Rabu,
24 Agustus 2016
Rekapan
Grup Bunda
Syakhsiyah
Islamiyah Pekan keempat Agustus
By
Tim Kurikulum Kajian Online Hamba Allah
Editor
: Rini Ismayanti
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang masih memberikan kita nikmat iman, islam dan Al
Qur'an semoga kita selalu istiqomah sebagai shohibul qur'an dan ahlul Qur'an
dan dikumpulkan sebagai keluarga Al Qur'an di JannahNya.
Shalawat
beriring salam selalu kita hadiahkan kepada uswah hasanah kita, pejuang
peradaban Islam, Al Qur'an berjalan, kekasih Allah SWT yakaninya nabi besar
Muhammad SAW, pada keluarga dan para sahabat nya semoga kita mendapatkan
sayaafaat beliau di hari akhir nananti. InsyaAllah aamiin.
MAKNA DAN HAKIKAT DZIKIR
“Apabila kamu
telah menyelesaikan shalatmu, maka berdzikirlah kepada Allah sambil berdiri,
duduk dan berbaring….,”
(An-Nisa’: 103)
(An-Nisa’: 103)
Dzikir secara
bahasa artinya menyebut, menuturkan, mengingat, menjaga, atau mengerti.
Dzikir berarti
menyebut dan mengingat. Dzikrullah menyebut dan mengingat Allah SWT. Dzikir
yang baik mencakup dua makna di atas; menyebut dan mengingat. Dzikir dengan
hanya menyebut dengan lisan tanpa menghadirkan hati tetap bisa mendatangkan
pahala, namun tentu dzikir macam ini berada pada tingkat yang paling rendah.
Dzikir dengan lisan tanpa menghadirkan hati dan pikiran bisa saja memberi
pengaruh terhadap hati dan keimanan seseorang, tetapi pengaruhnya tidak sebesar
dzikir sambil menghadirkan hati. Paling baik adalah dzikir dengan lisan sambil
menghadirkan hati.
Dalam ajaran Islam, banyak kesempatan dan sarana yang Allah SWT sediakan bagi Kaum Muslimin untuk melaksanakan ibadah dzikir ini. Dalam kehidupan Muslim, ada berbagai doa yang bisa dibaca dalam beragam aktivitas dan kesempatan. Mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali, hampir seluruh satuan kegiatan ada doa khusus. Paling tidak, dalam setiap aktivitas Muslim secara umum, seyogiyanya dimulai dengan membaca basmalah, yang juga mengandung makna dzikir; menyebut dan mengingat Allah SWT. Rasul Saw bersabda: “Setiap amal yang tidak dimulai dengan nama Allah SWT, maka ia terputus dari keberkahan”. (HR. Abu Dawud).
Berdzikir
kepada Allah, hendaknya dilakukan dengan seluruh anggota badan. Artinya,
manakala seseorang berdzikir, ia melaksanakan segala perintah-perintah-Nya dan
menjauhi segala apa yang dilarang-Nya. Dalam konteks ini, dzikir kepada Allah
bisa dimaknai secara luas, yaitu seluruh perbuatan baik yang dapat melahirkan
pahala dan diridhai oleh-Nya.
Banyak sekali
keterangan yang menjelaskan tentang kemuliaan yang akan didapatkan oleh hamba
Allah yang berdzikir. Diantaranya ialah firman Allah SWT dalam sebuah hadits
Qutsi:
“Wahai anak
Adam! Jika kamu berdzikir kepada-Ku dalam dirimu, maka Aku ingat kepadamu dalam
diri-Ku. Jika kamu berdzikir dalam suatu perkumpulan, maka Aku ingat kepadamu
dalam dalam kumpulan para malaikat. Dan bila kamu mendekat kepada-Ku satu
jengkal, maka Aku akan mendekat kepadamu satu hasta. Bila kamu mendekat
kepada-Ku satu hasta, maka Aku akan mendekat kepadamu atu depa. Kemudian jika
kamu datang kepada-Ku dengan, maka Aku akan datang kepadamu dengan berlari.”
(HR. Ahmad)
Al-Qur’an dan
Hadits sangat menganjurkan juga mengisyaratkan betapa mulia ibadah dzikir.
Allah SWT memerintah Kaum Muslimin untuk banyak berdzikir, tanpa dibatasi
jumlahnya. “Wahai orang-orang yang beriman banyak-banyaklah berdzikir kepada
Allah. (Al-Ahzab: 41).
Dzikir dari
sisi waktu pelaksanaannya terbagi menjadi dua; pertama dzikir muqayyad
(terikat/tertentu), kedua dzikir muthlak (bebas). Dzikir muqayyad
(terikat/tertentu) dilakukan dengan jumlah yang ditentukan oleh nash hadits.
Sebagaimana dzikir setelah shalat lima waktu dengan membaca subhanallah,
alhamdulillah, allahu akbar, masing-masing tiga puluh tiga kali, dan ditutup
dengan kalimat tahlil satu kali, maka seluruhnya berjumlah seratus, dan
disebutkan dalam riwayat lain dengan jumlah yang berbeda.
Adapun dzikir
muthlak (bebas ) boleh dilakukan dalam jumlah yang tidak terbatas. Dan adanya
pembagian kepada dzikir muthlak (bebas ) ini memberikan peluang bagi Muslim
untuk sering melakukan dzikrullah. Sebagaimana Allah SWT memotivasi hal
tersebut seraya mengisyaratkan bahwa sering berdzikir adalah kebiasaan atau
tradisi orang-orang yang “cerdas”. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal (cerdas). Yaitu orang-orang yang berdzikir (mengingat) Allah dalam kondisi berdiri, duduk dan berbaring. (Ali Imran: 190-191).
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal (cerdas). Yaitu orang-orang yang berdzikir (mengingat) Allah dalam kondisi berdiri, duduk dan berbaring. (Ali Imran: 190-191).
Rasulullah Saw
juga menjelaskan bahwa dzikrullah menjadi pembeda seorang yang ‘hidup’ dan
‘mati’. Diriwayatkan dari Abu Musa, Rasulullah Saw bersabda:
“Perumpamaan orang yang berdzikir mengingat Allah dan yang tidak pernah berdzikir kepadaNya bagai orang yang hidup dan mati”. (HR. Baihaqi).
“Perumpamaan orang yang berdzikir mengingat Allah dan yang tidak pernah berdzikir kepadaNya bagai orang yang hidup dan mati”. (HR. Baihaqi).
Tentu, maksud
hidup dan mati di sini pada sisi hati dan batin. Dalam hadits lain disebutkan:
“Sesungguhnya hati itu bisa berkarat sebagaimana besi bila dikenai air”. Rasul
ditanya: “Apa penawarnya wahai Rasul?” Rasul bersabda: “Mengingat kematian dan
membaca Al-Qur’an. (HR. Baihaqi).
Dan membaca Al-Qur’an termasuk dzikrullah yang paling utama.
Siapa yang senantiasa
melantunkan dzikir hatinya bisa hidup, dan sebaliknya siapa yang jauh dari
dzikrullah, akan terancam mati hati. Hidup dan mati hati pada selanjutnya akan
menentukan moral dan prilaku seorang Muslim. Selanjutnya juga akan menentukan
nilai dan kualitas kehidupan seorang Muslim. Berarti bahwa dzikir bisa
mempengaruhi kualitas hidup seorang Muslim.
Tentu ibadah ini dilakukan dengan tata cara dan adab yang tidak melanggar ajaran dan etika dalam Islam. Dua hal secara umum yang menjadi syarat agar ibadah dzikir diterima di sisi Allah SWT. Pertama, motivasi untuk mendapat ridha dan balasan baik dari Allah SWT. Kedua, tata cara pelaksanaannya sesuai tuntutan syariah. Tata caranya tidak berbau kesyirikan, tidak mendatangkan mafsadah (kerugian) baik terhadap pribadi maupun orang lain, tidak mengganggu kepentingan umum, dan sebagainya. Dan tentunya banyak berdzikir tidak sepatutnya mengganggu kewajiban lain, karena berdzikir adalah ibadah sunnah, yang tidak boleh mengganggu aktivitas yang wajib.
Wallahua'lam
bish showab
Dari berbagai
sumber
TANYA JAWAB
M6 by Ustadz Cipto
Q : Ustd, adakah lafadz dikir selain subhanallah, Alhamdulillah
dan allahuakbar?
A : Dalam kitab matsurat karya
Imam hasan al banna juga dalam kitab hadist banyak....Termasuk doanya nabi
yunus didalam perut ikan "Laa ilaahailla anta subhanaka inni kuntu
minazhzhaalimiin..."
Q : Klo baca dzikir pagi- sore al matsurat, bisa
dibaca kapan saja atau dikhususkan pada waktu tersebut?
A : Naam jika melihat dalil hadist keutamaan dari
dzikir tersebut memang dikhususkan di waktu tersebut.
M13 by Ustadzah Malik
Q : Bagaimana caranya agar dzikir tidak hanya lisan saja tapi juga
hati kita ikut berzikir?
A : Bahwa dzikir adalah tanda kita ingat dan dekat dengab Allah berusaha untuk menghadirkan hati dengan memahami keutamannya....terus menerus dilafadzkan dan rasakan keagunganNya.
A : Bahwa dzikir adalah tanda kita ingat dan dekat dengab Allah berusaha untuk menghadirkan hati dengan memahami keutamannya....terus menerus dilafadzkan dan rasakan keagunganNya.
Q : Bunda zikir apa yang sekiranya bisa melipatkan rizki? Saya
merasa hidup kami sedang sangat diuji masalah perekonomian. Saat ini rasanya
stress sekali saya. Saya sedang hamil tujuh bulan, anak pertama. Suami baru
dapet pekerjaan dua minggu lalu. Atasannya memberi tugas keluar kota pada
Minggu ketiga September nanti. Selama dua bulan di sana. Saya menangis terus
tiap hari Bunda, karena saya tiada siapa siapa di Jakarta. Saya merasa semua
ini karena ekonomi sehingga suami saya tidak bisa menolak tugas luar pulau
sementara saya sedang membutuhkan beliau untuk menemani saya saat lahiran yang
sebentar lagi. Mohon pencerahannya Bunda. Syukron.
A : Sayangku....perbanyak istighfar dan dzikir kalimat thoyyibah...bangun prasangka baik kepada Allah ikhlaskan semua kepada Allah bahwa apa yang berlaku terbaik untuk kita. Wallahu alam
A : Sayangku....perbanyak istighfar dan dzikir kalimat thoyyibah...bangun prasangka baik kepada Allah ikhlaskan semua kepada Allah bahwa apa yang berlaku terbaik untuk kita. Wallahu alam
Q : Bunda apakah zikir kita akan diterima Allah, sementara kita
setiap hari juga melakukan dosa?
A : MasyaAllah....iringilah perbuatan burukmu dengan perbuatan baik niscaya ia akan menghapusnya demikian Rosulullah bersabda..... Salah dalam perbuatan manusiawi tempat salah adalah manusia segera bertaubat dan beristigfar dengan sebenar-benar taubat. Menikmati perbuatan dosa dan membiarkannya itu yang selayaknya kita hindari.
A : MasyaAllah....iringilah perbuatan burukmu dengan perbuatan baik niscaya ia akan menghapusnya demikian Rosulullah bersabda..... Salah dalam perbuatan manusiawi tempat salah adalah manusia segera bertaubat dan beristigfar dengan sebenar-benar taubat. Menikmati perbuatan dosa dan membiarkannya itu yang selayaknya kita hindari.
Q : Isighfar, ini boleh kita lakukan meskipun tidak di atas
sajadah kan Bunda? Sambil melakukan aktivitas misalnya?
A : Boleh...setiap waktu dalam kondisi apapun asalkan tidak di wc
A : Boleh...setiap waktu dalam kondisi apapun asalkan tidak di wc
M10 by Ustadz Ahabba
Q : Bagaimanakah caranya dzikir menghadirkan hati? apakah menangis
saat dzikir itu sudah termasuk dzikir yang menghadirkan hati? Terkadang saat
tertimpa musibah saat berdzikir bisa sampai menangis tapi jika sedang bahagia
dzikir seperti hanya sebagai rangkaian dari sholat....
A : Dzikir selain merupakan pekerjaan hati dengan cara selalu mengingat Allah SWT setiap saat dan dalam semua kondisi. Namun juga merupakan kerja lisani (ucapan), kerja aqli (menangkap bahasa Allah di balik setiap gerak alam), dan kerja jasadi (dengan melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya). Menangis atau tidak, itu adalah suasana hati yang dapat berubah sesuai dengan kondisi yang dialamai saja.
A : Dzikir selain merupakan pekerjaan hati dengan cara selalu mengingat Allah SWT setiap saat dan dalam semua kondisi. Namun juga merupakan kerja lisani (ucapan), kerja aqli (menangkap bahasa Allah di balik setiap gerak alam), dan kerja jasadi (dengan melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya). Menangis atau tidak, itu adalah suasana hati yang dapat berubah sesuai dengan kondisi yang dialamai saja.
Q : Ustadz..Zikir itu katanya bisa melembutkan hati, tapi kadang
saya melihat ada orang yang lidahnya syarat sekali dengan kalimat zikir sehari
hari tetapi hatinya sangat keras.. Idealis kalau orang Jawa bilang kaku,
jadi sering bentrok atau ribut dengan orang lain. Yang seperti itu apa yang
salah ustdz?
A : “Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan dzikrullah. Ingatlah hanya dengan berdzikir maka hati akan menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’ad: 28).
Sifat dan cara pandang setiap orang berbeda, jika disikapi dengan benar insya Allah akan mendatangkan hikmah.
A : “Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan dzikrullah. Ingatlah hanya dengan berdzikir maka hati akan menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’ad: 28).
Sifat dan cara pandang setiap orang berbeda, jika disikapi dengan benar insya Allah akan mendatangkan hikmah.
Q : Saya sering penasaran dengan orang-orang yang dzikir selalu bawa tasbih. Apakah dzikirnya itu dihitung
A : Ini hanya metode saja, dapat juga dihitung menggunakan ruas jari. Ini merujuk pada dzikir muqayyad (terikat/tertentu) dilakukan dengan jumlah yang ditentukan oleh nash hadits.
M20 by Ustadzah Rini
Q : Assalamu'alaikum ustadzah.. Apakah berzikir di dalam hati itu
boleh? Soalnya pernah dengar zikir itu harus di lisan, Dan apakah harus dalam
keadaan suci?
A : Wa'alaykumussalam..Dzikrullah/mengingat Allah bisa kapan
saja,dimana saja bagaimana pun keadaannya. Hati dan pikiran kita harus kita
jaga selalu untuk mengingat Allah itu juga bentuk dzikrullah, jika diucapkan
dengan Lisan akan bertambah menjadi amalan yang beroleh balasan yaitu pahala
dan ridhoNya
Wallahua'lam
Wallahua'lam
Q : Ustadzah, bagaimana cara mengajarkan dzikruLlah pada anak
sejak dini berdasarkan tahapan usia mereka. Syukron Ustadzah..
A : Diawali dengan doa saat berhubungan. Membiasakan
memperdengarkan tilawah pada Janin. Mengajarkan anak sejak batita dzikrullah
dan memfasilitasi dengan suasana yang penuh nuansa dzikir. Menjadwal waktu
waktu dzikir rumah. Wallahua'lam
Q : Ustadzah mohon penjelasan kalo ada pengajian yang anggotanya
harus dibaiat dengan cara tertentu dan menggunakan cara-cara tertentu juga itu
bagaimana? Mereka juga melakukan zikir. Maksudnya zikir yang mereka lakukan itu
ada tatacaranya khusus?
A : Cara tertentu dan dzikir tertentu nya sesuai tuntunan
Rasulullah tidak? Karena sebaik baik amalan adalah yang ikhlas dan sesuai
petunjuk Rasulullah shallallahu alaihi wassalam
Q : Zikir itu allahuakbar, subahanalloh, lailahailallah,, bunyi
zikirnya itu aja ya ustazah?
A : Seperti uraian diatas...arti dari dzikir sendiri adalah
menyebut, menuturkan, menjaga, mengerti... Dzikir sangat luas maknnya bunda
shalihah...jadi tidak sebatas kalimat / ucapan talbiyah(tahmid,tasbih,tahlil
dsb). Kita bertafakur itu dzikir. Tilawah adalah dzikir. Tadabur juga
dzikir. Pun mengingat Allah dalam mejelis majelisnya(offline maupun
online) juga merupakan dzikir...
Q : Bagaimana dengan dzikir dan shalawat yang diajarkan oleh guru
namun perawinya tidak sampai ke Rasulullah saw yaa Ustadzah.. Jadi guru ngaji
tsb mengarang dzikir sendiri walaupun jika diartikan masih tetap baik dan
mencakup asmaul husna.
A : Syarat diterima amal ada 2 bunda shalihah...Dilakukan Ikhlas
karena Allah dan sesuai sunnah Rasulullah
Q : Klo dzikir pake hitungan slain 33x 100x gimana ustadzah?
Hitungan yang sesuai sunnah Rasul itu berapa ustadzah?
A : Dzikrullah...semakin banyak semakin baik, asal sesuai tuntunan
Rasulullah sampai bengkak dalam beribadah, itu parameternya. Apakah kita sudah
bisa mencontoh beliau? Maka sekuat yang kita bisa,selama masih mampu,
perbanyaklah berdzikir pada Allah
Q : Pernah denger jika Rasulullah mengajari dzikir dengan jari.
Pertanyaan saya jika memakai tasbih itu bagaimana? Diperbolehkan atau itu
menyerupai pemeluk agama lain?
A : Boleh saja pakai sarana yang ada, diajarkan dengan jari agar
kelak di yaumil hisab, jari jari yang akan menjadi saksi amal kita. Jika dengan
sarana yang ada memberikan motivasi dalam berdzikir maka hal tsb lebih baik
daripada hanya "meributkan" pakai sarana atau tidak sehingga waktu
untuk berdzikir tidak ada. Wallahua'lam. Islam datang dengan kemudahan bukan
untuk mempersulit Hamba Hamba Nya
Q : Afwan ustadzah, selama saya membaca al-matsurat pagi dan
petang saya merasa hidup saya lebih nyaman, lebih mudah, doa-doa saya banyak
yang terkabul. Tapi saya pernah baca artikel klo kita tidak boleh beranggapan
bahwa karena ibadah tertentu membuat kita jadi berhasil. Itu bagaimana ustadzah?
A : Teruslah melakukan ibadah yang membuat hati kita nyaman, itu
tanda nya ibadah kita sudah benar. Sekarang tinggal ditambah dengan menjaga
niat hanya lillahi ta'ala. Harus selalu yakin terhadap ketentuan dan
balasan dari Allah saja.
M5 by Ustadzah
Pipit
Q : Bagaimana
caranya agar dzikir tidak hanya di lisan saja tapi juga hati kita ikut
berzikir?
A : Dzikir hati butuh konsentrasi dan kekhusyu'an lebih karena harus dijiwai. Namun dengan seringnya berlatih akan terbiasa bahkan dalam aktivitas sehari-hari. Senantiasa niatkan dan sertakan Allah dalam tiap urusan ibadah maupun muamalah akan menjadi cara pelatihan yang bagus
A : Dzikir hati butuh konsentrasi dan kekhusyu'an lebih karena harus dijiwai. Namun dengan seringnya berlatih akan terbiasa bahkan dalam aktivitas sehari-hari. Senantiasa niatkan dan sertakan Allah dalam tiap urusan ibadah maupun muamalah akan menjadi cara pelatihan yang bagus
Q : Saya sering
zikir d atas kendaraan...boleh kah/sah kah ustadzh?
A : Boleh dzikir hati dimanapun Bunda, tapi dzikir lisan tidak boleh di tempat-tempat seperti kamar mandi dll. Usahakan dalam kondisi berwudhu dimana pun kita berada. Maka dzikir lisan akan bernilai ibadah.
A : Boleh dzikir hati dimanapun Bunda, tapi dzikir lisan tidak boleh di tempat-tempat seperti kamar mandi dll. Usahakan dalam kondisi berwudhu dimana pun kita berada. Maka dzikir lisan akan bernilai ibadah.
Q : Dzikir
seperti apa untuk mendoakan orang yang sedang sakit? Lalu bagaimana cara
pelaksanaannya
A : Dzikr yang sesuai sunnah Rasul. Misalnya mengunjungi dan mendoakan dengan doa-doa yang dicontohkan. Atau dzikr di tempat yang berlainan dengan si sakit namun dengan meniatkan mendoakan bagi kesembuhan beliau. Wallahu'alam bishowab
A : Dzikr yang sesuai sunnah Rasul. Misalnya mengunjungi dan mendoakan dengan doa-doa yang dicontohkan. Atau dzikr di tempat yang berlainan dengan si sakit namun dengan meniatkan mendoakan bagi kesembuhan beliau. Wallahu'alam bishowab
M3 by Ustadzah
Neneng
Q : Kalo dzikir
setelah solat apa cukup dengan membaca subhanallah , alhamdulillah ,
allahuakbar saja atau ada bacaan lainnya ya ?
A : Ada
tambahan...boleh istighfar....Allahumma antassalam....yang ma tsur. Ada bukunya
ya dzikir ma tsurot.. Nahhh setiap kalimat dzikir disana disertai hadits
shohihnya. Jadi bukan bid’ah.
Q : Boleh minta
lengkapnya ga ustadzah? Soalnya saya masih bngung kalo stlah solat hrus baca
apa saja
A : Contoh ya
Barang siapa bertasbih kepada Allah Ta'ala setiap selesai mengerjakan sholat sebanyak tiga puluh tiga, dan memuji Allah (membaca Al-Hamdulillah) sebanyak tiga puluh tiga kali, dan mengagungkan Allah (membaca Allahu Akbar) sebanyak tiga puluh tiga kali, dan bacaan itu adalah sembilan puluh sembilan, kemudian untuk melengkapi menjadi seratus ia membaca, "La Ilaha illallah Wahdahu la Syarika lahu, lahu '1-Mulku wa lahu '1-Hamdu wa Huwa 'ala kuli Syai'in Qadir", maka semua dosa-dosanya diampuni meskipun banyaknya seperti buih laut".
Barang siapa bertasbih kepada Allah Ta'ala setiap selesai mengerjakan sholat sebanyak tiga puluh tiga, dan memuji Allah (membaca Al-Hamdulillah) sebanyak tiga puluh tiga kali, dan mengagungkan Allah (membaca Allahu Akbar) sebanyak tiga puluh tiga kali, dan bacaan itu adalah sembilan puluh sembilan, kemudian untuk melengkapi menjadi seratus ia membaca, "La Ilaha illallah Wahdahu la Syarika lahu, lahu '1-Mulku wa lahu '1-Hamdu wa Huwa 'ala kuli Syai'in Qadir", maka semua dosa-dosanya diampuni meskipun banyaknya seperti buih laut".
Doa setelah
Sholat Fajar (Shubuh) dan Maghrib:
لآاِلَهَ إِلاَّ اﷲُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ ٬ لَهُ المُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ٬ عَشْرً مَرَّاتٍ ٠
“Tidak ada
Tuhan kecuali Allah, Yang Maha Tunggal, tiada sekutu bagi-Nya, hanya
bagi-Nya-lah kekuasaan (kerajaan) dan hanya bagi-Nya-lah segala puji, Yang
Menghidupkan dan Yang mematikan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu".
Dibaca sebanyak sepuluh kali. (H.R. At-Tirmidzi)
اَللَّهُمَّ أَجِرْنِيْ مِنَ النَّارِ ٬ سَبْعَ مَرَّاتٍ٠
“Ya Allah
selamatkanlah aku dari api neraka", dibaca sebanyak tujuh kali. (H.R. Abu
Daud)
اَللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ ٬ ثَمَانِىَ مَرَّاتٍ٠
“Ya Allah
sesungguhnya aku mohon surga dari-Mu.”
Doa setelah
sholat:
اَللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ ٬ تَبَارَكْتَ يَاذَا الْجَلاَلِ وَالاِكْرَامِ٠
“Ya Allah,
Engkau-lah Yang Maha Sejahtera, dan daripada-Mu- lah segala kesejahteraan. Maha
Mulia Engkau Ya Allah Dzat Yang mempunyai kemegahan dan kemuliaan ". (H.R.
Muslim)
اَللَّهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ٠
“Ya Allah, tolonglah
aku dalam mengingat-Mu danbersyukur kepada-Mu serta dalam beribadah dengan
baik kepada-Mu. (H.R. Abu Daud dan An-Nasa'i)
رَبِّ قِنِيْ عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَدَكَ٠
“Ya Tuhanku,
lindungilah (peliharalah) diriku dariapi neraka pada hari Engkau
membangkitkan hamba-Mu". (H.R. Muslim)
Lalu membaca
doa "ayat kursi", surat Al-Ikhlash, setelah itu membaca:
سُبْحَانَ اﷲ٬ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ٬ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ٬ وَاﷲُ اَكْبَرُ٬ ثَلاَثًا وَ ثَلاَثِيْنَ مَرَّةً ٠
Subhanallah,
Al-Hamdulillah dan Allahu Akbar, masing-masing sebanyak tiga puluh tiga kali.
(Muslim)
Kemudian untuk
melengkapi seratus, bacalah:
لآاِلَهَ إِلاَّ اﷲُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ ٬ لَهُ المُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ٠
La ilaha illa
'l-Lah wahdahu la Syarika lah, lahu 'l-Mulku wa lahu 'l-Hamdu wa Huwa 'ala
kulli Syai'in Qadir". (Muslim)
Q : Afwan
ustadzah, selama saya mmbaca al-matsurat pagi dan petang saya merasa hidup saya
lebih nyaman, lebih mudah, doa saya banyak yang terkabul. Tapi saya pernah baca
artikel klo kita tidak boleh beranggapan bahwa karena ibadah tertentu membuat
kita jadi brhasil. Itu bagaimana ustadzah?
A : Beranggapan
itu kan di hati, hati kita yang ga boleh mengklaim, tapi hati kita berharap,
berdoa dalam dada kita percaya kepada kepengurusannya Allah. Jadi bukan karena
dzikirnya...tapi Karena keMaha PengasihanNya Allah hingga setiap harap kita Ia
kabulkan, bahkan yang belum sempat kita ucapkan. Itu lah bukti betapa Allah Maha
Kaya Maha Mengetahui Maha Menguasai Maha mendengar.
Q : Kalau doa
yang tidak dicontohkan Rasul, tapi intinya minta kebaikan dari Allah... boleh
gak ustdzh.
A :
Sillahkan...berdoa dengan apa yang dikehendaki. Memanjatkan permohonan silahkan.
Q : Kalau sholat
jamaah trus doa sesudah sholat, lebih baik ikut imam atau doa sendiri
A : Imam berdoa
sebetulnya di zaharkan untuk menuntun. Klo sudah hafal, sudah tahu juga yang Ma
tsur, silahkan dzikir sendiri.
M15 by Ustadz
Syahrowi
Q : Saya ingin
bertanya ustad..tentang dzikir yang terbagi 2 yaitu dzikir terikat dan dzikir
bebas..yang ingin saya tanyakn ada pun dzikir dalam al ma'tsurat yang biasa
dibaca pagi dan petang itu termasuk ke dalam dzikir yang mana ya ustad?
A : Dzikir al
ma'tsurat sebenanrnya merujuk ke hadist-hadist bagaimana kebiasaan Rasulullah
membaca ayat-ayat Al qur'an dibanyak keadaan. Lalu dirangkum untuk dibuat wirid
harian. Tujuannya sebenarnya untuk menguatkan ruhiyah saat dalam aktivitas
da'wah karena wirid dalam al ma'tsurat juga banyak ayat pilihan. Kapan saja
boleh dibaca saat pagi dan siang.
Q : Dzikir yang
tidak khusyu bisa diterima Allah SWT?
A : Semua ibadah
yang dikerjakan tidak khusyu' maka akan berkurang nilainya disisi Allah.
Sebenarnya sholat pun adalah bagian dari dzikir, jika tidak khusyu' makanya
nilainya sebesar seberapa bagian dia khusyuk dalam sholatnya. Ibnu qayyim
menjelaskan, seseorang itu bisa mendapatkan pahala nilai sholat bisa 10 %, 30%
atau 100%. Wallahu'alam
Q : Bagaimana
cara supaya khusyu’ dalam dzikir?
A : Salah satu
cara supaya khusyu' berdzikir adalah dengan menghadirkan hati sambil memahami
kalimat dzikir. Lalu merenungi keadaan diri dihadapan Allah. Mulai dari
adanya kita di dunia, berproses hingga dewasa sampai suatu saat kembali
kepadanya. Sesungguhnya dzikir akan dengan sendirinya khusyu' jika dikaitkan
dengan kemusnahan diri kita suatu saat kelak. Wallahu'alam
Q : Apakah pada
saat dzikir harus masih dalam keadaan berwudhu?
A : Berwudhu di
setiap keadaan adalah salah satu kebiasaan Rasulullah. Maka sangat dianjurkan
saat berdzikir pun dalam keadaan berwudhu. Nuansa ruhiyah saat dalam keadaan
berwudhu akan berbeda dgn jika tidak dalam keadaan berwudhu. Namun demikian
apakah boleh dalam keadaan tanpa wudhu, sebenanrnya boleh-boleh saja.
Wallahu'alam.
Q : Sekarang
banyak sekali kaum muslimin berdo’a dan dzikir bersama baik itu untuk
keluarganya, kaum muslimin bahkan untuk pemimpin, Adakah secara sunnah yang
benar amalan-amalan tersebut, mohon dalil-dalilnya?
A : Berdoa
bersama, berdzikir bersama sebenarnya lebih ditujukan pada syiar agama Islam
untuk mendekatkan hati mereka dan anjuran melakukan muhasabah bagi setiap
orang. Namun tidak ada rujukan hadist yang menginformasikan kebiasaan tsb
dijaman Rasullullah dan sahabat. Wallahu'alam.
Q : Apa perbedaan
dzikir yang memakai hati dan yang tidak memakai hati??
A : Dzikir yang
menghadirkan hati adalah berdzikir kepada Allah yang dapat menundukkan hatinya
agar lebih dekat kepadaNya, lebih bening hatinya dan semakin takut padaNya.
Sedangkan dzikir yang tidak menghadirkan hati adalah dzikir yang tidak membuat
hatinya lebih dekat, lebih takut kepadaNya. Hatinya lalai karena lebih
memikirkan dunia dan isinya dibanding memikirkan siapa Tuhannya. Lihat surah Al
'araf/7 ayat 179. Kebanyakan nanti isi neraka jahannam salah satunya adalah
orang-orang yang memiliki hati tetapi tidak digunakan untuk memahami penciptaan
Allah, mereka adalah orang-orang seperti binatang ternak dan mereka adalah
orang-orang yang lalai. Wallahu'alam
M2 by Ustadzah
Rianti
Q : Apakah ada adab khusus untuk dzikir bebas? Misal harus
berwudhu dulu, menutup aurat dll?
A : Tidak. Dzikir bebas tidak dibatasi dengan adab adab khusus... Yang terutama adalah menghadirkan hati, lisan dan pikiran. Wallahu a'lam bisshawab
A : Tidak. Dzikir bebas tidak dibatasi dengan adab adab khusus... Yang terutama adalah menghadirkan hati, lisan dan pikiran. Wallahu a'lam bisshawab
Q : Ada yang bilang dzikir Matsurat itu bid'ah, bagaimana
mnyikapinya ?
A : Al Ma’tsurat adalah kitab kecil berupa kumpulan doa yang disusun oleh Al Imam Hasan Al Banna Rahimahullah yang berisi doa-doa yang berasal dari Al Quran dan As Sunnah. Boleh dikatakan, dalam era penerbitan modern, dibanding kitab sejenisnya, Al Ma’tsurat adalah kitab yang paling luas penyebarannya di dunia Islam dan paling banyak jumlah eksemplarnya dengan naik cetak berkali-kali.
Kitab ini, sebagaimana kitab-kitab lain secara umum, tentu tidaklah sempurna. Telah banyak pihak yang memberikan penjelasan, penelitian terhadap haditsnya, bahkan juga kritikan, hingga tahap celaan terhadapnya hingga ada yang mengatakan: tidak boleh dibaca, karena terdapat hadits yang dhaif dan palsu. Sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik Allah Ta’ala, oleh karena itu mengharapkan selain diriNya adalah sempurna merupakan tindakan yang keliru dan menyalahi kodrat dan tabiat kehidupan.
Jauh sebelum Al Ma’tsurat, sudah ada kitab-kitab sejenis yang di susun para ulama; seperti Al Adzkar karya Imam An Nawawi dan Kalimatuth Thayyibah karya Imam Ibnu Taimiyah. Kedua kitab inilah yang menjadi rujukan utama Al Ustadz Hasan Al Banna dalam menyusun Al Ma’tsurat sebagaimana dikatakan oleh Al ‘Allamah Asy Syaikh Yusuf Al Qaradhawi Hafizhahullah Ta’ala. Oleh karenanya, menjadi aneh ketika Al Ma’tsurat dicela karena adanya riwayat yang dhaif, namun sumber pengambilannya tidak dicela. Kami pun tidak ingin ada manusia yang lancang mencela Al Adzkar dan Kalimatuth Thayyibah, itu bukan keinginan kita bersama, ini hanya untuk menunjukkan bahwa kedengkianlah yang membuat mereka bersikap tidak adil terhadap Al Ustadz Hasan Al Banna dan Al Ma’tsurat. Jika mereka mau adil, sadar, jujur, mereka pun tidak akan temukan kitab-kitab kumpulan doa yang disusun ulama masa lalu yang tanpa hadits-hadits dhaif (bahkan kitab tafsir, nasihat, fiqih dan kumpulan hadits pun memuat riwayat yang dhaif). Kritik dan nasihat tetaplah ada, tetapi demi ilmu, bukan untuk menjatuhkan kehormatan penulisnya dan memancing manusia untuk membencinya, serta membuang jauh karya-karyanya. Amat berbeda dengan pihak yang selalu mengkritik Al Ustadz Hasan Al Banna, dan apa-apa yang berasal darinya dan tentang dirinya. Allahul Musta’an!
Zaman ini, kumpulan doa yang disusun ulama masa kini, telah dibuat sebisa mungkin tanpa riwayat yang dhaif -walhamdulillah, seperti Hishnul Muslim yang disusun oleh ulama muda, Asy Syaikh Said bin Ali Wahf Al Qahthani Hafizhahullah, juga kumpulan doa karya ulama lainnya, termasuk oleh penulis-penulis lokal. Demikianlah zaman telah berubah …
Dalam Al Ma’tsurat ini, sebenarnya Al Ustadz Hasan Al Banna Rahimahullah memuat sangat banyak dan lengkap, tidak seperti yang beredar di masyarakat yang lebih dikenal dengan wazhifah sughra dan wazhifah kubra.
Di dalamnya beliau membuat lima pembahasan:
1. Qismul Awwal (bagian pertama), Al Ustadz Al Banna memberi judul Al Wazhiifah, yaitu berisi wirid pagi dan sore yang berasal dari Al Quran dan As Sunnah. Inilah yang umumnya beredar dan manusia mengenal dan menyebutnya dengan Al Ma’tsurat. Dan, ini pula yang menjadi pembahasan kami dalam buku ini.
2. Qismuts Tsaani (bagian kedua), berjudul Al Wirdul Qur’aniy (wirid Al Quran), yaitu berisi wirid-wirid berasal dari ayat-ayat pilihan dari Al Quran.
3. Qismuts Tsaalits (bagian ketiga), berjudul Ad’iyah Al Yaum wal Lailah (doa-doa sehari-hari siang dan malam), seperti doa bangun tidur, doa berpakaian, dan lainnya.
4. Qismur Raabi’, (bagian keempat) berjudul Al Ad’iyah Al Ma’tsurah fi Haalat Mukhtalifah (doa-doa ma’tsur pada berbagai keadaan).
5. Bagian kelima, adalah Wirdul Ikhwan (wirid Al Ikhwan), yaitu wirid-wirid ma’tsur yang anjurkan untuk dibaca oleh para aktifis Al Ikhwan Al Muslimun. Di dalamnya terdapat doa rabithah, dia bukan doa ma’tsur melainkan susunan Al Ustadz Hasan Al Banna sendiri, maka jangan sampai ada yang terkecoh.
Semua inilah Al Ma’tsurat itu. Cukup banyak dan panjang, dalam kitab aslinya –khususnya penerbit Maktabah At Taufiqiyah- ada pada hal. 371 – 413, telah memakan 42 halaman dari kitab Majmu’ah Rasail. Sedangkan Al Ma’tsurat yang biasa beredar dipasaran adalah hanya pada qismul awwal (bagian pertama) saja, yakni terdapat pada hal. 379-388 (hanya sembilan halaman, sudah mencakup wazhifah sughra dan kubra). Oleh karena itu menjadi sangat aneh jika hanya karena beberapa hadits yang dhaif pada qismul awwal (yakni bagian Al Wazhiifah), membuat bagian lainnya menjadi hina dan tidak berharga, serta dibuang jauh dari hak umat, sebagaimana yang dikehendaki sebagian orang yang dengki kepada Al Ustadz Hasan Al Banna Rahimahullah.
Ada pun susunan yang beliau buat, tidak berarti itu suatu yang baku, dan beliau pun tidak pernah mengatakan demikian. Siapa saja boleh membacanya dengan urutan yang tidak sama dengan Al Ma’tsurat. Hal ini perlu kami tekankan, agar tidak ada lagi tuduhan terhadap Al Ustadz Al Banna bahwa beliau sengaja membuat urutan wirid tersendiri, yang dengan itu jatuhlah vonis bid’ah terhadapnya.
Sedangkan, tentang derajat hadits yang menganjurkan wirid Al Quran dan juga beberapa dzikir dari hadits pada Al Ma’tsurat, memang ada yang dhaif, munkar, bahkan maudhu’ (palsu). Walau ada juga yang kedhaifannya masih diperselisihkan para pakar hadits. Namun, jumlahnya tidak banyak dan ulama sebelum Al Ustadz Hasan Al Banna pun ada yang melakukannya, dan kita menilainya sebagai kekhilafan yang manusiawi. Sungguh berlebihan jika ada yang menganggap bahwa adanya hadits-hadits dhaif tersebut adalah kesengajaan yang dibuat oleh penulisnya dengan niat buruk terhadap kemurnian agama. Haihaata haata …. (sungguh jauh sekali hal tersebut).
Ditambah lagi, sebagian besar ulama membolehkan menggunakan hadits dhaif untuk urusan fadha’ilul a’mal, dan urusan stimulus untuk membaca ini dan itu dari kalimat doa dan dzikir merupakan bagian dari fadha’ilul a’mal. Bahkan Imam An Nawawi mengklaim telah disepakati kebolehannya, dan kebolehan itu mesti dengan syarat-syarat. Ada pun yang benar adalah hal ini diperselisihkan, bukan kesepakatan. Hal ini telah kami bahas dalam tanya jawab di islamedia ini. Walau demikian, menggunakan riwayat yang shahih adalah lebih utama dan lebih selamat untuk diamalkan.
Untuk mengetahui dzikir yang shahih dalam al ma’tsurat silakan klik :
https://manhajtarbiyah.wordpress.com/2012/02/16/doa-dzikir-pagi-sore-shahih-al-matsurat/
A : Al Ma’tsurat adalah kitab kecil berupa kumpulan doa yang disusun oleh Al Imam Hasan Al Banna Rahimahullah yang berisi doa-doa yang berasal dari Al Quran dan As Sunnah. Boleh dikatakan, dalam era penerbitan modern, dibanding kitab sejenisnya, Al Ma’tsurat adalah kitab yang paling luas penyebarannya di dunia Islam dan paling banyak jumlah eksemplarnya dengan naik cetak berkali-kali.
Kitab ini, sebagaimana kitab-kitab lain secara umum, tentu tidaklah sempurna. Telah banyak pihak yang memberikan penjelasan, penelitian terhadap haditsnya, bahkan juga kritikan, hingga tahap celaan terhadapnya hingga ada yang mengatakan: tidak boleh dibaca, karena terdapat hadits yang dhaif dan palsu. Sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik Allah Ta’ala, oleh karena itu mengharapkan selain diriNya adalah sempurna merupakan tindakan yang keliru dan menyalahi kodrat dan tabiat kehidupan.
Jauh sebelum Al Ma’tsurat, sudah ada kitab-kitab sejenis yang di susun para ulama; seperti Al Adzkar karya Imam An Nawawi dan Kalimatuth Thayyibah karya Imam Ibnu Taimiyah. Kedua kitab inilah yang menjadi rujukan utama Al Ustadz Hasan Al Banna dalam menyusun Al Ma’tsurat sebagaimana dikatakan oleh Al ‘Allamah Asy Syaikh Yusuf Al Qaradhawi Hafizhahullah Ta’ala. Oleh karenanya, menjadi aneh ketika Al Ma’tsurat dicela karena adanya riwayat yang dhaif, namun sumber pengambilannya tidak dicela. Kami pun tidak ingin ada manusia yang lancang mencela Al Adzkar dan Kalimatuth Thayyibah, itu bukan keinginan kita bersama, ini hanya untuk menunjukkan bahwa kedengkianlah yang membuat mereka bersikap tidak adil terhadap Al Ustadz Hasan Al Banna dan Al Ma’tsurat. Jika mereka mau adil, sadar, jujur, mereka pun tidak akan temukan kitab-kitab kumpulan doa yang disusun ulama masa lalu yang tanpa hadits-hadits dhaif (bahkan kitab tafsir, nasihat, fiqih dan kumpulan hadits pun memuat riwayat yang dhaif). Kritik dan nasihat tetaplah ada, tetapi demi ilmu, bukan untuk menjatuhkan kehormatan penulisnya dan memancing manusia untuk membencinya, serta membuang jauh karya-karyanya. Amat berbeda dengan pihak yang selalu mengkritik Al Ustadz Hasan Al Banna, dan apa-apa yang berasal darinya dan tentang dirinya. Allahul Musta’an!
Zaman ini, kumpulan doa yang disusun ulama masa kini, telah dibuat sebisa mungkin tanpa riwayat yang dhaif -walhamdulillah, seperti Hishnul Muslim yang disusun oleh ulama muda, Asy Syaikh Said bin Ali Wahf Al Qahthani Hafizhahullah, juga kumpulan doa karya ulama lainnya, termasuk oleh penulis-penulis lokal. Demikianlah zaman telah berubah …
Dalam Al Ma’tsurat ini, sebenarnya Al Ustadz Hasan Al Banna Rahimahullah memuat sangat banyak dan lengkap, tidak seperti yang beredar di masyarakat yang lebih dikenal dengan wazhifah sughra dan wazhifah kubra.
Di dalamnya beliau membuat lima pembahasan:
1. Qismul Awwal (bagian pertama), Al Ustadz Al Banna memberi judul Al Wazhiifah, yaitu berisi wirid pagi dan sore yang berasal dari Al Quran dan As Sunnah. Inilah yang umumnya beredar dan manusia mengenal dan menyebutnya dengan Al Ma’tsurat. Dan, ini pula yang menjadi pembahasan kami dalam buku ini.
2. Qismuts Tsaani (bagian kedua), berjudul Al Wirdul Qur’aniy (wirid Al Quran), yaitu berisi wirid-wirid berasal dari ayat-ayat pilihan dari Al Quran.
3. Qismuts Tsaalits (bagian ketiga), berjudul Ad’iyah Al Yaum wal Lailah (doa-doa sehari-hari siang dan malam), seperti doa bangun tidur, doa berpakaian, dan lainnya.
4. Qismur Raabi’, (bagian keempat) berjudul Al Ad’iyah Al Ma’tsurah fi Haalat Mukhtalifah (doa-doa ma’tsur pada berbagai keadaan).
5. Bagian kelima, adalah Wirdul Ikhwan (wirid Al Ikhwan), yaitu wirid-wirid ma’tsur yang anjurkan untuk dibaca oleh para aktifis Al Ikhwan Al Muslimun. Di dalamnya terdapat doa rabithah, dia bukan doa ma’tsur melainkan susunan Al Ustadz Hasan Al Banna sendiri, maka jangan sampai ada yang terkecoh.
Semua inilah Al Ma’tsurat itu. Cukup banyak dan panjang, dalam kitab aslinya –khususnya penerbit Maktabah At Taufiqiyah- ada pada hal. 371 – 413, telah memakan 42 halaman dari kitab Majmu’ah Rasail. Sedangkan Al Ma’tsurat yang biasa beredar dipasaran adalah hanya pada qismul awwal (bagian pertama) saja, yakni terdapat pada hal. 379-388 (hanya sembilan halaman, sudah mencakup wazhifah sughra dan kubra). Oleh karena itu menjadi sangat aneh jika hanya karena beberapa hadits yang dhaif pada qismul awwal (yakni bagian Al Wazhiifah), membuat bagian lainnya menjadi hina dan tidak berharga, serta dibuang jauh dari hak umat, sebagaimana yang dikehendaki sebagian orang yang dengki kepada Al Ustadz Hasan Al Banna Rahimahullah.
Ada pun susunan yang beliau buat, tidak berarti itu suatu yang baku, dan beliau pun tidak pernah mengatakan demikian. Siapa saja boleh membacanya dengan urutan yang tidak sama dengan Al Ma’tsurat. Hal ini perlu kami tekankan, agar tidak ada lagi tuduhan terhadap Al Ustadz Al Banna bahwa beliau sengaja membuat urutan wirid tersendiri, yang dengan itu jatuhlah vonis bid’ah terhadapnya.
Sedangkan, tentang derajat hadits yang menganjurkan wirid Al Quran dan juga beberapa dzikir dari hadits pada Al Ma’tsurat, memang ada yang dhaif, munkar, bahkan maudhu’ (palsu). Walau ada juga yang kedhaifannya masih diperselisihkan para pakar hadits. Namun, jumlahnya tidak banyak dan ulama sebelum Al Ustadz Hasan Al Banna pun ada yang melakukannya, dan kita menilainya sebagai kekhilafan yang manusiawi. Sungguh berlebihan jika ada yang menganggap bahwa adanya hadits-hadits dhaif tersebut adalah kesengajaan yang dibuat oleh penulisnya dengan niat buruk terhadap kemurnian agama. Haihaata haata …. (sungguh jauh sekali hal tersebut).
Ditambah lagi, sebagian besar ulama membolehkan menggunakan hadits dhaif untuk urusan fadha’ilul a’mal, dan urusan stimulus untuk membaca ini dan itu dari kalimat doa dan dzikir merupakan bagian dari fadha’ilul a’mal. Bahkan Imam An Nawawi mengklaim telah disepakati kebolehannya, dan kebolehan itu mesti dengan syarat-syarat. Ada pun yang benar adalah hal ini diperselisihkan, bukan kesepakatan. Hal ini telah kami bahas dalam tanya jawab di islamedia ini. Walau demikian, menggunakan riwayat yang shahih adalah lebih utama dan lebih selamat untuk diamalkan.
Untuk mengetahui dzikir yang shahih dalam al ma’tsurat silakan klik :
https://manhajtarbiyah.
Q : Di sekolah sehabis salat berjamaah anak anak dzikir dulu.
Tapi dikeraskan. Biar hapal dan terbiasa. Gimana?
A : Boleh bunda.. Dalam situasi dan kondisi demikian konteksnya adalah untuk belajar. Dan diperbolehkan
A : Boleh bunda.. Dalam situasi dan kondisi demikian konteksnya adalah untuk belajar. Dan diperbolehkan
Q : Kalo baca asmaul husna termasuk dzikir bukan?
A : Cara yang benar adalah berdoa kepada Allah dengan Asmaul Husna dan berdoa dengan nama Allah yang sesuai dengan keadaannya. Allah ta’ala berfirman:
A : Cara yang benar adalah berdoa kepada Allah dengan Asmaul Husna dan berdoa dengan nama Allah yang sesuai dengan keadaannya. Allah ta’ala berfirman:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ) (الأعراف:180) )
“Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. 7:180)
“Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. 7:180)
Misalnya:
Ya Syafi, isyfini (Wahai Yang Maha Penyembuh, sembuhkanlah
aku)Ya Rahman, irhamni (Wahai Yang Maha Penyayang, sayangilah aku)Ya Razzaq,
urzuqni (Wahai Yang Maha Pemberi rezeki, berilah aku rezeki)
Kemudian hendaknya mengambil sebab untuk mewujudkan apa yang dia
minta seperti bekerja, berobat dll, dan menyerahkan hasilnya kepada Allah
semata. Wallahu a’lam.
Q : Kalau dzikir misalnya tahmid harus 100 x, takbir 100x, betul
ga ustadzah
A : Jawaban permasalahan ini perlu rincian. Pertama, menetapkan bilangan tertentu dan komitmen melakukannya karena keyakinan bahwa bilang tersebut memiliki keutamaan tertentu maka ini adalah hal yang keliru dalam syariat. Kedua, seorang yang ingin menggembleng dirinya dengan membaca tasbih 1000 kali dalam sehari sehingga bisa rutin membaca tasbih sebanyak itu. Tindakan semacam ini sejenis dengan orang yang mentargetkan dirinya untuk rutin setiap hari membaca sebanyak dua juz dari al Quran. Oleh karena ini dia paksakan dirinya untuk bisa menyelesaikan target tersebut. Hal ini diperbolehkan. Lain halnya dengan dengan orang merutinkan diri membaca dua juz dari al Quran setiap harinya atau bertasbih sebanyak 1000 kali karena adanya keyakinan bahwa hal tersebut memiliki keutamaan khusus.
Rincian ini disimpulkan dari praktek salaf. Diriwayatkan oleh Ibnu Saad dan dinilai shahih oleh Ibnu Hajar dalam al Ishabah bahwa shahabat Nabi, Abu Hurairah setiap hari membaca tasbih sebanyak 12000 kali. Artinya beliau memaksa dirinya agar bisa memenuhi target ini setiap harinya.
Kesimpulannya, siapa yang menargetkan diri untuk berdzikir dalam jumlah tertentu agar bisa berjihad memaksa dirinya untuk mencapai bilangan yang ditargetkan hukumnya tidak mengapa. Lain halnya orang yang melakukan hal ini tersebut karena menyakini bahwa bilangan tersebut memiliki keutamaan tertentu maka perbuatan tersebut biasa karena sebuah pengalaman seseorang yang tidak bisa dijadikan hujjah.
A : Jawaban permasalahan ini perlu rincian. Pertama, menetapkan bilangan tertentu dan komitmen melakukannya karena keyakinan bahwa bilang tersebut memiliki keutamaan tertentu maka ini adalah hal yang keliru dalam syariat. Kedua, seorang yang ingin menggembleng dirinya dengan membaca tasbih 1000 kali dalam sehari sehingga bisa rutin membaca tasbih sebanyak itu. Tindakan semacam ini sejenis dengan orang yang mentargetkan dirinya untuk rutin setiap hari membaca sebanyak dua juz dari al Quran. Oleh karena ini dia paksakan dirinya untuk bisa menyelesaikan target tersebut. Hal ini diperbolehkan. Lain halnya dengan dengan orang merutinkan diri membaca dua juz dari al Quran setiap harinya atau bertasbih sebanyak 1000 kali karena adanya keyakinan bahwa hal tersebut memiliki keutamaan khusus.
Rincian ini disimpulkan dari praktek salaf. Diriwayatkan oleh Ibnu Saad dan dinilai shahih oleh Ibnu Hajar dalam al Ishabah bahwa shahabat Nabi, Abu Hurairah setiap hari membaca tasbih sebanyak 12000 kali. Artinya beliau memaksa dirinya agar bisa memenuhi target ini setiap harinya.
Kesimpulannya, siapa yang menargetkan diri untuk berdzikir dalam jumlah tertentu agar bisa berjihad memaksa dirinya untuk mencapai bilangan yang ditargetkan hukumnya tidak mengapa. Lain halnya orang yang melakukan hal ini tersebut karena menyakini bahwa bilangan tersebut memiliki keutamaan tertentu maka perbuatan tersebut biasa karena sebuah pengalaman seseorang yang tidak bisa dijadikan hujjah.
Alhamdulillah, kajian kita hari ini berjalan dengan lancar.
Semoga ilmu yang kita dapatkan berkah dan bermanfaat. Aamiin....
Segala yang benar dari Allah semata, mohon maaf atas segala kekurangan. Baiklah langsung saja kita tutup dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyaknya dan do'a kafaratul majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta
astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment