Rekap Kajian Online
Hamba اللَّهِ SWT Ummi G6
Hari, Tanggal: Selasa,
26 Februari 2019
Materi: Dua Solusi
Untuk Riba
Narasumber: Ustadz Syaikhul
Muqorobin
Waktu Kajian:
08.55-11.06 WIB
Notulen: Bunda Sasi
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
DUA SOLUSI UNTUK
RIBA
Problematika Riba di
zaman ini begitu kompleks, menyelesaikannya tidak akan semudah membalikkan
telapak tangan.
Apalagi Rasulullah
shallallahu `alaihi wasallam juga telah bersabda:
“Suatu saat nanti manusia akan mengalami suatu masa, yang
ketika itu semua orang memakan riba. Yang tidak makan secara langsung, akan
terkena debunya.” (HR. Nasa`i no. 4455, namun dinilai dhaif oleh al-Albani)
Walaupun haditsnya
dhaif, namun maknanya dapat dibenarkan. Dan bisa jadi itulah zaman kita
sekarang, ketika sistem ekonomi sebuah negara dibangun dengan sistem bank
sentral. Namun demikian, janganlah kita pasrah atau bahkan menikmati riba
begitu saja karena merasa sudah tidak bisa menghindarinya.
Wajib bagi setiap
orang beriman untuk menghindari riba sekuat tenaga mereka, karena riba termasuk
dosa besar. Tentu berbeda kedudukan orang yang bermandikan debu riba dan
menikmatinya dengan yang sekedar terciprat debu setelah berusaha
menghindarinya.
Untuk itu, Allah azza
wa jalla, telah memberikan hints dua solusi untuk menjauhi riba sejak 1400an
tahun yang lalu.
...وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ
الرِّبَا ۚ
"...Padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..." (QS.
Al-Baqarah: 275)
Jual beli adalah
solusi pertama untuk riba.
Akad-akad riba
berorientasi bisnis bisa diarahkan kepada solusi ini. Dengan jual beli, maka
profit akan timbul dari transaksi ekonomi riil, pertukaran barang dan jasa
sebagai komoditi, bukan pertukaran sesama alat tukar (uang bukanlah komoditi).
Inilah yang dilakukan
oleh Bank Syariah di zaman ini. Mereka mengubah akad-akad ribawi berbasis
pinjaman menjadi akad-akad profit berbasis jual beli. Walaupun sekilas tampak
sama, tapi bank syariah jelas berbeda karena akadnya berbasis jual beli.
Undang-Undang
Perbankannya beda, aturan OJK nya beda, pencatatan akuntansinya beda, dan sudah
dilengkapi Audit Syariah secara berkala pula. Jika masih ada yang menyamakan
bank syariah dengan bank konvensional, sangat mungkin mereka belum pernah
mempelajari semua hal tersebut di atas.
Solusi kedua
untuk riba tertulis di mushaf Al Quran masih di halaman yang sama.
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ ۗ
"Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.." (QS. Al-Baqarah:276)
Sedekah, adalah
solusi akad riba yang berlatar belakang non bisnis. Kalau memang ada orang
miskin tidak punya uang untuk pengobatan yang darurat misalnya, ya kasih pinjam
sajalah. Tidak perlu perhitungan, merasa rugi dll karena dikembalikan tanpa
bunga setahun berikutnya sedangkan tingkat inflasi 3,5% misalnya. Riba, seolah
ingin mencampur antara akad bisnis dengan akad sosial.
Lalu muncullah Islam
yang memisahkan keduanya. Jangan ambil untung dari orang susah. Jika mau ambil
untung, lakukanlah transaksi riil barang dan jasa. Itulah ajaran Islam.
Dari dua solusi riba
ini juga dapat ditarik analisa bahwa di antara dua penyebab berkembangnya
sistem riba adalah; keinginan keuntungan yang mudah tanpa transaksi riil, dan
kurangnya sifat sosial untuk membantu sesama.
Semoga kita tidak
termasuk ke dalam keduanya.
Wallahul musta'an
Wallahu a'lam
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
TANYA JAWAB
1. Assalamualaikum
ustadz, jika seseorang pernah meminjam uang dengan cara riba, tapi saat itu dia
belum mengetahui kalau uang itu adalah haram, apakah saat ini dia tetap
berdosa? Meski telah sekian tahun berlalu dan dia telah bertaubat untuk hal
itu.
Jawab: Allah
Maha Penerima taubat. Jika sudah bertaubat dan tidak mengulanginya lagi tentu
kita sangat bisa berharap Allah menghapus dosa-dosa kita.
2. Apakah seseorang
yang meminjamkan uang dengan cara riba, berdosa dan zhalim jika yang diberi
pinjaman saat tidak sanggup untuk membayar, lalu dia mengambil barang hak milik
peminjam?
Jawab: Mengambil
barang milik peminjam diperbolehkan dengan melalui proses hukum. Karena tanpa
proses hukum kemungkinan akan terjadi kezhaliman.
Karena hak mengambil
barang milik peminjam hanya diperbolehkan senilai pinjaman yang belum dibayar.
Siapa yang bisa mengukurnya dengan tepat? Karenanya perlu orang ketiga, hakim. Adapun
jika direlakan pinjaman tersebut karena misalnya si peminjam adalah fakir miskin
sedangkan pemberi pinjaman adalah orang yang Allah telah lebihkan rezekinya,
tentu ini lebih baik.
Wallahu a`lam
3. Assalamu'alaykum
ustadz. Ijin bertanya. Bagaimana hukumnya, saat seseorang sudah sepakat dengan
akad jual beli secara kredit pada suatu instansi. Tetapi saat pembayaran atau
angsuran pembayaran mereka terkesan susah sekali untuk membayar dan terkadang
emosi dan keberatan. Apakah instansi tersebut terimbas dosanya riba. Karena
konsumennya menjadi susah? Atau tidak berdosa karena si konsumen sudah
tandatangan kontrak akad jual beli? Dilema yang kerja di instansi nih, yang
kerjanya sesuai akad syariah. Syukron atas jawabannya ustadz.
Jawab: Jual
beli kredit hukumnya halal selama sesuai syariah. Misalnya tidak ada tambahan
harga atau bunga karena terlambat. Atau harganya pasti dari awal akad sampai
akhir, tidak berubah karena suku bunga/inflasi misalnya. Ini boleh. Bukan riba.
Adapun orang yang tidak mau membayar utang/cicilannya padahal ia mampu, maka ia
berdosa karena menunda-nunda pembayaran utang padahal mampu.
“Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau
melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status
sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah no. 2410. hasan shohih)
4. Bismillaah. Ustadz,
ijin bertanya. Jika harus menggunakan bank konvensional untuk transfer gaji,
lalu bagaimana cara membersihkan bunga bank (sebulan hanya sekitar di bawah
seribu rupiah) dari uang yang murni dari gaji, Ustadz? Syukron.
Jawab: Kalau
bisa pindah ke bank syariah dengan negosiasi ke perusahaan yang memberi gaji,
itu lebih baik. Kalaupun tidak bisa, ya transfer saja setiap terima gaji,
sisakan saldo minimal. Cara membersihkan tabungan dari bunga adalah dengan
menyedekahkan seluruh bunganya (bisa dikumpulkan dulu bila terlalu kecil). Bunga
bank boleh disedekahkan, menurut pendapat ulama yang terkuat.
5. Bismillaah. Ustadz,
kalau dulu sebelum hijrah dan atau benar-benar mengerti peringatan Allah
mengenai hukum riba seperti apa, ketika itu kita membeli barang secara kredit
riba. Lantas sekarang sudah bertaubat dan insya Allah tidak mau mengulanginya
lagi, maka selanjutnya diapakan barang-barang tersebut, Ustadz?
Jawab: Barang
yang sudah terlanjur dibeli melalui utang riba pada dasarnya dibeli secara sah.
Barang ini halal baginya, namun wajib bertaubat dari perilaku ribanya di masa
lalu. Dan sebaiknya memperbanyak sedekah untuk menguatkan taubatnya.
Wallahu a`lam.
6. Ustadz, bagaimana
dengan gaji seseorang yang bekerja di instansi yang berhubungan dengan riba,
halal atau haram? Untuk keluar dari pekerjaan itu dia masih ragu karena belum
tahu apa yang akan dilakukan sementara gaji yang didapat darj pekerjaan itu
terkadang membuatnya ragu atas kehalalannya.
Jawab: Gaji
yang didapat dari bisnis riba maka hukumnya adalah sama dengan riba itu
sendiri. Maka yang terbaik adalah keluar dari bisnis riba tersebut menguatkan
keyakinan bahwa Allah Maha Pemberi Rizki. Diperbolehkan bagi mereka yang belum
kuat untuk keluar agar sambil mencari usaha atau pekerjaan yang halal (di
institusi keuangan syariah misalnya), sampai akhirnya dia bisa keluar, walaupun
gajinya di tempat baru lebih kecil misalnya. Karena kita mencari keberkahan
dalam hidup, bukan yang lain.
7. Nanya lagi Ustadz,
bagaimana jika seseorang yang bekerja pada perusahaan yang di sana akadnya ada
2. Secara syariat dan tidak. Bagaimana hukumnya, susah sekali memisahkan antara
gaji yang riba dan tidak?
Jawab: Harta
yang tercampur antara halal dan haram, harus dilihat manakah yang lebih
dominan. Jika ternyata jauh lebih dominan yang haram, maka ia bisa jatuh pada
yang haram. Yang terbaik adalah memisahkan dengan tegas. Minta agar masuk
divisi yang 100% hanya mengurusi akad syariah saja. Pilihan lain, bisa melihat
laporan keuangan perusahaan. Jika laporan keuangan perusahaan lebih 50% dari akad
riba, maka bisa diduga gajinya 50% dari akad riba. Tinggal bagaimana menguatkan
iman untuk memilih jalan yang lebih pasti halalnya untuk menghindari yang
haram.
8. Ada titipan
pertanyaan dari teman. Ustadz, bagaimana menjelaskan dan sikap yang bagaimana
yang harus saya lakukan atas beda pemahaman antara suami dan istri tentang
pembelian barang, rumah dan pinjaman pada bank?
Jawab: Riba
adalah masalah harta yang sulit sekali manusia diajak untuk meninggalkannya
kecuali dengan iman. Jika suami atau istri sulit diajak meninggalkan riba, maka
mulailah dulu dengan penguatan iman, bahwa Allah yang memberikan kita rizki
melarang kita mengambil harta dengan cara riba. Jika suami adalah pihak yang
lebih paham, insya Allah lebih mudah karena harta keluarga yang utama ada di
suami sehingga suami bisa saja melarang istrinya untuk kredit riba. Tali jika
istri yang lebih kuat imannya untuk meninggalkan riba, biasanya lebih sulit. Di
antara yang tidak boleh dilupakan adalah doa kepada Allah agar dikuatkan iman
dan diberi hidayah agar terhindar dari riba.
9. Bismillaah, Izin
bertanya Ustadz. Kami permohonan kredit di Bank konvensional, untuk beli rumah.
Bagaimana caranya untuk bertaubat mengingat waktu hutangnya masih lama yaitu 10
tahun lagi baru lunas. Ingin sekali rasanya keluar dari Riba ini, tapi
bagaimana caranya karena nominal uangnya sangat besar. Apakah kredit/riba yang
kami lakukan ini berdampak pada keluarga kami? Kami takut, nanti kena
adzab-Nya. Lalu bagaimana cara menyelesaikannya Ustadz? Syukron.
Jawab: Ada
3 opsi:
1. Amputasi: jual rumahnya, bayar utang pakai uang
hasil jual rumah tersebut.
Efeknya: utang ribanya hilang, rumahnya juga hilang. ini
tingkatan tertinggi.
2. Rawat inap: pindahkan utang ke bank syariah.
Efeknya: biasanya akan menjadi lebih mahal utangnya, karena bank syariah akan
memproses jual beli lagi. Atau percepat pelunasan utang riba dengan menaikkan
cicilan atau segera lunasi jika punya bonus, warisan dll.
Efeknya: biasanya didenda oleh bank konven karena pelunasan
dipercepat.
3. Rawat jalan: ikuti saja sisa cicilan yang harus
dibayar, sambil terus bertaubat dan berjanji tidak akan mengulanginya. Bisa
diperkuat dengan sedekah.
10. Bismillaah. Ustadz,
afwan, seseorang kerabat bekerja di bank konvensional. Setahu saya, ia membeli
dan membangun rumah serta membeli kendaraan hasil pinjaman bank untuk
karyawannya. Saya kurang paham mekanismenya apakah kalau karyawan yang meminjam
itu kena bunga atau denda dan sebagainya. Ustadz, saya ingin sekali mengajak
mereka untuk hijrah tapi dalam keluarga karena status sosial saya paling rendah
di dalam keluarga besar dan ilmu yang belum cukup maka kemungkinan besar akan
tidak direspon baik. Apalagi orangtua justru bangga dengan kesuksesan mereka
yang anak bungsu dibanding kakaknya yang tidak mapan secara finansial. Apakah
saran dari Ustadz dalam menghadapi situasi seperti ini? Jazakallah khoiron.
Jawab: Doakan
agar kerabat tersebut mendapat hidayah dari Allah. Kalau ada kesempatan, ajak
pengajian, khususnya tema-tema iman. Karena untuk menjauhi riba harus kuatkan
iman. Bisa juga dengan memberinya hadiah buku-buku Islam yang menarik. Sambil
kitanya sendiri juga berdoa kepada Allah agar dimantapkan secara finansial dan
kuatkan ikhtiar kita untuk mantap secara finansial, agar memudahkan dakwah kita
kepada keluarga dan masyarakat.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Kita tutup dengan membacakan
istighfar....hamdalah..
Astaghfirullahal’adzim..... Alhamdulillahirabbil'aalamiin
Doa Kafaratul Majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا
أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika
asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah,
dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah
melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Wassalamu'alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh
★★★★★★★★★★★★★★
Badan Pengurus
Harian (BPH) Pusat
Hamba اللَّهِ SWT
Blog: http://kajianonline-hambaallah.blogspot.com
FanPage : Kajian On
line-Hamba Allah
FB : Kajian On
Line-Hamba Allah
Twitter:
@kajianonline_HA
IG:
@hambaAllah_official
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment