau perempuan musyrik. Dan perempuan yang berzina
tidak boleh dinikahi kecuali oleh laki-laki yang berzina atau musyrik. Dan yang
demikian itu diharamkan atas orang orang yang beriman." (QS. An Nur: 3).
Ayat tersebut secara tegas mengharamkan untuk menikah dengan orang
yang berzina. Namun pengharaman ini hilang bilamana dia bertaubat. Rasulullah
shalllallahu alaihi wasallam bersabda
"Orang yang bertaubat dari dosanya seperti orang yang tidak
pernah mempunyai dosa." (HR Ibnu Majah, Baihaqy).
Namun mayoritas ulama yang membolehkan menjawab dalil di atas
dengan beberapa jawaban :
1. Kata "Diharamkan" pada ayat di atas maksudnya adalah
makruh, dibenci serta tidak pantas.
2. Ayat di atas telah dihapus ketentuan hukumnya oleh ayat
sebelumnya yang memerintahkan untuk menikahkan orang yang masih berstatus
sendirian.
3. Maksud pengharaman pada ayat di atas bukanlah nikah tetapi
menggauli. Ibnu Katsir berkata, ini informasi dari Allah, bahwa orang yang
berzina tidaklah dapat menjawab keinginannya untuk berzina kecuali oleh wanita yang
berzina atau perempuan musyrik. Ibnu Abbas radiyallahu anhu berkata, Ayat di
atas maknanya bukanlah pengharaman menikah tapi pengharaman untuk melakukan
hubungan seksual ". (Tafsir Ibnu Katsir).
Dalil kedua pendapat yang mengharamkan adalah hadits Amr bin
Syu'aib bahwa ada seseorang bernama Martsad bin Abu Martsad ketika hendak
menikahi seorang wanita pezina yang bernama "Anaq" dia bertanya
kepada Rasulullah shalllallahu alaihi wasallam. Lantas Nabi memanggilnya dan
membacakan ayat pengharaman di atas dan berkata "janganlah kamu
menikahinya" (HR Tirmidzi, Abu Daud dan Nasa'i).
Selain harus bertaubat pendapat yang mengharamkan ini juga
berpendapat bahwa jika wanita yang berzina tersebut hamil maka dia harus
"istibra" yaitu mengosongkan rahim dengan satu kali haidh. Dalilnya
adalah hadits Abu Sa'id al Khudry bahwa Rasulullah shalllallahu alaihi wasallam
bersabda
"Perempuan hamil tidak boleh disetubuhi sampai dia
melahirkan, sedangkan perempuan yang tidak hamil tidak boleh dinikahkan sampai
dia haidh satu kali." (HR Abu Daud,
Hakim). Dan ini dikuatkan dengan hadits Ruwaifi' bin Tsabit al Anshari bahwa
Rasulullah shalllallahu alaihi wasallam bersabda "Tidak halal bagi
seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menuangkan airnya
dalam tanaman orang lain. Dan tidak dibolehkan bagi seseorang yang beriman
kepada Allah dan hari akhir untuk menggauli seorang tawanan perempuan sampai
dia membersihkan rahimnya." (HR Abu Daud, Tirmidzi).
Maksud hadits di atas adalah seseorang tidak boleh menggauli
seorang perempuan yang sudah digauli orang lain (telah berzina) sehingga dia
terlebih dahulu membersihkan rahimnya dengan sekali haidh.
Kesimpulan :
Menikah dengan orang yang berzina adalah boleh tetapi makruh
sampai dia bertaubat dan membersihkan rahimnya dengan satu kali haidh. Hal itu
dimaksudkan agar tidak terjadi percampuran air mani dalam rahim seorang
perempuan. Wallahu a'lam bisshowab.
Banjarmasin, 6 februari 2018
TANYA JAWAB
Q : Untuk yang terlanjur hamil duluan tidak boleh
disetubuhi...berarti tidak boleh dinikahkan dulu ya tadz. Tunggu sampai dia
melahirkan baru dinikahkan? Karena banyak terjadi di masyarakat kita...dalam
keadaan hamil dinikahkan dengan tujuan untuk menutupi aib.
A : Di sini ada perbedaan pendapat di kalangan ulama hukum
menikahi wanita hamil karena zina. Ada yang berpendapat dia harus tunggu sampai
melahirkan karena iddah nya orang hamil adalah sampai melahirkan, sebagaimana
hadits di atas, ini pendapat imam syafii, sedangkan kalangan hanafi berpendapat
kalau yang menikahinya adalah laki-laki yang menghamilinya maka tidak perlu
menunggu sampai melahirkan baru akad, langsung nikah tidak masalah karena air
maninya juga. Wallahu a'lam.
Q : Untuk anak yang dilahirkan tidak dapat nasab bapak (bin atau
binti). Dan tidak ada hak waris juga. Bagaimana nasib anak tsb ustadz...karena
hal tsb terjadi bukan karena kesalahan anak tsb.
A : Mengenai nasab anak zina. Benar disebut anak zina. Maka
konsekuensinya terputus nasab ke bapaknya, adapun ke ibunya maka anak tsb
dihubungkan ke ibunya. Misalnya fulan bin/binti fulanah, ini kalau zina,
sedangkan kalau selingkuh maka anak yang lahir hasil selingkuh tetap
dihubungkan ke suami perempuan ini, bukan ke laki-laki selingkuhan istrinya
tersebut karena air mani laki-laki selingkuhan tersebut tidak dihargai dalam
islam berdasarkan hadits
"anak itu untuk suami-istri yang nikah secara sah sedangkan bagi
pezina tidak dapat apa-apa." hadits shahih. Wallahu a'lam
Anak tidak salah, yang salah orang yang berzina. Anak tersebut
tidak mendapatkan hak waris tetapi kalau laki-laki yang telah berzina dengan
ibu dari anak ini berkeinginan untuk memberikan suatu pemberian maka hukumnya
diperbolehkan demi menjaga anak tersebut agar dapat perhatian.
Q : Menyambung pertanyaan diatas... Untuk anak tsb ketika nikah
bapaknya tidak bisa jadi wali, kalo bapaknya tetap keukeuh jadi wali bagaimana
status pernikahan anak tsb ustadz...
A : Laki-laki yang berzina dengan ibunya seandainya anak yang
lahir nanti adalah perempuan, maka dia tidak boleh menjadi walinya. Perwalian
laki-laki tersebut jika tetap dijalankan maka pernikahan anak tersebut tidak
sah karena sama saja dengan menikah tanpa wali.
Q : Gimana ya ustadz ...klo anaknya terlahir dari kedua orang
tuanya yang berzina dulu sebelum menikah..dan hamil sebelum nikah..kan gak ada
anak haram semua anak terlahir suci...sampai dewasa anak itu gimana ya
ustadz...karena ada di masyarakat kita saya dengar anak itu lahir besar dan si
ibu maupun bapak nya tidak menikah lgi??? Kan katanya klo hamil walaupun mereka
menikah,setelah anaknya lahir qudu menikah ulang. Menikah kembali..Ini anaknya
sampe sudah dewasa tapi ibu bapak nya tidak menikah ulang ???! Afwan ustadz...
A : Anak yang lahir dari zina lalu menikah, jika yang menikahinya
adalah yang berzina dengannya sekaligus yang menghamilinya, maka anak tersebut
dinisbatkan kepada keduanya (laki-laki dan perempuan pezina) dan hukum
pernikahan keduanya adalah sah menurut pendapat mayoritas ulama dan tidak perlu
mengulang akad nikah setelah anak yang ada dalam kandungannya tersebut lahir.
Maka atas dasar tersebut berlaku perwalian laki-laki tersebut dan anak tersebut
mendapatkan hak warisan. Namun keduanya harus bertaubat kepada Allah dengan
benar.
Q : Apakah menikah siri (katanya) tanpa saksi dari pihak keluarga
wanita dan tanpa ijin istri pertama. Hukum pernikahannya bagaimana ya, ustadz
dan status dari anaknya? Nb: si anak sampai sekarang belum punya akte
kelahiran.
A : Sebenarnya tema nikah sirri belum ya. Tapi tidak apa2 sy
jawab. Di negara kita ini nikah sirri dianggap ilegal sehingga pasangan yang
menjalani nikah jenis ini akan dikenakan sangsi berupa denda menurut undang
undang yang berlaku di peradilan agama. Demikian pula orang yang menikahkan
kedua laki dan perempuan tersebut secara sirri akan diberlakukan hukuman,
termasuk poligami secara sirri, yang banyak terjadi akhir akhir ini. Karena
masalah ini, banyak kalangan yang menolak aturan nikah sirri yang dinilai
ilegal oleh peradilan agama karena akan semakin memicu terjadinya pelacuran,
sebab pintunya tidak dibuka. Kalau kita amati berbagai kasus ataupun cerita
masyarakat di lapangan mengenai nikah sirri ini, maka kita bisa kelompokkan ke
beberapa pengertian :
Pertama: nikah sirri adalah pernikahan yang dilakukan secara
sembunyi sembunyi tanpa wali dan saksi. Maka hukumnya tidak sah, karena ini
termasuk zina terselubung yang dibungkus dengan bahasa agama, nikah. Nabi
shallallahu alaihi wasallam melarang nikah sirri (HR Tabrani).
Pengertian kedua :pernikahan yang dihadiri oleh wali dan dua orang
saksi, tetapi saksi-saksi tersebut tidak diperkenankan untuk mengumumkan kepada
masyarakat, maka ulama terbagi ke dua pendapat
Pertama : pernikahan seperti ini adalah makruh, ini pendapat
mayoritas ulama, seperti Imam Syafii Abu Hanifah, Imam Ahmad, Umar bin Khattab
dll. Dalil mereka adalah hadits yang sering kita dengar
"Tidak sah sebuah pernikahan tanpa wali dan dua orang saksi
yang adil" (HR. Baihaqy). Karena mengumumkan pernikahan yang terdapat
dalam hadits tentang masalah ini tidak menunjukkan kewajiban tetapi sekedar
anjuran. Pendapat kedua mengatakan pernikahan seperti ini hukumnya tidak sah,
ini pendapat madzhab malikiyah, bahkan sebagian mereka mengharuskan jika tetap
dilaksanakan, maka harus segera dibatalkan. Dalil mereka adalah
"Umumkanlah nikah, adakanlah di masjid dan pukullah rebana
untuk mengumumkannya." (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Pengertian ketiga : nikah sirri adalah pernikahan yang dilakukan
dengan adanya wali, dua orang saksi adil, adanya ijab - qobul, akan tetapi
tidak dicatatkan di KUA. Maka kalau menurut agama hukum pernikahan seperti ini
adalah sah, sedangkan menurut negara adalah ilegal dan pelakunya akan dikenakan
sangsi dan denda, termasuk orang orang yang menikahkan keduanya. Walaupun tidak
ditemukan dalam sejarah riwayat yang mengharuskan adanya pencatatan dalam
dokumen negara/pemerintah, tetapi karena kemaslahatan masyarakat, serta guna
melindungi anak2 dan para orang tua, maka pemerintah dalam hal ini adalah KUA
mewajibkan pencatatan.
Q : Ada seorang wanita melahirkan anak tanpa menikah kemudian anak
itu meninggal dan di nisan tertulis bukan binti ibunya tapi atas nama kakak
ipar dari si wanita (untuk menutupi aib keluarga). Bagaimanakah ustadz, apakah
kami berdosa karena menulis itu di nisan. Jazakallah ustadz atas jawabannya.
A : Anak tersebut dihubungkan kepada ibu yang melahirkannya, tapi
bukan kepada laki-laki yang berzina dengan ibu anak tersebut. Maka dari itu
tidak boleh hukumnya seorang anak menghubungkan dirinya kepada orang yang bukan
melahirkannya, meskipun niat dari orang tersebut adalah baik untuk menutupi aib
anak tersebut. Maka dari itu ketika perempuan itu dinikahi oleh laki-laki yang
berzina dengannya, maka ini juga sudah merupakan upaya menutupi aib anak iti
dan aib keduanya. Dan status pernikahan keduanya adalah sah termasuk hak-hak
yang berkaitan dengann anak tersebut, seperti waris dan perwalian.
Q : Ustadz... Yang jadi pikiran saya...sekarang ini banyak terjadi
perkawinan di luar nikah dan tentu saja ditutup-tutupi. Seperti dijelaskan di
atas...anak perempuan yang lahir tidak boleh ayahnya menjadi wali nikah. Tapi klo
ortu nya menutupi bagaimana ustadz? Dan ayahnya tetap jadi wali nikah.
Pernikahan tsb tidak sah...sedangkan pasangan yang dinikahkan tidak
tahu. Sampai ke anak keturunannya. Ngeri sekali membayangkannya ustadz
A : Akad ulang
Q : Apakah di islam diperbolehkan untuk akad ulang karena untuk "membangun
nikah" (istilah jawa)? Hal ini ingin dilakukan untuk ikhtiyar memperbaiki
kehidupan pernikahan dari segala segi. Itu atas petunjuk orangtua sebagai orang
jawa.
A : Akad ulang dalam pernikahan dikarenakan adanya syarat atau
rukun yang tidak terpenuhi, seperti wali, saksi ijab-qobul, dll, selain
daripada ini, maka tidak perlu akad ulang. Adapun upaya untuk menghadirkan
rumah tangga sakinah mawaddah warrohmah adalah dengan cara mengikuti petunjuk
Nabi Muhammad dalam membangun rumah tangga islam, seperti kedua suami istri
harus patuh kepada Allah dengan menjalankan syariat Nya dan menjauhi lapangan
Nya, saling mengasihi dan mencintai, saling melengkapi kekurangan masing-masing,
saling menutupi aib masing-masing dari orang lain dsb.
Q : Klo wanita hamil apa boleh di talak oleh suami nya? Satu lagi
ustadz, teman saya secara lisan di talak 3 oleh suaminya..tapi pas sidang tetap
pengadilan memutuskan talak 1.. nah sekarang suaminnya malah ingin balik lagi.
Jadi gimana ikut aturan yang talak 3 ato putussan pengadilan talak 1?
A : Mentalaq istri dalam keadaan hamil diperbolehkan (jatuh
talaknya) menurut hukum agama dan negara (pengadilan agama). Maka suami yang
mentalaq istrinya tersebut memiliki kesempatan untuk rujuk (kembali) ke
istrinya selama istrinya tersebut masih dalam batas iddahnya, yaitu sampai
melahirkan. Artinya kalau sampai melahirkan suaminya belum rujuk kepada
istrinya maka tali pernikahan dengan sendirinya terlepas (menjadi talaq bain
kubro) dan harus dengan akad baru. Dalam aturan KHI (Kompilasi Hukum Islam),
seorang suami yang hendak menceraikan istrinya harus mengajukan permohonan baik
lisan maupun secara tertulis kepada pengadilan agama serta meminta untuk
disidangkan dalam perceraian tersebut. Menurut islam talaq tiga yang sudah
dijatuhkan oleh suaminya adalah sah,namun dalam aturan pengadilan agama tidak
sah karena dinilai tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh hukum.
Oleh sebab itu oleh pengadilan agama hanya dijatuhi talaq satu. Karena talaq
satu maka suami dapat rujuk kepada istrinya dalam masa iddahnya sesuai dengan
jangka waktu yang ditetapkan pengadilan agama yaitu selama tiga kali suci/haidh
atau sembilah puluh hari (90 hari). Sebagai tambahan dari jawaban di atas
:suami harus menjelaskan alasan talaq kepada pengadilan agama secara tertulis /
lisan dan talaq tersebut diikrarkan di depan pengadilan agama. Talaq yang
diikrarkan di luar pengadilan dianggap tidak sah sehingga belum jatuh talaq
suami sehingga surat yang membuktikan perceraian tidak akan diterbitkan oleh
pengadilan mengacu kepada hukum yang berlaku. Sekian.
Q : Apakah talak nya berlaku apabila seorang suami mengaku sudah
duda dan sudah tidak tinggal serumah, kepada beberapa wanita lain selain
istrinya?
A : Talaq yang diucapkan kepada orang perlu dikonfirmasi dan
diperivikasi oleh istrinya yang bersangkutan, jika suaminya tersebut ketika
mengucapkan talaq pada orang lain/wanita lain jujur dan berniat talaq setelah
dikonfirmasi oleh istrinya, maka talaqnya sah secara hukum agama, tetapi dalam
pandangan hukum tidak jatuh karena diikrarkan di luar pengadilan. Kesimpulannya
tanyakan kepada suaminya tersebut, apakah dia benar-benar secara jujur dan dari
hati dia mentalak istrinya atau bohong. Jika bohong maka tidak jatuh, wallahu
a'lam
Q : Izin bertanya ustaz, ada suami yang mengatakan pada istrinya tidak
ingin bersama lagi n akan memulangkan istrinya pada orang tuanya apakah
perkataan itu sudah jatuh talak?
A : Menurut agama ucapan "pulanglah kepada keluargamu"
sudah mewakili ucapan talak hingga talaknya jatuh, tapi berdasarkan pada
ketentuan pengadilan agama tidak jatuh
Q : Bagaimanakah cara menyenangkan suami yang sesuai dengan syariat?
A : Banyak cara, di antaranya :
Menyiapkan makan minum suami dengan penuh ketulusan dan dengan
bumbu-bumbu cinta yang tulus, sebab seorang istri ketika masak dengan kondisi
marah dan menggurutu masakannya bisa menyebabkan suami kehilangan selera makan.
Juga berpenampilan "MENGGODA"
depan suami. Jangan kalah dengan wanita " di luar ", mereka
untuk maksiat rasa malunya ditaruh di bawah telapak kaki (hilang sama sekali)
demi dapat menggoda para lelaki, maka sudah sepantasnya seorang istri untuk
tampil lebih menggoda depan suaminya. Seluruh aktifitas suami-istri di dalam
maupun di luar rumah penuh dengan jaminan pahala besar, itulah kelebihan yang
sudah menikah dibanding dengan yang belum. Seorang suami juga dianjurkan untuk
memberikan pakaian yang menurutnya dapat memengaruhi (maaf) libido seks suami,
seperti celana pendek dan tipis dsb (saya pikir para wanita sudah tau rahasia
menggoda laki-laki).
Alhamdulillah, kajian kita hari
ini berjalan dengan lancar. Semoga ilmu yang kita dapatkan berkah dan
bermanfaat. Aamiin....
Segala yang benar dari Allah
semata, mohon maaf atas segala kekurangan. Baiklah langsung saja kita tutup
dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyakanya dan do'a kafaratul majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika
asayahadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah,
dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan
diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment